Anda di halaman 1dari 4

KELALAIAN MEDIS DAN RESIKO MEDIS

Kelalaian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (KBBI, 1995:863) berasal dari kata lalai
yang bermakna lengah, kurang hati-hati, atau tidak mengindahkan satu kewajiban atau satu
pekerjaan. Kelalaian dalam dunia medis merupakan satu perbuatan salah oleh seorang dokter
dalam melaksanakan pekerjaan atau kewajibannya sehingga menyebabkan satu kerugian kepada
orang lain. Kelalaian ini mencakup suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan berakhir tidak seperti yang diharapkan, kesalahan tindakan atau perencanaan
yang salah untuk mencapai suatu tujuan. Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini
akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss
(Hampir cedera) atau AdverseEvent (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Hal
ini sangat merugikan dan membahayakan pasien. Jika kelalaian tersebut menyebabkan kerugian
ekonomi, dan menimbulkan luka atau bahkan kematian orang lain, maka atas kelalaian tersebut
dapat diambil tindakan hukum. Kelalaian dokter sebagaimana di atas dikenal sebagai malpraktik
medis.

Di Indonesia, kelalaian medis dapat dibedakan kedalam dua bentuk, antara lain :
1. Kelalaian medis etik
Kelalaian medis etik adalah suatau keadaan dimana dokter melakukan suatu tindakan
yang bertentangan dengan etika kedokteran. Etika kedokteran sebagaimana tercantum
dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (yang selanjutnya disebut Kodeki) merupakan
seperangkat standar etika, prinsip, aturan atau norma yang berlaku bagi profesi
kedokteran (Soedjatmiko, 2001:4). Kodeki mengatur hubungan antar manusia yang
mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter kepada pasien, kewajiban
dokter terhadap teman sejawat dan kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri.
2. Kelalaian medis yuridis
Kelalaian medis yuridis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kelalaian dari sisi hukum perdata,
dari sisi hukum pidana, dan sisi hukum administrasi (Soedjatmiko, 2001:3)
2.1 Dari sisi hukum perdata
Prinsip yang di atur dalam hukum perdata adalah, barangsiapa yang menyebabkan
kerugian pada orang lain harus mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Dokter
dianggap bertanggung jawab dalam bidang hukum perdata manakala tidak
memenuhi kewajiban dalam hubungan terapeutik (dokter lalai menjalankan
kewajiban profesi).
2.2 Dari sisi hukum pidana
Prinsipnya, Tanggung jawab pidana timbul jika dapat dibuktikan telah adanya
kesalahan profesional, misalnya kesalahan dalam diagnosa atau kesalahan dalam
cara pengobatan atau perawatan. Secara umum Jonkers menyebutkan 4 unsur
kelalaian sebagai tolak ukur dalam hukum pidana, Pertama, Bertentangan dengan
hukum; Kedua, Akibatnya dapat dibayangkan; Ketiga, Akibatnya dapat
dihindarkan; Keempat, Sehingga perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya.
2.3 Dari sisi hukum administrasi
Prinsip sebagai subyek dari hukum administrasi, seorang dokter yang melakukan
praktik kedokteran harus melengkapi syarat administrasi berupa Surat Izin Praktik
(SIP) dokter (Pasal 36 UUPK).
Oleh sebab itu, seorang dokter dalam menjalankan profesinya harus berdasarkan kepada
standar yang telah berlaku, baik itu standar profesi maupun standar prosedur operasional
(Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 51 huruf a).

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena


adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati.
Adapun upaya untuk mencegah atau menghindari kelalaian medis, antara lain :
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian
berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent atau persetujuan
tindakan.
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Dalam dunia kedokteran juga dikenal satu istilah yang biasa disebut sebagai resiko medis,
resiko medis itu sendiri berbeda dengan kelalaian medis. Resiko medis terdiri dari kata “resiko”
dan “medis”. Resiko (risk) mengandung pengertian “the possibility of something bad happening
at some time in the future; a situation that could be dangerous or have a bad result”
(Wehmeir:2005) atau kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak baik dikemudian hari; situasi
yang dapat membahayakan atau mempunyai hasil yang tidak baik.

Kata medis yang dimaksudkan itu sendiri adalah tindakan medis yang dilakukan tenaga medis,
mencakup tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau terapeutik. Apabila
digabungkan, resiko medis dapat dimaknai sebagai suatu keadaan yang tidak dikehendaki baik
oleh pasien maupun oleh dokter atau dokter gigi sendiri, setelah dokter atau dokter gigi berusaha
semaksimal mungkin dan juga standar profesi, standar pelayanan medis dan standar profesional
prosedur telah terpenuhi, namun kecelakaan itu tetap terjadi. Resiko medis tidak dapat
dimintakan pertangungjawaban kepada dokter atau resiko yang bukan menjadi tanggung jawab
dokter, jika:

1. Dokter telah melakukan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi maupun standar
prosedur operasional (Pasal 50 huruf a UUPK).
2. Adanya informed consent atau persetujuan tindakan medis. Sebelum melakukan tindakan
medis, dokter berkewajiban memberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya
yaitu tentang diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang
dilakukan, alternatif tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, serta perkiraan biaya. Adapun
pengaturan mengenai persetujaun tindakan medis diatur dalam Pasal 39 dan 45 UUPK
dan dalam Pasal 7 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 290/MENKES/PER/III/2008.
3. Contribution Negligence. Diatur dalam Pasal 50 huruf c UUPK mengenai hak dokter,
dinyatakan dokter dan atau dokter gigi dalam melaksanakan praktiknya berhak mendapat
informasi atau penjelasan yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya mengenai
latar belakang kesehatan pasien. Dokter tidak dapat dipersalahkan apabila pasien tidak
mau bekerjasama atau tidak kooperatif, tidak berkenan menjelaskan dengan jujur
tentang riwayat penyakit yang pernah dideritanya.
4. Error of Judgment (kesalahan penilaian). Bidang kedokteran merupakan satu bidang yang
amat komplek, seperti dalam suatu pengobatan sering terjadi ketidaksepakatan atau
pendapat yang berlaianan mengenai satu terapi penyembuhan penyakit. Berdasarkan hal
tersebut, seorang dokter tidak dianggap berbuat lalai apabila ia memilih salah satu dari
sekian banyak cara pengobatan yang diakui (Kassim, 2003:29).

Kesimpulan
Kelalaian medis dan resiko medis adalah dua hal yang berbeda. Kelalaian medis adalah
bagian dari malpraktik medis. Kelalaian medis terjadi karena tidak adanya unsur hati-hati dan
berjaga-jaga dari dokter ketika memberikan suatu pelayanan medis kepada pasien. Resiko medis
adalah sesuatu hal yang mungkin timbul pada saat diberikannya terapi medis atau pengobatan.
Resiko medis yang terjadi akan sangat sulit dianggap sebagai kelalaian karena pasien sudah
menyadari dan memberikan izin kepada dokter untuk melakukan terapi medis melalui informed
consent yang diberikan.

Anda mungkin juga menyukai