Anda di halaman 1dari 30

Kasus Malpraktek yang

Terjadi di Indonesia
Oleh : Dian Ramadhani (D1A014075)
Jenis Malpraktek

1. Mal Praktek Etik


Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran.
Sedangkan etika kedokteran yang dituangkan dalam KODEKI merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma
yang berlaku untuk dokter.
Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran.
Kemajuan teknologi kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pasien, dan
membantu dokter untuk mempermudah menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebbih tepat dan lebih akurat sehingga
rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek samping yang tidak diinginkan.
Efek samping ataupun dampak negatif dari kemajuan teknologi kedokteran tersebut antara lain :
a. Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin berkurang
b. Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis.
c. Harga pelayanan medis semakin tinggi, dsb.
Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran yang
merupakan malpraktek etik ini antara lain :

• Dibidang diagnostic • Dibidang terapi


Pemeriksaan laboratorium yang Berbagai perusahaan yang menawarkan
dilakukan terhadap pasien kadangkala tidak antibiotika kepada dokter dengan janji
diperlukan bilamana dokter mau memeriksa kemudahan yang akan diperoleh dokter bila
secara lebih teliti. Namun karena mau menggunakan obat tersebut, kadang-
laboratorium memberikan janji untuk kadang juga bisa mempengaruhi
memberikan “hadiah” kepada dokter yang pertimbangan dokter dalam memberikan
mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang- terapi kepada pasien. Orientasi terapi
kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah berdasarkan janji-janji pabrik obat yang
tersebut. sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi
yang diperlukan pasien juga merupakan
malpraktek etik.
2. Malpraktek Yuridik
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridik ini menjadi :
a) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi
terapeutik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechmatige daad)
sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.
Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan

Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :
a. Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)
b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis)
c. Ada kerugian
d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
e. Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian
dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsure berikut :
a. Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.
Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya kelalaian
dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res ipsa loquitor” yang artinya fakta
telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal
dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul
komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi kembali. Dalam hal
demikian, dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.
b) Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya
kurang hati-hati atua kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang
meninggal dunia atau cacat tersebut.
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)
Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis, euthanasia, membocorkan rahasia
kedokteran, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain
yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar.

b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)


Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta
melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan medis.

c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)


Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan dokter yang kurang hati-hati
atau alpa dengan tertinggalnya alat operasi yang didalam rongga tubuh pasien.
c) Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)
Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan pelanggaran terhadap
hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek dokter tanpa
lisensi atau izinnya, manjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa dan
menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.
Contoh Kasus Malpraktek Medis di Luar Negeri
1. Salah mencangkok jantung dan paru-paru, sehingga meninggal
Tragis menimpa Jésica Santillán, pasien 17 tahun, imigran Meksiko. Dia
meninggal 2 minggu setelah menerima cangkok jantung dan paru-paru dari
orang lain dengan golongan darah berbeda. Dokter di Duke University Medical
Center gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi dimulai.
Santillán yang memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe donor A.
Setelah operasi transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, Jesica malah
menderita kerusakan otak dan komplikasi lain hingga meninggal.
Padahal Santillán sudah tiga tahun datang ke Amerika Serikat untuk mencari
perawatan jantung dan paru-paru. Transplantasi jantung dan paru-paru oleh
Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di Durham diharapkan
akan memperbaiki kondisi ini, namun bukan kesehatan diraih, tapi kematian
2. Operasi testis yang salah
Seorang Veteran Air Force Benjamin Houghton mengalami gangguan salah satu testisnya. Dia
mengeluh sakit dan mengalami penurunan mentalitas dari testis sebelah kiri. Oleh sebab itu dokter
memutuskan untuk menjadwalkan operasi, untuk membuang salah satu testisnya karena takut ada
kanker.
Namun apa yang terjadi? Ternyata apa yang dibuang oleh dokter keliru. Dia justru membuang testis
yang sehat, yakni sebelah kanan. Benjamin Houghton dan Istrinya kemudian mengajukan ganti rugi
sebesar U$D 200 ribu karena kesalahan fatal tersebut

