Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA KEPERAWATAN
“Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik”

Dosen Pengampu :

Ns. Grace CS, M.Kep., Sp.Kep.Mat

DISUSUN OLEH :
ISABELLA P07220119127

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN KELAS BALIKPAPAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN

2020

a
Kata Pengantar

Puji dan Syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik .

Makalah ini disusun dan dikemas dari berbagai sumber sehingga


memungkinkan untuk dijadikan referensi maupun acuan. Besar harapan
makalah ini dapat memberikan konstribusi besar terhadap pemahaman
tentang Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik .

Makalah ini berisikan tentang latar belakang, rumusan


masalah,juga tujuan yang nantinya diharapkan makalah ini memberikan
informasi kepada kita semua tentang Informed Consent Dalam Transaksi
Terapeutik. Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir
kata, saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi saya khususnya dan bagi pembaca semuanya,
semoga Tuhan senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin

Balikpapan, 26 Maret 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
Latar Belakang 3
Rumusan
Masalah....................................................................................................................
........4
Tujuan 4
BAB II PEMBAHASAN 5
Pengertian Informed Consent 5
Pengertian Transaksi Terapeutik 5

Hubungan Informed Consent dan Transaksi Terapeutik 6

Peranan Informed Consent Permasalahan yang Mungkin Muncul 8

Syarat Informed Consent 8

Bentuk Informed Consent 9

BAB III
PENUTUP.................................................................................................. ...................
........12

Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu modal untuk berlangsungnya
kehidupan manusia. Produktivitas dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh
kondisi kesehatan orang tersebut. Kesehatan memberikan pengaruh dalam
semua sektor kehidupan. Sebagai contoh dalam suatu kegiatan ekonomi jika
seorang pegawai pabrik rokok dalam kondisi kesehatan yang baik, maka dia
akan dapat memberikan hasil sebanyak 500 linting rokok, namun jika dalam
kondisi kesehatan yang tidak baik, maka produktivitas orang tersebut akan
menurun. Demikian juga dalam sektor pendidikan seseorang dengan kondisi
kesehatan yang baik dapat menerima pelajaran jauh lebih baik, daripada dia
berada dalam kondisi sakit. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa
kesehatan memberikan pengaruh yang besar sekaligus penunjang dalam
sektor-sektor kehidupan manusia.
Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari kesehatan
fisik semata. Kesehatan seseorang bersifat menyeluruh, yaitu kesehatan
jasmani dan rohani. Kesehatan juga merupakan salah satu faktor penentu
tingkat kesejahteraan seseorang. Hal tersebut di atas dapat kita lihat pada
Undang-undang Dasar 1945 amandemen Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi:
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”.
Bunyi pasal tersebut di atas dapat kita ambil pengertian, bahwa
kesejahteraan merupakan salah satu dari hak asasi manusia, yang mana
mencakup pula hak seseorang dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Upaya dalam memperoleh pelayanan kesehatan bertujuan untuk mendapatkan
kualitas kesehatan yang baik dan layak, di mana semakin tingginya kualitas
kesehatan seseorang, maka semakin mendekati pada tingkat kesejahteraan
yang layak.
Hubungan antara perawat dan pasien merupakan hubungan yang
mempunyai kedudukan khusus. Yaitu perawat sebagai Health Provider (pihak
yang memberikan pelayanan kesehatan) dan pasien sebagai Health Receiver
(pihak yang menerima pelayanan kesehatan). Relasi antara perawat dan
pasien pada dasarnya merupakan hubungan kontraktual. Hubungan tersebut
dimulai sejak perawat menyatakan kesediaannya baik secara lisan (oral
statement) atau secara tersirat (implied statement) yang menunjukkan sikap
atau tindakan yang menunjukkan kesediaan perawat. Sikap atau tindakan
3
yang dapat menyimpulkan kesediaan seperti misalnya menerima pendaftaran,
memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam mediknya dan
sebagainya. Hubungan kontraktual antara perawat dan pasien dinamakan
kontrak terapeutik.
Kontrak terapeutik menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak pihak
yang terikat didalamnya, yaitu perawat dan pasien. Hal tersebut menunjukkan
adanya perikatan sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata, tentang
perikatan yang lahir karena perjanjian. Hak dan kewajiban perawat dan
pasien menimbulkan prestasi dan kontraprestasi yang wajib dipenuhi oleh
masing-masing pihak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu informed consent?
2. Apa itu transaksi terapeutik?
3. Apa hubungan informed consent dan transaksi terapeutik?
4. Apa peran dari informed consent?
5. Apa syarat dari infomed consent?
6. Apa saja bentuk dari informed consent?
C. Tujuan
Tujuan makalah ini dibuat adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang informed
consnet dalam transaksi terapeutik
2. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian informed consent
3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian transaksi terapeutik
4. Agar mahasiswa mengetahui hubungan informed consent dan transaksi
terapeutik
5. Agar mahasiswa mengetahui peranan informed consent permasalahan
yang mungkin muncul
6. Agar mahasiswa mampu menjelaskan bentuk informed consent

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Informed Consent


Pengertian Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
klien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien tersebut. Informed
consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien.
Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas
layanan yang ditawarkan pihak lain. Definisi operasionalnya adalah suatu
pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau
walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya.
Thereshold elements, elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap
sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi
consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini
diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi
manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum,
dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi
yang penuh.
Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan
tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa,
sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan.
Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah
menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah
apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan
membuat keputusan menjadi terganggu.

