Dibuat Oleh :
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT penentu segala kehidupan didunia dan
diakhirat. Dengan berkat rahmat dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Kedudukan Informed Consent Dalam Perjanjian Transaksi
Terapeutik Dalam Pelayanan Kesehatan Yang Dihubungan Dengan Hukum
Perikatan”. Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester
mata kuliah Hukum Perikatan.
Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada Dr. Hj. M. Faiz Mufidi,
S.H, M.H. atas bimbingan serta materi-materi yang telah diberikan selama ini yang
tentunya sangat berguna bagi penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari Dosen dan para
pembaca sangat diharapkan. Walau hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan,
namun sebagai awal pembelajaran dan agar menambah semangat dalam menimba ilmu,
tidak berlebihan kiranya jika kami mengucapkan kata syukur dan terimakasih.
Semoga makalah ini dapat menambah referensi dan menjadi ilmu pengetahuan
yang baru, serta membawa manfaat bagi kita semua, Jazaakumullahy khairan katsira.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan juga merupakan salah satu faktor penentu
tingkat kesejahteraan seseorang. Hal tersebut diatas dapat kita lihat pada Undang-
Undang Dasar 1945 amandemen Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi :
“setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”
Pada awalnya hubungan dokter dan pasien didasarkan pada hubungan
didasarkan pada adanya rasa kepercayaan antara pasien kepada seorang dokter.
Pola hubungan yang didasarkan pada kepercayaan ini diartikan bahwa seorang
Artinya pasien pasrah dan menerima apapun yang dilakukan dokter atas tubuhnya
demi kesembuhannya. Sikap pasrah ini tercermin bila akibat pengobatan tersebut
pasien menjadi cacat atau bahkan meninggal dunia, maka hal itu dianggap sebagai
takdir dari Tuhan YMK. Oleh karena itu dulu jarang terdengar pasien atau
1
Selanjutnya, seiring dengan perkembangan jaman hubungan dokter dan
kedudukan yang sejajar yaitu bahwa dokter dan pasien sepakat, untuk saling
kesehatan. Dokter dan pasien adalah subjek hukum yang membentuk hubungan
maupun pengobatan penyakit. Hubungan ini menimbulkan hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi oleh para pihak. Adanya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
hukum. Oleh karena itu antara dokter dan pasien ada hubungan hukum berupa
keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut. Dari hubungan
hukum dalam transaksi terapeutik tersebut, timbulah hak dan kewajiban masing-
masing pihak, pasien mempunyai hak dan kewajibannya, demikian juga sebaliknya
dengan dokter.
2
medis berdasarkan sistem kesehatan nasional. Dalam pandangan masyarakat,
dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.
medik dan hubungan hukum antara dokter dan pasien adalah hubungan yang
khususnya. Dalam hubungan dokter dan pasien ini dapat terjadi sengketa medik
dengan kenyataan yang ada setelah dilakukan upaya medik, ditambah lagi
kurangnya pemahaman tentang masalah teknis medis dari pihak pasien serta
B. Rumusan Masalah :
3
BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan dokter dan pasien berawal saat pasien datang ke dokter untuk
adanya hal tersebut sudah terdapat suatu kontrak atau perjanjian antara dokter dan
terikat didalamnya, yaitu dokter dan pasien. Hal tersebut menunjukkan adanya
perikatan sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata, tentang perikatan yang
lahir karena perjanjian. Hak dan kewajiban dokter dan pasien menimbulkan prestasi
consend kepada pasien, dengan tujuannya agar pasien mengeteahui informasi yang
resiko yang bisa terjadi selama dalam perawatan atau proses penyembuhan
penyakitnya. Izin perawatan ini disebut informed consent. Pemberian izin ini baru
1
Desriza Ratman, Aspek Hukum Informed Consent dan Rekam Medis Dalam Transaksi Terapeutik, Keni
Media, Bandung, 2013,hlm 15.
4
Pasien berhak untuk memberikan atau menolak perawatan yang dilakukan oleh
Hubungan antara dokter dengan pasiennya, pada saat ini sudah berkembang
menjadi hubungan yang sejajar dan merupakan partner kerja serta saling
yang harus dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya dalam rangka memperoleh
maupun tindakan operasi. Informed consent dapat dilakukan secara tegas atau
diam-diam.