3. Pasca operasi logam tertinggal di dalam


Donald Church memiliki tumor di perut ketika dia berobat ke dokter ahli bedah di Universitas
Washington Medical Center di Seattle pada bulan Juni 2000. Ketika dia kembali, tumor sudah tidak
ada namun sebuah logam retractor ketinggalan di dalam perut lelaki 49 tahun itu.
Dokter mengakui kesalahan karena meninggalkan logam retractor sepanjang 13 Inci di dalam perut.
Untungnya, dokter mampu mengangkat retractor tersebut. Masalahnya, paska pengangkatan,
Donald mengalami kesakitan jangka panjang akibat kesalahan tersebut. Rumah sakit setuju untuk
membayar ganti rugi sebesar U$D 97 ribu.
4. Bangun ketika dioperasi
Sherman Sizemore, pria dari Virginia Barat, Amerika Serikat, ini mengaku terbangun dari pingsan
ketika dioperasi di rumah sakit umum Raleigh Beckley. Dia merasakan setiap sayatan dari pisau bedah
yang dilakukan tim dokter. Hal itu menyebabkan dia mengalami trauma selama dua minggu
kemudian.

5. Bedah jantung yang salah


Dua bulan setelah dua kali operasi bypass jantung untuk menyelamatkan hidupnya, pelawak dan
mantan Pembawa acara Saturday Night Live Cast, Dana Carvey mendapat berita bahwa ahli bedah
jantung yang telah mengoperasi salah artery.
Butuh waktu lagi untuk mengoperasi, dan memperbaiki kesalahan yang mengancam membunuh pria
45 tahun itu. Dia kemudian menuntut rumah sakit U$D 7,5 juta. Carvey kemudian membawa perkara
ke pengadilan.
Dia mengatakan, ahli bedah telah melakukan kesalahan fatal. "Ini seperti mengeluarkan ginjal yang
salah. Ada kesalahan yang besar," demikian seperti dikutip People Magazine.
CONTOH KASUS MALPRAKTEK
MEDIS DI INDONESIA
Kondisi Terakhir Bocah Raihan si Korban
Malapraktik
Jakarta - Kasus dugaan malapraktik yang pengasuhan sang Bunda, Oti Puspa Dewi.
dilakukan Rumah Sakit Medika Permata Hijau "Bahkan Raihan hanya terbaring tanpa respons
(RSMPH) Jakarta terhadap bocah berusia 12 dan menunggu mukjizat," kata Yunus
tahun bernama Muhammad Raihan belum juga menambahkan.
usai. Bahkan, kabar terakhir menyebutkan kalau
kondisi Raihan masih lumpuh total dan tak ada Raihan, lanjut Yunus, saat ini menjalani perawatan
perubahan yang cukup membahagiakan. di rumah. Kontrol ke medis dan pengobatan
alternatif masih terus dilakukan Yunus dan Oti
"Masih berjuang. Sebab, Raihan masih mengalami demi kesembuhan bocah kelahiran Jambi, 30 Juni
kelumpuhan total seperti sebelumnya," kata 2002.
Yunus kepada Health-Liputan6.com, Rabu
(18/02/2015) "Namun terkadang tetap menjalani rawat inap dan
ke UGD. Sebab, kadang kala ada masalah yang
Yunus menceritakan kalau Raihan belum bisa kondisi darurat yang terjadi pada Raihan," kata
melakukan apa pun hingga hari ini, hanya Yunus.
terbaring lemah di atas ranjang di bawah
Berikut kronologis yang terjadi pada Muhammad
Raihan saat operasi usus buntu pada hari Sabtu,
22 September 2012, versi ayahnya, Muhammad
Sekitar pukul 10.00 WIB
Yunus, dalam surat elektronik yang diterima oleh Dokter spesialis Anak melakukan kunjungan
liputan6.com : pada Raihan dan melakukan diagnosa awal dan
menduga Raihan mengalami sakit usus buntu.
Pukul 04.00 WIB
Raihan dibawa oleh Ibundanya, Oti Puspa Dewi,
ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Sekitar pukul 13.00 WIB
