PENDAHULUAN
kesehatan untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan kesehatan. Tugas luhur tersebut seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Bab
XA Pasal 28 H, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
akan meningkat.
cukup banyak dokter dan dokter gigi. Tetapi menurut ketua Divisi Pendidikan
penduduk dan luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ada, jelas
itu masih sangat kurang. Jumlah dokter di Daerah Khusus Ibukota 16.092 orang,
Barat hanya ada 27 dokter spesialis untuk melayani 45.270 jiwa. Di kabupaten
1
Pangandaran hanya ada dua orang dokter spesialis, 1 kita ketahui bersama bahwa
wilayah propinsi Jawa Barat dan merupakan daerah yang dekat dengan Universitas
terjadi hubungan dokter degan pasien dan atau keluarganya, kegiatan tersebut
dikenal oleh masyarakat dengan praktik dokter. Pada dasarnya praktik dokter
merupakan pemberian bantuan secara individual oleh dokter kepada pasien berupa
pelayanan medis yang tersedia maka terjadi hubungan hukum antara dokter dan
hukum antara dokter dan pasien yang tidak menjanjikan kesembuhan atau tidak
berbeda dengan hubungan hukum yang biasa berlaku dalam perjanjian pada
tidak sesuai dengan harapan pasien dan atau keluarga oleh Safitri Haryani 3 disebut
1
Muhamad Ilham Pratama, www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2015/04/09/322913.
Sebaran dokter masih tidak merata. Kamis, 12 November 2015, jam 14. 20.
2
Leenen, Gezondheidsrecht dalam Veronica, 2004, Aspek Hukum Dalam Pelayanan
Kesehatan, Suatu Kajian, Jurnal Hukum Bisnis, Volume23 No. 2, Jakarta, hlm. 20.
3
Safitri Haryani, Sengketa Medik (alternative Penyelesaian Perselisihan Antara Dokter
Dengan Pasien), Diadit Media, Jakarta, 2005, hlm. 58.
2
sebagai salah satu ciri dari sengketa medis yang terjadi antara pasien dan atau
belum tentu seperti yang diharapkan oleh pasien dan atau keluarganya, artinya
dokter dalam menjalankan profesinya akan berisiko memberikan hasil yang tidak
sesuai dengan harapan pasien dan atau keluarganya. Sebagai gambaran bahwa
penyakit yang sama, jika diderita oleh orang dimana kondisi kesehatanya yang
satu dengan yang lain berbeda walaupun diberi tindakan medis yang sama dan
pasien tersebut tidak sembuh, cacat atau bahkan hasilnya seperti tidak kita
maupun elektronik tentang dugaan malpraktik medis yang belum tentu dokter
dokter tersebut malpraktik. Kejadian ini dari tahun ketahun selalu meningkat baik
jumlah dokter serta jenis pelayanan medis yang dilaporkan maupun sebaran
tempat dokter melakukan kegiatan profesinya, seperti yang sudah dilaporkan oleh
4
Anwari. A, Pelanggaran Etika Kedokteran Dalam Hubungan Dengan Pelanggaran Disiplin
Dan Hukum , 2015, hlm 1.
3
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) sejak tahun 2006-
2013.5
kedokteran dan hukum. Salah satu contoh pengendali etika adalah Pasal 10 di
tahun (2006 – 2012) sebanyak 183 kasus. Pengaduan tersebut yang ditindaklanjuti
4
apabila terdapat dugaan malpraktik terhadap dokter sangat mungkin masyarakat
bahwa muatan hukum kesehatan dapat digolongkan dalam bentuk Lex Specialis.
kesehatan belum berkembang dengan maju, oleh karena itu perangkat hukumnya
pada masa sekarang masih secara langsung diterapkan dengan peraturan hukum
memenuhi standar kompetensi harus dicari atau dicermati kira-kira apa yang
dilakukan oleh dokter yang tidak sesuai kompetensinya atau mungkin terpaksa
dilakukan oleh dokter umum. Dalam kasus dokter S yang melakukan diagnosis
dan terapi terhadap pasien (korban) hasilnya tidak sesuai dengan harapan pasien
dan atau keluarga, dianggap secara hukum melakukan kelalaian atau kesalahan
oleh putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, akan tetapi sebaliknya
8
Bambang Poernomo, Hukum Kesehatan (Yogyakarta : Aditya Media, tanpa tahun), hlm 28
5
menurut dasar ilmu hukum dalam menentukan ‘’lalai’’ dianggap tidak terbukti
Makamah Agung.9 Pada kasus ini sebetulnya bukan merupakan kelalaian dokter
seperti pandangan para hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, tetapi
merupakan risiko medis. Salah satu dampak kasus dokter S adalah pada saat itu
Kasasi Makamah Agung dokter DASP, dokter HS serta dokter HS sudah berbeda.
Pada saat putusan dokter S, para dokter takut melakukan tindakan medis
sedangkan saat putusan dokter DASP dan kawan-kawan, para dokter memprotes
vonis tersebut dengan jalan disejumlah daerah muncul aksi solidaritas dengan
berpedoman etika dan disiplin kedokteran, kita akan mencoba melihat salah satu
9
Ibid., hlm 23-24.
10
C:\User\SPI\Document\Dampak Kasus Dokter Setyaningrum – Verdi’s Blog. html, diakses
tanggal 30-8-2016, jam 10 00 wib.
11
C:\User\SPI\Document\Politik Indonesia- wawancara -Nova Riyanti Yusuf-Perlu Peradilan
Khusus Kesehatan.html, diakses tanggal 27-8-2016, jam 10 15 wib.
12
Samudra Wibawa, Negara-negara Di Nusantara: Dari Negara Kota hingga Negara
Bangsa, Dari Modernisasi hingga Reformasi Administrasi (Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 2001), hlm 53.
6
2. Menjamin tingkat kehidupan minimal penduduk.
Terkait tugas inti negara yang ketiga yakni melakukan peradilan atas
tugas inti tersebut, hal ini terbukti dari ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945.
Dalam UUD 1945 ini hal-hal yang terkait dengan tugas inti negara harus
melakukan peradilan atas sengketa di antara penduduk diatur dalam Bab I Bentuk
dan Kedaulatan Pasal 1 ayat (3) dan Bab IX perihal Kekuasaan Kehakiman Pasal
24.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang merupakan salah satu ayat hasil
terdapat berbagai pendapat. Salah satu pendapat yang dikutip di sini perihal ciri-
ciri negara hukum menurut JBJM Ten Berge sebagaimana dikutip oleh Ridwan
HR13 ada lima, salah satunya adalah pengawasan oleh hakim yang merdeka.
Pasal 24 UUD 1945 yang terdiri dari tiga ayat menyatakan bahwa :
13
JBJM Ten Berge, Dikutip dari Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali
Press, 2006, hlm 9-10.
7
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan
Konstitusi.
Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya. Disamping itu kekuasaan
kehakiman juga dilakukan oleh sebuah Makamah Konstitusi. Pasal 25 ayat (1)
badan peradilan yang berada di bawah Makamah Agung meliputi badan peradilan
’’yang dimaksud dengan pengadilan khusus dalam ketentuan ini antara lain
8
pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial yang berada
peradilan khusus sebagaimana disebut dalam penjelasan Pasal 27 ayat (1) tersebut
dapat dimaknai bahwa dimungkinkan adanya pengadilan lain di luar yang disebut
peradilan khusus yang lain kalau memang diperlukan. Hanya salah satu
hukum yang dibuat oleh DPR dengan persetujuan bersama DPR Republik
gigi terhadap pasien. Apalagi kesehatan yang menjadi hak warga adalah
merupakan bagian dari tujuan yang ingin diraih dalam negara kesejahteraan
9
Sebagaimana diketahui bahwa profesi dokter sudah mendapatkan
Undang-Undang ini diatur beberapa hal yang berhubungan dengan pelayanan jasa
kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Selain itu juga diatur perihal beberapa
dan hak-hak dokter maupun pasien, serta administratif maupun pidana yang dapat
Kewajiban dan hak dokter atau dokter gigi demikian juga kewajiban dan
hubungan yang ideal (das sollen) antara dokter atau dokter gigi dan pasien. Dalam
tataran implementasi kebijakan dapat terjadi keadaan yang senyatanya (das sein)
berbeda dengan yang di idealkan. Kewajiban yang dibebankan baik kepada dokter
atau dokter gigi maupun pasien tidak dilaksanakan, atau hak-hak yang dijanjikan
oleh Undang-Undang tidak dipenuhi oleh pihak-pihak. Hal yang demikian dapat
Sebagai gambaran adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sein,
salah satu rumah sakit besar di Daerah Istimewa Yogyakarta dituntut perdata oleh
pasien Rp 1,2 milyar yang pada saat itu periksa di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Pasien datang di IGD jam 21.00 WIB dengan keluhan sakit tenggorok, sakit perut
10
serta gatal-gatal dan baru mendapat resep jam 04.00 WIB karena harus konsultasi
kepada dokter jaga Telinga Hidung Tenggorok, Penyakit Dalam serta Kulit dan
oleh dokter jaga IDG pasien bukan termasuk gawat darurat. Karena pasien
dinyatakan oleh dokter jaga IGD bukan termasuk pasien gawat darurat sehingga
pasien. Pasien sendiri merasa bahwa rumah sakit tidak melaksanakan kewajibanya
serta merasa dirugikan semalam tidak bisa istirahat kemudian terus menuntut
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter atau dokter gigi kepada
pasien disamping diperlukan kualifikasi tertentu, diatur dalam kode etik dan
antara dokter atau dokter gigi dengan pasien diselesaikan melalui Majelis Kode
Etik Kedokteran (MKEK), MKDKI dan melalalui peradilan umum (Pidana dan
atau Perdata). Penyelesaian sengketa medis melalui MKEK dan MKDKI, oleh
11
Dapat dikatakan bahwa penyelesaian sengketa medis melalui peradilan
kesehatan dapat digolongkan Lex Specialis bukan Lex generalis. Kalau muatan
bahwa apabila terjadi perkara hukum, perkara hukum tersebut disebut perkara
perkara hukum pada umumnya. Nova Riyanti Yusuf,16 Wakil Ketua Komisi IX
medis yang dilakukan oleh seorang dokter. Butuh orang yang benar-benar
mengerti bidang itu. Itulah alasan dari beliau dan kalangan Dewan Perwakilan
hakim dapat memutuskan profesi yang spesifik. Sedangkan antar dokter yang
sudah berbeda spesialisasinya dan situasi kerjanya saja tidak bisa menjadi saksi
15
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5 - 4 - 2016, jam 12 30
wib, Jimlly Asshidiqie, hlm 10.
16
C:\User\SPI\Document\Politik Indonesia- wawancara -Nova Riyanti Yusuf-Perlu Peradilan
Khusus Kesehatan.html, diakses tanggal 27-8-2016, jam 10 15 wib.
17
http://www. Kompasiana.com/wangfufen/sengketa-dokter-pasien,diakses 27-8-2016,jam 10
45wib, Erfen Gustiawan Suwangto.
18
C:\User\SPI\Document\Politik Indonesia- wawancara -Nova Riyanti Yusuf-Perlu Peradilan
Khusus Keshatan.html, diakses tanggal 27-8-2016, jam 10 15 wib.
12
justru tidak menggunakan hukum positif yang berlaku di dunia kesehatan, mereka
menyebabkan matinya orang lain. Padahal situasinya dokter itu hanya membantu.
dunia kedokteran. Gonjang-ganjing ini akibat putusan kasasi Makamah Agung 18-
memidana dokter Ayu Susary Prawani dan dokter lainya dengan pidana 10 bulan
penjara. Muladi merujuk pada American College of Legal Medicine, The Medical
umum yang selama ini ditempuh tidak dapat memuaskan pihak pasien, karena
putusan hakim dianggap tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien. Hal ini
disebabkan sulitnya pasien atau Jaksa Penuntut Umum maupun hakim untuk
19
Muladi, Guru Besar Hukum Pidana EmiritusUniversitas Diponegoro, Mantan Hakim Agung,
Anatomi Malpraktik Dokter, Kompas , Jum’at, 6 Desember 2013, hlm 6.
20
M. Nasser, Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan, Disampaikan pada Annual
Scientific Meeting UGM-Yogyakarta, Lustrum FK UGM, 3 Maret 2011, hlm 3-4.
13
Seringkali pasien selalu berpendapat bahwa kerugian yang diderita oleh
pasien adalah disebabkan oleh kesalahan yang diperbuat dokter, padahal untuk
mudah. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi kerugian yang harus diderita
medik dari kasus dokter Ayu Sp OG dan kawan-kawan disampaikan dalam 20th
World Congress on Medical Law, Bali 21-24 Agustus 2014. Muncul gagasan
mengenai perlunya dilakukan restorasi terhadap sistem peradilan yang ada dengan
yang sangat spesifik sifatnya. Pertanyaan penting yang pernah diajukan oleh
Hakim Agung Prof. Dr. Gayus Lumbun23 dalam seminar dimana ide mengenai
perlunya restorasi hukum pidana medik perlu didukung, namun “dari sisi mana
kita melakukannya”.
21
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 27.
22
M.Arif Setiawan, PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK, memetik pelajaran pidana medik
dari kasus dokter Ayu Sp OG dan kawan-kawan disampaikan dalam 20th World Congress on Medical
Law, Bali 21- 24 Agustus 2014.
23
Gayus Lumbun, dalam M.Arif Setiawan, PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK, memetik
pelajaran pidana medik dari kasus dokter Ayu Sp OG dan kawan-kawan.
14
Pada kesempatan yang lain, pada saat uji materi Undang-Undang Nomor
tidak mudah bagi orang awam di bidang kedokteran, termasuk penegak hukum
seperti hakim yang sudah dibekali asas ius curia novit sekalipun, untuk
atau risiko medis. Bahwa risiko medis ada pada setiap tindakan medis dengan
tingkatan yang berbeda-beda. Ada suatu tindakan yang sebelumnya sudah dapat
berrisiko menjadi fatal, namun dokter dihadapkan pada pilihan tindakan yang
namun apabila tidak dilakukan tindakan diperkirakan juga akan muncul akibat lain
atau dokter gigi dengan pasien dan atau keluarga untuk diselesaikan oleh
15
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang ingin dikaji adalah
sebagai berikut:
pelayanan medis?
pelayanan medis?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
16
interdisipliner, terutama terkait dengan konsep sengketa medis, penyelesa-
kesehatan.
E. Keaslian Penelitian
keluarga, ada beberapa yang sudah dilakukan tetapi kajianya berbeda dengan yang
penulis lakukan yaitu masyarakat belum puas dengan hasil pemeriksaan terhadap
dokter berpedoman etika dan disiplin kedokteran yang diduga malpraktik, serta
melihat para dokter atau IDI juga belum puas pada hasil sidang peradilan umum
para dokter yang diduga malpaktik, penulis berfikir apakah di dalam sistem
Judul Penelitian :
Model Penyelesaian Sengketa Medik di Luar Pengadilan Melalui
17
Permasalahan :
1. Bagaimana model-model penyelesaian sengketa yang digunakan saat
18
Disertasi Widodo Tresno Novianto, penyelesaian sengketa medis dapat
persidangan mini.
Undang.
Judul Penelitian :
Pelanggaran Etika Kedokteran Dalam Hubungan Dengan Pelanggaran
19
2. Kepatuhan dan ketaatan dokter dalam melaksanakan kaidah dasar
hukum.
20
Kesehatan. sengketa mediasi. bahwa
medik yang 2. Model- apabila
digunakan model dokter dalam
saat ini penyelesai- melakukan
belum dapat an sengketa pelayanan
menyelesaik- medik yang medis ada
an sengketa digunakan dugaan
medik yang saat ini pelanggaran
terjadi antara belum hukum
dokter dan dapat diselesaikan
pasien dalam menyelesai melalui
pelayanan - kan seng- Peradilan
kesehatan ? keta medik. Khusus
3. Bagaimana- 3. Model Profesi
kah model penyelesai- Kedokteran
penyelesaian an yang dibawah
sengketa mampu peradilan
medik di menyelesai umum
luar -kan dengan
pengadilan sengketa hakim ad
yang diharap medik hoc dan
-kan dapat antara dibentuk
menyelesai- dokter berdasarkan
kan sengketa dengan Undang-
medik pasien Undang.
mendatang? yaitu
melalui
Lembaga
Penyelesai-
an
Sengketa
Medik
(LPSM).
2 A. Anwari Pelanggar- 1. Apakah 1. Pelanggar- A. Anwari
H.K an Etika pelanggaran an etika H.K, dalam
(Program Kedokteran etika kedokteran penelitianya
Doktor Dalam kedokteran merupakan berpendapat
Ilmu Hubungan dapat sebagai pemicu bahwa
Kedokter- Dengan pemicu terjadinya dokter dalam
an dan Pelanggar- pelanggaran pelanggar- melakukan
Kesehatan an Disiplin disiplin an medis. pelayanan
21
Fakultas Dan kedokteran Pelanggar- medis
Kedokter- Hukum. dan an medis apabila tidak
an pelanggaran tersebut dilandasi
Universi- hukum ? tercipta etika
tas Gadjah 2. Sejauh dalam kedokteran
Mada, manakah bentuk akan memicu
Yogya- etika pelanggar- terjadinya
karta, kedokteran an disiplin pelanggaran
2015). dapat kedokteran disiplin
berfungsi atau kedokteran
sebagai pelanggar- dan
pelindung an hukum. pelanggaran
profesi 2. Kepatuhan hukum.
kedokteran dan
agar ketaatan
terhindar dari dokter
pelanggaran dalam Penulis
disiplin melaksana- dalam
kedokteran kan kaidah penelitianya
dan dasar etika bahwa
pelanggaran kedokteran apabila
hukum ? merupakan dokter dalam
alat melakukan
pelindung pelayanan
bagi medis ada
seorang dugaan
dokter agar pelanggaran
terhindar hukum
dari diselesaikan
pengaduan melalui
dan Peradilan
dakwaan Khusus
malpraktik Profesi
medis. Kedokteran
dibawah
peradilan
umum
dengan
hakim ad
hoc dan
dibentuk
22
berdasarkan
Undang-
Undang.
F. Definisi Operasional
yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat.
3. Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and attitude)
minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau dokter gigi untuk
yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu yang
23
untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh
profesi, pembinaan etika profesi dan atau tugas kelembagaan dan ad hoc lainya
lulusan pendidikan dokter, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui
oleh pemerintah.
9. Dokter Gigi adalah dokter gigi, dokter gigi spesialis-subspesialis lulusan
pendidikan dokter gigi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diakui oleh
pemerintah.
10. Sengketa pelayanan medis adalah sesuatu yang timbul akibat adanya hubungan
antara dokter dengan pasien dan atau keluarga dalam rangka melakukan upaya
24
umumnya disebabkan karena dugaan kesalahan atau kelalaian dalam
11. Model adalah acuan, pola, ragam dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan
memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada dibawah Makamah
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan doctrinal / normatif 25, dan
masalah yang pertama mermakai metode non doctrinal, yaitu mengenai apa yang
Khusus Profesi yang lebih bersifat ideal dan memberikan perlindungan hukum
terhadap tenaga kesehatan dan pasien, dimana pada rumusan yang pertama
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006 , Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, PT Grafindo Persada, Jakarta, hlm 14.
26
Burhan Arshofa, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hlm 33-34.
25
mengisyaratkan adanya temuan di lapangan sebagai proses interaktif dalam
model.27
Sedangkan pada rumusan masalah yang kedua mermakai metode
research), yaitu penelitian yang mengkaji kaidah hukum atau norma-norma hukum
positif. Dalam hubungan ini digunakan logika deduktif yaitu untuk menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual 28.
dalam penelitian normatif. Sehingga dalam penelitian ini selain mengkaji kaidah-
kaidah hukum yang berlaku pada umumnya, juga mengkaji secara teoritis yang
hukum in concreto.
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian melalui 3 (tiga) metode pendekatan, yaitu29 :
1). Penelitian fact finding : yaitu penelitian untuk menemukan fakta.
27
Donald Black dan Dragan Milovanovich, dalam Otje Salman S dan Anton F Susanto, 2005,
Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama Bandung, hlm 50-
54.
28
Jhonny Ibrahim, 2006 , Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif , Bayumedia
Publishing Malang , hal 242
26
2). Penelitian problem identification : yaitu penelitian yang bertujuan untuk
permasalahan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di :
1). Pengadilan Tinggi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2). Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK)
maka sumber dan jenis data meliputi dua sumber yang berbeda yaitu :
1) Data sekunder30
Jenis data yang dipakai adalah data sekunder, apabila dlihat dari
segi informasi yang diberikan maka bahan pustaka dapat dibagi dalam 2
(dua) kelompok31, sebagai berikut :
a) Bahan/sumber primer, yakni bahan pustaka yang berisikan
27
(1) Buku
(2) Kertas kerja konperensi, lokakarya, seminar, simposium
(3) Laporan penelitian
(4) Jurnal
(5) Majalah
(6) Disertasi
b) Bahan/sumber sekunder, yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi
28
yang dipublikasikan baik didalam maupun di luar negeri serta
makalah-makalah.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan
ensiklopedia hukum.
2) Data Primer32 :
Data Primer dalam penelitian ini diperoleh dengan wawancara,
29
(seorang dokter spesialis yang diberi tanggung jawab
dugaan malpraktik.
4. Seseorang yang diberi tanggungjawab sebagai pengurus
wawancara.
5. Analisa Data.
Sesuai dengan metode pendekatan yang digunakan, maka dalam
deduktif, yaitu pola berpikir dari hal-hal yang bersifat umum (premis
30
5.2.Tahap Kedua :
Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Analisis
Pengumpulan
Data
Reduksi
Sajian Data
Data
Penarikan
Kesimpulan/Verifika
si
31
Keterangan :
dilakukan. Proses ini berlangsung sejak awal penelitian, dan pada saat
2).Penyajian Data
arti dari berbagai hal yang ditemui sejak awal penelitian, dengan
32
dengan 3 (tiga) komponen di atas dilakukan secara bersamaan merupakan
pengumpulan data dan bersamaan dengan dua komponen yang lain. Tiga
komponen tersebut masih mengalir dan tetap saling menjalin pada waktu
H. Kerangka Pikir
36
Burhan Arshofa, 1996, Op. Cit,. hlm 74.
37
www.saifedia.blogspot.com, diakses tanggal 19 - 5 - 2016, jam 06 05 wib, Andy Saiful
Musthofa, Difinisi dari Teori dan Kerangka Berfikir Dalam Suatu Penelitian.
33
Penelitian dilakukan untuk mencari suatu kebenaran atau masalah yang
ditemukan atau menemukan suatu kajian baru (ilmu baru) yang akan digunakan
Dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan antara lain metode
apa yang diinginkan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan sebelumnya.
syarakat atau untuk membantah opini yang tersebar sejak turun – temurun.
Latar Belakang
Permasalahan :
1. Perlukah Peradilan Khusus
Profesi
2. Bagaimana Membangun
Teori : Konsep :
1. Sistem Hukum 1. Hubungan Hukum.
2. Bekerjanya Hukum Metode Penelitian 2. Sengketa Medis.
3. Perlindungan Hukum 3. Bentuk Pelanggaran
4. Keadilan 4. Penyelesaian 34
5. Sistem peradilan Sengketa
pidana
Hasil Penelitian
BAB II
A. Landasan Teori
menunjukkan bahwa sistem hukum itu mendapat pengaruh secara timbal balik
dari sistem di luar hukum dan sebaliknya sistem hukum juga mempengaruhi
38
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta , hlm.102-103.
39
Sudikno Mertokusumo , dalam Veronika Komalawati , 2002, Aspek hukum Dalam
Pelayanan Kesehatan : Suatu Kajian , Jurnal Hukum Bisnis, Volume no.23, Nomor 2 Tahun 2004 ,
hlm 16.
35
masyarakat dimaksudkan untuk memberikan atau menciptakan suasana
yaitu:41
kupi seluruh aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
advokat.
masyarakat.
tersebut diatas merupakan jiwa atau ruh yang menggerakkan hukum sebagai
40
Adi Sulistiyono, 2006, Mengembangkan Paradigma Non Litigasi Di Indonesia, UNS
Press, Surakarta, hlm. 63
41
Lawrence M. Friedman; dalam Achmad Ali , 2009 , Menguak Teori Hukum (Legal Theory)
dan Teori Peradilan ( Judicialprudence), Kencana Prenada Media Group , Jakarta , hlm 227.