Secara tegas dapat disampaikan dengan kata-kata langsung baik secara lisan
maupun tertulis. Bahkan dapat dinyatakan dengan dengan sikap menyerah pada
medis maupun dalam penelitian kedokteran jika didasarkan pada prinsip hukum
perikatan, maka pada hakekatnya merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
syarat persetujuan dalam hukum perdata. Oleh sebab itu dokter harus memberi
informasi lengkap, yang disampaikan secara sederhana dan dimengerti oleh pasien,
5
tentang tindakan medisnya. Jika informasi itu kurang atau tidak jelas, maka
persetujuannya menjadi tidak sah dan batal. Sebab tidak mustahil pasien atau
keadaan darurat, tetapi jika keadaan darurat sudah terlewati maka harus mengikuti
informed consent dalam perjanjian terapeutik dan sebagi syarat sahnya perjanjian
adalah dari segi hukum perdata, tindakan medis tanpa adanya persetujuan pasien,
maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat
Pasal 351 KHUP tentang penganianyaan. Dari segi hukum administrasi negara,
melakukan tindakan medis maka sanksi yang akan diterima oleh dokter adalah
pencabutan izizn praktik, ini sesuai dengan ketentuan yang ada pada peraturan
2
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 Tahun 2008 Tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran
6
Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan, yaitu hubungan timbal balik
antara dua pihak yang bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah terjemahan dari
therapeutic yang berarti dalam bidamg pengobatan. Istilah ini tidak sama dengan
therapy atau terapi yang berarti pengobatan. Persetujuan yang terjadi antara dokter
dan pasien bukan di bidang pengobatan saja tetapi lebih luas mencakup bidang
hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.4
ketentuan Pasal 1601 Bab 7A Buku III KUH Perdata, yaitu termasuk jenis
perjanjian untuk melakukan jasa yang diatur dalam ketentuan khusus.5 Ketentuan
Kesehatan. Selain itu, jika dilihat ciri yang dimilikinya yaitu pemberian
3
M.Jusuf Hanafiah, dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 4, EGC, Jakarta,
2013.hlm.43.
4
Nasution, Bahder Johan, Hukum Kesehatan : Pertanggungjawaban dokter, PT Rineka Jaya, Jakarta,
2005, hlm. 11.
5
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
7
pertolongan yang dapat dikategorikan sebagai pengurusan urusan orang lain
(zaakwaarnerning) yang diatur dalam Pasal 1354 KUH Perdata, maka transaksi
perjanjian pemberian jasa, yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang satu
dilakukan untuk mencapai tujuan rsebut diserahkan pada pihak lawannya. Pihak
lawan tersebut adalah seorang ahli dalam bidangnya dan telah memasang tarif
untuk jasanya.
konflik atau sengketa antara penyedia jasa kesehatan dan penerima jasa pelayanan
inspanning, yang berarti bahwa suatu perikatan terapeutik adalah tidak didasarkan
pada hasil akhir akan tetapi didasarkan pada upaya yang sungguh-sungguh untuk
pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa: “suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
dua orang atau lebih”, menjelaskan bahwa adanya hubungan ini. Sebagai akibat
dari pihak yang saling setuju tersebut adalah timbulnya perjanjian, karena terdapat
8
2 (dua) pihak yang saling setuju dan berjanji untuk melakukan sesuatu,
pasien. Yang terdiri dari orang dewasa yang cakap untuk bertindak, orang dewasa
pengampunya, anak yang berada di bawah umur yang memerlukan persetujuan dari
orang tuanya atau walinya. Kecakapan harus datang dari kedua belah pihak yang
harus mempunyai kecakapan yang memadai atau dituntut oleh pasien. Sedangkan
dari pihak pasien tentu dituntut orang yang cakap membuat perikatan, yaitu orang
dewasa yang waras. Bila lain dari itu tentu harus ada yang mengantar sebagai
pendamping pasien.
menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, apabila
kecakapan ini, Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan bahwa kriteria orang-orang
9
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kecakapan bertindak merupakan
penerima layanan medis terdiri dari orang dewasa yang cakap untuk bertindak yang
telah dianggap dewasa atau matang, anak dibawah umur yang memerlukan
1. Inspaning verbintenis ,yakni perjanjian upaya artinya kedua belah pihak yang
diperjanjikan.
suatu resultaat yaitu suatu hasil yang nyata sesuai dengan apa yang
diperjanjikan. 6
umumnya, yaitu terletak pada objek perjanjiannya, tujuan utama perjanjian bukan
pasien (inspaning verbintenis.). Jadi dalam suatu upaya pengobatan, dokter tidak
6
Ibid. hlm. 13.
10
bisa menjamin atau berjanji 100% atas kesembuhan pasien, namun berikhtiar
melakukan yang terbaik dan pasien diharapkan mengerti akan hal ini. 7
perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah
sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa (tanya jawab) dan
pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia
akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak bisa
hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang berkaitan
Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara yuridis
mengenai perjanjian dalam KUHPerdata itu diatur dalam buku III yang mempunyai
sifat terbuka, dimana dengan sifatnya yang terbuka itu akan memberikan kebebasan
7
Ibid. hlm. 11.