Jakarta dengan maksud untuk mendapatkan Ibunda Raihan melakukan konsultasi ke dokter
pengobatan atas sakit yang diderita Raihan. Bedah Umum dan mendapat penjelasan bahwa
Penanganan awal ditangani oleh bagian IGD penyakit yang diderita oleh Raihan adalah usus
Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) buntu dan disampaikan secara mendesak agar
Jakarta. Setelah pihak IGD melakukan tindakan, segera dilakukan tindakan operasi
selanjutnya Raihan dimasukkan di ruang rawat
inap anak di lantai 5 Rumah Sakit Medika
Permata Hijau (MPH) Jakarta.
Pukul 13.30 WIB
Terjadi pembicaraan via telepon antara ayahanda Raihan, Muhammad Yunus (yang sedang
berada di Kalimantan Selatan) dengan dokter bedah umum Rumah Sakit Medika Permata Hijau
(MPH) Jakarta yang telah menyarankan untuk segera dilakukan operasi pada Raihan.
Muhammad Yunus pun menanyakan mengapa anaknya harus segera dioperasi. Dijelaskan oleh
dokter bedah umum bahwa Raihan mengalami usus buntu akut yang secepatnya untuk segera
dioperasi, jika tidak dioperasi dikhawatirkan akan terjadi infeksi.
Dalam pembicaraan via telepon antara Yunus dengan dokter bedah umum tersebut, Yunus
memohon kepada dokter tersebut untuk dilakukan semacam second opinion atas dugaan usus
buntunya Raihan.
Dan sekalian meminta dirawatinapkan terlebih dahulu guna dilakukan observasi lebih lanjut
atas dugaan dokter tersebut. Namun, dokter bedah umum tersebut tetap menyatakan Raihan
menderita usus buntu akut dan harus sesegera mungkin diambil langkah operasi sore hari itu
juga.
Muhammad Yunus menanyakan apa efek yang meminta untuk dilakukan pemeriksaan berupa
akan terjadi jika dilakukan operasi dan jika tidak dilakukannya USG untuk melihat kebenaran
dilakukan operasi secepat itu seperti permintaan dugaan tersebut, namun tidak dilakukan oleh
dokter bedah tersebut. dokter tersebut dan menyatakan tidak perlu.
Dokter tersebut menjawab, bahwa operasi yang Karena menurut pengalamannya, hal ini umum
akan dilakukan Raihan adalah operasi kecil dan terjadi dan sudah 99 persen usus buntu akut.
biasa dilakukan oleh dokter tersebut. Lalu 2 atau
Penolakan awal untuk tidak segera dilakukan
3 hari setelah operasi dokter meyakinkan bahwa
operasi tersebut mengingat kondisi psikologis
Raihan sudah bisa pulang.
Raihan, terlebih saat itu ayahnya sedang tidak
Namun jika tidak segera dioperasi, dikhawatirkan berada di sampingnya. Dan orangtua Raihan
akan terjadi infeksi atau pecah dan kemungkinan merasa bahwa hal ini tidak separah dugaan
bisa menjadi operasi besar. dokter tersebut sambil menunggu kepulangan
ayahnya dari Kalimantan.
Bukan hanya Yunus yang meminta untuk tidak
dilakukan operasi tersebut, istrinya Oti Puspa
Dewi juga melakukan hal yang sama. Oti
Sekitar pukul 16.00 s/d selesai adanya pertolongan yang maksimal.
Akhirnya setelah menerima keyakinan Pihak keluarga pun akhirnya menyangsikan
dokter tersebut dan harapan terbaik untuk kelengkapan peralatan di ruangan operasi
Raihan, operasi pada Raihan dilakukan tersebut.
dengan dokter yang terlibat dalam operasi Sampai saat ini M Yunus masih menunggu
itu adalah dokter bedah umum dan dokter itikad baik dari pihak Rumah Sakit Medika
anastesi. Permata Hijau (MPH) Jakarta terkait dugaan
malpraktik yang menimpa Muhammad
Sekitar pukul 18.00 Raihan.