36
suatu sistem sosial yang memiliki karakter dan teknik khusus dalam
diawali dengan sebuah input yang berupa bahan-bahan mentah yaitu berupa
Input yang berupa konsep gugatan atau dakwaan dalam sebuah sistem
adalah elemen sikap dan nilai sosial atas tuntutan-tuntutan masyarakat yang
nilai dan sikap yang mereka anggap bertentangan dengan harapan mereka
baik secara indvidu ataupun kelompok, maka tidak akan ada konsep gugatan
ataupun dakwaan yang masuk di pengadilan. Jika tidak ada gugatan atau
dakwaan sebagai input dalam sistem tersebut maka pengadilan tidak akan
bekerja dan tidak akan pernah ada.43 Oleh karenanya setiap komponen dalam
sistem hukum tersebut adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan jika salah
satu komponen tidak bergerak maka tidak akan ada umpan balik yang
bekerja dengan mekanisme dan proses yang pasti. Para ahli hukum dengan
42
Ibid
43
Ibid
44
Jimmy Yansen, Penerapan Norma Hukum Dalam Sistem Hukum Indonesia (Penerapan
Norma Hukum di Lembaga Peradilan), http//jimmyyansennainggolan.files.wordpress.com, diakses
senin tanggal 16-1-2017, jam 10.30 wib.
37
gagasan idealnya menginginkan hukum bersifat pasti, bisa diprediksi, dan
bebas dari hal yang subjektif dengan kata lain hukum harus sangat
terprogram, sehingga setiap input yang masuk dan diolah akan menghasilkan
output yang pasti dan bisa diprediksi. Oleh karenanya segala sesuatu yang
Jimmy Yansen,46 sistem hukum yang dimulai dari input lalu diproses
dan menghasilkan ouput berupa putusan adalah mekanisme yang tidak dapat
subyektif dan sangat tergantung pada perspektif hakim dan juga tidak
sikap, nilai dan intusi serta latar belakangnya. Disamping itu juga
meyakinkan hakim. Begitu pula apabila hakim dinilai sangat responsif dan
45
Lawrence M. Friedman, op., cit.
46
Jimmy Yansen, op., cit.
38
progresif maka hakim dianggap mampu menerobos batas - batas kekakuan
ada apabila tidak ada tuntutan atas nilai-nilai dan harapan dalam bentuk
saling menguatkan.
47
Dianauliacloud.blogspot.co.id/2006/06.Kaitan Hukum dan Politik dengan Teori Bekerjanya
Hukum dalam Masyarakat (CHAMBLISS DAN SEIDMAN), diakses tanggal 26-9-2016, jam 09 30
wib.
39
Bahwa pembuatan hukun dilihat sebagai proses adu kekuatan, negara
pengaruh kekuatan sosial politik. Itulah sebabnya kualitas dan karakter hukum
dan personal tersebut, terutama kekuatan politik pada saat hukum itu
dibentuk.
sudah menjadi hukum, maka politik harus tunduk kepada hukum, bukan
adalah Negara Hukum’’. Demikian hukum dan politik saling bergantung dan
berhubungan satu sama lainya, dan saling mendukung ketika belum bekerja
40
kepentingan yang bisa saling bertubrukan satu sama lain itu oleh hukum
kepentingan tesebut.
terdapat dua aspek kerja hukum dalam hubungan dengan perubahan sosial,
yaitu49 :
49
Satjipto Rahardjo, 2006, ibid., hlm 122-124.
41
a. Pembuatan norma-norma, baik yang memberikan peruntuk-
orang.
b. Penyelesaian sengketa-sengketa.
terjadi perubahan-perubahan.
42
Suatu undang-undang atau kaedah hukum50 dibuat dengan tujuan
penting lagi bahwa hukum itu harus bisa mewujudkan keadilan di dalam
kaedah hukum akan berhasil atau gagal dalam mencapai tujuanya dapat
manifestasinya bisa berujut konkrit. Suatu ketentuan hukum baru dapat dinilai
43
(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum
(rechtzekerheid).53
subyek hukum itu. Tindakan hukum ini merupakan awal lahirnya hubungan
hukum antar subyek hukum itu berjalan secara harmonis, seimbang dan adil,
dalam arti setiap subyek hukum mendapatkan apa yang menjadi haknya dan
44
terjadi ketika subyek hukum tertentu tidak menjalankan kewajiban yang
hukum.
Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak. Tetapi tidak disetiap
kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.
57
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, 2000, Citra Aditya Bakti, Cetakan ke V, Bandung, hlm 53.
58
Setiono, Rule of Law (Supremasi Hukum), 2004, Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm 3.
59
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, 2003, Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm 14.
45
dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam
satu kewajiban.
pelanggaran.
4. Teori Keadilan
60
ibid
46
Keadialan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan
mengaktualisasikannya.61
kearah yang lebih baik, agar ketika kembali ke masyarakat ia dapat diterima
61
Carl Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia,
Bandung, hlm 239.
62
Eddy O.S. Hiariej, 2016, Prisip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta,
hlm 42-53.
63
ibid
64
ibid
47
Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian
dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah
yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara
yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang telah
dilakukan.65
yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai dengan nilai
65
Carl Joachim Friedrich, 2004, ibid hlm 24.
66
L. J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, cetakan ke dua
puluh enam, Jakarta, hlm 11-12.
67
Carl Joachim Friedrich, 2004, op. Cit, hlm 25.
48
Keadilan adalah kebajikan utama dari hadirnya institusi-institusi
atau memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainya, sehingga
itulah pandangan John Rawls sebagai suatu “posisi asali” yang bertumpu
49
persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat
opportunity principle).
dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas
50
adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang
keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakekat suatu benda
51
Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan
lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam, dari
makna dari kata “adil” itu sendiri. Adil merupakan salah satu sifat yang
lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu
menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga
52
keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis dan
memakan banyak waktu. Upaya ini sering kali juga didominasi oleh
untuk mengaktualisasikanya.
tidak memihak atau menyamakan yang satu dengan yang lain, sedangkan
lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu
menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga
mengakibatkan keragaman makna ‘adl itu sendiri, antara lain ada yang
74
Abdul Azis Dahlan et.al., op.cit, hlm 26.
75
Ahmad Azhar Basyir, Negara dan Pemerintahan dalam Islam, UII Press, Yogyakarta,2000,
hlm 30.
53
dengan arti sama (persamaan) yang dimaksud adalah persamaan hak.
lain lebih baik dari pelakunya, atau memperlakukan yang bersalah dengan
baik pada tigkat antar individu, tetapi dapat berbahaya jika dilakukan
76
Pengertian keadilan dalam Al-Quran.http:// makalahmajannaii .blogspot.com/ 2012/02/
keadilan-dalam-alquran.html.diakses tanggal 19-10-2016, jam 10 00 wib.
77
Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Departemen Agama,1986,hlm 124.
78
Library.walisongo.ac.id/digilib/fiels/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-erlinhamid-1369-bab2 -
410-8pdf,diakses tanggal 21-10-2016,jam 10 00 wib.
54
pada tempatnya.” Jika hal ini menjadi sendi kehidupan bermasyarakat,
memaafkannya.79
ditujukan kepada setiap orang tanpa pandang bulu. Perkataan yang benar
keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir
pun umat Islam diperintahkan berlaku adil. Untuk keadilan sosial harus
kedudukkan.81
55
memperbaiki kehidupan material masyarakat tanpa membedakan bentuk,
keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang dipandang sama untuk diberi
yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan
universal dan tak diikat batas geografis, Islam menganggap umat manusia
pria ataupun wanita, putih atau hitam. Secara sosial, nilai yang
Keadilan dalam Islam merupakan perbuatan yang paling takwa dalam diri
manusia. Seseorang yang imannya benar dan berfungsi dengan baik akan
82
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, jilid 1, Terjemahan Soeroyo, Nastangin, PT Dana
Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1995, hlm 74.
83
Library.walisongo.ac.id/digilib/fiels/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-erlinhamid-1369-bab2 -
410-8pdf,diakses tanggal 21-10-2016,jam 10 00 wib.
56
Keadaan tersebut84 tergambar dengan jelas dalam surat Al-Maidah ayat 8:
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi yang adil. Dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong
kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Berlaku adil sangat terikat dengan hak dan kewajiban. Hak yang
adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah, sementara amanah
wajib diberikan kepada yang berhak menerima. Oleh karena itu hukum
berimbang tidak harus selalu dalam pengertian sama berat, tetapi juga
tempatnya yang benar, dan ini memerlukan kearifan yang dalam dari
84
Muhammad Taufiq, Model Penyelesaian Perkara Pidana yang berkeadilan Substansial,
2013, hlm 27.
85
Abdul Azis Dahlan et.al., op.cit, hlm 25.
86
A. Madjedi Hasan, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan dan Kepastian
Hukum, Fikahati Aneska, Jakarta, 2009, hlm 152.
57
Dalam hubungannya dengan keadilan substansial, maka keadilan
yang sempurna dapat dicapai dengan menegakkan hukum Allah SWT dan
49 sebagi berikut :
58
yang menjadikan pelakunya tidak memihak atau berpihak pada yang
pihak, yang terkadang saling berhadapan, yakni dua atau lebih, masing-
ditunaikan.
di Arab Saudi yang berlandaskan pada asas hukum Islam. Dalam hukum
pelaku tindak pidana. Melainkan ada alternatif lain yang dapat ditempuh
antara para pihak baik itu korban maupun pelaku. Muhammad Taufiq,
Islam menempatkan keimanan dan keadilan sebagai dua hal yang tidak
89
Muhammad Taufiq, op. cit., hlm 35-36.
59
dapat dipisahkan, Islam sangat mewajibkan kepada setiap manusia untuk
berlaku adil.90
dekat.
dambaan setiap orang yang memiliki akal budi. Namun perdebatan dalam
ini kita menyaksikan kasus mutakhir yang banyak disorot media cetak
90
Hasanuddin AF, et. al., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Pustaka Al Husna Baru, 2004,
hlm 64.
91
Anwar C., Problematika Mewujudkan Keadilan Substantif dalam Penegakkan Hukum di
Indonesia, Jurnal Konstitusi, vol. III, No. 1, Juni 2010, hlm 128-129.
60
maupun elektronik terhadap ketidak berdayaan orang kecil dalam
dua orang lelaki yang mengambil beberapa kilogram getah karet untuk
bisa ditegakkan.93
92
ibid
93
Fawaidurrahman, Mencari Keadilan Hukum di Indonesia : Membendung Keadilan
Prosedural Menuju Keadilan Substansial, http://fawaidroh.wordpress.com, diakses tanggal
29-10-2016 jam 14 15 wib.
61
Menurut Mahfud MD94, konsep keadilan prosedural, sesuatu
sesuatu sehingga bisa memprediksi apa akibat yang akan timbul dari
perbuatannya itu.
demikian, tetap ada yang berpendapat, diantara ketiga tujuan yang paling
hukum satu-satunya95.
94
http://jurnal toddopulli.wordpress.com/2014/09/03/keadilan substantif. Moh.mahfud m.d,
diakses tanggal 24-10-2016, jam 09 00 wib.
95
makalah komplit.blogspot.co.id/2012/08/pengertian-keadilan-substantif.html, diakses
tanggal 24-10-2016, jam 12 00 wib.
62
Sebenarnya, kalau ditilik dari latar belakangnya, baik keadilan
kebaikan hukum yang sama. Dulu, pada saat kekuasaan ada di satu
tangan, monarki atau raja, kalau ada warga masyarakat merasa dirugikan
haknya maka mereka mengajukan perkara itu kepada raja. Raja kemudian
menunjuk hakim untuk mengadili perkara itu tanpa ada aturan tertulis.
baik dan adil, tanpa hukum tertulis yang bisa dijadikan pedoman.96
dimulai dari interaksi antara para anggota suatu komunitas sendiri yang
96
http://jurnal toddopulli.wordpress.com/2014/09/03/keadilan substantif. Moh.mahfud m.d,
diakses tanggal 24-10-2016, jam 09 00 wib.
97
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku : Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik,
Jakarta, Kompas Penerbit Buku, 2009, hlm 49-50.
98
http://jurnal toddopulli.wordpress.com/2014/09/03/keadilan substantif. Moh.mahfud m.d,
diakses tanggal 24-10-2016, jam 09 00 wib.
63
dengan demikian, adalah keadilan yang diciptakan oleh hakim dalam
Bentuk perbuatan yang sama bisa divonis secara berbeda, tergantung pada
undang.99
99
http://jurnal toddopulli.wordpress.com/2014/09/03/keadilan substantif. Moh.mahfud m.d,
diakses tanggal 24-10-2016, jam 09 00 wib.
100
Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum Progesif , Jakarta, Kompas Penerbit Buku, 2010,
hlm 82.
64
Holmes, yang legendaris itu mengatakan, hukum suatu bangsa embodies
breaking.102
keluar dari tujuan hukum sendiri. Pilihan paradigmatik ini didasari pada
substansial, sebab selain hal ini dibenarkan oleh UUD 1945 juga dimuat
101
Ibid.
102
Ibid, hlm 83
65
dalam UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada pasal
berdasar UUD Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti
Dengan kata lain, para hakim didorong untuk menggali rasa keadilan
66
kontra antar ahli hukum, Mahkamah Konstitusi dianggap telah memasuki
sendiri. Inilah inti dari hukum progresif atau hukum responsif yang
104
Nunuk Nuswardani, Upaya Peningkatan Kualitas Putusan Hakim Agung dalam
Mewujudkan law and Legal Reform, dalam Jurnal Hukum No. 4 Vol.16, Oktober 2009, hlm 522.
105
makalah komplit.blogspot.co.id/2012/08/pengertian-keadilan-substantif.html, diakses
tanggal 24-10-2016, jam 12 00 wib.
67
Seharusnya keadilan substantif bisa diterapkan di Mahkamah
Agung. Keadilan yang dianut para hakim agung selama ini adalah
apa yang dikehendaki agar pada saat perekrutan hakim agung dapat digali
dengan harapan.106
Garner :
para pihak.108
106
Moh. Mahfud MD, Makamah Konstitusi dalam Bingkai Hukum Progresif dan Keadilan
Substantif, bahan disampaikan dalam diskusi di Surabaya, 13 Februari 2010.
107
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Amerika Serikat, 8th Edition, Thomsom West
Publishing Co., St Paul, 2004, hlm 881.
108
Muhammad Taufiq, op. cit., hlm 47.
68
Bagir Manan,109 mengemukakan bahwa hakim bukanlah mulut
ketertiban umum.
ketentuan hukum. Menurut Bagir Manan,111 ada beberapa hal yang harus
(1). Dalam hal kata-kata atau kata-kata dan susunan kaidah sudah
69
bertentangan dengan keyakinan yang hidup dalam masyarakat,
keadilan.
undang.
secara hukum.
70
depan (future oriented), tidak menarik mundur keadaan hukum
perkembangan hukum.
perkara, agar tidak terjadi putusan yang sesat, karena itu perlu memahami
prosedural.112
112
Anwar C., op. cit., hlm 134.
113
Widodo Dwi Putro, Kritik terhadap Paradigma Positivisme Hukum, Yogyakarta, Genta
Publishing, 2011, hlm 259.
71
pandangan sendiri-sendiri tentang keadilan. Orang tidak bisa menarik
batas yang jelas dan pasti antara hukum dan keadilan, tetapi bisa
dalam rumusan hukum. Keadilan itu tidak terbatas, dalam arti ia tidak
bisa dibatasi dalam difinisi tertentu atau direduksi pada hukum tertentu,
114
ibid
72
terhadap ‘’kebenaran’’ dan kebenaran akan selalu terbuka untuk
keadilan sekedar menjadi hukum positif. Kritik ini tetap bergerak dalam
115
Ibid. hlm 259-260.
73
berikutnya apa gunanya kekuasaan kehakiman dipisahkan dari kekuasaan
haknya, yang didasarkan pada suatu prinsip bahwa semua orang sama
116
Muhammad Taufiq, op. cit., hlm 61-62.
74
yang adil dan benar harus selalu berlaku adil dengan tidak membeda-
bedakan orang.117
117
Komisi Yudisial Republik Inddonesia, Keputusan Bersama Ketua Makamah Agung
Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 147/KMA/SKB/IV/2009,
02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Jakarta, Komisi Yudisial, hlm
11.
118
Anwar C., op. cit., hlm 134-137.
119
Hikmahanto Juwana, Penegakan Hukum dalam Kajian Law and Development, Pidato
Ilmiah memperingati Dies Natalis ke 51 Universitas Indonesia, 4 Februari 2006.
75
perundang-undangan yang menjadi komoditas, biasanya kurang
didapat.
itu juga terjadi pada penegak hukum lainnya, seperti jaksa dan
lain-lain.
upaya akan dilakukan, baik yang sah maupun yang tidak. Tipologi
76
Dalam dunia advokat dapat dibedakan antara advokat
yang tahu hukum dan advokat yang tahu hakim, jaksa, polisi,
4.5.5. Aparat dan pendukung aparat penegak hukum, sangat rentan dan
terbuka peluang bagi praktik korupsi atau suap.
77
Kepala Divisi Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Komisi
78
terutama menjelang pemilu atau tat kala citra penguasa sedang
sistem administrasi.
121
Romli Atmasasmita , Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan
Abolisionisme, Bandung, Bina Cipta, 1996, hlm. 16-18.
79
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial
dipisahkan satu sama lain. Bahkan lebih jauh ketiga pendekatan tersebut
menanggulangi kejahatan.
kejahatan dan membuat para calon pelaku kejahatan berpikir dua kali sebelum
melakukan kejahatan.123
122
Mardjono Reksodiputro, 1997, Kriminologi Dan Sistem Peradilan Pidana, Jakarta,
Lembaga Kriminologi UI, hm 140.
123
H.R. Abdussalam dan DPM Sitompul, 2007, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Restu
Agung, hlm 4.
80
Menurut Mardjono Reksodiputro,124 Bahwa komponen-komponen
juga yang menyebut sub sistem) ini diharapkan bekerja bersama membentuk
komponen sistem peradilan pidana yang lazim diakui baik dalam pengetahuan
124
Mardjono Reksodiputro, 1994, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana
Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Jakarta, Lembaga Kriminologi UI, hm 85.
125
Romli Atmasasmita, op. cit., hlm16.
126
Indriyanto Seno Aji, Arah Sistem Peradilan Pidana, Jakarta : Kantor Pengacara dan
Konsultan Hukum “ Prof. Umar Seno Aji, S.H & Rekan, 2001, hlm 49.
127
Rusli Muhammad, Sistem Peradilan Pidana, Yogyakarta, UII Press, 2011, hlm 61.
81
Sistem peradilan pidana merupakan salah satu sarana dalam
128
Mardjono Reksodiputro, 1994, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana
Kumpulan Karangan Buku Ketiga, op. cit., hlm 84-85.
129
Rusli Muhammad, op,.cit., hlm 3-4.
82
mungkin akan tercipta rasa aman dan damai di masyarakat jika
-katan.
130
Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Jakarta, Sinar
Grafika, 2016, hlm 26-27.
83
2. Bertujuan untuk mencegah kejahatan agar tidak menjadi
dalam masyarakat.
Kedua tujuan di atas satu sama lain tidak dapat dipisahkan, karena
pada tiap pemidanaan pada dasarnya terkandung kedua tujuan ini. Adapun hal
yang perlu dicatat, bahwa beda kedua tujuan tersebut dapat dilihat pada
dari luar, misalnya dengan penyuluhan hukum melalui program jaksa masuk
desa, polisi masuk desa atau melalui media-media masa seperti radio, televisi,
rasa kesadaran hukum dan kepatuhan hukum yang tinggi kepada masyarakat
agar mengerti bahwa setiap tindakan yang melanggar hukum bearti merugikan
dan terpadu antara sub sistem, maka manfaat sistem peradilan pidana selain
131
H.R. Abdussalam dan Adri Desasfuryanto, 2012, Sistem Peradilan Pidana, Jakarta,
Cetakan Ketiga Edisi Revisi PTIK, hlm 4-5.
84
dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyusun kebijakan kriminal
maupun masyarakat.
pidana tidak bisa dipisahkan dari sistem hukum yang terdiri dari substansi
hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Ketiga hal tersebut menjadi
yang diwujudkan melalui para aparat penegak hukum yaitu Polisi, Jaksa,
132
H.R. Abdussalam dan Adri Desasfuryanto, ibid., hlm 7-8.
85
Hakim, Lembaga Pemasyarakatan dan Advokat dan merupakan bagian
penegakan hukum, maka sistem hukum tidak berjalan. Substansi hukum harus
ditegakan oleh aparatur penegak hukum yang bersih, berani serta tegas.
penegak hukum tidak bersih atau korup. Aparat penegak hukum tidak bersih
bersih, berani serta tegas, tapi masih tidak berfungsi lagi bila tidak didukung
B. Landasan Konseptual
tersedia maka terjadi hubungan hukum antara dokter dan pasien yang disebut
86
kesembuhan ini disebut inspanningsverbintenis, yang berbeda dengan
hubungan hukum yang biasa berlaku dalam perjanjian pada umumnya yang
-nis).133
yang bertujuan agar kesehatannya lebih baik lagi ataupun sembuh kepada
mempergunakan standar ilmu tertinggi yang dimiliki serta diakui dalam dunia
profesi medis (kedokteran). Tidak ada keharusan bagi dokter bahwa hasil dari
87
kesembuhan dan kehidupan bagi pasiennya karena masalah kesehatan dan
suatu perikatan yang harus dilakukan dengan hati-hati dan usaha keras
antara dua subyek hukum atau lebih untuk melakukan sesuatu atau tidak
penyembuhan tetapi bukan obyek kewajiban dokter yang dapat dituntut oleh
pasien. Sehingga dalam hal ini, kewajiban dokter dilihat sebagai sesuatu yang
yang dapat timbul dalam beberapa konteks dan yang dapat menimbulkan hak
serta kewajiban terlepas dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak.137
135
Ibid.
136
Oemar Seno Adji, 1991, Profesi Dokter, Penerbit Erlangga, Jakarta, hlm 109. Lihat
Marjannne Termorhuizen, 1999, Kamus Hukum Belanda-Indonesia , Penerbit Jambatan, Jakarta , hlm
181.
137
King Jr., 1977 , The Law of Medical Malpractice in a Nutshell , West Publishing , CO St
Paul Minn, hlm 8-9.
88
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dan
mempunyai akibat hukum.138 Hubungan hukum dokter dan pasien dalam suatu
adalah adanya etika profesi dan sifat altruistic serta prinsip yang berdasarkan
Hubungan dokter dan pasien seperti itu disebut juga hubungan berdasarkan
“virtue” atau “virtue based”, tidak sama dengan hubungan pelaku usaha dan
mengatur setiap hubungan hukum yang timbul baik antar individu maupun
138
Simorangkir et. al., Kamus Hukum, cetakan kedelapan, Jakarta, Sinar Grafika, 2004 hlm
65.
139
Merdian Almatsier, 2000, Antisipasi Kesiapan Tenaga Kesehatan dan Profesi Kedokteran
Dalam Rangka Pemberlakuan UU Nomor 8 / 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Kontroversi
UUPK Dalam Pelayanan Medik), Makalah dalam Simposium : Problema dan Solusi Praktek Dokter,
Padang, hlm 2.
89
antara individu dengan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan,
pelayanan medis, dan risiko dalam pelayanan medis. Hubungan hukum dalam
informasi yang lengkap baik dari pasien dan atau keluarga maupun dokter
atau dokter gigi merupakan bagian yang sangat esensial. 140 Pelayanan medis
derajat kesehatan.
140
M. Nasser, op.,cit, hlm 1.
90
perseorangan, sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat umumnya
kesehatan yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara para ahli
141
Azwar. A., Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan, Majalah Kesehatan Masyarakat, Th
XX no. 4, 1992, hlm 196.
142
Lumenta, B, Pelayanan Medis, Citra, Konflik dan Harapan, Kanisius, Yogyakarta, 1989,
hlm 15.
143
Azwar, op.cit, hlm 1.
91
Dalam setiap bidang kehidupan masyarakat selalu diatur oleh hukum
medis, dimana dalam hubungan hukum ini membentuk hak dan kewajiban
yang mengandung beberapa arti, antara lain hak alami (natural right), hak
politik (political right) serta hak pribadi (civil right). Hak untuk
menentukan nasib sendiri lebih dekat artinya dengan hak pribadi, yaitu hak
atas keamanan pribadi yang berkaitan erat dengan hidup, bagian tubuh,
144
J.C.T. Simorangkir et.al., Kamus Hukum, Cetakan Kedelapan (Jakarta : Sinar Grafika,
2004), hlm 65. Hubungan hukum (rechtsbetrekking) adalah hubungan hukum antara dua subyek
hukum atau lebih, atau antara subyek hukum dan obyek hukum yang berlaku di bawah kekuasaan
hukum , atau hubungan diatur oleh hukum dan mempunyai akibat hukum.