B. Pengertian Transaksi Terapeutik


Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan yaitu hubungan timbal
balik antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah
terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam bidang pengobatan. Ini tidak
sama dengan therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang

5
terjadi antara dokter dengan pasien bukan bidang pengobatan saja tetapi lebih
luas, mencakup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif
maka persetujuan ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi terapeutik.
Dalam bidang pengobatan, para dokter dan masyarakat menyadari
bahwa tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan akan selalu
berhasil sesuai dengan diinginkan pasien / keluarga. Yang dapat diberikan
dokter adalah upaya maksimal. Hubungan dokter dengan pasien ini dalam
perjanjian hukum perdata termasuk kategori perikatan berdasarkan daya
upaya / usaha maksimal (inspanningsverbintenis). Ini berbeda dengan ikatan
yang termasuk kategori perikatan yang berdasarkan hasil kerja
(resultaatsverbintenis).

C. Hubungan Informed Consent dan Transaksi Terapeutik


Hubungan yang terjadi antara tim medis dengan pasien secara umum
dianggap sebagai suatu jenis kontrak. Sebuah kontrak adalah kesepakatan
antara dua orang atau lebih, dimana kedua belah pihak membuat perjanjian
untuk masing-masing pihak, menurut istilah hukum, memberikan
prestasinya. Masalah perjanjian diatur dalam hukum perdata.
Hukum perdata yang termuat dalam kitab undang-undang hukum
perdata (KUH Perdata) yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek
yang telah mulai diberlakukan sejak tahun 1847. Walaupun falsafah dan
materinya sudah banyak yang tidak sesuai lagi dengan zaman, namun masih
juga ada dasar-dasar pokok yang terdapat di bidang hukum perjanjian yang
masih dapat di pergunakan.
Sebagaimana diketahui Burgerlijk Wetboek memperoleh akarnya dari
kode-kode civil. Dapat dikatakan bahwa dasar-dasar pokok kode civil masih
berlaku secara universal, baik di Negara continental maupun Negara Anglo
Saxon dengan pengaruhnya sehingga ada kesamaannya.
1. Subjek-subjek kontrak terapeutik
Adalah masalah yang terletak di bidang hukum perdata. Kontrak
terapeutik dapat di golongkan ke dalam kelompok kontrak atau
perjanjian. Namun hal ini tidaklah berarti bahwa kontak terapeutik ini
sama sekali tidak ada hubungannya dengan hukum pidana. Karena
bisa saja pasien atau keluaga yang merasa dirugikan oleh suatu
tindakan medik (gross negligence), menuntut dokternya berdasarkan
KUHP pasal 359 tentang kelalaian yang menyebabkan kematian. Atau
berdasarkan KUHP pasal 360 karena menyebabkan pasien sampai
cacat tubuh berat (Zwaarlichamelijk letse). Dalam konteks ini hanya
dibahas segi perdatanya, yaitu yang ada sangkut pautnya dengan
informed consent yang merupakan syarat diambilnya suatu tindakan
medic.