Tiba-tiba ibunda Raihan, Oti Puspa Desi,


dipanggil ke dalam ruang operasi untuk
melihat Raihan yang sudah dalam keadaan
kritis dan terkulai tidak sadarkan diri tanpa
Tim dokter Rumah Sakit Kanker Diduga
Malpraktik
JAKARTA (Pos Kota)- Tim dokter rumah sakit kanker di Jakarta Barat diduga melakukan malpraktik
terhadap pasien Jonika, 40, warga Lampung Selatan, berupa pemotongan (amputasi) tangan tanpa
persetujuan keluarga maupun pasien. Karena itu keluarga korban berencana melaporkan kasus tersebut ke
instansi berwenang.
Kasus tersebut diceritakan oleh M Asri, keluarga korban bermula dari tindakan operasi yang dilakukan tim
dokter terhadap Jonika. Tindakan operasi pengangkatan tumor di ketiak korban dilaksanakan pada Jumat
(12/2) sekitar jam 13:00 WIB.
“Kami terkejut karena ketika tim dokter selesai operasi, ternyata tangan adik saya diamputasi hingga habis,”
kata Asri, saat mengadu ke redaksi Pos Kota, Minggu (14/2).
Dijelaskan, sesuai perjanjian dan surat yang ditandatangani, operasi tumor hanya akan memotong tiga tulang
iga pasien. Tetapi faktanya usai operasi, justeru 3 tulang iga batal dipotong, sedang tangan sebelah kiri
dimana tumor tumbuh diketiak malah dipotong habis.
Mendapati kenyataan tersebut, keluarga pasien memprotes tim dokter. Dalam penjelasannya tim dokter
mengatakan bahwa tumor sudah stadium IV dan menjalar ke tangan, sehingga harus dipotong.
“Kami mempersoalkan karena sejak awal memang tidak ada klausal atau perjanjian
memotong tangan,” tambah Asri.
Jonika merupakan pasien rujukan dari RS di Lampung sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Di Lampung Jonika sudah melakukan dua kali operasi pengangkatan tumor pada lokasi
yang sama oleh tim dokter di Lampung.
“Tetapi karena tumor tumbuh terus dan besarnya sekitaran 4 butir telor ayam, akhirnya
tim dokter merujuk ke rmah sakit di Jakarta Desember 2015,” jelas Asri.
Lalu setelah disepakati operasi, jadwal disepakati tanggal 12 Februari 2016 jam 09:00.
Dalam surat perjanjian yang ditandatangani keluarga pasien, tindakan medis hanya
berupa pengangkatan daging tumor dan pemotongan tiga tulang iga.
Kini Asri berencana melaporkan kasus malpraktik tersebut kepada instansi berwenang
diantaranya IDI, Kemenkes dan aparat hukum. (inung)
Bayinya Tewas di Kandungan, Seorang Ibu
Laporkan Dokter Atas Dugaan Pembiaran
Jakarta - Dua orang dokter spesialis kandungan dan seorang bidan, di sebuah rumah sakit ibu dan anak di
kawasan Jakarta Selatan, dilaporkan seorang ibu bernama Pita Sari atas dugaan tindakan malpraktik. Para
terlapor diduga melakukan pembiaran dalam proses persalinan, sehingga putra pertama Pita tewas, diduga
akibat keracunan air ketuban.
"Ada ketidakwajaran dalam proses persalinan saya, sehingga menyebabkan bayi saya meninggal. Saya ke
sini untuk mencari keadilan dan kebenaran. Saya menempuh jalur hukum," kata Pita kepada wartawan di
Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Wanita berusia 28 tahun ini menjelaskan, dugaan malpraktik terjadi pada tanggal 7 November 2014 silam.
Kliennya baru melaporkan hal ini ke Polda Metro Jaya, sebab saat itu masih melakukan upaya mediasi
dengan pihak rumah sakit. Namun mediasi menemui jalan buntu hingga korban memilih menempuh jalur
hukum.
"Karena selama bulan November hingga sekarang, kami sudah mencoba melakukan diskusi dengan rumah
sakit, namun tidak ada itikad baik dari pihak ke rumah sakit," lanjut Pita.
Sementara itu, pengacara korban Heribertus S Hartojo menjelaskan, korban saat itu dibawa ke rumah sakit