145
Hermin Hadiati Koeswadji, 1984, Hukum dan Masalah Medik, Airlangga University Press,
Surabaya, hlm 47.
92
1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterimanya
93
lakukan terhadapnya. Dokter tidak bisa memaksakan kehendaknya
apabila pasien menolak walaupun dokter mengetahui bahwa peno-
lakan pasien itu akan membahayakan jiwa pasien itu sendiri. Dokter
dapat dituduh melakukan malpraktik apabila tetap memaksakan ke-
hendaknya meskipun berniat baik untuk menyelamatkan nyawa
pasien.
masih ada hak dan kewajiban umum yang diatur dalam Kode Etik
secara kumulatif yaitu : (1) tindakan itu mempunyai indikasi medis deng-
94
dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam dunia kedokteran; serta (3)
sebagai berikut :
146
Ari Yunanto dan Helmi, 2010, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Tinjauan dan Perspektif
Medikolegal, Penerbit Andi, Jogyakarta, hlm 23.
147
Kep.Men.Kes.RI Nomor 595/MEN.KES/SK/VII/1993 tentang Standar Pelayanan di
Setiap Sarana Kesehatan.
95
Dokter diberi hak untuk menolak permintaan pasien atau
keluarganya yang dianggap bertetangan dengan standar profesi
atau standar prosedur operasional.
tindakan medis dokter telah sesuai dengan standar profesi dan standar
mengatasi hal tersebut diperlukan peran saksi ahli dari profesi kedokteran,
96
Pasal 51 : Kewajiban Dokter
dokter terhadap pasien diatur secara rinci dalam Kode Etik Kedokteran
a. Kewajiban Umum
Pasal 1 :
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dokter.
Pasal 2 :
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya
sesuai dengan standar profesi tertinggi.
Yang dimaksud ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran
mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/
jenjang pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.
Pasal 3 :
148
Surat Keptusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Nomor 221/PB/A.4/2002,
tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaannya, dalam
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008 hlm 211-221.
97
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
Pasal 4 :
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.
Hal-hal yang dianggap bertentangan dengan etik misalnya mengguna
-kan gelar yang tidak menjadi haknya, mengiklankan kemampuan atau
kelebihan-kelebihan yang dimilikinya baik lisan maupun dalam tulisan.
Pasal 5 :
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan
psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan
pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6 :
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan
menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum
diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.
Pasal 7 :
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7a :
98
Seorang dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan
atas martabat manusia.
Pasal 7b :
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien
dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau
yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.
Pasal 7c :
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya
dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan
pasien.
Pasal 7 d :
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani.
Pasal 8 :
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan
kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan
kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif),
baik fisik maupun psikososial serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9 :
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling
menghormati.
Pasal10 :
Setiap dokter bersikap tulus ikhlas serta mempergunakan segala ilmu
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien.
Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien
kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
99
Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah
dokter yang mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu
menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.
Pasal 11 :
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12 :
Setiap dokter wajib merahasiakan segala seuatu yang diketahuinya
tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.
Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh
rahasia jabatan yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat
mutlak.
Pasal 13 :
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan
mampu melakukannya.
Pasal 14 :
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 15 :
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat,
kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
Secara etik seharusnya bila dokter didatangi oleh seorang pasien yang
diketahui telah ditangani oleh dokter lain, maka ia segera memberitahu
dokter yang telah terlebih dahulu melayani pasien tersebut.
Hubungan dokter dengan pasien terputus bila pasien memutuskan
hubungan tersebut. Dalam hal ini dokter yang bersangkutan sejogyanya
tetap memperhatikan kesehatan pasien yang bersangkutan sampai
dengan saat pasien telah ditangani oleh dokter lain.
100
Pasal 16 :
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik.
Pasal 17 :
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.
101
penderitaannya. Kewajiban dokter ini dalam perjanjian perawatan
2. Sengketa medis
antara dokter dan pasien merupakan sengketa yang timbul akibat adanya
tersebut terjadi karena kurangnya informasi yang seharusnya menjadi hak dan
kewajiban keduanya. Batasan yang lain, sengketa medis adalah sengketa yang
terjadi karena kepentingan pasien dirugikan atas tindakan dokter atau dokter
102
dalam pandangan publik inilah yang seringkali berbuah kekecewaan ketika
harapan tidak terwujud, dan inilah jalan melahirkan konfik atau sengketa.
jika pihak atau para pihak yang merasa dirugikan tersebut telah menyatakan
rasa tidak puasnya atau keprihatinannya secara langsung kepada pihak yang
dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain, berarti sengketa
sengketa jika konflik tersebut tidak dapat diselesaikan oleh para pihak.
Namun, jika para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai solusi
153
Handy Sobandi, Penyelesaian Sengketa Bisnis (tidak dipublikasikan) dalam bahan ajar
Mata Kuliah “Aspek Hukum Dalam Bisnis”, Program Studi Magister Manajeman, Program
Pascasarjana Universitas Pahariangan, Bandung, Semester Ganjil Tahun Akademik 2005/2006, hlm, 1.
103
tindakan medis. Ketidakpuasan tersebut dikarenakan adanya dugaan
dokter. Dalam praktek kedokteran dapat terjadi hasilnya justru tidak seperti
kesehatannya, atau justru lebih buruk atau bahkan berakhir dengan kecacatan
ataupun kematian. Dalam kondisi seperti itu sangat mudah terjadi tuduhan
bahwa dokter atau dokter gigi telah merugikan pasien akibat melakukan
padahal terjadinya kondisi atau hasil yang berbeda dengan harapan pasien
tidak selalu merupakan malpraktik, karena bisa jadi itu sekedar resiko
medis154.
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter merupakan hak pasien. Biasanya
154
M.Arif Setiawan, Sebagai Ahli dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
disampaikan pada saat uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Oleh Makamah Konstitusi
di Jakarta tanggal 4 September 2014.
104
hukum kesehatan diakui bahwa tenaga kesehatan atau pelaksana pelayanan
berpendapat bahwa ada perbedaan yang sangat mendasar antara tindak pidana
biasa dengan tindak pidana medis karena pada tindak pidana biasa menjadi
dalam tindak pidana medis yang menjadi titik pehatian utama adalah justru
kausa serta proses dan bukan akibat.156 Menurut Wila Chandrawila Supriadi
pasien bukan perikatan hasil, tetapi perikatan ikhtiar maka prestasi yang
dan atau keluarga tidak dapat menggugat dokter, kalau pasien tidak sembuh
dari penyakitnya. Ilmu kedokteran dan upaya medis merupakan upaya yang
penuh uncertainty (ketidak tentuan atau ketidak pastian) yang hasilnya tidak
155
M. Nasser, op., cit, hlm 3.
156
Chrisdiono M.Achadiat,2007, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam tantangan
jaman, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hlm 23.
157
Wila Chandrawila Supriadi, op., cit., hlm 31.
105
faktor lain diluar kontrol dokter untuk mengendalikan.158 Faktor-faktor
tersebut antara lain : (1) Daya tahan tubuh pasien; (2) Tingkat virulensi
penyakit pasien; (3) Stadium penyakit; (4) Kualitas obat; (5) Respon
prosedur dan nasihat dokter; dan lain-lain. Munir Fuady,159 dapat disebutkan
adalah dokter bukan Garantor. Jadi, tidak setiap kegagalan pengobatan dapat
tidak terdapat unsur kelalaian atau kesalahan maka dokter itu tidak dapat
dipersalahkan.
pihak lain seperti organisasi profesi atau tindakan yang bersifat yuridis.
Dokter, seperti halnya setiap warga masyarakat lainnya mempunyai hak untuk
158
Nusye KI Jayanti, Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik Kedokteran, 2009, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, hlm 47-48.
159
Munir Fuady, 2005, Sumpah Hipocrates (Aspek Hukum Malpraktik Dokter), Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm 9.
160
Chrisdiono M.Achadiat, loc, cit,
161
Danny Wiradharma, 1996, Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta,
hlm 85.
106
Menurut Safitri Hariyani, ciri-ciri dari sengketa medis yang terjadi
antara dokter dengan pasien, antara lain: (1) Sengketa terjadi dalam hubungan
antara dokter dengan pasien; (2) Obyek sengketa adalah upaya penyembuhan
yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien; (3) Pihak yang merasa dirugikan
dalam sengketa medis adalah pasien, baik kerugian berupa luka atau cacat
maupun kematian; (4) Kerugian yang diderita pasien disebabkan oleh adanya
dugaan kelalaian atau kesalahan medik dari dokter, yang sering disebut
malpraktik medis.162
antara lain :
yang dilakukan salah atau tidak tepat dan menyalahi undang-undang atau
162
Safitri Haryani, Sengketa Medik, loc. Cit.
163
Hermin Hadiati Koeswadji,1998, Hukum Kedokteran (Studi tentang Hubungan Hukum
dan Dokter) Citra Adytia Bakti, Bandung, hlm 124.
164
Veronika Komalawati, 1989, Hukum dan Etika Dalam Praktek Dokter , Penerbit Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta , hlm. 87
107
kode etik.165 Menurut Black’s Law Dictionary , dikutip Soerjono
Soekanto166 :
“ Any professional misconduct or unreasonable lack of skill “ atau “ failure
of one rendering professional services to exercise that degree of skill and
learning commonly applied under all the circumstances in the community by
the average prudent reputable member of the profession with the result of
injury, loss or damage to the recipient of those services or to those entitled to
rely upon them “. Its is any profesional misconduct, unreasonable lack of
skill or fidelity in profesional or judiciary duties , evil practice , or illegal or
immoral conduct”.
kekurangan ketrampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. Istilah ini
bermoral.
165
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , 1990 , Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
Depdikbud, Jakarta , Cetakan ke 3 , hlm 551.
166
Henry Campbell Black, 1968 Black’s Law Dictionary, St Paul, Minn : West Publishing Co
(dalam Soerjono Soekanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan , Remadja Karya, Bandung, hlm 29)
108
Guwandi167, menyebutkan bahwa malpraktik adalah istilah yang
buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum
seperti dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan, dan
malpraktik medik.
berlaku norma etika dan hukum maka kesalahan praktik juga dapat diukur
/ dilihat dari sudut pandang norma etika disebut ethical malpractice dan
sudut pandang hukum disebut legal malpractice. Akan tetapi yang jelas
167
J. Guwandi, 2004, Hukum Medik ( Medical Law), Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta , hlm. 20
168
Sofyan Dahlan, 2005, Hukum Kesehatan, Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter, Balai
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang , hlm. 59
109
Malpraktik medis dikonotasikan suatu kumpulan dari berbagai
melakukan sesuatu, atau tidak membiarkan sesuatu yang oleh dokter yang
baik pada umumnya dan dengan situasi kondisi yang sama, akan
sesuatu tersebut.
Malpraktik medis dalam World Medical Assosiation Statement
169
J. Guwandi, 2004, Hukum Medik, op.cit., hal 22.
170
Safitri Hariyani, 2005, Sengketa Medik, op. cit., hal. 63
110
Medical malpractice involves the physician’s failure to conform to the
standard care for treatment of the patient’s condition, our lack of skill,
or negligence in providing care to the patient, wich is the direct cause
of an injury to the patient.171
sebagai berikut : (1) melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan
oleh seorang tenaga kesehatan ; (2) tidak melakukan apa yang seharusnya
171
Herkutanto dalam Ari Yunanto dan Helmy, 2009, Hukum Pidana Malpraktik Medik,
Penerbit Andi, Yogjakarta, hlm. 31.
172
J. Guwandi , 2004, Hukum Medik ....., loc.cit .
173
J. Guwandi , loc. cit hlm 20
174
Fred Amien , 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran , Grafikatama Jaya , Jakarta , hlm
87
111
onvoorzichteg, tidak teliti, tidak berhati-hati, maka ia memenuhi
unsur kelalaian, bila ia sangat tidak berhati-hati , ia memenuhi
unsur culpa lata ;
b. Yang dilakukan dokter sesuai ukuran ilmu medis (volgens de
medische standaard);
c. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian
medis yang sama (gemiddelde bewaanheid van gelijke
medische categorie);
d. Dalam situasi dan kondisi yang sama ( gelijke
ommstandigheden)
e. Sarana upaya (middelen) yang sebanding/proposional (asas
proposional) dengan tujuan kongkret tindakan/perbuatan medis
tersebut (tot het concreet handelingsdoel)
kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik, maupun mental dan atau nyawa
dokter.175
Tindakan dokter dapat digolongkan sebagai tindakan malpraktik
sebagai berikut176 :
175
Adami Chazami , 2007 , Malpraktik Kedokteran, Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum ,
Bayu Media Publishing, Malang, hlm 5.
176
Munir Fuady, op., cit., hlm.2-3.
112
1. Adanya tindakan, dalam arti “berbuat” atau ‘tidak berbuat”
( pengabaian );
2. Tindakan tersebut dilakukan oleh dokter atau orang di bawah
pengawasannya (seperti oleh perawat), bahkan juga oleh
penyelia fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, apotik, dan
lain-lain ;
3. Tindakan tersebut berupa tindakan medis, baik berupa tindakan
diagnostik, terapi atau manajemen kesehatan ;
4. Tindakan tersebut dilakukan terhadap pasiennya;
5. Tindakan tersebut dilakukan secara :
a. Melanggar hukum dan atau
b. Melanggar kepatutan dan atau
c. Melanggar kesusilaan dan atau
d. Melanggar prinsip-prinsip profesionalitas.
6. Dilakukan dengan kesengajaan atau ketidak hati-hatian (kela-
laian, kecerobohan)
7. Tindakan tersebut mengakibatkan pasiennya mengalami :
a.Salah tindak, dan atau
b.Rasa sakit ,dan atau
c.Luka, dan atau
d.Cacat ,dan atau
e.Kematian , dan atau
f.Kerusakan pada tubuh dan atau jiwa , dan atau
g.Kerugian lainnya terhadap pasien.
113
(1). Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
peraturan perundang-undangan.
Dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
dalam pasal ini hanya memberi dasar hukum untuk melaporkan dokter ke
membawa kerugian, bukan sebagai dasar untuk menuntut ganti rugi atas
tindakan dokter.
114
Perlu dipahami juga, bahwa tidak setiap hasil pengobatan yang
itu juga dapat merupakan bagian dari risiko yang harus ditanggung oleh
pasien dalam tindakan medik. Disamping itu perlu disadari pula bahwa
sehingga tindakan medis yang dilakukan oleh dokter antara lain dapat
sendiri (Cilinical course of the disease); (b) Risiko medis (Medical risk);
(c) Risiko tindakan operatif (Surgical risk); (e) Efek samping pengobatan
177
Mason & Mc.Call Smith, 1987, Law and Medical, Second edition , Butterworths ,
London, hlm 53.
115
Meskipun demikian dalam praktiknya untuk menentukan unsur
medis tidaklah mudah. Sementara itu ajaran hukum atau teori hukum baik
178
Azwar , 2002 , Sang Dokter , Megapoin , Bekasi , hal 140 . Pasien yang mengalami
perdarahan ketika melahirkan dilakukan operasi , akibatnya anak yang dilahirkan meninggal dan
rahim ibunya sobek . Sebulan dirawat kondisi tidak semakin baik , bahkan sebagian tangan dan
kakinya lumpuh. Suaminya mengugat dengan alasan dokter tidak melakukan bedah cesar saat
kelahiran anaknya , tetapi dokter berkilah bahwa proses kelahiran alami , sedangkan dokter ahli bedah
saraf menyatakan kelumpuhan itu terjadi oleh berkurangnya aliran darah keotak karena perdaharan .
Kasus ini memperlihatkan betapa sulitnya membuktikan bersalahnya seorang dokter meskipun pasien
sudah sangat menderita dan dianggap itu adalah risiko tindakan medis dan harus ditanggung pasien.
179
dighilib.unila.ac.id./8262/2/bab%20II.pdf, diakses tanggal 11-11-2016, jam 11 25 wib.
180
dhitamenulis.blogspot.co.id/2011/03/hubungan-sebab-akibat-teori-kasualitas.html, diakses
tanggal 11-11-2016, jam 10 15 wib.
116
tanpa memberikan isyarat lampu dan dari arah belakang melaju kencang
sebuah mini bus, sopir mini bus yang kaget membunyikan klakson dan
menginjak rem sekuat tenaga sehingga tabrakan pun tidak sampai terjadi.
dan sopir minibus dibebaskan. Namun ahli waris tidak terima terhadap
itu. Hal ini tentunya tidak mudah bagi pengadilan negeri dan penyidik
causalitas, yaitu ajaran yang mencari dan menentukan ada atau tidaknya
hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat yang timbul. 181 Selain
itu, ajaran ini juga dapat menentukan hubungan antara suatu perbuatan
dengan akibat dalam tindak pidana yang dikualifisir oleh unsur akibatnya,
181
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 2 : Penafsiran Hukum Pidana, Dasar
Pemidanaan dan Peringanan Pidana, Kejahatan Aduan,Perbarengan dan Ajaran Kasualitas, Jakarta,
PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 216.
117
ditambah dengan unsur khusus. Unsur ini merupakan akibat dari
tiap-tiap syarat atau semua faktor yang turut serta atau bersama-
118
ini adalah tidak dibedakannya faktor syarat dan faktor penyebab.
syarat bukan faktor penyebab. Hal ini dipandang tidak adil sebab
187
dhitamenulis.blogspot.co.id/2011/03/hubungan-sebab-akibat-teori-kasualitas.html, diakses
tanggal 11-11-2016, jam 10 15 wib.
119
unsur kesalahan baik kesengajaan atau kealpaan.188 Pendapat Van
lain. Menurut teori ini, pejual senjata api, perusahaan senjata api
188
Adami Chazawi, op., cit., hlm 220
189
Christine. S. T. Kansil, op., cit., hlm 120.
120
apakah terdakwa melakukan perbuatan yang dilarang atau
tidak.190
2. Teori Individualisasi.
Binding.193
190
dighilib.unila.ac.id./8262/2/bab%20II.pdf, dikses tanggal 11-11-2016, jam 11 25 wib.
191
Eddy O.S. Hiariej, op., cit., hlm 211.
192
Adami Chazawi, op., cit., hlm 221.
193
dhitamenulis.blogspot.co.id/2011/03/hubungan-sebab-akibat-teori-kasualitas.html, diakses
tanggal 11-11-2016, jam 10 15 wib.
121
Birkmayer mengemukakan teori de meest werkzame
194
Bikmeyer ( dalam Sudarto, 1990 , Hukum Pidana I , Penerbit Yayasan Sudarto ,
Semarang hlm : 69 )
122
sebab adalah faktor syarat terakhir yang menghilangkan
195
Setia Darma,Teori-Teori Kausalitas, http:/ setia-ceritahati.blogspot.com/2009/05/teori-
teori-kausalitas .html, diakses tanggal 14-11-2016, jam 06 30 wib.
123
tidak sama dalam rangkaian faktor tidak sama. 196 Kelemahan
generalisasi.
3. Teori Generalisasi
196
A. Zainal Abidin Farid, op., cit., hlm 210.
197
Eddy O.S. Hiariej, op., cit., hlm 219.
124
Teori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab
dan menilai pada faktor mana yang secara wajar dan menurut
yaitu:199
125
B dengan yang berakibat pada kematiannya, maka perbuatan
terjadi. Atau dengan kata lain causa dari suatu akibat terletak
menimbulkan akibat.
200
Eddy O.S. Hiariej, op., cit., hlm 215.
126
bagian tersebut dan mengakibatkan mati. Jika Y dalam
4. Teori Relevansi.
127
Teori relevansi berawal dari interpretasi terhadap
interpretasi undang-undang.
medis yang tidak dapat diramalkan dan bukan akibat dari kurangnya
yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi
201
Eddy O.S. Hiariej, op., cit., hlm 220.
202
J. Guwandi , 2004, Hukum Medik, op.cit., hlm 26.
128
Yusuf Hanafiah203, merumuskan kelalaian sebagai melakukan
membawa kerugian atau cidera kepada orang lain dan orang itu dapat
203
Yusuf Hanafiah dan Amri Amir , 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan , Buku
Kedokteran EGC hlm 87-88.
204
J. Guwandi, 2003, Misdiagnosis atau Malpraktek, Jurnal Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia, Volume 3, hlm 15.
205
Soerjono Soekanto dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan , Remaja Karya,
hlm 156.
129
Menurut hukum kedokteran, adanya kesalahan/kelalaian
lata.207
2. Breach of Duty : unsur ini adalah bahwa seorang dokter
130
dibuktikan untuk menentukan sifat melawan hukum terhadap
131
cause208. Pertama dipermasalahkan adalah, perbuatan dokter yang
-atannya.
(1) harus ada indikasi medis ; (2) harus dilakukan berdasarkan standar
yang berlaku ; (3) harus bekerja dengan hati-hati dan teliti ; (4) harus
132
beberapa alternatif yang ada. Tindakan medis tersebut merupakan
medis, karena tindakan itu ditujukan terutama bagi para pasien yang
keputusan etik harus memenuhi syarat antara lain : (1) keputusan itu
harus benar sesuai ketentuan yang berlaku; (2) harus baik tujuan dan
dihadapinya.212
medis adalah melalui penerapan doktrin res ipsa loquitur dalam bahasa
Inggris berarti the thing speaks for it self, yang dalam bahasa Indonesia
211
Safitri Hariyani , 2005 , Sengketa Medik, op. cit., hlm. 37.
212
Budi Sampurna, 2008, Konflik Etik dan Medikolegal di Sarana Pelayanan Kesehata,
Lokakarya Nasional Hukum dan Etika Kedokteran, Makasar 26 Januari 2008, Procceding, IDI
Makasar
133
ini hanya berlaku terhadap kasus-kasus perbuatan melawan hukum
tidak adil jika korban yang harus menanggung sendiri akibat perbuatan
yang sebenarnya merupakan kelalaian dari pihak lain. Oleh karena itu
disebabkan oleh tindakan korban atau pihak ketiga ; (3) dalam kasus-
yang ada oleh pelaku kepada korban; (5) bukan kesalahan dari korban
213
J. Guwandi, 1993, op. cit., hlm 17.
214
Munir Fuady, 2005, Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, Citra Aditya
Bakti , Bandung, hlm. 103.
134
2.4. Risiko Medis
kurangnya mencakup :
135
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5)
136
Contoh Risiko medik yang disampaikan oleh
Danny Wiradharma215 :
sebelumnya;
medis selalu ada risiko tujuan tindakan tersebut tidak tercapai dan
137
yang tidak diharapkan terjadi di dalam praktik kedokteran sebenarnya
2). Hasil dari suatu risiko yang tak dapat dihindari, yaitu :
138
probilitas dan keparahannya besar pada keadaan
yaitu218:
(controllable);
2. Risiko sangat bermakna dan diketahui sebelum dilakukannya
218
Budi Sampurna, dalam M.Arif Setiawan, Sebagai Ahli dalam Ilmu Hukum dan Sistem
Peradilan Pidana, disampaikan pada saat uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Oleh
Makamah Konstitusi di Jakarta tanggal 4 September 2014.
139
3. Apabila tindakan dilakukan akan muncul risiko yang tidak
terdapat adagium volenti non fit iniura atau asumption of risk,219 adalah
tenaga medis.
219
J. Guwandi, 1993, op. cit., hlm 20-21.
220
Veronika Komalawati, 2002, Peranan Informed consent Dalam Transaksi Terapeutik
( Persetujuan dalam hubungan Dokter dan Pasien ) Suatu Tinjauan Yuridis, Citra Adytia Bakti,
Bandung, hlm 107-108.
140
perbuatan melawan hukum yang menggunakan kekerasan atau paksaan
Dalam tindakan medis, jika tidak terdapat persetujuan atau hak lain
(onrechtmatige daad).
141
1). Dilanggarnya standar profesi kedokteran.
yang sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu,
dan bahkan aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek
hukumnya, hal ini disebabkan banyak norma etik yang telah diangkat
223
www.ferewebs.com/etikakedokteranindonesia , diakses tanggal 28 maret 2011 , jam 9.32
wib Budi Sampurna , Etika Kedokteran Indonesia dan Penanganan Pelanggaran Etika di Indonesia ,
hlm 1
142
Pelanggaran terhadap ketentuan Kode Etik Kedokteran ada
224
Safitri Hariyani, 2005, op. cit., hlm 48.
143
Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi
proses ke pengadilan225.
225
Jusuf Hanafiah & Amri Amir, 1999, op. cit., hlm 179.
144
Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-
profesi kedokteran.226
Pada pedoman penegakan disiplin profesi kedokteran
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang
memiliki kompetensi sesuai kebutuhan medis pasien.
(Pelanggaran UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran Pasal 51 huruf b)
a.Dalam situasi dimana penyakit atau kondisi pasien di luar
kompetensinya (karena keterbatasan pengetahuan,
keterbatasan ketrampilan ataupun keterbatasan peralatan
yang tersedia), maka dokter atau dokter gigi wajib
menawarkan kepada pasien untuk dirujuk atau
226
Pedoman Penegakan Disiplin Kedokteran, Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia No.
17/KKI/KEP/VIII/2006 dalam Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik Di Indndonesia,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2008, Promosi Kesehatan RI, hlm 73.
227
Ibid., hlm 76-101
145
dikonsultasikan kepada dokter atau dokter gigi atau sarana
pelayanan kesehatan lain yang lebih sesuai.
b.Upaya perujukan dapat tidak dilakukan, apabila situasi
yang terjadi antara lain sebagai berikut :
1) Kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dirujuk.
2) Keberadaan dokter atau dokter gigi atau sarana
kesehatan yang lebih tepat, sulit dijangkau atau
sulit didatangkan.
3) Atas kehendak pasien.
146
[Pelanggaran Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Pasal 44 ayat (1) dan (2) dan Pasal 51
huruf a]
147
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien
atas permintaan sendiri dan atau keluarganya.
[Pelanggaran Fatwa IDI Nomor 231/PB/4/7/1990; dan World
Medical Association : Declaration of Euthanasia ( Madrid,
1987)]
148
Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis Pasal 10 ayat (1) ]
149
Kesehatan, Makanan, Minuman dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga]
150
kedokteran. Kewajiban administrasi dokter dapat dibedakan yaitu : (1)
Surat Tanda Registrasi (STR) dokter atau dokter gigi yang diterbitkan
lain229 :
(1). Kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan
228
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, op. cit., hlm 131-132.
229
Adami Chazami, 2007, Malpraktik Kedokteran, op. cit., hlm 137-146.
151
kebutuhan medis pasien. Kewajiban dokter dalam
adalah kumulatif.
(2). Kewajiban merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi yang
230
Bahar Azwar, 2002, Sang Dokter, Mega Point, Bekasi, hlm 104. Kasus Amran vs Wilopo,
dimana Wilopo dokter ahli bedah pencernaan melakukan operasi tulang Amran yang patah akibat
kecelakaan . Kasus ini merupakan malpraktik pidana sekaligus malpraktik perdata karena dokter tidak
memiliki kompetensi / tidak wewenang melakukan operasi tulang.
152
jaminan bahwa segala sesuatu yang telah disampaikan pada
153
(5). Kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
yang berisiko gugatan atau tuntutan pada dokter jika dilanggar adalah
ini timbul berdasarkan hak pasien yang tidak dapat diganggu gugat
yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk menentukan apa
231
Bahder Johan Nasuition, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta,
Reneka Cipta, hlm 40.
154
Pelanggaran hukum perdata dalam malpraktik medis
bersumber pada dua dasar hukum, yaitu : (1) wanprestasi (Pasal 1239
232
Soetrisno, 2010, Malpraktek Mediik & Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa, Telaga Ilmu, Tangerang, hlm 38.
233
Subekti, 1985, Hukum Perjanjian, Penerbit PT Intermasa, hlm 45.
234
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, op. cit. , hlm 48-49.
155
Dilihat dari transaksi terapeutik yang merupakan
terapeutik;
3). Pasien menderita kerugian akibat tindakan dokter
yang bersangkutan.
Dalam gugatan atas dasar wanprestasi, maka ketiga
156
apa yang disanggupinya akan dilakukan dalam kontrak
pasien.
Adapun wujudnya kerugian akibat wanprestasi hanya
obatan. Kerugian ini dapat dituntut oleh pasien atau ahli waris
157
Rumusan kata “ karena salahnya“ dalam ketentu- an Pasal
158
kebutuhan medis pasien dan terapi tidak sesuai dengan informed
159
kerugian akibat wanprestasi dalam malpraktik kedokteran.
pasien itu sendiri, maka sudah tentu pasien tidak akan menerima
240
Munir Fuady, 2005, Perbuatan Melawan Hukum , op. cit., hlm 113.
241
J. Guwandi, 1993, Tindakan Medik dan tanggungjawab produk Medik , op. cit., hlm 19.
160
sejujurnya memberikan informasi, atau memberikan informasi
batin dokter (dolus atau culpa) dan akibat kerugian dari perlakuan
(Pasal 359 KUHP) atau luka-luka ( Pasal 360 KUHP). Suatu perbuatan
perbuatan yang tercela (actus reus); dilakukan dengan sikap batin yang
242
Sofwan Dahlan, 2005, Hukum Kesehatan, Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter, Balai
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang , hlm.59
243
Bambang Tri Bawono , 2011, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya Penanggulangan
Malpraktik Profesi Dokter , Jurnal Hukum , Vol XXV , No.1 .
161
Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin ke
dalam perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang, hal itu disebut
kesengajaan. Namun apabila kemampuan berpikir, berperasaan
dan berkehendak itu tidak digunakan sebagaimana mestinya dalam
melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang,
maka sikap batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa). Sebelum
melakukan perlakuan medis diwujudkan oleh dokter, ada tiga arah
sikap batin dokter yaitu : a. sikap batin mengenai wujud perbuatan
(terapi) ; b. sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan ;
c. sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.
162
hukum / bersifat melawan hukum, masih diperlukan adanya syarat
bahasa Inggris berarti the thing speaks for it self, yang dalam bahasa
Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan Pasal 84 ayat (1) Setiap Tenaga
244
Hendrojono Soewono, 2007, Batas pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter
dalam Transaksi Terapeutik, Srikandi, Surabaya, hlm 185.
245
Roeslan Saleh, 1968, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Centra,
Jakarta, hlm 97.
246
J.E.Jonkerrs, Handboek van het Neterlandssch Indische, E.J.Brill, Leiden 1946, dalam
Soetrisno, 2010, Malpraktek Medik & Mediasi, op. cit., hlm 21.
247
Munir Fuady, 2005, Perbuatan Melawan Hukum, op.cit., hlm 100.
163
Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan ayat (2) jika kelalaian berat
apalagi jika aksesnya kepada pelaku, tetapi sulit diakses oleh korban,
lain.248
248
Lihat putusan Mahkamah Agung Nomor 455 K/Pid/2010, Terdakwa dr. Taufik Wahyudi
Mahady, Sp.OG.Bin Dr.Rusli Mahady yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana “ karena
kealpaannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga berhalangan melakukan
pekerjaan untuk sementara waktu, yang dilakukan dalam melakukan suatu jabatan atau pekerjaan”.
Dalam pertimbangan hukum terdakwa dinilai telah melakukan kelalaian ketika operasi caesar karena
pada perut korban tertinggal kain kassa 20 x 10 cm pada bekas operasi lama yang dilakukan terdakwa
dan terdakwa tidak bertanggung jawab dikatakan korban alergi jahitan. Dalam amar putusan MA
Nomor 455 K/Pid/2010 antara lain: Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Jaksa /
Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Banda Aceh , Membatalkan putusan PT Banda Aceh Nomor
181/Pid/2009/PT BNA, dan putusan PN Banda Aceh Nomor 109/Pid.B/2009/PN BNA, Menyatakan
terdakwa terbukti bersalah, Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa berupa pidana penjara selama 6
(enam) bulan, dst
164
Tabel 2 : Bentuk Pelanggaran Disiplin Kedokteran (BPDK) yang terdapat dalam
Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/KEP/VIII/2006
tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran yang dapat
dianalogikan ke dalam pelanggaran pidana.249
249
M.Arif Setiawan, Sebagai Dosen dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
165
Perbuatan Pidana Pelanggaran Disiplin Keterangan
166
Perbuatan Pidana Pelanggaran Disiplin Keterangan
167
Perbuatan Pidana Pelanggaran Disiplin Keterangan
168
Perbuatan Pidana Pelanggaran Disiplin Keterangan
Pasal 75 UUPK :
(1) Setiap dokter atau dokter
gigi yang dengan sengaja
melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki
surat tanda registrasi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1)
dipidana dengan pidana Angka 26 BPDK :
penjara paling lama 3 (tiga) Berpraktik dengan
tahun atau denda paling menggunakan surat
banyak Rp100.000.000,00 tanda registrasi, surat
(seratus juta rupiah). izin praktik, dan/atau
sertifikat kompetensi
Pasal 76 UUPK : yang tidak sah atau
Setiap dokter atau dokter gigi berpraktik tanpa
yang dengan sengaja memiliki surat izin
melakukan praktik praktik sesuai dengan
kedokteran tanpa memiliki ketentuan peraturan
surat izin praktik perundang-undangan yang
sebagaimana dimaksud berlaku.
dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
169
Pasal 79 UUPK
Dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling
banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah),
setiap dokter atau dokter gigi
yang:
170
BAB III
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA MEDIS DAN
SISTEM PERADILAN DI INDONESIA
digunakan oleh pasien atau keluarganya selama ini yaitu melalui jalur :
dan di sidang oleh MKEK. Selama dokter masih bergerak dalam batas-batas
171
bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan anggota) bersikap
wakilnya guna mengikuti sidang sejak permulaan kecuali tidak disetujui oleh
pelanggaran;
e. Tujuan yang ingin dicapai oleh pelaku.
MKEK harus dapat memutuskan salah tidaknya yang bersangkutan
pada setiap tuduhan pelanggaran etik, dan keputusan diambil secara mufakat
172
mengajukan banding kepada MKEK Pusat, dan keputusan MKEK Pusat
dapat dikaitkan dengan fungsi quasi pengadilan. Cara kerja MKEK sama
sekali tidak berhubungan dengan ide pengadilan dan MKEK berada dalam
disiplin252, dengan adanya pedoman dan tata cara penanganan kasus dapat
250
Pedoman organisasi dan tatalaksana kerja MKEK, PB IDI, 2008.
251
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5- 4 - 2016, jam 12 30
wib, Jimlly Asshidiqie, hlm 15.
252
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 16/KKI/PER/VIII/2006.
253
Widodo Tresno Novianto, Alternaif Model Penyelesaian Sengketa Medik di Luar
Pengadilan Melalui Lembaga Penyelesaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan, 2014, hlm 69.
173
didalamnya berisikan prosedur, tata cara pemeriksaan, pemeriksaan alat bukti,
saksi, keterangan ahli, format dan amar putusan. Adanya wewenang untuk
dalam Peradilan Tata Usaha Negara) memeriksa pengaduan yang masuk untuk
oleh Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin dan didampingi oleh anggota Majelis
Pemeriksa Disiplin dan seorang panitera yang ditetapkan oleh Ketua MKDKI.
Sidang dilakukan secara tertutup (Pasal 15) dan dihadiri oleh dokter atau
dokter gigi yang diadukan, dan dapat didampingi oleh pendamping (Pasal 14).
keterangan saksi dapat dianggap sebagai alat bukti, apabila keterangan itu
berkenaan dengan hal yang dialami, dilihat atau didengar sendiri. Adapun
saksi yang tidak boleh didengar kesaksiaannya antara lain : (1) keluarga
sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus keatas atau kebawah
sampai derajat kedua dari dokter atau dokter gigi yang diadukan; (2) isteri
atau suami dokter atau dokter gigi yang diadukan, meskipun sudah bercerai;
254
ibid
174
orang yang belum dewasa (minderjerigheid) yaitu sebagaimana diatur dalam
dengan alat bukti sah lainnya; (3) orang yang dibawah pengampuan (kuratel).
Demikian juga dalam hal pengakuan teradu (dokter) dianggap sebagai alat
bukti apabila pengakuan teradu yang diberikan berupa hal yang dialami dan
dokter atau dokter gigi yang diadukan atau pembelanya harus diberi
Praktik;
175
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
belas) hari kerja harus disampaikan kepada ketua MKDKI dan dalam waktu
176
Menurut Jimmly Asshiddiqie255, MKDKI berfungsi sebagai
(1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan
adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan / atau
3.1. Pidana
tahapan:
1. Laporan
Laporan adalah suatu pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-
undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau
sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (KUHAP
255
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5- 4 - 2016, jam 12 30
wib, Jimlly Asshidiqie, hlm 15.
177
Pasal 1 butir 21). Pada proses ini laporan dapat dilakukan secara
tertulis dan atau lisan, yaitu laporan dari pasien / keluarganya /
korban ( pasal 108 ayat 6 KUHAP).
Selanjutnya dilakukan penyelidikan yang diartikan rangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.
2. Tahap penyidikan
Pemeriksaan tersangka dilakukan oleh penyidik, dan dibuatkan
berita acara pemeriksaan (BAP, Pasal 75 KUHAP) setelah
berkas selesai dikirim kepada Penuntut Umum.
3. Tahap Penuntutan
Setelah BAP dipelajari oleh Penuntut Umum dan dinyatakan
berkas telah lengkap (P 21), maka selanjutnya berkas di kirim ke
Panitera Pengadilan Negeri.
4. Tahap Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Negeri
Setelah diterima berkas dan dakwaan JPU, Pengadilan
menetapkan Hakim dan hari sidang. Pemeriksaan dilakukan
secara terbuka untuk umum, pemeriksaan dilakukan pada
terdakwa, saksi-saksi yang diajukan baik oleh JPU maupun
Pembela. Selanjutnya jika pemeriksaan sudah dianggap selesai
maka Hakim memberikan Keputusan.
Apabila terdakwa dan atau Jaksa Penuntut Umum tidak setuju
dengan Putusan Hakim, maka dapat mengajukan upaya hukum
yang berupa Banding (Pengadilan Tinggi), Kasasi (Mahkamah
Agung) dan Peninjauan Kembali (PK Mahkamah Agung)
3.2. Perdata
berikut:
178
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
179
Banding (Pengadilan Tinggi), Kasasi dan Peninjauan Kembali
(Makamah Agung).
pendekatan yang berbeda dari perkara hukum pada umumnya, atau yang
tidak perlu semuanya berasal dari sarjana hukum lulusan fakultas hukum
dalam negara hukum karena peranannya sebagai katup penekan atau pressure
180
umum. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai the last resort, yakni
bebas dan mandiri, adil dan konsisten dalam menerapkan peraturan hukum yang
ada dan dalam menghadapi pelanggaran hukum oleh suatu badan mandiri yaitu
Indonesia dapat diartikan sebagai suatu susunan yang teratur dan saling
perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada di
dokter berpedoman etika dan disiplin kedokteran yang diduga malpraktik, serta
257
Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian
Sengketa, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 237.
258
Widodo Tresno Novianto, op cit, hlm 91.
259
Sudiko Mertokusumo, Sistem Peradlan di Indonesia, http://sudiknoartikel.blogspot. Com /
2008/03/sistem-peradilan-di-indonesia,html diakses tanggal 29 April 2014 . Eksistensi Sistem
peradilan di Indonesia dipengaruhi oleh 3 (tiga) sistem hukum yaitu : (1) Sistem hukum barat , yang
merupakan warisan Belanda yang mempunyai sifat individulistik, yang masih bannyak berlaku
diantaranya KUHPerdata, KUHP dan lain-lainnya,; (2) Sistem Hukum Adat , yang bersifat komunal
dan cermin kepribadian suatu bangsa ; (3) Sistem Hukum Islam, sifatnya religius dan sudah lama
diterima oleh bangsa Indonesia.
181
melihat para dokter atau IDI juga belum puas pada hasil sidang peradilan umum
para dokter yang diduga malpaktik, penulis berfikir apakah di dalam sistem
tugas inti negara menurut Samudra Wibawa260 adalah : (1) melindungi penduduk
dari serangan luar dan gangguan internal; (2) menjamin tingkat kehidupan
Salah satu tugas inti negara adalah melakukan peradilan atas sengketa di
antara penduduk, Indonesia sebagai sebuah negara juga melaksanakan tugas inti
tersebut, hal ini terbukti dari ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945. Dalam
UUD 1945 ini hal-hal yang terkait dengan tugas inti negara harus melakukan
peradilan atas sengketa di antara penduduk diatur dalam Bab I Bentuk dan
berbagai pendapat. Salah satu pendapat yang dikutip di sini perihal ciri-ciri
negara hukum menurut JBJM Ten Berge sebagimana dikutip oleh Ridwan HR261
ada lima : (1) azas legalitas dalam arti pembatasan kebebasan warga negara (oleh
182
peraturan umum; (2) perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia; (3)
pemerintah terikat pada hukum; (4) monopoli paksaan oleh pemerintah untuk
Makamah Konstitusi (MK). Adapun dasar dari pernyataan ini adalah ketentuan
Pasal 24 UUD 1945 yang terdiri dari tiga ayat menyatakan bahwa : (1)
kekuasaan dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
oleh sebuah Makamah Konstitusi; (3) badan-badan lain yang tugasnya berkaitan
183
2004 adalah menggantikan UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Kehakiman.
dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang berada di
Makamah Konstitusi. Pasal 25 ayat (1) badan peradilan yang berada di bawah
’’yang dimaksud dengan pengadilan khusus dalam ketentuan ini antara lain
184
Kalau dicermati penggunaan kata ’’antara lain’’ ini menujukkan bahwa
2004 tentang Perikanan. Bukan tidak mungkin bahwa dikemudian hari akan
dibentuk peradilan khusus yang lain kalau memang diperlukan. Hanya salah
yaitu produk hukum yang dibuat oleh DPR dengan persetujuan Presiden.
Makamah Agung adalah peradilan umum. Peradilan ini diatur oleh Undang-
undang No. 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum. Dalam perjalanan waktu
Undang-undang ini telah mengalami dua kali perubahan yaitu dengan Undang-
undang No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang No. 2 Tahun
185
1986 tentang Peradilan Umum dan Undang-undang No. 49 Tahun 2009 tentang
Umum.
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Dalam penjelasan Pasal
2 tersebut dikatakan bahwa di samping peradilan umum yang berlaku bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana, pelaku
rakyat tertentu yaitu peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara. Sedang yang dimaksud dengan “rakyat pencari keadilan” adalah setiap
orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing yang mencari keadilan
Undang-undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dalam Pasal 8 ayat
khusus yang diatur dengan undang-undang. Ayat (2) menyatakan bahwa pada
bidang tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Lebih lanjut ayat (3)
186
menyatakan bahwa ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
undangan.
bahwa misalnya dalam kasus sengketa medis antara dokter dengan pasien dan
atau keluarga, hakim ad hoc tersebut bisa diangkat dari dokter yang mempunyai
waktu tertentu, pada penjelasan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang No. 49 Tahun
peraturan perundang-undangan.
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat
dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
187
Adapun hakim ad hoc menurut Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 49
Tahun 2009, adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan
Apalagi kesehatan yang menjadi hak warga adalah merupakan bagian dari
Undang-undang ini diatur beberapa hal yang berhubungan dengan pelayanan jasa
kesehatan yang dilakukan oleh dokter. Selain itu juga diatur perihal beberapa
dan hak-hak dokter maupun pasien, serta administratif maupun pidana yang
Kewajiban dan hak dokter atau dokter gigi demikian juga kewajiban dan
188
tentang Praktik Kedokteran tersebut merupakan kebijakan yang menginginkan
hubungan yang ideal (das sollen) antara dokter atau dokter gigi dan pasien.
(das sein) berbeda dengan yang di idealkan. Kewajiban yang dibebankan baik
kepada dokter atau dokter gigi maupun pasien tidak dilaksanakan, atau hak-hak
yang dijanjikan oleh Undang-undang tidak dipenuhi oleh pihak-pihak. Hal yang
dokter gigi diperlukan kualifikasi tertentu, diatur dalam kode etik dan disiplin
penyelesaian sengketa dokter atau dokter gigi dengan pasien untuk diselesaikan
masuk dalam pengadilan pidana Indonesia yang dimulai dari Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Secara historis, bentuk hakim ad hoc adalah partisipasi
dari luar pengadilan ikut duduk sebagai hakim bersama-sama hakim karir untuk
tujuan khusus (a special purpose). Hakim ad hoc diadakan dalam PTUN ide
awalnya adalah karena faktor perlunya keahlian dalam majelis hakim ketika
menggali perkara. Kebutuhan akan keahlian dalam majelis hakim itu tidak cukup
262
Luhut M.P. Pangaribuan,2016, Hukum Acara Pidana Dan Hakim Ad Hoc, Papas Sinar
Sinanti, Jakarta, hlm 398-400.
189
dapat diharapkan dari hakim karir. Dalam mendapatkan ‘’hakim ideal’’ dalam
pengadilan PTUN yang akan datang bukan berasal dari hakim yang sudah ada di
rumuskan sebagai berikut : (a) seorang sarjana hukum ahli dalam hukum tata
negara sebagai tambahan keahlian khusus, (b) bukan sarjana hukum, ahli hukum
tata negara, (c) bukan sarjana hukum dan tidak ahli hukum tata usaha negara,
tetapi ahli dalam salah satu atau beberapa cabang atau bidang seperti masalah
bahwa dalam hal inilah spesialisasi dalam urusan atau perkara dalam PTUN
sekalipun hal ini tidak akan membentuk kamar khusus atau tersendiri dalam
PTUN namun akan lebih baik jalannya jika arah spesialisasi itu diperhitungkan
Setelah susunan hakim yang dianggap ideal itu, masih ada persoalan
lain yang dibicarakan yakni apakah hakim yang diangkat dari luar itu akan
dianggap sama dengan hakim biasa dan termasuk rechterlijk macth atau
263
Herman Sihombing, Dalam rancangan akademik Undang-undang tentang Susunan,
Kekuasaan (wewenang) dan Hukum Acara PeradilanTata Usaha Negara Republik Indonesia, dikutip
dari Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Dan Hakim Ad Hoc, Cetakan Pertama (Jakarta :
Papas Sinar Sinanti, 2016), hlm 400.
264
ibid
190
kekuasaan kehakiman sehingga mengenai pengangkatan, pemberhentian, sumpah
dan lain sebagainya harus tunduk pada peraturan yang sama seperti berlaku
untuk hakim yang sama.265 Mengenai hal yang terakhir ini, Rochmad Soemitro
memberikan pendapat bahwa karena wewenangnya sama yaitu recht spreken atau
mengadili perkara, hanya saja dalam bidang yang berlainan, kami condong untuk
kehakiman.266
Akhirnya konsep hakim ad hoc yang diterima bukan dalam bentuk yang
keahlian tertentu biasanya diatasi dengan cara menunjuk saksi ahli yang sifat
1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebutkan bahwa “dalam hal
265
Rochmat Soemitro, Naskah Singkat Tentang Peradilan Administrasi Di Indonesia, dikutip
dari Luhut M.P. Pangaribuan, Hukum Acara Pidana Dan Hakim Ad Hoc, Cetakan Pertama (Jakarta :
Papas Sinar Sinanti, 2016), hlm 401.
266
ibid
267
Fatimah Achyar, Kata Pengantar, Selintas Tentang Undang-Undang Peradilan Tata Usaha
Negara, Jakarta, Makamah Agung Reublik Indonesia Direktur Tata Usaha Negara.
191
Pengadilan mengadili sengketa tertentu yang memerlukan keahlian khusus, maka
Ketua Pengadilan dapat mengangkat seorang dari luar Pengadilan sebagai Hakim
Ad Hoc dalam Majelis Hakim yang akan mengadili sengketa dimaksud”. Dengan
Pengadilan.268
khusus” ketua pengadilan dapat menunjuk seorang hakin ad hoc sebagai anggota
majelis.269 Ditentukan Syarat, untuk menjadi hakim ad hoc adalah sama dengan
Tahun 1986), kecuali tidak harus : (1) pegawai negeri, (2) sarjana hukum. 270 Dari
(keterangan ahli) dalam hukum acara adalah alat bukti yang setiap saat dapat
268
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 402.
269
Pasal 135 ayat (1) Undang –Undang no. 5 tahun 1986.
270
Pasal 14 ayat (1) Undang –Undang no. 5 tahun 1986.
192
keberadaannya tergantung pada diskresi termasuk jumlahnya maka tetap tidak
ada perbedaan hakim ad hoc itu dengan ahli sebagai alat bukti.271
peradilan tata usaha negara juga mengikuti PTUN dengan keberadaan hakim ad
secara umum hanya ditentukan bahwa dalam memeriksa dan memutus perkara
Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Peradilan Pajak tidak menentukan lebih rinci
PTUN maka masuk akal konsep hakim ad hoc dalam pengadilan ini mengikuti
induknya.274
pidana korupsi yang berada dalam lingkungan peradilan umum. 275 Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi ini bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
271
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 403.
272
Penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan
Pajak, Pengadilan Pajak masuk dalam lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara.
273
Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak
274
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 403.
275
Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.
193
tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).276
2009 Tentang Peradilan Tindak Pidana Korupsi, berangkat dari suatu paradigma
disatu sisi bahwa korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime) sehingga memerlukan penangannan yang luar biasa. 277 Kemudian disisi
Kepercayaan publik ini rendah karena adanya beberapa kelemahan yang dapat
rendahnya integritas dan terbatasnya kapasitas hakim. Pada saat yang sama
kontroversial serta tidak sesuai dengan rasa keadilan. Semua ini menjadi faktor
bahwa hakim ad hoc itu “ … dapat juga disebut sebagai sistem ‘semi juri’
artinya, hakim dimaksud bukan saja dipilih karena dasar pengetahuan yang
194
jaminan keberpihakan hukum pada kedaulatan rakyat serta nilai-nilai yang
dipertanggungjawabkan.280
Tentang Peradilan Tindak Pidana Korupsi, untuk dapat diangkat sebagai hakim
279
Ibid hlm 34-35.
280
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 406.
195
f. tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan
g. jujur, adil, cakap dan memiliki integritas moral yang tinggi serta
dimaksud ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia
atas usul Ketua makamah Agung. Pada ayat (4), dalam menetapkan dan
dimaksudkan pada ayat (2) dan ayat (3), Ketua Makamah Agung wajib
pemilihan calon hakim yang akan ditetapkan dan yang akan diusulkan kepada
196
masukan dan tanggapan masyarakat terhadap calon hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi.281
oleh majelis hakim berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas 2 (dua) orang
hakim Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.282
Pemeriksaan ini hakim ad hoc berjumlah mayoritas dari hakim karir, diharapkan
putusan sesuai dengan rasa keadilan tetapi juga diharapkan akan dapat
lembaga peradilan.283
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM sebagai
281
Penjelasan Pasal 56 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
282
Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
283
Luhut M.P. Pangaribuan, loc. it.
197
Ada dua konsideran pokok yang dijadikan dasar pembentukan Pengadilan
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan HAM yang
berjumlah 5 (lima) orang, terdiri atas 2 (dua) orang hakim pada Pengadilan HAM
yang bersangkutan dan 3 (tiga) orang hakim ad hoc.285 Hakim ad hoc adalah
hakim yang diangkat dari luar hakim karir yang memenuhi persyaratan
menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.286 Hakim ad hoc
284
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 417-418.
285
Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
286
Penjelasan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan
Hak Asasi Manusia.
198
diangkat dan diberhetikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Ketua
Makamah Agung.287
Pengadilan Hak Asasi Manusia, untuk dapat diangkat menjadi Hakim ad hoc
tidak tercela.
adalah persyaratan yang spesifik untuk menjadi hakim ad hoc pengadilan HAM.
Artinya syarat ini tidak ada untuk hakim karir dan hakim ad hoc pengadilan yang
lain.288
287
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
288
Luhut M.P. Pangaribuan, op. cit., hlm 423.
199
BAB IV
dan atau keluarga sudah ada organisasi atau lembaga yang mewadahi untuk
200
dan Peradilan Umum. Walaupun menurut Yovita Ari Mangesti 289, hasil
dibidang kesehatan.
lembaga yang menetapkan putusan dan sanksi etik terhadap setiap dokter yang
MKDKI, dimana ditemukan bahwa pengaduan yang diajukan oleh pasien dan
Praktik Kedokteran Pasal 55 : (1) Menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi
dokter atau dokter gigi yang diajukan. Apabila MKEK memutuskan dokter
289
Yovita Ari Mangesti, Perlindungan Hukum Berparadigma Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradap Pada Riset dan Pemanfaatan Human Stem Ceel (Sel Punca Manusia) Di Bidang Kesehatan,
2015, hlm 4.
201
Pengadilan akan menyelesaikan gugatan dari pasien dan atau keluarga
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 66 ayat (3) pengaduan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
tingkat pusat yang disebut MKEK Pusat, pada tingkat Provinsi yang disebut
sebagai MKEK Wilayah, dan pada tingkat kabupaten/kota yang disebut sebagai
cabang tersebut harus sudah terbentuk kepengurusan IDI telebih dahulu. Segala
keputusan MKEK dalam bidang etika tidak dipengaruhi Pengurus IDI atau
202
b. Rujukan dari MKEK cabang untuk MKEK wilayah atau rujukan
MKEK setingkat.
memuat :
a. Identitas pengadu.
dilakukan.
4. Dalam hal pengaduan tidak lengkap atau tidak sah atau berisi
203
5. Pemanggilan pengadu dapat dilakukan sampai 3 (tiga) kali berturut-
turut dan jika telah 3 (tiga) kali pengadu tetap tidak datang tanpa
teradu dan putusan yang ditetapkan dinyatakan sah dan tidak dapat
dilakukan banding.
yang layak, tidak disertakan nama lengkap dan alamat pengadu atau
bersalah.
204
3. Penelaahan dilakukan dalam bentuk sidang MKEK dengan atau tanpa
diperlukan.
205
1. Persidangan dipimpin oleh ketua Divisi Kemahkamahan atau ketua
MKEK.
MKEK.
Pemeriksa.
persidangan MKEK.
(dissenting opinion).
206
sedangkan anggota MKEK diluar Majelis Pemeriksa hanya memiliki
hak bicara.
26 :
2. Pembela yang dimaksud ayat (1) ialah Biro Hukum Pembelaan dan
profesi yang ditunjuk resmi dan tertulis oleh dokter teradu serta
dimaksud ayat (4) di atas berhak setiap saat untuk menetapkan kuasa
207
hukum, pengacara, keluarga/kerabat atau pembela tersebut
yang mendengar atau melihat atau yang ada kaitan langsung dengan
3. Saksi ahli adalah dokter yang memiliki keahlian dan keilmuan yang
pasien pengadu.
4. Saksi ahli yang dimaksud harus diambil dari dokter praktisi yang
208
5. Para pihak dapat mengajukan saksi atau saksi ahlinya masing-masing,
Pemeriksa dapat meminta saksi ahli lain dari dalam atau luar IDI.
2. Putusan bersalah diikuti dengan sanksi sekaligus cara, ciri dan lama
209
Pemeriksa, dengan tetap mencatat perbedaan pendapat (dissenting
7. Putusan yang tidak dibanding atau putusan MKEK Pusat adalah suatu
10. Putusan sebagaimana dimaksud ayat (7) yang telah berkekuatan etik
210
11. Apabila terdapat perbedaan cara pelaksanaan sanksi atau cara
sebagai berikut :
211
15. Batasan waktu yang dibutuhkan untuk proses persidangan atau
16. Ketua MKEK mengirim amar putusan ke ketua IDI setingkat dan
21. Salinan putusan MKEK tidak boleh diberikan kepada pihak penyidik
212
22. Ketentuan lebih lanjut tatacara pengiriman putusan sebagaimana
dimaksud ayat (19) diatas diatur oleh keputusan Ketua MKEK Pusat.
Divisi Pembinaan Etika MKEK untuk dan atas nama pengurus IDI
setingkat.
4. Sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) di atas dapat berupa :
a. Penasehatan
b. Peringatan lisan
c. Peringatan tertulis
d. Pembinaan perilaku
213
2. Enam (6) bulan untuk pelanggaran sedang
g. Pencabutan keanggotaan.
ayat (6) telah disampaikan sebanyak 3 (tiga) kali, tetapi tetap tidak ada
dokter terhukum.
sementara izin praktik telah dilakukan tetapi tetap tidak ada perbaikan,
214
praktiknya selama 12 (dua belas) bulan dengan atau tanpa usulan
Indonesia.
10. Sanksi yang telah dijalani anggota yang terhukum dibuatkan berita
acaranya dan salinan hal ini disampaikan kepada Pengurus IDI untuk
sebagai anggota IDI ditindak lanjuti oleh pengurus IDI Cabang dengan
mengirimkan surat khusus tentang hal itu kepada Pengurus Besar IDI,
Wilayah.
12. Putusan berupa saran pencabutan izin praktik dokter ditindak lanjuti
Besar IDI.
13. Putusan yang menyangkut dokter spesialis wajib ditindak lanjuti oleh
14. Hal-hal yang belum diatur tentang pelaksanaan dan penilaian sanksi
215
Apabila putusan Majelis Pemeriksa MKEK maupun sanksinya belum
memuaskan teradu maupun pengadu, baik teradu dan pengadu masih ada
3. Teradu dengan atau tanpa disertai BHP2A, serta pengadu dengan atau
216
4. Tata cara penelaahan kasus, tata cara persidangan dan pengambilan
pembanding.
dilakukan terhadap :
217
secepatnya, dan disampaikan kepada yang bersangkutan serta kepada
setingkat.
profesi ini akan diatur lebih lanjut melalui Keputusan Ketua MKEK
Pusat.
MKDKI dari tahun 2006 sampai dengan 2012 terdapat 136 kasus atau 219
berasal hampir dari seluruh kota besar di Indonesia. Laporan tersebut dari tahun
Aduan yang diterima oleh MKDKI selama 7 (tujuh) tahun adalah 136
kasus yang terdiri dari 219 dokter atau responden, ini adalah sesuatu yang
sangat mungkin terjadi dalam menangani atau mengelola suatu penyakit. Sering
terjadi bahwa seorang pasien itu menderita lebih dari satu kelainan, sebagai
salah satu contoh adalah seorang ibu yang sedang hamil kemudian ternyata juga
290
Anwari, op. cit., hlm 338.
218
hamil tersebut diperlukan lebih dari satu dokter (minimal diperlukan dokter
anaknya tersebut.
Pelanggaran berdasarkan kasus adalah sejumlah 113 dari 136 kasus atau sebesar
83,1% sedangkan berdasarkan jumlah responden atau dokter adalah 148 dari
219 dokter atau sebesar 67,6 % atau lebih dari separuh dokter yang diadukan ke
291
Anwari, ibid., hlm 359-363.
219
dengan etik, hukum dan agama; (4) tidak deskriminatif dalam pelayanan
peraturan pengecualian.
atau 58,44 %.
dapat dikenenakan Pasal 360 KUHP yang berbunyi barang siapa karena
220
laboratorium atau sejawat atau ke rumah sakit dengan imbalan tertentu.
tidak diperlukan oleh pasien atau tidak sesuai dengan kebutuhan medis
pasien.
221
tubuh manusia mempunyai kekuatan dan kemampuan menangkis dan
menyembuhkan penyakit.
pelayanan kedokteran.
222
8. Pasal 7a seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya,
jasmani dan rokhani serta tidak dipengaruhi oleh kondisi apapun walaupun
dengan yang lain harus selalu mengingatkan apabila ada teman sejawat
medis pasien.
223
10. Pasal 7c seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak
Pasien :
kepada pasien dan atau keluarga yang akan dilakukan, dokter tidak boleh
melarang pasien dan atau keluarga mencari second opinion, dokter tidak
Teman sejawat :
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya,
tanpa persetujuannya.
Tenaga kesehatan :
Imbalan jasa tidak diminta dari teman sejawat termasuk dokter gigi dan
224
kehidupan untuk menyelamatkan kehidupan yang lain yang lebih penting.
peranan ibu dalam keluarga. Keadaan yang lain, dalam mengakhiri hidup
atau 1,82 %.
225
13. Pasal 9 setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang
menghormati : 0 responden.
provinsi adalah dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan
14. Pasal 10 setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini
Sikap tulus ikhlas yang dilandasi sikap profesional seorang dokter dalam
sikap ramah tamah dan sopan santun terhadap pasien dan atau keluarga
226
15. Pasal 11 setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar
meninggal dunia : 0.
Para dokter sudah menyadari betul bahwa kerahasiaan pasien harus dijaga.
saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
227
17. Pasal 13 setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
pasien gawat darurat dan kebetulan pasien tersebut terjadi kecacatan atau
kelalaian.
atau 2,73 %.
penuh pengertian. Apabila ada pasien dan atau keluarga mencari second
opinion, adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh pasien dan atau
228
19. Pasal 15 setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman
Sejawat adalah mitra kerja seorang dokter dan bukan saingan. Pembinaan
pasien. Anggota suatu tim harus hormat menghormati, saling bantu, saling
belajar dan saling ingat mengingatkan. Seorang dokter yang baik tidak
pasien tersebut.
dapat bekerja dengan baik dan tenang. Dokter dalam keadaan sehat
diminimalisir.
229
Dokter sangat menyadari salah satu kewajiban dokter terhadap diri sendiri
Setiap dokter harus mengikuti perkembangan ini baik untuk manfaat diri
atau subspesialisasi.
230
B. Penyelesaian Sengketa Medis Melalui MKDKI
231
MKDKI, menurut Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran :
1. Pasal 55 : (1) Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam
Indonesia; (2) MKDKI di tingkat propinsi dapat dibentuk oleh KKI atas
usul MKDKI.
(1) Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga)
orang dokter gigi dari anggota profesi masing-masing, seorang dokter dan
seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang
sarjana hukum; (2) Untuk dapat diangkat sebagai anggota MKDKI harus
sehat jasmani dan rohani; c. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat
232
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi; g. bagi sarjana
cakap, jujur, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki
organisasi profesi.
gigi yang diajukan; b. menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus
yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu
tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan
233
disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di wilayah provinsi dan
menetapkan sanksi.
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi. Pasal 4 :
kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan b.
menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
kedokteran gigi dan menentukan sanksi yang diajukan di provinsi. Pasal 5 : (1)
234
MKDKI; g. menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi;
tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal
berlaku.
235
Salah satu tugas MKDKI yang tertuang dalam Undang-Undang
Peraturan KKI Nomor 15/KKI/VIII/2006, BAB III Pasal 4 ayat (1) butir b,
menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter
atau dokter gigi, telah dilaksanakan dan sudah menjadi Peraturan K K I Nomor
di Tingkat Provinsi.
Pasal 2 :
(1) Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
pada ayat (1), dapat mengadukan secara lisan kepada MKDKI atau
MKDKI-P.
(3) Dalam hal pengaduan dilakukan secara lisan, Sekretariat MKDKI atau
236
(4) Untuk melengkapi keabsahan pengaduan MKDKI dan MKDKI-P dapat
(5) Untuk melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Ketua
Pasal 3 :
harus memuat :
d. alasan pengaduan;
pada ayat (1) oleh MKDKI atau MKDKI-P dapat diminta kepada yang
mengadukan.
(4) Dalam hal pengaduan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/
237
Konsil Kedokteran Indonesia pengaduan tersebut tidak perlu menyatakan
Pasal 4 :
(1) Pengadu dapat didampingi atau diwakili oleh seorang atau beberapa orang
kuasanya.
(2) Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
Pasal 5 :
(1) Dugaan pelanggaran disiplin yang dapat diadukan kepada MKDKI atau
238
terbentuknya MKDKI tetap diperiksa dan diselesaikan oleh Dinas Provinsi
Kesehatan Provinsi atau Menteri untuk tingkat banding tidak dapat ditarik
Pemeriksa Awal :
Pasal 6 :
(1) MKDKI atau MKDKI-P melakukan pemeriksaan awal atas aduan yang
diterima.
(2) Untuk melakukan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Majelis Pemeriksa Awal pada MKDKI terdiri dari 3 (tiga) orang yang
239
(5) Dalam melaksanakan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
(6) Majelis Pemeriksa Awal pada MKDKI-P terdiri dari 3 (tiga) orang yang
(7) Melakukan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
(8) Bilamana dari hasil pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
organisasi profesi.
(10) Setiap keputusan Majelis Pemeriksa Awal dalam kurun waktu 14 (empat
belas) hari kerja harus disampaikan kepada Ketua MKDKI atau ketua
MKDKI-P.
Pemeriksa Disiplin :
240
Pasal 7 :
sesudah hasil pemeriksa awal diterima dan lengkap dicatat dan benar,
(2) Majelis Pemeriksa Disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
Indonesia.
(3) Untuk hal tertentu dan alasan yang sah dan dibenarkan maka Ketua
Pasal 8 :
(1) Majelis Pemeriksa Disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
(4) Majelis Pemeriksa Disiplin dipilih dari anggota MKDKI dan/atau MKDKI-
P yang salah satunya harus ahli hukum yang bukan tenaga medis.
241
Pasal 9 :
(2) Bilamana tempat tinggal dokter atau dokter gigi yang diadukan jauh, maka
(3) Pemanggilan terhadap dokter atau dokter gigi yang diadukan dianggap sah,
apabila telah menerima surat panggilan yang dibuktikan dengan surat tanda
yang diatur pada ayat (1) maka Ketua MKDKI dapat menangguhkan atas
Pasal 10 :
Pasal 11:
(1) Majelis Pemeriksa Disiplin hanya memeriksa dokter atau dokter gigi
terregistrasi.
242
(2) Majelis Pemeriksa Disiplin tidak melakukan mediasi, rekonsiliasi dan
negosiasi antara dokter atau dokter gigi dengan pasien atau kuasanya.
Pasal 12 :
Penanganan atas tuntutan ganti rugi pasien tidak menjadi kewenangan MKDKI
atau MKDKI-P.
Pasal 13 :
(1) Pemeriksaan dokter atau dokter gigi yang diadukan dilakukan dalam
(2) Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin dipimpin oleh Ketua Majelis Pemeriksa
Pasal 14 :
(1) Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin dihadiri oleh dokter atau dokter gigi
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak hadir dalam persidangan pertama dua kali berturut-turut
dan/atau tidak menanggapi panggilan tanpa alasan yang sah dan tidak dapat
243
meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan setempat atau Ketua Organisasi
(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan tidak dapat hadir dalam
persidangan karena alasan yang sah maka persidangan dapat ditunda oleh
Ketua MKDKI.
(4) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang disebabkan
oleh gangguan kesehatan fisik dan/atau mental lebih dari 30 (tiga puluh)
Pasal 15 :
Pasal 16 :
Disiplin.
(2) Dengan izin Ketua Majelis Pemeriksa Disiplin, dokter atau dokter gigi
dipelajari.
244
Pasal 17 :
(1) Hari dan tanggal Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin berikutnya diputuskan
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang diadukan tidak datang tanpa alasan
yang sah pada Sidang Majelis Pemeriksa Disiplin berikutnya, maka Sidang
(3) Biaya kehadiran dokter atau dokter gigi yang diadukan ditanggung oleh
Pasal 18 :
(1) Apabila proses pemeriksaan sudah selesai dan dianggap cukup, dokter atau
dokter gigi yang diadukan atau pembelanya harus diberi kesempatan untuk
Pasal 19 :
Alat bukti yang dapat diajukan pada persidangan Majelis Pemeriksaan Disiplin
a. surat-surat/dokumen-dokumen tertulis;
245
b. keterangan saksi-saksi;
c. pengakuan teradu;
d. keterangan ahli;
e. barang bukti.
Pasal 20 :
(1) Surat atau dokumen tertulis sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf (a)
adalah surat dan atau dokumen tertulis yang berhubungan dengan tindakan
medis atau rekam medis atau dokumen lain yang dianggap penting.
(2) Surat atau dokumen tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
Pemeriksa Disiplin.
Pasal 21 :
(1) Saksi yang tidak datang setelah dipanggil dan tidak memberikan alasan
atau kebawah sampai derajat kedua dari dokter atau dokter gigi yang
diadukan;
246
b. isteri atau suami dokter atau dokter gigi yang diadukan, meskipun
sudah cerai;
lainnya;
(3) Keterangan saksi sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf b dapat dianggap
sebagai alat bukti, apabila keterangan itu berkenaan dengan hal yang
Pasal 22 :
(1) Apabila saksi tidak bisa berbahasa Indonesia, Ketua Majelis Pemeriksa
kepercayaannya.
Pasal 23 :
(1) Apabila saksi bisu atau tuli dan tidak dapat menulis, Ketua Majelis
bahasa.
247
(2) Sebelum melaksanakan tugasnya juru bahasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau
kepercayaannya.
Pasal 24 :
(1) Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji dihadapan Sidang Majelis
Pemeriksa Disiplin.
(2) Dalam hal saksi yang akan didengar tidak hadir disidang Majelis
Pasal 25 :
sebagai alat bukti apabila pengakuan teradu yang diberikan berupa hal
(2) Pengakuan sebagai dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dihadapan
248
Pasal 26 :
(1) Keterangan ahli sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf d adalah pendapat
khusus.
Disiplin.
(3) Keterangan ahli dapat diajukan/diminta oleh dokter atau dokter gigi yang
(4) Keterangan ahli dapat diajukan atau diminta keterangannya oleh Ketua
Pasal 27 :
249
(3) Pengaduan yang telah diputuskan pada MKDKI atau MKDKI-P tidak dapat
diadukan kembali.
Pasal 28 :
(1) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf (b)
dapat berupa :
dan/atau
(2) Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
a. pendidikan formal;
250
sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3
kolegium terkait.
Pasal 29 :
Pemeriksa Disiplin.
musyawarah.
Pasal 30 :
(2) Keputusan Majelis Pemeriksa Disiplin pada MKDKI dan MKDKI-P adalah
bersifat final.
Pasal 31 :
(1) Apabila dokter atau dokter gigi yang disidangkan atau kuasanya tidak
251
keputusan wajib disampaikan dengan surat secara resmi kepada yang
bersangkutan.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang disidangkan atau kuasanya tidak
(tiga puluh) hari dapat mengajukan keberatan kepada Ketua MKDKI atau
keberatannya.
(3) Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari tidak ada pengajuan keberatan
(4) Terhadap keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pasal 32 :
252
STR dan tanggal diterbitkannya, Nomor SIP dan tanggal diterbitkannya,
tempat tinggal atau tempat praktik dokter atau dokter gigi yang
disidangkan;
diadukan;
e. pertimbangan dan penilaian setiap alat bukti yang diajukan dan hal-hal
(2) Keputusan sidang Majelis Pemeriksa Disiplin ditanda tangani ketua majelis
Pemeriksaan Disiplin.
253
Peraturan K K I Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006, BAB VI Pelaksanaan
Pasal 33 :
(empat belas) hari kerja harus menyampaikan kepada Ketua MKDKI atau
Ketua MKDKI-P.
(2) Ketua MKDKI atau Ketua MKDKI-P dalam 14 (empat belas) hari kerja
Pasal 34 :
atau sekretariat MKDKI-P dan disampaikan kepada dokter atau dokter gigi
yang bersangkutan.
Pasal 35 :
bersangkutan.
254
Pasal 36 :
(2) Tanggal dan hari tanda terima Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebagai bukti bahwa tanggal dan hari tersebut telah dilaksanakan
Pasal 37 :
dilaksanakan.
hari kerja sejak tanggal dan hari diterimanya Keputusan MKDKI atau
Pasal 38 :
255
sekretariat MKDKI atau MKDKI-P kepada Dinas Kesehatan
dilaksanakan.
hari kerja sejak tanggal dan hari diterimanya Keputusan MKDKI atau
Pasal 39 :
256
oleh Konsil Kedokteran Indonesia diteruskan/disampaikan kepada
ayat (1) dibiayai oleh dokter atau dokter gigi yang dikenai sanksi.
tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter atau dokter gigi dalam penerapan
Pelanggaran disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang dilakukan oleh
dokter dan dokter gigi yang terregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia, atau
dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Penugasan dari Departemen
257
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
Penjelasan:
Dalam menjalankan asuhan klinis kepada pasien, dokter atau dokter gigi
Dasar :
Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 22 ayat (1) dokter dan dokter gigi
oleh KKI dan ayat (3) pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud ayat
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang
Penjelasan:
dokter atau dokter gigi wajib menawarkan kepada pasien untuk dirujuk
258
atau dikonsultasikan kepada dokter atau dokter gigi lain atau sarana
2). Keberadaan dokter atau dokter gigi lain atau sarana kesehatan
Dasar :
huruf b merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan
Penjelasan:
b. Dokter atau dokter gigi harus yakin bahwa tenaga kesehatan yang
259
c. Dokter atau dokter gigi, tetap bertanggung jawab atas penatalaksanaan
Dasar :
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 22 ayat (1) dokter
dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai dengan
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan sandar profesi.
Penjelasan:
Praktik (SIP).
260
c. Surat Izin Praktik (SIP) dokter atau dokter gigi pengganti tidak harus
dokter atau dokter gigi pengganti pada saat dokter atau dokter gigi
Dasar :
ayat (1) dokter atau dokter gigi yang berhalangan menyelenggarakan praktik
gigi pengganti; ayat (2) dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai Surat
tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 20 ayat (3)
dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2)
pengganti; ayat (4) dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud
ayat (3) harus dokter dan dokter gigi yang memiliki SIP atau sertifikat
Kompetensi peserta PPDS dan STR dan Pasal 21 ayat (1) dokter dan dokter
261
gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk dokter
dimaksud ayat (1) harus ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang
mudah terlihat.
membahayakan pasien.
Penjelasan:
b. Dokter atau dokter gigi yang mengalami gangguan kesehatan fisik atau
practice).
Kedokteran Indonesia.
262
Dasar :
ayat (3) huruf c memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental.
Penjelasan:
teliti, tepat, hati-hati, etis dan penuh kepedulian dalam hal-hal sebagai
berikut:
penunjang diagnostik.
pasien.
intervensi kedokteran.
263
e. Kesiapan untuk berkonsultasi pada sejawat yang sesuai, bilamana
diperlukan.
Dasar :
ayat (1) dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi dan ayat
menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan dan Pasal 51 huruf a
Penjelasan:
Dasar :
264
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; dan Pasal 52
kedokteran.
Penjelasan:
kesehatan pasien.
yang dilakukan.
265
Dasar :
pendapat dokter atau dokter gigi lain; dan huruf e mendapatkan isi rekam
tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 17 ayat (1)
pasien tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan: ayat (2) tindakan
266
dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-
undangan.
Penjelasan:
b. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter atau dokter gigi
267
d. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan
persetujuan tertulis.
diperlukan persetujuan.
Dasar :
ayat (1) setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
268
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
dan Dokter Gigi Pasal 17 ayat (1) dokter atau dokter gigi dalam
269
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,
profesi.
Penjelasan:
Dasar :
ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan; ayat (3) setiap catatan rekam medis
harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang memberikan
pelayanan atau tindakan; dan Pasal 47 ayat (1) dokumen rekam medis
milik pasien; ayat (2) rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
270
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan
Dokter Gigi Pasal 16 ayat (1) dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis; ayat (2) rekam medis
perundang-undangan.
Penjelasan:
dokter.
Dasar :
dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu; ayat (2) tindakan
271
dilakukan : a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tertentu.
Penjelasan:
sumpah kedokteran dan atau etika kedokteran dan atau tujuan profesi
272
Dasar :
atau keterampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata
Penjelasan:
kedokteran gigi .
Dasar :
ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti
273
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang
ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi; ayat (2)
Penjelasan :
Dasar :
274
Penjelasan:
atau apabila telah ada individu lain yang mau dan mampu
melakukannya atau karena ada ketentuan lain yang telah diatur oleh
Dasar:
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 22 ayat (2) dokter
tanpa alasan yang layak dan sah sebagaimana diatur dalam peraturan
Penjelasan:
275
a. Tugas dokter atau dokter gigi sebagai profesional medik adalah
b. Beberapa alasan yang dibenarkan bagi dokter atau dokter gigi untuk
Dasar :
276
17. Membuka rahasia kedokteran, sebagaimana diatur dalam peraturan
Penjelasan:
pasien atau keluarga, maka dokter atau dokter gigi tersebut harus
Dasar :
ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
277
Penyelenggaraan Praktik Dokter dan Dokter Gigi Pasal 18 ayat (1) dokter
ayat (2) ketentuan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Penjelasan:
a. Sebagai profesional medik, dokter atau dokter gigi harus jujur dan
keterangan palsu.
dokter wajib membaca secara teliti setiap dokumen yang akan ditanda
menyesatkan.
278
Dasar :
Penjelasan:
fisik, mental dan sosial penerima jasa pelayanan kesehatan. Oleh karenanya,
dokter atau dokter gigi tidak dibenarkan turut serta dalam pelaksanaan
Dasar :
2000.
dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang tidak sesuai dengan peraturan
279
Penjelasan:
zat adiktif lainnya sepanjang sesuai dengan indikasi medis dan peraturan
perundang-undangan.
Dasar :
Penjelasan:
Dasar :
Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7 huruf a seorang dokter harus, dalam
dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
Kedokteran Gigi.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
Penjelasan:
280
Dalam melaksanakan hubungan terapeutik dokter-pasien, dokter atau dokter
undangan. Penggunaan gelar dan sebutan lain yang tidak sesuai, dinilai dapat
Dasar :
Penjelasan:
atau dokter gigi lain atau sarana penunjang lain, atau pembuatan
bekerja untuk kepentingan pasien. Oleh karenanya, dokter atau dokter gigi
kesepakatan dengan pihak lain diluar ketentuan etika profesi (kick-back atau
yang bersangkutan.
Dasar :
281
Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 3 dalam melakukan pekerjaan
pelayanan yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar
atau menyesatkan.
Penjelasan:
memenuhi ketentuan umum yakni: sah, patut, jujur, akurat dan dapat
dipercaya.
pelanggaran disiplin.
282
c. Melakukan pengiklanan diri tentang kompetensi atau layanan yang
pelanggaran disiplin.
Dasar :
diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri dan Kode Etik Kedokteran Gigi
Pasal 4.
lainnya.
Penjelasan:
Dasar :
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 29 ayat (3) huruf c memiliki
Surat Ijin Praktik (SIP) dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
Penjelasan:
283
Seorang dokter atau dokter gigi yang diduga memiliki STR dan/atau SIP
dicabut oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan SIP akan dicabut oleh
Dasar :
Penjelasan:
Dokter atau dokter gigi harus jujur dalam menentukan jasa medik sesuai
Dasar :
284
28. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
pelanggaran disiplin.
Penjelasan:
Dalam rangka pemeriksaan terhadap dokter atau dokter gigi yang diadukan
dokumen, dan alat bukti lainnya dari dokter atau dokter gigi yang diadukan
Dasar:
atau MKDKI-P.
Kedokteran :
285
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MKDKI berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 69 ayat
(3) adalah :
dan/atau
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
286
Laporan penelitian yang dilakukan oleh Anwari 292, kasus pengaduan ke
MKDKI dari tahun 2006 sampai 2012, Daerah khusus Ibukota Jakarta adalah
paling banyak 107 aduan, Jawa Barat 26 aduan, Jawa timur 16 aduan, Sumatra
data individu atau responden dari tahun 2006-2012.293 Dari 136 kasus, didapat
pelanggaran disiplin dan 124 responden atau 56,6 % tidak didapatkan adanya
pelanggaran disiplin.
seorang dokter belum tentu hanya melanggar satu butir disiplin kedokteran
292
Anwari, ibid., hlm 342.
293
Anwari, ibid., hlm 364-367.
287
1. Butir 1 melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten : 15
responden.
2. Butir 2 tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain
responden.
pasien : 66 responden.
288
8. Butir 8 tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai
patut : 1 responden.
2 responden.
Berdasarkan pada :
1. Pasal 55 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
289
KKI, ayat (3) MKDKI dalam menjalankan tugasnya bersifat
independen.
2. Peraturan KKI Nomor 15/KKI/Per/VIII/2006 tentang Organisasi
Peradilan Umum295.
294
Widodo Tresno Novianto, Alternaif Model Penyelesaian Sengketa Medik di Luar
Pengadilan Melalui Lembaga Penyelesaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan, 2014, hlm 69.
295
ibid
290
4. Menurut Jimmly Asshiddiqie296, MKDKI berfungsi sebagai
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi telah sesuai dengan
MKDKI.
7. Kasus pengaduan ke MKDKI dari tahun 2006 sampai 2012,
296
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5- 4 - 2016, jam 12 30
wib, Jimlly Asshidiqie, hlm 15.
297
M.Arif Setiawan, Sebagai Ahli dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
disampaikan pada saat uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Oleh Makamah Konstitusi
di Jakarta tanggal 4 September 2014.
291
Jawa Barat 26 aduan, Jawa timur 16 aduan, Sumatra Utara dan
sengketa medis tersebut murni pelanggaran disiplin atau ada kaitanya dengan
dugaan malpraktik dari masyarakat kepada MKDKI selama tujuh tahun (2006 –
2012) sebanyak 183 kasus dan dari tahun ketahun meningkat. Pengaduan
peran dan pembentukan MKDKI Provinsi baru terutama pada provinsi dimana
292
C. Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Peradilan Umum.
293
Pengadilan, menurut UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 18 kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang
agama, lingkungan peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan oleh
pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan yang berada di dalam keempat
terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan disemua
terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang, pada
penjelasan yang dimaksud dengan “ hal atau keadaan tertentu” antara lain
adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan atau adanya kekhilafan atau
peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali. Pasal 25 ayat (1)
294
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan
militer dan peradilan tata usaha negara; ayat (2) peradilan umum sebagaimana
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata pada tingkat pertama. Pasal
pidana dan perkara perdata di tingkat banding; ayat (2) Pengadilan Tinggi juga
atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding
undang mengatakan lain. Arif Setiawan298, pada 20th World Congres on Medical
298
M. Arif Setiawan, 2014, pada 20 th World Congres on Medical law di Bali tanggal 21-24
Agustus 2014, Penyelesaian Sengketa Medik, memetik pelajaran pidana medik dr. Dewa Ayu Sasiary
Prawani dan kawan-kawan.
295
law di Bali tanggal 21-24 Agustus 2014, putusan Makamah Konstitusi terakhir
bebas, artinya bahwa apabila suatu perkara diputus bebas murni oleh
1. Kasus pertama.
1.1. Peristiwanya.
Januari 1979 sekitar jam 17.00 datang ketempat praktik dokter S, untuk
mengeluh tidak kuat menahan sakitnya, merasa mual lalu muntah, lemas
296
kortison 2 cc, lalu diberi minum kopi dan disuntik lagi (ke tiga) dengan
deladril 2 cc.
tekanan darah tidak terukur, denyut nadi kecil dan tidak teratur, dan
tidak terukur, denyut nadi tidak teratur, isi dan tegangan kurang dan nadi
sulit diraba. Reflek cahaya mata tidak ada, akral dingin, pupil lebar.
297
Atas peristiwa tersebut, jaksa mendakwakan yang pada
pasien tanda muntah, diberikan suntikan lagi obat kortison 2 cc. Ketiga
dengan adrenalin ½ cc. Akibat suntikan berturut tadi, karena pasien tidak
yakni :
298
Pada bagian ini, pertimbangan hukum yang penting adalah
sebagai berikut :
mengindahkan/lalai/teledor.
ketertiban masyarakat.
299
dapatan sehingga diperlukan ketelitian dan kewaspadaan
terhadap pasiennya.
300
(dapatan) serta sebagian besar dokter Puskesmas pernah
301
ia terlambat memberikan adrenalin yang semestinya didulukan
geraknya.
Prihadi)
302
12). Anaphilactic shock merupakan salah satu kedaruratan alergi
nafas.
dalam waktu tiga menit. Hal itu, kurang dapat diterima karena
lama.
(causal verband).
303
1). Terdakwa mengakui dan saksi (Tamirah, Imam Suyudi)
parah/tidak kritis.
dalam keadaan :
Pati.
304
suaranya orang sakit keras yang akan menemui ajalnya, dan
setelah saksi Imam Suyudi bisa masuk kamar itu, melihat Ny.
305
6). Dengan demikian ternyata kematian Ny. R karena ketidak
lain.
306
c. Di tempat suntikan terdapat obat-obatan yang telah
amarnya :
307
a. Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang tanggal 19
serba terbatas.
308
2). Dari terdakwa sebagai dokter yang baru berpengalaman kerja
300
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, op., cit., hlm 252.
309
yang serba terbatas sarananya tidak nungkin diharapkan
ditujukan pada akibat, sementara itu perbuatan dan sikap batin kelalaian
301
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, op., cit., hlm 252.
310
suntikan streptomisin yang bukan kelalaian, tetapi justru sengaja. Persoalan
kelalaian dalam kasus ini bukan semata-mata pada upaya atau perbuatan
maksimal sesuai dengan kemampuan yang sewajarnya dan alat yang ada
padanya. Akan tetapi kealpaan pada akibat yang dapat terjadi dari
terhadap obat tersebut. Seperti pada kasus ini, sikap batin kelalaian
streptomisin.
302
Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, op., cit., hlm 258.
311
gejala menuju kematian sudah tampak. Pertimbangan hukum Mahkamah
Pasal 351 KUHP tidak terbukti ada dalam perbuatan terdakwa, sehingga
303
M. Arif Setiawan, Penyelesaian Litigasi Dalam sengketa Medik Dugaan Malpraktik ,
Seminar Mediasi dn Perlindungan Hukum Bagi Dokter, Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta, 17
Desember 2016.
304
https://verdiferdiansyah.wordpress.com/2011/04/12/kasus -dokter-setianingrum, diakses
tanggal 30-8-2016, jam 10 00 wib
312
karenanya terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan yang ditimpakan
tindakan medis terhadap pasien Ny. R sudah sesuai dengan standar profesi
shock. Ini merupakan reaksi alergi (tubuh tidak tahan terhadap obat
313
Tubuh tidak tahan terhadap obat streptomisin oleh
berpendapat, untuk suatu tindakan medis selalu ada risiko tujuan tindakan
tersebut tidak tercapai dan risiko yang demikian itu tidak dapat
pertanggungjawaban.
2. Kasus ke dua.
2.1. Peristiwanya
kira-kira oleh bidan jaga (Guniarti dan sebagai saksi) jam 24.00 pembukaan
dalam keadaan baik-baik saja serta masih dapat berjalan. Jam 04.00
314
tinggi, kemudian bidan melakukan pemecahan ketuban dengan harapan
kepala bayi cepat turun, dan bidan tersebut mengatakan setelah pemecahan
ketuban bayi bisa lahir normal dan bisa juga tidak normal. Jam 07.00 saksi
Manado.
oleh saksi (Demetrius Gomer Tindi) yang saat itu bertugas di UGD sekitar
jam 09.00 sampai jam 10.00 pagi. Saksi memeriksa pasien pembukaan 2
mengatakan kepada saksi bahwa air ketuban sudah pecah di pukesmas, saksi
menyimpulkan bahwa pasien hamil, keadaan baik dan bisa saja bersalin
kamar bersalin. Saksi tidak memasang infuse karena tidak ada intruksi. Saksi
adalah peserta PPDS sejak tahun 2009 sudah mempunyai STR tetapi belum
mempunyai SIP.
IRDO, saksi sebagai bidan jaga memasang infuse sebagai persiapan untuk
pemberian obat. Saksi juga mengatakan bahwa pasien dalam keadaan baik
315
dan bisa berjalan. Pasien dengan terpasang infuse terus dibawa ke kamar
bersalin.
asisten. Menurut saksi bahwa pasien masuk kamar bersalin jam 10.00 pagi
tanggal 10 April 2010 dalam keadaan baik dan terpasang infuse. Saksi
kesakitan. Pasien memutuskan dan minta dioperasi pada jam 16.30 wita.
bagian anestesi.
melahirkan secara normal tetapi sampai dengan jam 17.30 wita belum juga
dilakukan operasi masih menunggu setengah jam lagi tetapi tidak ada
pernah dikonsultasikan kepada saksi pada tanggal 10 April 2010 pukul 20.00
316
dikonsultasikan tekanan darahnya 160/70 termasuk tinggi sehingga berisiko.
Saksi menyetujui untuk dilakukan operasi dan tentang risiko operasi supaya
kurang maka berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 512 tahun 2007
pemberian obat bius (pelemas otot, anti sakit, obat tidur) dengan cara
-sa mayat dari orang yang bernama Siska Makatey pada tanggal 13 April
penyebab kematian korban karena di dalam bilik jantung ada udara masuk
dan kasus ini jarang terjadi, kemungkinan terjadi pelebaran pembuluh darah
karena adanya reaksi tubuh pasien dan adanya reaksi tersebut bisa
Saksi mengatakan kejadian yang jarang terjadi dalam kondisi pasien secara
317
umum tidak bisa diantisipasi. Saksi juga mengatakan bahwa infuse sangat
perkara ini ahli berpendapat udara yang masuk ke jantung korban adalah
mengatakan bahwa emboli atau masuknya udara dalam jantung korban bisa
karena melalui infuse dan juga bisa melalui plasenta, tetapi kalau udara
masuk jantung karena pembuluh balik yang terpotong saat operasi hal itu
korban bukan kelalaian dari operator. Bahwa khusus dalam perkara ini pada
saat irisan pertama keluar darah agak kehitam-hitaman dari pasien berarti
harus memiliki 3 (tiga) hal yaitu ilmu, keterampilan serta mental atau moral
keterampilan serta moral atau mental buktinya adalah anak korban selamat.
Saksi Prof. Dr. Reggy Lefran, Sp JP (K) bahwa dalam operasi cito
318
kemungkinan yaitu pertama adanya hubungan langsung udara dengan
pembuluh darah dan ke dua adanya perbedaan tekanan udara dalam tubuh
dan diluar tubuh pasien. Masuknya udara dalam tubuh pasien tidak bisa
diprediksi sebelumnya.
Prosedur (SOP) dan SOP adalah sebagai pedoman bagi seorang dokter untuk
sebaik-baiknya. Saksi juga berpendapat bahwa risiko medis selalu ada dalam
tindakan medis.
korban Siska Makatey. Pada saat sebelum operasi cito sectio sesaria
319
kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk
termasuk kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi cito
sectio sesaria tersebut dilakukan pada diri korban. Para terdakwa diduga
lalai sebelum melakukan operasi cito sectio sesaria terhadap diri korban
sebelum operasi 160/70 dan saat operasi denyut nadi 180/ menit dan terjadi
tetapi para terdakwa tidak mempunyai Surat Izn Praktik (SIP) kedokteran.
dilakukan oleh para terdakwa terhadap diri korban, para terdakwa harus
320
memiliki SIP kedokteran. Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan
diserahkan oleh dr. Hendy Siagian (terdakwa III) untuk ditandatangani oleh
korban tersebut berbeda dengan tanda tangan yang berada di dalam Kartu
No. Lab. 509/DTF/2011 menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska
Makatey alias Julia Fransiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda
diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Simanjutak dan terdakwa III dr. Hendy Siagian, tidak terbukti secara
321
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam
martabatnya.
Hakim adalah bersesuaian satu dengan yang lainya tentang hal bahwa
kematian yang dapat terjadi terhadap diri korban jika operasi cito
322
Berdasarkan saksi-saksi Prof. dr. Nayoan Nan Warouw., :
tidak harus ada persetujuan. dr. Johanis F. Mallo., SH., Spt., DFM. :
dan tidak perlu persetujuan pasien atau keluarga dan pengertian kata
segera tidak ada batasan. dr. Nurhadi Saleh,. Sp OG. : operasi cito
tidak mutlak ada penjelasan kepada pasien karena sifatnya segera dan
tindakan yang tidak sesuai dengan SOP. Kasus malpraktik itu terjadi
323
Prof. dr. Nayoan Nan Warouw, menyampaikan bahwa
dan ternyata anak dari korban selamat dan kematian korban (Siska
terdakwa.
324
pasien in cassu korban (Siska Makatey) sehingga dengan demikian
2007 atas permohonan dr. Anny J.S Tandyaril Sarwono, Sp. A.,SH.
325
Indonesia Tahun 1945; menyatakan Pasal 75 ayat (1) dan Pasal 76
tersebut.
326
Menjadi pertanyaan Majelis Hakim, apakah surat persetuju
April 2010 sudah dapat dikatakan surat tersebut adalah palsu setelah
terlihat tanda tangan korban (siska Makatey) yang ada dalam surat
yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Askes ?
327
palsu atau memalsukan surat tidak terpenuhi menurut hukum maka
Menyatakan para terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I) dr.
Hendry Simanjuntak (terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (terdakwa III)
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Mejatuhkan pidana terhadap para terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani
(terdakwa I) dr. Hendry Simanjuntak (terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian
bulan.
328
yaitu berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 yang telah
329
terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infuse, dan dapat
Simanjuntak, dan III. dr. Hendy Siagian, tidak terbukti secara sah dan
Kesatu Subdair, atau dakwaan Kedua atau dakwaan Ketiga Primair, Ketiga
Hendry Simanjuntak, dan III. dr. Hendy Siagian oleh karena itu dari semua
330
kedudukan dan harkat serta martabatnya. Memerintahkan agar Para
1. Pertimbangan dari Judex Facti telah tepat dan benar bahwa terjadinya
tidak bertentangan dengan SOP dan dalam operasi cito (darurat) tidak
331
2. Menimbang bahwa terhadap dakwaan Kedua atau dakwaan Ketiga
Primair dan Subsiair pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan benar,
Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian, tidak
sempurnanya penyidikan :
307
M.Arif Setiawan, PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK, memetik pelajaran pidana
medik dari kasus dokter Ayu Sp OG dan kawan-kawan disampaikan dalam 20 th World Congress on
Medical Law, Bali 21- 24 Agustus 2014.
332
Intensif di Rumah Sakit, sehingga penggantian dokter anastesi oleh
tahun 2007 Pasal 1 ayat (1) Dokter dan dokter gigi dapat memberikan
Lengkong secara tertulis atau masih secara lisan adalah belum jelas.
kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak terdapat dokter dan dokter gigi
atau lisan adalah tidak diperbolehkan oleh PerMenKes No. 512 tahun
2007 tersebut.
sengketa medis antara dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry
333
Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian dengan Siska Makatey dan
izin lisan dan kemudian harus dicatat dalam rekam medis dan diparaf;
2. Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi tetapi ada dokter umum
334
secara lisan harus segera ditulis didalam rekam medis dan harus
diparaf.
335
-honan memperoleh SIP bagi dokter atau dokter gigi yang menjadi
dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki SIP untuk melakukan
terdakwa sebagai peserta PPDS yaitu dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani,
mempunyai SIP.
terdakwa dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjuntak dan
336
dr. Hendy Siagian belum bisa dikatakan pembiaran terhadap pasien
karena menurut saksi dr. Helmi (peserta PPDS) yang pada saat itu
melahirkan secara normal tetapi sampai jam 17.30 wita belum juga
Arif Setiawan tersebut, bahkan penulis berpendapat masih ada dua hal yang
sangat penting justru tidak dilihat maupun didalami oleh para penyidik dan
1. Sesuai hasil Visum Et Repertum dari rumah sakit umum Prof. Dr.
April 2010. Udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban,
masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban
masih hidup. Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi
pada pemberian cairan obat-obatan atau infuse, dan dapat terjadi akibat
337
2. Terdakwa I, mengatakan bahwa pada sayatan pertama keluar darah
tersebut diakui juga oleh saksi Anita Lengkong dan dr. Lalenoh.
terdakwa I. Saksi dr. Murhady Saleh Sp OG dan dr. Recky Wilar, SpA
kekurangan oksigen.
338
BAB V
339
A. Diperlukan Peradilan Khusus Profesi
digolongkan Lex Specialis bukan Lex Generalis. Kalau muatan hukum kesehatan
terjadi perkara hukum, perkara hukum tersebut disebut perkara hukum yang
beliau mengatakan tidak gampang menilai tindakan medis yang dilakukan oleh
seorang dokter. Butuh orang yang benar-benar mengerti bidang itu. Itulah alasan
308
Yovita Ari Mangesti, Perlindungan Hukum Berparadigma Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradap Pada Riset dan Pemanfaatan Human Stem Ceel (Sel Punca Manusia) Di Bidang Kesehatan,
2015, hlm 4.
309
Bambang Poernomo, Hukum Kesehatan (Yogyakarta : Aditya Media, tanpa tahun), hlm 28
310
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5 - 4 - 2016, jam 12 30
wib, Jimlly Asshidiqie, hlm 10.
311
C:\User\SPI\Document\Politik Indonesia- wawancara -Nova Riyanti Yusuf-Perlu Peradilan
Khusus Kesehatan.html, diakses tanggal 27-8-2016, jam 10 15 wib.
340
dari beliau dan kalangan Dewan Perwakilan Rakyat lain mewacanakan
seorang hakim dapat memutuskan profesi yang spesifik. Sedangkan antar dokter
yang sudah berbeda spesialisasinya dan situasi kerjanya saja tidak bisa menjadi
KUHP) karena menyebabkan matinya orang lain. Padahal situasinya dokter itu
hanya membantu.
umum yang selama ini ditempuh tidak dapat memuaskan pihak pasien, karena
putusan hakim dianggap tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien. Hal ini
disebabkan sulitnya pasien atau Jaksa Penuntut Umum maupun hakim untuk
312
http://www. Kompasiana.com/wangfufen/sengketa-dokter-pasien,diakses 27-8-2016,jam 10
45wib, Erfen Gustiawan Suwangto.
313
C:\User\SPI\Document\Politik Indonesia- wawancara -Nova Riyanti Yusuf-Perlu Peradilan
Khusus Keshatan.html, diakses tanggal 27-8-2016, jam 10 15 wib.
314
M. Nasser, Sengketa Medis Dalam Pelayanan Kesehatan, Disampaikan pada Annual
Scientific Meeting UGM-Yogyakarta, Lustrum FK UGM, 3 Maret 2011, hlm 3-4.
341
Seringkali pasien selalu berpendapat bahwa kerugian yang diderita oleh
pasien adalah disebabkan oleh kesalahan yang diperbuat dokter, padahal untuk
yang mudah. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi kerugian yang harus
Pelajaran Perkara Pidana Medis dr Ayu dan kawan-kawan disampaikan dalam 20th
World Congres on Medical Law, Bali 21-24 Agustus 2014 menyampaikan bahwa
ada “Pertanyaan penting yang pernah diajukan oleh Hakim Agung Prof. Dr. Gayus
Lumbun dalam seminar dimana ide mengenai perlunya restorasi hukum pidana
medik perlu didukung namun dari sisi mana kita melakukannya” ? Karena bisa
jadi penyebabnya juga karena faktor kurangnya pemahaman aparatur hukum baik
Pada kesempatan yang lain, pada saat uji materi Undang-Undang Nomor
tidak mudah bagi orang awam di bidang kedokteran, termasuk penegak hukum
seperti hakim yang sudah dibekali asas ius curia novit sekalipun, untuk
315
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Bandung, Mandar Maju, 2001, hlm 27.
316
M.Arif Setiawan, PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK, memetik pelajaran pidana medik
dari kasus dokter Ayu Sp OG dan kawan-kawan disampaikan dalam 20th World Congress on Medical
Law, Bali 21- 24 Agustus 2014.
317
M.Arif Setiawan, Sebagai Ahli dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
disampaikan pada saat uji materi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Oleh Makamah Konstitusi
di Jakarta tanggal 4 September 2014.
342
membedakan tindakan profesi kedokteran yang masuk dalam kategori malpraktik
atau risiko medis. Bahwa risiko medis ada pada setiap tindakan medis dengan
Pada diskusi yang penulis lakukan dengan para narasumber sesuai dengan
yang disyaratkan sebagai sumber data menurut Andi Prastowo adalah seseorang
yang dianggap memiliki informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
khusus profesi.
Pada saat diskusi, ada nara sumber ( antara lain dokter spesialis pernah
menjadi ketua komite medik dan sekarang menjadi anggota komite etik dan
hukum serta dokter yang menjadi anggota MKEK IDI cabang kota Yogyakarta)
yang berpendapat hampir sama dengan yang disampaikan oleh Gayus Lumbun
(restorasi hukum pidana medik perlu didukung namun dari sisi mana kita
pemahaman aparatur hukum baik polisi maupun jaksa dalam memproses kasus
hukum medik). Apabila ada dugaan sengketa medis dilaporkan kepada penyidik,
kemudian penyidik melakukan penyidikan dan justru penyidik inilah yang perlu
medis serta prosedur proses tindakan medis yang dilakukan oleh dokter baik di
rumah sakit maupun pada saat praktik mandiri. Harapannya bahwa para penyidik
343
kepolisian memahami persoalan-persoalan proses yang terjadi didalam pelayanan
medis dan tindakan medis yang dilakukan oleh dokter. Apabila ada laporan dugaan
terjadinya sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau keluarga kepada
dan tindakan medis. Jika didalam proses penyidikan ternyata penyidik kepolisian
memang betul terjadi dan merugikan masyarakat maka penyidikan akan diteruskan
atau apabila dugaan sengketa medis tersebut tidak benar maka penyidikan akan
Penulis berpendapat bahwa orang mencari keadilan itu tidak hanya terbatas atau
berhenti sampai kepada kepolisian saja, tetapi sangat mungkin sampai kepada
pada Pengadilan Negeri saja tetapi pihak yang belum puas dengan putusan
344
Pengadilan Tinggi ataupun bahkan sampai mengajukan kasasi dan peninjauan
sama dengan yang disampaikan oleh Bambang Poernomo bahwa muatan hukum
kesehatan bersifat khusus dan spesifik maka dapat digolongkan Lex Specialis
bukan Lex Generalis. Muatan hukum kesehatan adalah bersifat khusus dan
spesifik para narasumber berpendapat kalau ada perkara hukum antara dokter
dengan pasien dan atau keluarga, maka perkara hukum tersebut disebut perkara
perkara hukum pada umumnya sesuai dengan yang disampaikan oleh Jimly
Asshiddiqie.
wadah khusus untuk menyelesaiakan perkara hukum bersifat khusus dan spesifik
tersebut.
oleh sebuah Makamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya.
Pasal 25 ayat (1) badan peradilan yang berada di bawah Makamah Agung meliputi
345
badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer dan peradilan tata usaha negara. Pasal 27 ayat (1) memungkinkan bahwa
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada
2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum, Pasal 8 ayat (1) di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan
kedokteran penulis akan mencoba melihat dari sisi lain apakah dalam
menyelesaikan sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau keluarga
pelanggaran etika maupun pelanggaran disiplin, ada yang dapat dikaitkan dengan
penyelesaian sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau keluarga
346
MKEK sebagai lembaga yang menetapkan putusan dan sanksi etik
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi ada 128
dari 219 responden atau 58,44 %. Dokter dalam melayani pasien tidak
318
Anwari, ibid., hlm 362.
347
standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien
melaksanakan pelayanan medis tidak sesuai dengan standar profesi dan pasien
tersebut tidak menjadi lebih baik dibanding sebelum dilakukan tindakan medis
maka penulis setuju dengan penelitian Anwari, bahwa dokter tersebut bisa
juga dikategorikan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan Pasal 360 KUHP.
Dimana Pasal 360 KUHP tersebut berbunyi barang siapa karena kesalahannya
menyebabkan orang lain luka berat atau luka sedemikian, sehingga berakibat
sesuai dengan standar profesi dan pasien tersebut tidak menjadi lebih baik
bahkan meninggal dunia dokter tersebut bisa diancam pidana dengan pasal
lain, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau kurungan paling
319
Anwari, ibid., hlm 364.
348
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi ada 10 dari 219 responden atau
diperlukan oleh pasien atau tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien.
kebutuhan pasien dan butir 23, menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 49 ayat (1) setiap
dokter atau dokter gigi dalam melaksanan praktik kedokteran atau kedokteran
gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya; Pasal 51 huruf
keadaan tersebut diatas pasien dan atau keluarga tidak mengetahui bahwa
349
kepentingannya dirugikan, padahal kalau pasien dan atau keluarga mengetahui
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (3) tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak
kesehatan dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP, barang siapa dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya adalah 3 dari 219
keterangan apapun kepada pasien harus berdasarkan apa yang dilihat atau
320
Anwari, ibid., hlm 365.
350
dikeluarkan oleh dokter tersebut tidak berdasarkan hasil pemeriksaan, maka
ayat (1) KUHP seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan
palsu tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam
kepercayaan pasien, didapat 115 dari 219 responden atau 52,51 %. Sebelum
dan atau keluarga yang akan dilakukan, dokter tidak boleh melarang pasien
dan atau keluarga mencari second opinion, dokter tidak boleh melakukan
tindakan medis diluar kebutuhan medis pasien, dokter tidak boleh memaksa
321
Anwari, ibid., hlm 366.
351
disamping melanggar Pasal 52 juga dapat dinggap melanggar Pasal 45
setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Dokter
darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang
atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas
melakukan dengan ijin keluarganya segera untuk dirujuk. Apabila dokter tidak
322
Anwari, ibid., hlm 367.
352
mau menolong pasien gawat darurat dan kebetulan pasien tersebut terjadi
kecacatan atau terus meninggal dunia maka dokter tersebut bisa dianggap
melakukan kelalaian, dokter tersebut dapat diancam dengan Pasal 359 dan
terhadap pasien gawat darurat, dokter tersebut dapat diancam dengan Pasal
atau pemeliharaan kepada orang lain itu, diancam dengan pidana penjara
pelayanan kesehatan harus dalam keadaan sehat dan penelitian yang dilakukan
pelayanan medis kurang sehat. Padahal yang diharapkan oleh Surat Keputusan
dengan baik dan tenang. Dokter dalam keadaan sehat diharapkan dapat
323
Anwari, ibid., hlm 369.
353
melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga sesuatu yang tidak diharapkan
pelayanan medis bisa saja sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, dokter
tersebut dapat dikatakan melanggar etik dan apabila pelayanan medis hasilnya
dalam penyelenggaraan praktik kedokteran, menurut penulis ada dua hal yang
354
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi. MKDKI tidak mempunyai
tersebut bahwa terjadinya pelanggaran hukum itu biasanya juga didahului oleh
Dari 136 kasus yang terjadi terdapat 57 kasus yang berkaitan dengan
hukum berdasarkan individu dokter atau responden adalah 66 dari 219 atau
pelanggaran hukum.
324
Anwari, ibid., hlm 369-373.
355
2. Pasal 40 ayat (1) dokter atau dokter gigi yang berhalangan
atau menunjuk dokter atau dokter gigi pengganti; ayat (2) dokter atau
dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dokter
3. Pasal 41 ayat (1) dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin
dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran; ayat (2)
dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin praktik untuk
responden.
5. Pasal 75 ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja
6. Pasal 76 setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
356
dimaksud dalam pasal 36 didenda paling banyak Rp 100.000.000,-
atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), setiap
dokter atau dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak memasang papan
(KUH PERDATA) :
responden.
357
2. Pasal 1336 setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian
3. Pasal 1337 seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang
responden.
(KUHP) :
1. Pasal 204 ayat (2) jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang
baik dengan lisan atau tulisan, olehnya sendiri maupun oleh kuasanya
yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
3. Pasal 263 tentang keterangan yang tidak benar atau pemalsuan surat : 1
responden.
358
baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi kehidupan,
lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
7. Pasal 378 barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
325
M.Arif Setiawan, Sebagai Dosen dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan Pidana,
Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
359
Penulis mendukung pendapat yang disampaikan oleh Yovita Ari
yang dilakukan oleh MKEK dan disiplin kedokteran yang dilakukan oleh
dugaan adanya sengketa tersebut ditemukan adanya kerugian pihak pasien dan
atau keluarga.
Sengketa medis yang terjadi antara dokter dengan pasien dan atau
keluarga bisa karena disebabkan permasalahan etika saja atau displin saja atau
penegak hukum.
kemungkinan terjadi sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau
betul ada pelanggaran etika yang dilakukan dokter terlapor maka MKEK akan
360
MKDKI akan melakukan penelahan dan dilanjutkan dengan pemeriksaan
kemungkinan terjadi sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau
kewenangannya.
sanksi yang diberikan oleh MKEK atau MKDKI sebetulnya secara moral
sudah cukup berat. Sanksi oleh MKEK adalah penasehatan, peringatan lisan,
sebagai anggota IDI, sampai dengan pencabutan keanggotaan IDI. Sanksi oleh
361
MKDKI adalah pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan Surat
Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik (sementara atau tetap), kewajiban
menganggap apabila ada dugaan sengketa medis antara pasien dan atau
melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan
362
a. Kasus dr. Setyaningrum.
Tengah No. 203/1981/Pid/PT. Smg, ada dua dampak yaitu pertama adalah
dampak positif dan kedua adalah dampak negatif. 326 Walaupun Putusan
Juni 1984 dalam amar putusan yang pada pokoknya sebagai berikut : a.
terdakwa dr. S binti Swk atas dakwaan yang didakwakan kepadanya tidak
326
C:\User\SPI\Document\Dampak Kasus Dokter Setyaningrum – Verdi’s Blog. html, diakses
tanggal 30-8-2016, jam 10 00 wib.
363
itu perlu untuk membatasi sejauh mana kewenangan dokter. Fungsi
pelayanan kesehatan.
tidak harus seluruh dokter baik spesialis maupun yang bukan spesialis
Apalagi ketakutan itu juga melanda para dokter spesialis maka kerugian
hanya diatur dengan aturan internal saja, apabila terjadi sengketa antara
adalah kebal hukum. Padahal hasil penelitian yang dilakukan Anwari dan
364
kemudian terjadi sengketa medis dengan pasien dan atau keluarga
ada yang dapat dikaitkan dengan hukum baik pidana maupun perdata.
penulis bahwa walaupun perlu waktu lama dari tahun 1980 hukum
masyarakat, tetapi paling tidak sudah ada regulasi yang mengatur tentang
tersebut mengatur secara rinci hak dan kewajiban pasien dan dokter.
a. Kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr. Hendry Simanjutak dan dr. Hendy
Siagian.
para terdakwa : dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani (terdakwa I) dr. Hendry
Simanjuntak (terdakwa II) dan dr. Hendy Siagian (terdakwa III) telah
365
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Prawani (terdakwa I) dr. Hendry Simanjuntak (terdakwa II) dan dr. Hendy
(sepuluh) bulan.
terjadi mogok kerja oleh dokter spesialis Obstetri dan Gynekologi seluruh
Indonesia dan saat itu Pengurus Besar IDI dan Pengurus Persatuan Ahli
dan bayi baru lahir diperkirakan akan meningkat. Kejadian tersebut baru
melihat akibat dokter yang lain pada saat melakukan demontrasi damai
366
medis antara dokter dengan pasien dan atau keluarga kurang memahami
tentang persoalan medis yang sangat spesifik dan khusus. Beberapa ahli
hukum kesehatan antara lain Bambang Poernomo serta ahli hukum yang
nara sumber pada 20th World Congress on Medical Law, Bali 21- 24
medis baik melalui MKEK dan atau MKDKI walaupun sudah dinyatakan
367
B. Membangun Model Peradilan Khusus Profesi
1.1. Singapura
konvensional. Ada dua keuntungan utama dari model mediasi, pertama adalah
memeriksa sistem pelatihan dokter pada kedua strata pendidikan dokter (Strata
publik dengan memastikan bahwa mereka disamping telah diberi izin praktik,
368
Bila proses mediasi gagal mencapai kesepakatan, dilakukan jalur
Agung.329
1.2. Thailand
Dalam praktik kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang
sangat luas, yang sering tumpang tindih pada suatu issue tertentu, dan bahkan
aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, hal ini
disebabkan banyak norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum atau
etik semata-mata, tetapi ada juga merupakan pelanggaran etik dan sekaligus
atas suatu tindakan atau kelalaian dari penyedia layanan kesehatan dimana
369
dan menyebabkan cidera atau kematian orang, termasuk kekeliruan dalam
terjadi.
salah dan diatur dalam Bab 420 Civil and Commercial Code (hukum sipil dan
komersial), dan harus dilaporkan dalam waktu satu tahun dari tanggal kejadian
diketahui korban.
Thailand (diatur dalam section 288-305 of the Thai Penal Code), sebagai
Section 291 :
Section 300 :
Tindakan lalai yang menyebabkan kerugian fisik berat, penjara tidak lebih
dari tiga tahun dan atau denda tidak lebih dari 6.000 Baht.
332
ibid
333
ibid
370
Kerugian fisik berat yaitu : menyebabkan tuli atau kebutaan; memotong
tangan, kaki, jari kaki, jari tangan, atau organ lainnya; kerusakan wajah
yang parah selama lebih dari 20 hari atau tidak dapat mengikuti kegiatan
Section 390 :
Tindakan lalai yang menyebabkan kerugian fisik atau mental, penjara tidak
lebih dari satu bulan dan atau denda tidak lebih dari 1.000 baht.
1.3. Philippina
Physician to Their Patient), seksi 2 adalah dokter harus bebas untuk memilih
dokter, tetapi pekerja kesehatan lainnya juga hingga enam sampai dua belas
334
Code of Ethics of the Philipine Medical Association.
371
tahun penjara, pencabutan izin praktik, dan denda mulai dari setengah juta
kongres tersebut pada Bab 10 adalah mewajibkan kepada dokter dan dokter
antara lain :
profesional.
335
Medical Malpractice, Departement of Health Philippines, Juny 15, 2011.
336
S. R. Osmena, Thirteenth Congress of the Republic of the Philippines, First Regular
Session, 2011.
372
dengan tujuan untuk mendapatkan bagian tubuh orang
tersebut.
praktisi medis.
berpaktik medis.
berpaktik medis.
kedokterannya.
373
medis dan denda bervariasi hingga 500.000 Pesos atau
1.000.000 Pesos.
1.4. Belanda
Di Belanda terdapat badan yang melakukan pengawasan terhadap
disipliner dan badan tersebut dinamakan “Tuchtrecht“ yang terbagi dalam dua
model yaitu337 :
sarjana hukum.
sebagai berikut :
337
Soetrisno, op.cit., hlm 33-36.
374
2). Merusak kepercayaan terhadap lingkungan medis.
KNMG.
1. Peringatan (waarschuwing);
2. Teguran (berisping),
peradilan.
375
berlaku bagi dokter, dokter gigi, ahli kebidanan, apoteker, perawat dan
empat anggota lainnya diangkat setiap kali untuk jangka waktu enam
ahli kebidanan,
376
3. Jika yang diadukan adalah seorang dokter gigi, maka
pasien.
377
hal-hal khusus yang dinyatakan tertutup oleh ketua sidang. Adapun
pada peraturan (geen maatregel), pihak yang diadukan (dokter, dokter gigi, ahli
sarjana hukum dimana susunan dan tugasnya sama dengan Regionale College.
Pihak yang diadukan (dokter, dokter gigi, ahli kebidanan, apoteker, perawat dan
fisioterapis) dapat mengajukan banding atas semua putusan dari college tingkat
pertama seperti halnya yang berlaku bagi inspektur yang mewakili kepentingan
umum. Keputusan Central merupakan putusan akhir dari kasus kesehatan yang
keputusan mengenai denda, skorsing atau pencabutan hak harus diajukan pada
peradilan umum, dalam hal ini pada Pengadilan Tinggi dimana Regionale
378
Dalam pelaksanaan pengadilan disiplin (Tuchtcollege) banyak
tidak melebihi dari pencabutan izin praktik. Hal ini sulit dimengerti
pengaduan (kurang lebih 500 kasus per tahun) serta dalam beberapa
339
Soetrisno , ibid. , hlm 36.
379
4. Sebagian besar pengaduan dinyatakan tidak berdasar sehingga
disipliner.
Belanda ini menetapkan adanya denda baik Intern Medisch Tuchtrecht maupun
pencabutan hak harus diajukan pada peradilan umum. Kekurangan pada model
ini adalah persidangan dilakukan secara tertutup, semua kasus sengketa medik
1.5. China
340
Widodo Tresno Novianto, op.cit., hlm 286.
380
Departemen Kesehatan Cina melaporkan ada 9831 sengketa medis
pada tahun 2006, dimana 5.519 tenaga medis merupakan penyebabnya dan
terjadi kerugian harta benda mencapai 200 juta Yuan.341 The Supreme People
hampir 17.000 klaim dugaan malpraktik di tahun 2010 dan meningkat 7,6 %
dibanding Tahun 2009.342 Faktor penyebab adanya konflik antara dokter dan
berbeda :
rumah sakit kota dan pedesaan terutama rumah sakit milik pemerintah.
341
Historical Rates for the Chinese Yuan Renminbi, Federal Reserve,
http://www.federalreserve. gov/releases/h10/hist/dat00.ch.htm , dalam Benjamin L. Liebman,
Malpractice Mobs : Medical Dispute Resolution in China, Columbia Law Review , Vol 113 , hlm
183.
342
Supreme People’s Court Statistics ( 2011) , dalam Benyamin L. Liebman , Malpractice
Mobs: Medical Dispute Resolution In China , Columbia Law Review , Vol 113 , hlm 185-186.
381
4. Liputan medis tentang sengketa medis mendorong protes dari pasien.343
tingkat bawah (basic level) yang berada di kabupaten / kota dan pengadilan
dilengkapi dengan Dewan Tinjauan Medis yang dibentuk oleh profesi medis
terhadap ada tidaknya, besar kecilnya tingkat kesalahan medis dan pengadilan
bahwa penggugat / pasien dapat juga menuntut di bawah hukum gugatan biasa
343
Ibid.
344
Ibid.
382
berarti bahwa penggugat dapat menentukan kemana kasus ini mau diajukan.
peraturan dan menolak untuk menerima kasus yang tidak diteliti oleh Dewan
medis lokal , dan tinjauan tersebut dibuat oleh dokter lokal dengan
383
yang melanggar hukum, peraturan administrasi, peraturan standar yang
kecelakaan medis :
serius.
sistem dua jalur (inspeksi medis dan yudisial) akan digabung menjadi satu.
asosiasi medis lokal atau organisasi inspeksi yudisial. 347 Namun Sampai
sekarang interpretasi ini belum diadopsi secara resmi sehingga peraturan baru
ini tetap belum jelas dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa medis di China.
384
Widodo Tresno Novianto berpendapat, berdasarkan uraian tersebut di atas
1.6.Jepang
tahun 2000, jumlah kasus malpraktik medis adalah 674 sedangkan 1.107 kasus
malpraktik medis yang dilaporkan pada tahun 2004, ini merupakan puncak
kasus malpraktik medis dari tahun 1974 sampai dengan tahun 2010 jumlah
alasan apabila ada keluhan dari pasien atau keluarga, penyedia pelayanan medis
348
Widodo Tresno Novianto, op.cit., hlm 301.
349
Robert B Leflar, 2012 , The Law of medical misadventure in Japan symposium on medical
malpractice and compensation in global perspective : part II, Chicago – Kent College of Law, Ilinois
Institue of Technology , hlm. 82-109
385
Bagan 6 : Kasus malpraktik medis yang dituntut perdata di pengadilan
meningkat dari tahun 1976 sampai 2007 di Jepang.
(Source: Supreme Court of Japan, Administrative Office.)350
mengacu pada proses dan teknik pemecahan sengketa yang berada di luar
ini351 :
350
Robert B Leflar, The Regulation of Medical Malpractice in Japan , Clinical Orthopaedics
and Related Research Medical Malpractice in Japan, Volume 467, number 2, 2009, hlm 445.
351
Toshimi Nakanishi, New Communication Model in Medical Dispute Resolution in Japan,
Yamagata Medical Journal, volume 31, number 1, 2013, hlm 3.
386
Bagan 7 : Metode Penyelesaian Sengketa Dalam Mediasi Medis
ketiga yang netral untuk memfasilitasi dialog para pihak yang bersengketa,
karena itu sering juga disebut model mediasi fasilitatif. Arbitrase, hakim
merupakan pihak ketiga yang netral dan dapat membuat keputusan dan ada
medis, dimana kedua belah pihak mengakui adanya efek samping tindakan medis
387
Toshimi Nakanishi352 menyarankan bahwa, proses pembicaraan in-house
bertindak sebagai posisi pihak ketiga yang netral disengketa, mendorong dialog
U.S. (University of
Japan France U.K.
Michigan)
1. Complaint
Manager
Medical dialogue Hospital
2. PALS
Professional mediator mediator 1. Risk Manager
(Patient
title In-house medical (mediator 2. Patient Advocate
Advice &
mediator hôspital)
Liaison
Service)
Personnel Medical staff, Medical Medical staff, 1. Medical staff
352
Toshimi Nakanishi, ibid. , hlm 4.
353
Toshimi Nakanishi , ibid. , hlm 2.
388
Administrative
Administrative
involved staff, Welfare staff
staff 2. Administrative staff
staff
Techniques from
all models used
Japanese in-house
(outside
medical mediation Techniques
Is a mediation MichiganUniversity,
model used Yes from all
model used? each state and
(currently, increa- models used
hospital uses
sengly)
mediators from third-
party organizations)
Mediation must be
combined with other
Appoint-
Legal Appointment duties (varies among
Remuneration ment of
requirements of mediators states in the case of
mediators
mediation by third-party
organizations)
mediator internal rumah sakit, dan orang-orang yang terlibat adalah staf medis,
remunerasi. Perancis menggunakan mediator rumah sakit yaitu staf medis dan
layanan humas, personal yang terlibat yaitu staf medis dan staf administrasi,
Amerika, pertama menggunakan manejer resiko dan kedua bisa saja anjuran dari
pasien, personal yang terlibat staf medis dan staf administrasi, semua model
389
mediasi digunakan, setiap negara bagian dan rumah sakit menggunakan mediator
pihak ketiga.