6
Pengaturan subyek subyek dari suatu perjanjian pada umumnya,
kontrak teraupetik khususnya, diatur didalam KUH perdata. Hal ini
membawa akibat, bahwa sah tidaknya suatu perjanjian (kontrak
terapeutik) harus diuji dan memenuhi syarat syarat yang ditentukan
didalam KUH perdata pasal 1320 dan seterusnya. Namun jika ditinjau
secara yuridis, maka yang dapat menjadi subyek hukum dalam lalu
lintas hukum termasuk juga mengadakan kontrak terapeutik, hanya
ada dua bentuk yaitu :
a. Perorangan (naturjilk person)
Setiap orang yang sudah dewasa (21 tahun), atau yang sudah
menikah sebelumnya berhak untuk membuat perjanjian,
termasuk suatu kontrak terapeutik. Mereka yang dibawah
pengampunan (under curatele) harus diwakili oleh walinya.
b. Badan Hukum (rechtspersoon)
Badan-badan yang sudah diberikan izin untuk
menyelenggarakan pemberian pelayanan kesehatan dengan
mendirikan rumah sakit , seperti : pemerintah, ABRI, yayasan
yang sudah ada pengakuan sebagai badan hukum, PT, atau
badan hukum lainnya. Selain harus dipenuhi persyaratan
formal dan menyediakan peralatan tertentu, kepada badan-
badan hukum yang hendak mendirikan rumah sakit diharuskan
mengadakan suatu unit gawat darurat.
Di dalam suatu kontrak terapeutik yuridis terdapat 2 (dua) kelompok subjek
yang dinamakan :
1. Pemberi pelayanan kesehatan
Umumnya yang diartikan sebagai pemberi kelayanan kesahatan
adalah semua tenaga kesehatan (tenaga medis, paramedis, perawatan dan
tenaga kesehatan lainnya) yang terlibat secara langsung dalam pemberian
jasa perawatan dan pengobatan (cure and care). Termasuk juga sarana-
sarana kesehatan seperti rumah sakit, rumah bersalin, klinik-klinik serta
badan atau kelompok lain yang memberi jasa tersebut.
2. Penerima pelayanan kesehatan
Setiap orang yang dating kerumah sakit untuk menjalani prosuder
tindakan medic tertentu, lazim disebut sebagai “pasien”, walaupun ia
sebenarnya atau mungkin dia tidak sakit dalam arti umum, atas dasar
penafsiran itu maka dapat dibedakan antara pasien dalam arti yang benar-
benar sakit sehingga secara yuridis ada perjanjian terapeutik dengan tim
medis atau rumah sakit.

7
Kesehatan merupakan salah satu modal untuk berlangsungnya kehidupan
manusia. Produktivitas dan aktifitas seseorang dipengaruhi oleh kondisi
kesehatan orang tersebut. Kesehatan memberikan pengaruh dalam semua
faktor kehidpan. Sebagai contoh dalam suatu kegiatan ekonomi jika seorang
pegawai pabrik rokok dalam kondisi kesehatan yang baik, maka dia akan
dapat memberikan hasil sebanyak 500 linting rokok, namun jika dalam
kondisi kesehaan yang tidak baik maka produktivitas orang tersebut akan
menurun. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari
kesehatan fisik semata kesehatan seseorang bersifat menyeluruh, yaitu
kesehatan jasmani dan rohani.

D. Peranan Informed Consent Permasalahan yang Mungkin


Muncul
1. Penolakan tindakan dapat dilakukan dengan atau keluarga terdekat
setelah mendapat penjelasan pernyataan .
2. Persetujuan yang dibatalkan
3. Pemberian persetujuan tindakan tidak menghapus tanggung gugat
4. Kelalaian dalam melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian

E. Syarat Informed Consent


 Syarat sah informed consent
Meskipun hanya selembar kertas tetapi Iembar Informed consent
yang telah ditandatangani dapat dijadikan bukti di pengadilan apabila
terjadi tuntutan hukum di kemudian hari. Sehubungan dengan itu, salah
satu cara yang dilakukan untuk melindungikepentingan dokter terhadap
tuntutan pasien, maka di dalam bentuk informed consent secara tertulis
dicantumkan syarat bahwa dokter tidak akan dituntut di kemudian hari.
Syarat yang dimaksud adalah pasien menyadari sepenuhnya atas segala
resiko tindakan medik yang akan dilakukan dokter, dan jika dalam
tindakan medik itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka pasien
tidak akan mengadakan tuntutan apapun ke pengadilan di kemudian hari
9. Seiring dengan perkembangan informed consent, kelengkapan berkas
administrasi rumah sakit semakin disediakan seperti: Surat Pernyataan
Persetujuan Pengobatan, Surat Pernyataan Persetujuan Operasi dan
Anastesi, Surat Pernyataan Dirawat di Unit Khusus, dan sebagainya.
Menurut Appelbaum untuk menjadi doktrin hukum, maka Informed
consent harus memenuhi syarat, sebagai berikut:
1. Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada
pasien;

8
2. Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau
persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.Informed
consent termasuk bidang Hukum Kedokteran, sebagai cabang Ilmu
Hukum, sehingga Hukum Kedokteran pun harus mengikuti
sistematik Ilmu Hukum secara umum . Di dalam Ilmu Hukum
dikenal tiga macam sanksi yaitu sanksi Administratif, sanksi
Perdata (ganti kerugian), dan sanksi Pidana (hukum badan, denda).
Dan masih ada sanksi di bidang Etik dan Disiplin yang termasuk
wewenang organisasi profesi secara intern yang tidak dicampuri
oleh hukum.Jika seorang dokter tidak memperoleh persetujuan
tindakan kedokteran yang sah, maka dampaknya adalah bahwa
dokter tersebut akan dapat mengalami masalah :
a. Hukum Pidana
Menyentuh atau melakukan tindakan terhadap pasien tanpa
persetujuan dapat dikategorikan sebagai “penyerangan”
(assault). Hal tersebut dapat menjadi alasan pasien untuk
mengadukan dokter ke penyidik polisi, meskipun kasus
semacam ini sangat jarang terjadi.
b. Hukum Perdata
Untuk mengajukan tuntutan atau klaim ganti rugi terhadap
dokter, maka pasien harus dapat menunjukkan bahwa dia tidak
diperingatkan sebelumnya mengenai hasil akhir tertentu dari
tindakan dimaksud padahal apabila dia telah diperingatkan
sebelumnya maka dia tentu tidak akan mau menjalaninya, atau
menunjukkan bahwa dokter telah melakukan tindakan tanpa
persetujuan (perbuatan melanggar hukum).
c. Pendisiplinan oleh MKDKI
Bila MKDKI menerima pengaduan tentang seorang dokter
atau dokter gigi yang melakukan hal tersebut, maka MKDKI
akan menyidangkannya dan dapat memberikan sanksi disiplin
kedokteran, yang dapat berupa teguran hingga rekomendasi
pencabutan Surat Tanda Registrasi.

F. Bentuk Informed Consent


Ada dua bentuk informed consent yaitu:
1. Dengan pernyataan (expression), secara lisan (oral) dan secara tertulis
(written).
2. Dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau
normal dan dalam keadaan gawat darurat.
Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau
tulisan bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan

9
tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu
tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus
atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi
prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan
pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila
tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan
pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus
dilakukan secara tertulis.
Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara
tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari
sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan
darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien,
penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang
biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Pendapat Mertokusumo,
menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan
cara antara lain :
1. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis
2. Dengan bahasa sempurna secara lisan
3. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan
4. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
5. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh
pihak lawan.
Pernyataan IDI tentang informed consent yang tertuang dalam Surat
Keputusan PB IDI No 319/PB/A4/88 adalah:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnotik, terapeutik maupun paliatif)
memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar,
mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat
tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan
persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik
diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak
boleh, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ni dokter dapat

10
memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam
memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran
seorang perawat/paramedik lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostik, terapeutik maupun paliatif. Informasi
biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis
(berkaitan dengan informed consent).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi
yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang
apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed
consent dilihat dari aspek hokum bukanlah sebagai perjanjian antara dua
pihak, melainkan lebih kea rah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain.
Secara umum seorang tim medis diharuskan memperoleh suatu
informed consent (persetujuan medic) dari pasien sebelum melakukan
pengobatan bahwa seorang anak terlalu muda untuk memberi persetujuannya
sendiri tidak membebaskan seorang dokter dari kewajibannya memperoleh
suatu persetujuan medis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Pakendek, A. P. A. (2012). Informed consent dalam pelayanan kesehatan. Al-Ihkam:


Jurnal Hukum dan Pranata Sosial, 5(2), 309-318.

NOVERY, D. (2013). PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER TERHADAP


PELANGGARAN INFORMED CONSENT (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).

Astuti, H. E. K., & SH, M. (2009). Transaksi Terapeutik dalam Upaya Pelayanan


Medis di Rumah Sakit. Citra Aditya Bakti.

Muchsin, A. (2016). Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Sebagai Konsumen Jasa


Pelayanan Kesehatan Dalam Transaksi Terapeutik. Jurnal Hukum Islam.

Komalawati, V. (1997). Peranan informed consent dalam transaksi terapeutik::


Suatu tinjauan yuridis (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Komalawati, V. (1999). Peranan informed consent dalam transaksi terapeutik:


persetujuan dalam hubungan dokter dan pasien: suatu tinjauan yuridis. Citra Aditya
Bakti.

Astuti, H. E. K., & SH, M. (2009). Transaksi Terapeutik dalam Upaya Pelayanan


Medis di Rumah Sakit. Citra Aditya Bakti.

Veronica, K. D. (2002). Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik:


Persetujuan dalam Hubungan Dokter dan Pasien. Suatu tinjauan Yuiridis, Bandung:
Penerbit Citra Aditya Bakti, h, 178.

Ardana, Y. M. (2011). BATASAN KEWENANGAN DOKTER DAN PERAWAT


DALAM PELAKSANAAN PEMBERIAN INFORMED CONSENT DITINJAU DARI
PERMENKES NOMOR 290/MENKES/PER/III/2008 DAN PERMENKES NOMOR
HK 02.02/MENKES/148/I/2010 (Doctoral dissertation, Prodi Ilmu hukum Unika
Soegijapranata).

Biben, A. (2006). Bentuk Informed Consent dalam Praktek dan Penelitian


Kedokteran. Bandung: FK UNPAD.

13

Anda mungkin juga menyukai