karena sudah waktunya melahirkan. Hingga pukul 21.00 WIB, Pita mendapat pemeriksaan dari bidan. Saat
itu kandungannya sudah mengalami bukaan 4.
"Selanjutnya, dia bilang ini baik-baik saja. Padahal sudah ada pembukaan. Setelah pukul 21.00 WIB tidak ada
kontrol lagi," kata Heribertus.
Setelah itu, bidan keluar dari ruangan Pita. Hingga kemudian Pita kembali mengalami kontraksi. Kali ini
kontraksinya sangat hebat karena ia pun sudah mengalami pecah ketuban.
"Bukaan keempat itu air ketubannya sudah pecah. Kemudian pasien ini kan semakin sakit, suaminya mencari
perawat dan bidannya itu tidak ada. Biasanya kan kalau keluar ruang perawatan itu ada perawat atau bidan jaga,
ini tidak ada," katanya.
Baru sekitar pukul 00.30 WIB, bidan datang dan mengecek korban. Bidan saat itu tampak kaget dengan
kondisi bayi Pita yang dinyatakan sudah kritis.
"Baru setelah itu klien kami dibawa ke ruang operasi untuk sesar. Selama 5 jam kemana mereka?," katanya.
Heribertus menduga kuat adanya kelalaian yang dilakukan pihak rumah sakit. Sebab, selama pemeriksaan, bayi
dalam kandungan Pita dinyatakan sehat dan normal.
"Di sini, ada dugaan tindak pidana yang dilakukan tenaga medis. Ada semacam pembiaran terhadap pasien.
Pada saat kritis di mana pasien membutuhkan perawatan dan perhatian ini tidak ada. Bahkan, jangankan
dokter perawatan itu tidak ada. Sehingga masa kritis sekitar 5 jam, di situ akhirnya sang bayi tidak tertolong,"
paparnya.
Ia menambahkan, setelah bayi korban diangkat, kliennya mencoba mencari penjelasan dari rumah sakit.
Direktur rumah sakit yang memberi penjelasan, menyatakan adanya kelalaian dari pihaknya dalam menangani
pasien tersebut.
"Waktu tanggal 8 Novembernya, itu bahkan say sorry pun tidak. Kemudian setelah
korban menanyakan, barulah direktur rumah sakitnya menyatakan ada kelalaian,"
ungkapnya.
Atas hal ini, korban pun menempuh jalur hukum dengan melaporkan kedua dokter
kandungan dan bidan rumah sakit tersebut.
"Kami baru dalam tahap melakukan laporan dugaan adanya tindak pidana yang
dilakukan tenaga medis, kelalaian yang menyebabkan kematian. Kami laporkan Pasal
359 KUHP, dan 84 ayat 2 UU kesehatan nomor 36 tahun 2014," pungkasnya.
CONTOH KASUS MALPRAKTEK
MEDIS DI INDONESIA
Minum Obat Resep Dokter, Tubuh Bocah
SD di Mataram Melepuh
Mataram - Malang benar nasib Indri Jati Tatapanya kosong. Ia tak kuasa bicara. Di
Rahim, bocah sembilan tahun asal Gatep, pembaringan itu, Indri pun harus tidur
Kecamatan Babakan, Kota Mataram. Obat beralaskan daun pisang. Dokter akhirnya harus
bukan menyembuhkan baginya, tapi malah mengisolasi bocah itu karena kulitnya yang
menjadi sumber malapetaka. Seluruh badannya melepuh itu.
melepuh seperti habis dilalap api, justru setelah
Derita yang dialami Indri bermula ketika ia
minum obat hasil resep dokter. Dari mulutnya
hanya sakit mata, lalu dibawa orang tuanya ke
pun kini, nanah tak berhenti menetes.
dokter di poli anak di rumah sakit milik Pemprov
Indri hanya bisa berbaring meringkuk lemah NTB itu. Oleh dokter, Indri dinyatakan bukan
di ruang rawat inap nomor 248 bangsal Dahlia hanya sakit mata, namun diduga ada kelainan
Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB. pada syarafnya.
Belakangan setelah pemeriksaan intensif, Di dekat dipan tempatnya berbaring di
siswakelas IV SD ini diketahui mengidap RSUP NTB, Sumarni masih menyimpan
penyakit epilepsi. Tak ragu lagi, dokter segepok obat untuk anaknnya itu.
memberinya obat ayan. Biar mujarab, obat Mawardi Hamri, Direktur Utama RSUP NTB