Dalam proses penyelesaian sengketa medis di Jepang lebih
mengutamakan dengan cara mediasi oleh pihak ketiga dan arbitrase.354 Dalam
mediasi banyak diperlukan dialog. Proses dialog dalam mediasi ini berguna
untuk mengurangi ketegangan emosi, marah, cemas dan rasa bersalah dengan
psikologis untuk membangun kembali hubungan yang baik antara dokter dan
House Mediasi tidak membuat evaluasi tentang masalah sengketa medis atau
356
Wada Y, 2001, dalam Widodo Tresno Novianto, op.cit., hlm 290-291.
390
a. Penerimaan emosi dari para pihak.
Pada awal proses pasien dan/atau keluarga serta penyedia jasa / dokter
sebanyak-banyaknya.
c. Membangun kembali hubungan baik.
Membangun kembali hubungan baik antara kedua belah pihak dengan
391
dan pendapat / ide kedua belah pihak. Dalam banyak kasus pasien dan
tidak dapat diterapkan bahwa : (1) keterlibatan mediator medis ditolak oleh
salah satu pihak; (2) salah satu pihak memiliki masalah kesehatan mental
rumit dan rentan terhadap penundaan, belum lagi sulitnya pasien untuk
357
Widodo Tresno Novianto, op.cit., hlm 291-292.
358
Puteri Nemie Jahn Kassim and Khadijah Mehd Najid , Medical Negligence Disputes in
Malaysia : Resolving through Hazards of Litigation or trough Community responsibility ? , Worl
Academy of Science, Engineering and Technology International Journal of Social, Behavioral,
Educational, Economic, Business and Industrial Engineering, Vol: 7, No: 6, 2013, hlm 1758.
392
mendapatkan bukti-bukti yang diperlukan dalam mengajukan gugatan. Dalam
yang sangat panjang, minimum 15 tahun dan bahkan bisa sampai 25 tahun dari
lagi. Sistem kompensasi no fault di dukung oleh asuransi sosial dengan batas
dan pasien, dan mempercepat proses serta mengurangi biaya hukum yang
dikeluarkan melalui litigasi. Lebih penting lagi akan dapat mengatasi budaya
kesalahan / kelalaian tenaga medis, karena sistem ini siapa saja yang dirugikan
359
Ibid, hlm 1760.
360
Hassan El Menyawi , 2002, Public tort liability; An alternative to tort liability and no
fault compensation, Murdoch University Electronic Journal of Law , vol 9 , no 4 , hlm 4-17.
361
L.N. Klar, Tort and No Fault , Health Law Review, dalam Puteri Nemie Jahn Kassim and
Khadijah Mehd Najid , Medical Negligence Disputes in Malaysia : Resolving through Hazards of
Litigation or trough Community responsibility, hlm 1761.
393
dalam suatu tindakan medis harus menerima kompensasi terlepas dari penyebab
kesalahan orang lain atau dirugikan tidak disebabkan oleh siapapun. Dalam
sistem ini hak mereka akan tergantung semata-mata pada kenyataan bahwa
pada sifat cidera dan jumlah yang akan diberikan melalui kriteria dalam skema
kompensasi no fault.
Keuntungan dari penggunaan sistem kompensasi no fault ini antara lain
digunakan dalam mengejar klaim gugatan dalam sistem litigasi / fault. Sistem
kompensasi no fault menawarkan akses yang lebih besar terhadap keadilan bagi
mendapatkan ganti rugi yang sesuai. Di sisi lain sistem ini memungkinkan
kriteria kompensasi, tingkat penghargaan dan konteks sosial dan kebutuhan ini
362
T. Douglas, Medical Injury Compensation : Beyond No Fault , Medical Law
Review ,dalam Puteri Nemie Jahn Kassim and Khadijah Mehd Najid , Medical Negligence Disputes in
Malaysia : Resolving through Hazards of Litigation or trough Community responsibility, hlm 1761-
1762.
363
Marie Bismark dan Ron Paterson, 2006 , No Fault Compesation in New Zealand :
Harmonising Injury Compensation , Provider Accountability and Patient Safety , Health Affairs , vol
25, no 1, hlm 278-283.
394
Baru tidak dikenakan biaya administrasi besar, sistem ini sangat cost effective
menawarkan ganti rugi yang cepat bagi korban / pasien dan biaya administrasi
tort.
Hambatan utama dalam menerapkan skema kompensasi no fault adalah
memenuhi syarat untuk mendapatkan kompensasi tiap tahun. Masa depan jumlah
orang yang mencari kompensasi no fault akan lebih besar daripada jumlah yang
dapat menuntut melalui gugatan litigasi. Apabila banyak orang yang tercakup
dalam sistem kompensasi maka tingkat manfaat alami akan berkurang, sehingga
persyaratan yang diperlukan untuk membuktikan sebab akibat. Pada sisi lain
kompensasi penuh untuk semua orang, karena hal itu secara finansial akan mahal
dan semakin banyak orang yang tercakup dalam sistem berarti tingkat manfaat
364
Puteri Nemie bt. Jahn Kassim, 2004 , Medical negligence litigation in Malaysia , Whither
should we travel ? Journal of the Malaysian Bar, Vol XXXIII, No.1, hlm. 14-25 .
395
bagi semua korban akan berkurang. Sistem no fault tidak secara otomatis
menjadi kunci untuk menjamin ganti rugi yang diinginkan pasien yang dirugikan,
disediakan.365
Kelemahan lain dari sistem kompensasi no fault ini tidak adanya
penjelasan kongkrit apa yang menyebabkan kerugian dan mengapa hal tersebut
untuk memastikan bahwa kesalahan / kelalaian adalah tindakan yang keliru dan
tidak akan terjadi lagi di masa depan. Tidak adanya alasan untuk menghukum
dokter karena tidak ada bukti bahwa dokter telah memberikan pelayanan di
kepada pasien.
Pembatasan akses ke pengadilan / litigasi dalam kompensasi no fault
dapat berpotensi melanggar hukum hak asasi manusia, karena konsep keadilan
dalam sistem berbasis fault adalah menuntut pelaku tindakan yang merugikan
menderita sebagai akibat langsung dari tindakan itu. Hal ini dapat dilihat bahwa
efek rasa tanggung jawab untuk tindakan seseorang pada orang lain dan perasaan
365
H. Witcomb , 1991, No Fault compensation , New Law Journal, dalam Widodo Tresno
Novianto, op. cit., hlm 295.
396
bahwa seseorang memiliki duty of care terhadap sesama warga negara adalah
kecelakaan medis, tidak adanya penataan hubungan baik antara dokter dan pasien
perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,
2009, ayat (1) pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana
366
R. Mahoney, 1995 , Trouble in paradise : “ New Zealand ’s Accident Compensation
Scheme “ in SM Mc Lean (edit), Law Reform and Medical Injury Litigation , dalam Widodo Tresno
Novianto, op. cit., hlm 295.
367
Widodo Tresno Novianto, op.cit., hlm 296.
397
dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain, pada
penjelesannya ketentuan ini hanya berlaku bagi pengadilan tingkat pertama; ayat
(2) dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan telah selesai, putusan
Umum pada Pasal 2 adalah salah satu pelaksana Kekuasaan Kehakiman bagi
No. 49 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang
peradilan umum; angka 2, Hakim adalah hakim pada pengadilan negeri dan hakim
tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan
yang berada dibawah Makamah Agung yang diatur dalam undang-undang; angka
6, Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Pasal 3 ayat (1) Kekuasaan Kehakiman di
398
Pengadilan Tinggi dan ayat (2) Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan
kesehatan bersifat khusus dan spesifik maka dapat digolongkan Lex Specialis
bukan Lex Generalis. Apabila terjadi sengketa medis antara dokter dengan pasien
dan atau keluarga maka perkara hukum tersebut disebut perkara hukum yang
hukum pada umumnya sesuai dengan yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie.
pendapat tersebut.
tersebut, juga berpendapat bahwa apabila ada sengketa medis antara dokter dengan
pasien dan atau keluarga, kemudian sengketa tersebut sampai kepada penegak
tindakan medis. Sangat tidak bijaksana apabila hakim akan menyidangkan sesuatu
masalah dan hakim tersebut tidak menpunyai pengetahuan tentang masalah yang
akan diselesaikan.
7 (tujuh) tahun (2006 – 2013), dari tahun ketahun selalu meningkat baik jumlah
dokter serta jenis pelayanan medis yang dilaporkan maupun sebaran tempat dokter
399
melakukan kegiatan profesinya. Apalagi kasus sengketa medis antara dokter
dengan pasien dan atau keluarga yang sudah diselesaikan melalui MKEK maupun
MKDKI ada yang dapat dikaitkan dengan regulasi yang mengatur praktik dokter
dan KUHP serta KUHPerdata. Walaupun tidak ada kewajiban MKEK maupun
hukum (melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang
dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan, sesuai dengan Pasal 66 ayat
para pakar hukum kesehatan atau pemerhati hukum kesehatan bahwa hasil
selama ini ditempuh tidak dapat memuaskan pihak pasien, karena putusan hakim
dianggap tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien. Keadaan ini disebabkan
sulitnya pasien atau Jaksa Penuntut Umum maupun hakim untuk membuktikan
400
pengetahuan mereka mengenai permasalahan-permasalahan teknis sekitar
pelayannan medis.
pasien dan atau keluarga oleh peradilan umum diperlukan hakim ad hoc. Menurut
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
Umum, ayat (1) di lingkungan peradilan umum dapat dibentuk pengadilan khusus
yang diatur dengan undang-undang; ayat (2) pada pengadilan khusus dapat
diangkat hakim ad hoc untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara, yang
membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu; ayat (3) ketentuan mengenai syarat dan tatacara pengangkatan dan
undangan.
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim pengadilan, seseorang harus memenuhi
401
c. Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang
d. Sarjana hukum;
tidak tercela;
(1) Untuk dapat diangkat sebagai hakim ad hoc seseorang harus memenuhi
huruf e, dan huruf h. Artinya bahwa hakim ad hoc tidak harus seorang
sarjana hukum, tidak harus lulus pendidikan hakim, dan tidak harus
berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 40
402
(empat puluh) tahun, tetapi harus mempunyai keahlian dan pengalaman
ayat (2).
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dapat
menetukan lain.
(3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pasal 78 ayat (1) Hakim
pengadilan perikanan terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc; ayat (2)
susunan majelis hakim terdiri atas 2 (dua) hakim ad hoc dan 1 (satu) hakim
karier ; ayat (3) Hakim karier sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
403
Pasal 63 ayat (1) hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial diangkat dengan
Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 78, baik
tentang Perikanan, hakim ad hoc adalah seseorang yang berasal dari lingkungan
harus seorang sarjana hukum, tidak harus lulus pendidikan hakim, sesuai Pasal
Indutrial Pasal 64 untuk dapat diangkat menjadi hakim ad hoc pada Pengadilan
Hubungan Industrial dan hakim ad hoc pada Mahkamah Agung, harus memenuhi
Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
sehat sesuai dengan keterangan dokter; f. berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan
404
hakim ad hoc pada Mahkamah Agung syarat pendidikan sarjana hukum; h.
pada Pengadilan Khusus Profesi Kedokteran adalah seseorang yang berasal dari
lingkungan kedokteran atau kedokteran gigi, antara lain berasal dari perguruan
berpendidikan minimal strata 2 (dua) hukum kesehatan, antara lain dari pengurus
Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan ayat (3) untuk pertama kali pengadilan
405
Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan keputusan Presiden harus
setempat.
aduan, misalnya Daerah khusus Ibukota Jakarta adalah paling banyak 107 aduan,
dan beberapa Provinsi antara lain Jawa Barat 26 aduan, Jawa timur 16 aduan,
tentang Perikanan hakim ad hoc tidak secara eksplisit dijelaskan boleh atau tidak
hakim ad hoc dari profesi dokter atau dokter gigi, karena profesi tersebut secara
406
langsung diperlukan rumah sakit maupun masyarakat, menurut hemat penulis
boleh adanya rangkap jabatan, begitu juga yang dari Masyarakat Hukum
hukum kesehatan. Kalau tidak ada kasus yang perlu diselesaikan aktifitas sehari-
hari adalah sebagai profesi dokter atau dokter gigi, untuk melakukan pelayanan
medis kepada masyarakat begitu juga yang dari MHKI maupun perguruan tinggi
di bidang hukum tetap melakukan aktifitas sesuai dengan profesinya. Jika ada
kemudian baru diberikan uang kehormatan dan hak-hak lainnya sesuai dengan
Perikanan, ayat (1) Hakim Ad Hoc berhak mendapat uang kehormatan dan
hak-hak lainnya. Mengenai uang kehormatan dan hak-hak lainya dapat juga
Tunjangan dan Hak-Hak Lainya bagi hakim ad hoc pada Pengadilan Hubungan
tingkat Pertama sebesar Rp 5.500.000,- (lima juta lima ratus rupiah); butir b
Indonesia Nomor 5 tahun 2013 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Ad
407
Hoc, pada Pengadilan Hubungan Industrial Tingkat Pertama Rp 17.500.000,-
(tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah), Kasasi Rp 32.500.000,- (tiga puluh dua
juta lima ratus ribu rupiah), pada Peradilan Perikanan besaran yang diterima
Peradilan Khusus Profesi Kedokteran dimana hakimnya adalah hakim karier dan
hakim ad hoc. Susunan majelis hakim terdiri atas 2 (dua) hakim ad hoc dan 1
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri paling sedikit 5 (lima) orang dari
unsur serikat pekerja/serikat buruh dan 5 (lima) orang dari unsur pengusaha.
Berdasarkan batasan pengadilan dan hakim yang terdapat pada UU No. 49 Tahun
2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan
408
sumber daya, Provinsi lebih banyak daripada Kabupaten/Kota. Hakim ad hoc
(dua) dari lingkungan kedokteran dan 2 (dua) lingkungan kedokteran gigi serta
sengketa medis tersebut salah satu dari yang bersengketa mengajukan banding ke
Agung, hakim ad hoc diangkat dari hakim ad hoc Pengadilan Tinggi diluar
409
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
sebagai berikut :
Peradilan Umum tidak semuanya dapat memuaskan pasien dan atau keluarga
maupun dokter.
ini ditempuh tidak semuanya dapat memuaskan pihak pasien dan atau
keluarga maupun dokter serta pengurus IDI, karena putusan hakim dianggap
tidak memenuhi rasa keadilan pihak pasien dan atau keluarga maupun dokter
serta pengurus IDI. Keadaan ini disebabkan sulitnya pasien dan atau
kesalahan dokter. Apabila terjadi sengketa medis antara dokter dengan pasien
dan atau keluarga maka perkara hukum tersebut disebut perkara hukum yang
410
hukum pada umumnya. Kesulitan yang lain dikarenakan minimnya
teknis sekitar pelayannan medis dan tindakan medis yang dilakukan oleh
dokter.
nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 25 ayat (1) badan
peradilan tata usaha negara. Pasal 27 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
Regulasi yang lain adalah Pasal 8 UU No. 49 Tahun 2009 tentang perubahan
kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, ayat (1) di
memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu
411
lingkungan badan peradilan yang berada dibawah Makamah Agung yang
spesifik maka dapat digolongkan Lex Specialis bukan Lex Generalis. Apabila
terjadi sengketa medis antara dokter dengan pasien dan atau keluarga maka
medis yang dilakukan oleh dokter, sehingga diperlukan hakim ad hoc yang
No. 49 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum, ayat (2) pada pengadilan khusus dapat diangkat
412
membutuhkan keahlian dan pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu; ayat (3) ketentuan mengenai syarat dan tatacara
perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum ayat (6)
Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian
Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum, Pasal 1 ayat (6). Hakim ad hoc, pada Peradilan Khusus
Indonesia.
B. Saran
413
Ada beberapa saran yang penulis berikan berkenaan dengan hasil kajian
414
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
415
Abdul Azis Dahlan et.al., 1996, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 2 PT Ichtiar
Baru Van Hoeve : Jakarta.
Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis), PT Gunung Agung Tbk, Jakarta.
Achmad Ali , 2009 , Menguak Teori Hukum ( Legal Theory) dan Teori
Peradilan ( Judicial prudence), Kencana Prenada Media Group , Jakarta.
Ahmad Azhar Basyir, 2000, Negara dan Pemerintahan dalam Islam, UII
Press, Yogyakarta.
A. Madjedi Hasan, 2009, Kontrak Minyak dan Gas Bumi Berazas Keadilan
dan Kepastian Hukum, Fikahati Aneska, Jakarta.
416
Ari Yunanto dan Helmi, 2009, Hukum Pidana Malpraktik Medik, Penerbit
Andi, Yogjakarta.
Bagir Manan, 2004, Hukum Positif Indonesia (Satu Kajian Teoritik), FH UII
Press, Yogyakarta.
Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, 8th Edition, Thomsom West
Publishing Co., St Paul, Amerika Serikat.
417
Fatimah Achyar, Kata Pengantar, Selintas Tentang Undang-Undang
Peradilan Tata Usaha Negara, 1989, Jakarta, Makamah Agung Reublik
Indonesia Direktur Tata Usaha Negara.
------------, 2004, Hukum Medik ( Medical Law), Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh oleh
Rasisul Muttaqiem, 2011, Nusa Media, Bandung.
Hasanuddin AF, et. al., 2004, Pengantar Ilmu Hukum, PT Pustaka Al Husna
Baru, Jakarta.
418
----------------------------------,1998, Hukum Kedokteran (Studi tentang
Hubungan Hukum dan Dokter), Citra Adytia Bakti, Bandung.
Indriyanto Seno Aji, 2001, Arah Sistem Peradilan Pidana, Kantor Pengacara
dan Konsultan Hukum “ Prof. Umar Seno Aji, S.H & Rekan, Jakarta.
Kadri Husin dan Budi Rizki Husin, 2016, Sistem Peradilan Pidana di
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, 1993,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
419
Mason & Mc.Call Smith, 1987, Law and Medical, Second edition ,
Butterworths , London.
420
Safitri Haryani, 2005, Sengketa Medik (alternative Penyelesaian Perselisihan
Antara Dokter Dengan Pasien), Diadit Media, Jakarta.
Sayyid Qutb, 1984, Keadilan sosial dalam Islam, dalam John J. Donohue dan
John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan, Terjemahan Machnun
Husein,CV Rajawali, Jakarta.
Simorangkir et. al., 2004, Kamus Hukum, cetakan kedelapan, Sinar Grafika,
Jakarta.
421
-------------------------, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan , Remadja Karya,
Bandung.
422
Yahya Harahap, 1997, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan
Penyelesaian Sengketa, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Yusuf Hanafiah dan Amri Amir, 1999, Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
423
Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia.
424
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
11999 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
425
Keputusan Menteri Kesehatan No. 779/MenKes/SKN.1.II/2008 tentang
Standar Pelayanan Anestesi dan Reanimasi.
Azwar. A., 1992, Menjaga Mutu Pelayanan Rawat Jalan, Majalah Kesehatan
Masyarakat, Th XX no. 4.
426
Bambang Tri Bawono, 2011, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Upaya
Penanggulangan Malpraktik Profesi Dokter, Jurnal Hukum, Volume
XXV, Nomor1.
M. Arif Setiawan, Sebagai Ahli dalam Ilmu Hukum dan Sistem Peradilan
Pidana, disampaikan pada saat uji materi Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 Oleh Makamah Konstitusi di Jakarta tanggal 4 September
2014.
427
M. Arif Setiawan, Penyelesaian Litigasi Dalam sengketa Medik Dugaan
Malpraktik, Seminar Mediasi dn Perlindungan Hukum Bagi Dokter,
Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta, 17 Desember 2016.
Moh. Mahfud MD, Makamah Konstitusi dalam Bingkai Hukum Progresif dan
Keadilan Substantif, bahan disampaikan dalam diskusi di Surabaya, 13
Februari 2010.
Pan Mohamad Faiz, April 2009, Teori Keadilan John Rawls, Konstitusi, Edisi
Nomor 1, Volume 6.
Puteri Nemie Jahn Kassim and Khadijah Mehd Najid, 2013, Medical
Negligence Disputes in Malaysia : Resolving through Hazards of
Litigation or trough Community responsibility ? , Worl Academy of
Science, Engineering and Technology International Journal of Social,
Behavioral, Educational, Economic, Business and Industrial Engineering
Vol:7, No:6.
428
Puteri Nemie bt. Jahn Kassim, 2004, Medical negligence litigation in
Malaysia , Whither should we travel ? Journal of the Malaysian Bar, Vol
XXXIII, No.1
Ambo Asse, 2010, Konsep Adil dalam Al-Qur’an, Jurnal Al Risalah Volume
10 Nomor 2.
D. Internet
http://sudiknoartikel.blogspot.com/2008/03/sistem-peradilan-di-
indonesia,html
http://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2015/04/09/322913. Sebaran
dokter masih tidak merata. Kamis, 12 November 2015, jam 14. 20.
429
https : // id.wikipedia.org/wiki/pengadilan khusus, diakses tanggal 5 - 4 -
2016, jam 12 30 wib, Jimlly Asshidiqie.
https://verdiferdiansyah.wordpress.com/2011/04/12/kasus-dokter
setianingrum, diakses tanggal 30-8-2016, jam 10 00 wib
www.makalah-makalah.com/2016/05/cara-menentukan-sumber-data.html,
diakses tanggal 17-10-2016,jam10 00 wib.
Library.walisongo.ac.id/digilib/fiels/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-erlinhamid-
1369 - bab2-410-8pdf,diakses tanggal 21-10-2016,jam 10 00 wib.
430
makalahkomplit.bolgspot.co.id/2012/08/ pengertian-keadilan-substantif. html,
diakses tanggal 24-10-2016, jam 12 00 wib.
dhitamenulis.blogspot.co.id/2011/03/hubungan-sebab-akibat-teori kasualitas.
html ,diakses tanggal 11-11-2016, jam 10 15 wib.
http://po-box2000.blogspot.co.id.2011/04/proses-pembentukan-rancanagan-
undang.html, diakses tanggal 5 April 2018, jam 10.30 WIB.
http://prasko17.blogspot.com/2013/04/pengertian-sengketa-umum-dan-
sengketa.html, diakses tgl 1Agustus 20018, jam 11. 45 WIB.
431
RIWAYAT HIDUP PROMOVENDUS
432
g. 2004 - 2005 : Kepala Bidang Pelayanan Medik, RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta
h. 2005 - 2010 : Direktur Umum dan Operasional, RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta
i. 2005 - 2013 : Ketua Dewan Pertimbangan Medis PT Askes
Regional VI Jawa Tengah (untuk DIY dan Ex
Karisidenan Kedu dan Surakarta )
j. 2007 - Sekarang : Pengajar Center for Bioethics and Medical
Humanities FK UGM
k. 2008 - Sekarang : Pengajar Magister Hukum Kesehatan Fakultas
Hukum UGM
l. 2009 - Sekarang : Pengajar PPDS 2 Konsultan Obsos FK UGM dan
FK UNHAS
m. 2011 - Sekarang : Pengajar Pelatihan Mediasi Sekolah Pasca
Sarjana UGM
n. 2012 - 2015 : Ketua Komite Etik dan Hukum RSUP Dr.
Sardjito, Yogyakarta
o. 2013 - Sekarang : Pengajar Magister Hukum Kesehatan Fakultas
Hukum UII
p. 2013 - Sekarang : Ketua PERHATI Cabang DIY - Jateng Selatan
q. 2013 - Sekarang : Kepala Satuan Pengawas Internal RSUP Dr.
Sadjito, Yogyakarta
r. 2014 - Sekarang : Dewan Pengawas RSUD Sleman, DIY
s. 2014 - Sekarang : Pembina Yayasan Dr.YAP PRAWIROHUSODO
Yogyakarta
13. Pelatihan
a. Desember 2003 : Studi Banding Pengembangan Pelayanan Medis -
Singapura
b. Agustus 2005 : Pelatihan Case Mix DRG – Kuala Lumpur,
Malaysia
c. Juli 2007 : Studi Banding Pengembangan Pelayanan
Pneumatic Tube, Singapura dan Malaysia
433
434
435