11
Suatu perikatan atau tunduk pada asas-asas umum perikatan sebagaimana
diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dimana disebutkan untuk syarat sahnya
dalam pejanjian sehingga disebut syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan
keempat disebut syarat objektif karena mengenai objek suatu perjanjian. Dalam hal
syarat subjektif tidak terpenuhi maka salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan
adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak
bebas. Sehingga perjanjian yang dibuat tersebut mengikat selama tidak dibatakan
oleh keputusan pengadilan atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan
Ada beberapa asas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun
ada dua diantaranya yang merupakan asas terpenting dan karenanya perlu untuk
diketahui, yaitu:
1. Asas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul
telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam
12
perjanjian tidak menentukan lain. Asas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320
2. Asas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Asas ini tercermin jelas
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.8 Sesuai dengan Pasal 1233 KUH Perdata, perikatan yang lahir
dari perjanjian artinya dua orang atau lebih dapat menjadi terikat untuk
sebuah perjanjian. perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak akan
perbuatan melanggar hukum sesuai dengan Pasal 1365 KUH Perdata. Selain itu
setiap orang bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan
atau kesembronoannya sesuai dengan Pasal 1366 KUH Perdata. Jika dokter
hukum, pihak Rumah Sakit sebagai instansi ikut bertanggung jawab atas
8
Subekti, R, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-21, PT Intermasa, Jakarta, 2005, hlm.15.
13
Beberapa asas yang dapat dijadikan dasar oleh para dokter dan dokter gigi
1. Asas Legalitas
Indonesia yang mengesahkan standar pendidikan bagi dokter dan dokter gigi
menindaklanjuti asas legalitas tersebut, maka bagi dokter dan dokter gigi
registrasi (STR) dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi yang diberikan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Setelah itu dokter dan dokter gigi
diwajibkan memiliki surat izin praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat
14
2. Asas Keseimbangan
keseimbangan antara tujuan dan sarana, antara sarana dan hasil, antara manfaat
Asas tepat waktu ini merupakan asas yang sangat penting diperhatikan
berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesembuhan pasien.
9
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
10
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
15
4. Asas Itikad Baik
Di dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (3) disebutkan bahwa perjanjian
berbuat baik, jujur, dan pantas. Asas ini bersumber pada prinsip etis berbuat
pasien. Dalam menerapkan asas itikad baik ini akan tercermin dari
5. Asas Kejujuran
Praktik Kedokteran, kejujuran antara dokter dan pasien merupakan salah satu
hal penting dalam hubungan dokter dengan pasien guna mencapai tujuan
6. Asas Kehati-hatian
dokter untuk mematuhi standar profesi berkaitan erat dengan persetujuan dan
7. Asas Keterbukaan
16
Keterbukaan informasi dari dokter kepada pasien serta dari pasien
dilakukan
1338 ayat (1) KUHPerdata disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena
itu, jika transaksi terapeutik telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka semua kewajiban yang timbul
mengikat baik dokter maupun pasiennya.17Maka berartu dokter dan pasien bebas
dokter memiliki tanggung jawab khusus yang tidak dapat dikesampingkan atau
dibatasi dengan alasan adanya resiko yang tinggi dalam tindakan medik yang
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah
11
Veronika Komalasari, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1989,
hlm. 128.
12
Ibid, Hlm 167
17
pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk
itu. Dalam ayat ini terkadung asas kekuatan mengikat suatu perjanjian yang telah
dibuat secara sah. Akan tetapi, dari ayat ini dapat diartikan bahwa di satu pihak
lain pihak juga mengandung pengecualian, yaitu perjanjian yang dibuat dapat tidak
Demikian juga dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyakatan
bahwa, suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini dapat berarti
bahwa, sekalipun telah dibuat perjanjian yang memenuhi syarat sahnya perjanjian
dan mempunyai kekuatan mengikat, namun dapat juga tidak mengikat jika
perjanjian itu dilaksakan tidak dengan itikad baik. Agar perjanjian dilaksanakan
sesuai dengan tujuan dibuatnya perjanjian. Bahwa masalah itikad baik merupakan
norma tidak tertulis yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian, apabila pelaksanaan
pasien, bahkan dapat menimbulkan resiko kerugian bagi pasien, maka tidak
yang terkandung dalam perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365
18
Oleh karena itu, dalam transaksi terapeutik kewajiban terhadap diri sendiri, baik
dari dokter maupun pasien yang bersumber pada tanggung jawab masing-masing,
sebenarnya didasarkan asas itikad baik dan kecermatan yang patut dalam pergaulan
masyarakat. Untuk itulah agar hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan dibuatnya
transaksi terapeutik.13
13
Ibid, Hlm 170
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
yang saling kait mengait antara pemberian layanan kesehatan (health provider) dan
dan kewajiban diantara para pihak. Transaksi terapeutik ini sebagai landasan
consent merupakan hak atas informasi seorang pasien. Dalam hal ini, informed
consent memegang peranan penting dalam perjanjian yang akan menjadi dasar
dokter sama secara hukum, namun karena kurangnya pemahaman hukum mengenai
Pengaturan hak dan kewajiban dimana salah satuhnya adalah adannya persetujuan
20
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Desriza Ratman, Aspek Hukum Informed Consent dan Rekam Medis Dalam
Transaksi Terapeutik, Keni Media, Bandung, 2013
M.Jusuf Hanafiah, dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan
Edisi 4, EGC, Jakarta, 2013.
Veronika Komalasari, Hukum dan Etika Dalam Praktik Dokter, Bina Rupa
Aksara, Jakarta, 1989,
II. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
21