untuk Indri diberikan dokter sekalian untuk pada wartawan di Mataram menampik, kalau
kebutuhan satu bulan. derita Indri akibat malapraktik dokter. Indri
Namun malang, obat epilepsi bukannya kata Mawardi terkena Steven Johnson
menyembuhkan, tapi memberi malapetaka. Syndrome atau reaksi parah terhadap obat.
Sumarni, Ibu Indri di RSUP NTB Sabtu "Itu reaksi tubuh yang berat terhadap alergi
(18/9/2010) siang mengatakan, anaknya tiga obat. Itu biasa. Orang kalau alergi obat, sekali
hari lalu terakhir mengonsumsi obat epilepsi suntik juga bisa mati. Jadi bukan malapraktik
dari resep dokter itu. Dan hasilnya, seluruh dokter." kata Mawardi.
tubuh anaknya melepuh dan bernanah.
Ia yakin, sebelum diberikan obat epilepsi itu, dokter yang menanganinya
telah menanyakan, apakah Indri ada alergi terhadap obat atau tidak
"Kenapa diberikan obat itu, pasti karena dijawab tidak ada alergi." ujarnya.
Lalu Ahmadi, salah satu dokter yang kini menangani Indri mengatakan, bocah
itu sama sekali tidak memiliki riwayat terhadap obat epilepsi. Karena itu,
menurutnya tak tepat jika dokter disalahkan. Justru kata dia, kalau tak diberikan
obat epilepsi, Indri bisa cacat.“
Kondisinya 80 persen tubuhnya melepuh. Tapi dalam tiga minggu akan
membaik kok." ujarnya.
Kata Ahmadi, Indri harus diisolasi untuk mendapat perawatan intensif, dan
lebih cepat sembuh.
Diduga Malpraktik, Sakit Maag Dioperasi
Hamil
MATARAM-Seorang keluarga pasien mengadu ke Rumah Sakit (RS) Setelah dikiret, lanjut Amrozi, ia dan istri diperbolehkan pulang. Setelah
Risa Sentra Medika, Kamis (27/9). Keluarga pasien bernama Amrozi itu, bukannya membaik, istrinya kembali sakit dan kemudian dibawa ke
menuding salah seorang dokter spesialis kandungan di RS ini telah RS Bhayangkara. ‘’Diagnosa dokter di sana mengatakan kalau istri saya
melakukan malapraktik terhadap istrinya, Ririn Puspita. Itu lantaran sang hanya mengalami maag. Dan setelah lima hari dirawat di sana, sudah
dokter melakukan operasi di ruang praktik. diperbolehkan pulang,’’ tuturnya.
Amrozi membeberkan, istrinya masuk RS Risa, 12 September karena
hamil saat menjalani program diet. Karena tidak ingin terjadi apa-apa Namun sesampainya di rumah, Ririn jatuh pingsan dan kembali dibawa ke
dengan kandungan yang baru berumur seminggu, keluarga membawanya RS Risa. Dokter jaga di rumah sakit ini, kata Amrozi, menyebut istrinya
ke RS Risa. mengalami hamil di luar kandungan dan disarankan untuk mengunjungi
dr Rusdi. ‘’dr Rusdi ini kemudian mengoperasi istri saya karena melihat
‘’Istri saya ditangani sokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan ada infeksi akibat kiret di awal. Tapi setelah dioperasi malah pendarahan
(disebut namanya, Red). Oleh dokter tersebut istri saya dikiret karena dan sempat menginap selama delapan hari di rumah sakit,’’ ucapnya.
dianggap masih hamil normal. Tapi yang janggal adalah kiret dilakukan di
ruang praktik dan saya harus membayar Rp 2,5 juta di tempat, bukan di Selang dua hari kemudian, Ririn kembali dioperasi karena dokter melihat
kasir,’’ jelas Amrozi kepada wartawan, kemarin. adanya pembekuan darah yang dialami. Setelah dioperasi dan mengalami
banyak jahitan, Ririn diperbolehkan pulang. Belum semalam berada di
Amrozi pun mencium adanya ketidakberesan dengan dokter yang rumah, Ririn mengalami pendarahan hebat. ‘’Saya bawa ke RS Risa lagi
bersangkutan. ‘’Saya langsung konfirmasi ke Kepala Dinas Kesehatan. dan disarankan untuk transfusi darah. Tapi saya menolak dan membawa
Kepala dinas bilang, tidak ada izin untuk melakukan operasi di ruang istri saya ke dr Soesbandoro. Di dr Soebandoro, istri saya dioperasi untuk
praktik. Pihak Dikes juga berencana untuk memanggil direktur rumah memperbaiki hasil operasi sebelumnya,’’ tuturnya.
sakit,’’ ungkapnya.
Pengaduan Amrozi beserta keluarga ke pihak RS Risa tidak diterima langsung oleh direkturnya.
Pihak RS Risa hanya diwakili konsultan hukumnya, I Gede Sukarmo.
‘’Akan saya buktikan, bukan sebatas omongan, bahwa telah terjadi praktik aborsi di rumah sakit
ini. Coba cek satu per satu pasien yang datang, manakah yang sudah bersuami dan belum. Saya
melihat banyak pasien yang datang adalah pasangan yang belum memiliki ikatan perkawinan yang
sah,’’ kata Amrozi.
Sementara itu, Konsultan Hukum RS Risa Sentra Medika, I Gede Sukarmo mengatakan, pihaknya
belum bisa mengambil keputusan. Dia mengatakan, pihaknya masih akan melakukan investigasi
internal. ‘’Kami akan lakukan investigasi internal terlebih dulu. Untuk sekarang, kami belum berani
mengambil keputusan, karena masih mendengar keluhan pasien saja,’’ jelasnya di hadapan Amrozi.
Terkait sanksi yang akan diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan tindakan operasi di
ruang praktik, Sukarmo mengatakan, pihak RS akan mengambil sikap dan tindakan. ‘’Kami
melihat dulu tindakan yang dilakukan dokter itu, apakah dilakukan karena faktor emergency atau
bukan. Itu yang akan kami kroscek dulu,’’ tukasnya.
Lagi, Ditemukan Kasus Pasien Meninggal
akibat Obat Bius
KOMPAS.com - Kasus meninggalnya pasien setelah operasi dengan memakai obat bius kembali terjadi.
Setidaknya tiga pasien meninggal di Rumah Sakit Mitra Husada, Pringsewu, Lampung, dan dugaan kasus
serupa di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Seperti dimuat dalam Harian Kompas (8/4/16) Ketiga pasien itu meninggal setelah pemakaian obat anestesi
Bupivacaine injeksi produksi PT Bernofarm. Tim Kementrian Kesehatan kini menginvestigasi kasus itu.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Bambang Wibowo, Kamis (7/4), di Jakarta, mengatakan,
tiga pasien RS Mitra Husada, Pringsewu, meninggal setelah dioperasi, pada kurun 2-6 April 2016, diduga
akibat obat anestesi Bupivacaine injeksi buatan Bernofarm.
Tiga pasien tersebut yakni Supripto (62), pasien operasi tumor kaki; Reyhan Mahardika (16), operasi
varikokel, pembesaran pembuluh vena di testis; dan Devi Franita (30), pasien operasi caesar.
”Sejak Rabu (6/4) malam, surat pelarangan sementara pemakaian Bupivacaine injeksi Bernofarm disebar
demi mencegah terulangnya kasus yang sama di tempat lain,” ujarnya.
Dari informasi diperoleh, tiga pasien di Pringsewu kejang-kejang. Terkait kasus sama di
Mataram, ia belum menerima informasi jelas.
Pelaksana Harian Kepala BPOM Ondri Dwi Sampurno mengatakan, tim investigasi
BPOM mengumpulkan data dan informasi terkait kasus itu di Lampung.
Selain mengambil sampel di RS Mitra Husada untuk uji mutu, tim BPOM juga memeriksa
sampel obat anestesi tersebut di sarana produksi dan distribusi, yakni pabrik, pedagang
besar farmasi, dan apotek.
”Kami akan uji isi obat anestesinya. Kami juga menginvestigasi apakah Bupivacaine dari
Bernofarm jadi penyebabnya karena di lokasi juga ditemukan obat anestesi Bupivacaine
produk lain,” ujarnya.
Kasus serupa sebelumnya juga terjadi di Rumah Sakit Siloam Karawaci Tangerang. Dua
pasien meninggal dunia setelah pemberian obat anestesi Buvanest Spinal produksi PT
Kalbe Farma.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai