Anda di halaman 1dari 13

RUANG LINGKUP HUKUM KESEHATAN

NAMA KELOMPOK

1. AAT MAFTUKHAH
2. NURLAENI
3. SARTIKAH
4. SITI HAYAH HUSNUL K
5. VENY ANGGRAENI
6. DEVI LIANA E S
7. TITIN SUMARNI

SARJANA KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


ABDI NUSANTARA JAKARTA

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Ruang lingkup hukum
kesehatan”.
Tugas ini merupakan tugas dari mata kuliah ‘Hukum
kesehatan”penyusunan makalah ini kami mengalami kendala atau hambatan
namun semua dapat diatasi dengan baik karena bantuan dari semua pihak yang
membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami.
Kami yakin makalah yang kami susun ini, masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
menyempurnakan makalah kami berikutnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting
dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang,yang
merupakan bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan
hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan.
Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan
tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu
pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada
penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan
pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma
ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat. Sebagai
konsekuensi logis dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan
apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya
pemeliharaan dan peningkatan kualitasindividu, keluarga dan masyarakat
serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta
mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Secara ringkas
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh
bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan,
adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya
profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat
hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang
memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan
yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Dalam era reformasi saat ini,
hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang,yang merupakan bagian integral dari
kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan
berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran
penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada
awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya
kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam
kalangan kesehatan sebagai paradigma sehat. Sebagai konsekuensi logis
dari diterimanya paradigma sehat maka segala kegiatan apapun harus
berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan
dan peningkatan kualitasindividu, keluarga dan masyarakat serta
lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan meningkatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta
mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.Secara ringkas
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh
bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan,
adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya
profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat
hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang
memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan
yang menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun
masyarakat penerima pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Definisi Dan Pengertian Hukum Kesehatan
2. Hubungan Dokter Dengan Pasien
3. Hubungan Tenaga Kesehatan Dengan Pasien
4. Hubungan Rumah Sakit Dengan Pasien
5. Hubungan Rumah Sakit Dengan Tenaga Kesehatan

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mahasiswi Mampu Memahami Pengertian Hukum Kesehatan
2. Mahasiswi Mampu Memahami Hubungan Dokter Dengan Pasien
3. Mahasiswi Mampu Memahami Hubungan Tenaga Kesehatan Dengan
Pasien
4. Mahasiswi Mampu Memahami Hubungan Rumah Sakit Dengan
Pasien
5. Mahasiswi Mampu Memahami Hubungan Rumah Sakit Dengan
Tenaga Kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hukum Kesehatan


Beberapa pengertian hukum kesehatan menurut beberapa ahli dan undang-
undang :
1. Van Der Mijn
Kesehatan diartikan sebagai hukum yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi penerapan perangkat hukum
perdata, pidana dan tata usaha negara.
2. Leenen
Hukum kesehatan sebagai keseluruhan aktivitas yuridis dan peraturan
hukum di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya.
3. Hukum kesehatan (No. 23 tahun 1992) adalah semua ketentuan hukum
yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan dan
penerapannya. Yang diatur menyangkut hak dan kewajiban baik
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana pedoman standar
pelayanan medis, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta
sumber-sumber hukum lainnya.
Hukum kesehatan semua ketentuan-ketentuan atau peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan yang mengatur hak dan
kewajiban individu, kelompok atau masyarakat sebagai penerima
pelayanan kesehatan pada satu pihak, hak dan kewajiban tenaga
kesehatan dan sarana kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan dipihak lain yang mengikat masing-masing pihak dalam
sebuah perjanjian terapeutik dan ketentuan-ketentuan atau peraturan
perundang-undangan dibidang kesehatan lainnya yang berlaku secara
local, regional, nasional dan internasional.
2.2 Hubungan Dokter Dengan Pasien
Hubungan hukum antara dokter dengan pasien telah terjadi sejak
dahulu (zaman Yunani kuno), dokter sebagai orang yang memberikan
pengobatan terhadap orang yang membutuhkannya. Hubungan ini
merupakan hubungan yang sagat pribadi karena didasarkan atas
kepercayaan dari pasien terhadap dokter yang disebut dengan transaksi
terapeutik.
Dalam hubungan ini kedudukan dokter lebih tinggi dari pada
pasien karena dokter dianggap mengetahui tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya. Sedangkan pasien
tidak tahu tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan nasibnya
sepenuhnya di tangan dokter.
Hubungan hukum timbul bila pasien menghubungi dokter karena ia
merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan kesehatannya.
Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit,
dan dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya, dan
memberikan bantuan pertolongan. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih
tinggi oleh pasien. Dan peranannya lebih penting dar pada pasien.
Hubungan hukum kontraktual yang terjadi antara pasien dan dokter
tidak dimulai dari saat pasien memasuki tempat praktik dokter
sebagaimana yang diduga banyak orang, tetapi justru sejak dokter
menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan (oral statement)
atau yang tersirat (implied satement). Dengan menunjukkan sikap atau
tindakan yang menyimpulkan kesediaan seperti, misalnya menerima
pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam
medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik juga
memerlukan kesediann dokter. Hal ini sesuai dengan asas konselsual dan
berkontrak.
2.3 Hubungan Tenaga Kesehatan Dengan Pasien
Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien merupakan
hubungan interpersonal, maka adanya komunikasi atau yang lebih dikenal
dengan wawancara pengobatan itu sangat penting karena pasien bukanlah
mahluk pasif, bukan pula perantara (host) yang tidak bertenaga tempat
mikro organisme tumbuh, bukan pula mesin yang salah satu bagiannya
gagal berfungsi atau aus tetapi pasien adalah mahluk aktif dimana dokter
maupun tenaga kesehatan lainnya bekerja mengatasi penyakitnya.
Kenyataannya para dokter dan tenaga Kesehatan cenderung
menyembunyikan informasi tentang penyakit dan pengobatan pasien
terutama jika hasil diagnosa menunjukkan penyakit yang diderita pasien
membahayakan dirinya. Dalam hal ini timbul keraguan bagi tenaga
kesehatan untuk melakukan komunikasi interpersonal dengan pasien dan
hal ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi tersebut lebih didominasi
oleh tenaga kesehatan dalam hubungannya dengan pasien. Selanjutnya
dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara tenaga kesehatan dengan
pasien sudah seharusnya didasarkan atas sikap saling percaya baik selama
proses pemeriksaan dan perawatan maupun selama peruses penyembuhan
pasien, guna menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik. Akan
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa penyembunyian informasi
merupakan suatu hal yang umum dilakukan dalam dunia Kesehatan dan
selalu dikaitkan dengan ketidak pastina efek pengobatan dan
ketidakberdayaan pasien.
Berdasarkan ciri yang ditemukan dalam profesi maka pekerjaan
sebagai dokter maupun tenaga kesehatan lainnya memiliki ciri khusus
antara lain hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan pada
kepercayaan. Freidson dan Wilson menyatakan bahwa pekerjaan dokter
dilakukan di dalam kamar konsultasi yang tertutup atau bahkan di dalam
kamar tidur dan dalam kontak memberikan penyelamatan atau
penyembuhan diperlukan keakraban sepenuhnya. Demikian pula halnya
dengan bentuk-bentuk Pelayanan kesehatan lainnya yang senantiasa
dilakukan dalam kamar tertentu dalam suasana penuh keakraban.
Oleh karena itu maka dalam hubungan terapeutik hendaknya
pasien senantiasa percaya kepada kemampuan tenaga kesehatan dimana
pasien menyerahkan nasibnya. Pasien akan merasa aman, tenteram dan
beruntung apabila tenaga kesehatan bersungguh-sungguh menolong
dirinya.
Selanjutnya Dassen mengatakan ada tiga alasan yang mendorong
seseorang untuk mencari pertolongan Kesehatan antara lain:
1. Merasa ada sesuatu yang membahayakan dirinya
2. Mengetahui dirinya dalam keadaan sakit dan membutuhkan
pertolongan kesehatan
3. Untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan yang intensif.
Pada bab ini selanjutnya akan diuraikan tentang; pola
hubungan tenaga kesehatan dan pasien, komunikasi antara tenaga
kesehatan dan pasien, informasi dalam hubungan antara tenaga
kesehatan dan pasien, hak-hak pasien dan hak seseorang untuk mati.

2.4 Hubungan Rumah Sakit Dengan Pasien


Hubungan antara Rumah Sakit dan pasien ini terjadi jika pasien
sudah berkompeten (dewasa dan sehat akal), sedangkan Rumah Sakit
hanya memiliki dokter yang bekerja sebagai employee.
Kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai pihak yang harus
memberikan prestasi, sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee
(sub-ordinate dari Rumah Sakit) yang bertugas melaksanakan kewajiban
Rumah Sakit dengan perkataan lain, kedudukan Rumah Sakit adalah
sebagai principal dan dokter sebagai agent. sedangkan kedudukan pasien
adalah sebagai pihak yang wajib memberikan kontra-prestasi.
sedangkan pola hubungan antara Rumah Sakit dan penanggung
pasien ini terjadi jika pasien dalam keadaan tidak berkompeten (pasien
minor atau tidak sehat akal) sebab berdasarkan hukum perdata, pasien
seperti ini tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Disini kedudukan
penanggung pasien (orang tua atau keluarga yang bertindak sebagai wali)
menjadi pihak yang berwajib memberikan kontra-prestasi.
didalam suatu Rumah Sakit terdapat banyak hal yang diputuskan
dalam masing-masing tingkat (eselon) dan masing-masing bidang yang
dapat dikatakan mempengaruhi berhasil tidaknya pemberian pelayanan
perawatan/pengobatan. Secara umum dapat dikatakan terdapat suatu multi-
management dan dalam memberikan pelayanan factor “itikad baik” (goede
trouw, good faith) dan unsur “kepercayaan” (trust, vetrouwen) memegang
peran yang menentukan.
Tanggungjawab Bidang Penanggungjawab
Bidang Perumahsakitan Kepala Rumah Sakit
Bidang Medik Masing-masing Dokter
Bidang Keperawatan Masing-masing Perawat (Bidan,
Para-medik)
Peristiwa harus dilihat secara kauistis. setiap kasus mempunyai ciri
tersendiri, sehingga dapat dikatakan hamper tidak ada dua kasus yang
persis sama. tidak dapat di generalisasikan, karena bergantung kepada
banyak factor, seperti, misalnya :
1. Situasi dan kondisi saat peristiwa itu terjadi,
2. Keadaan pasien (pres-existing condition),
3. Bukti-bukti yang bisa di ajukan (medical record, saksi, dsb)
4. Apa sudah dilakukan berdasarkan “standard profesi medic”,
5. Apakah tidak dapat kekeliruan dalam penilaian (error of judgment)
6. Apakah terjadi suatu pendelagasian wewenang dan apakah
pendelagasian tersebut dapat dibenarkan dalam kasus itu.
7. Apakah tidak ada unsur kelalaian (negligence) atau kemungkinan
adanya unsur kesengajaan
8. Jika terdapat unsur kelalaian : siapa yang lalai?
9. Apakah tidak ada kesalahan pada pasien itu sendiri karena :
 Tidak menceritakan semua keadaan dirinya dengan sejujurnya,
 tidak menurut nasihat dokter dan melanggar larangan-larangan
dokter/rumah sakit sehingga memperburuk keadaannya
(contributory negligence)
10. Tuntutan hukum yang diajukan : pidana, perdata, administrative, dsb.

2.5 Hubungan Rumah Sakit Dengan Tenaga Kesehatan


ada beberapa macam pola yang berkembang dalam kaitannya dengan hubungan
kerja antara dokter dan RumahSakit, antara lain: Dokter sebagai employee yaitu

kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai pihak yang haarus memberikan prestasi,
sementara dokter hanya berfungsi sebagai employee (sub-ordinate dari Rumah
Sakit) yang bertugas melaksanakan kewajiban Rumah Sakit dengan perkataan
lain, kedudukan Rumah Sakit adalah sebagai principal dan dokter sebagai agent.
Dokter sebagai attendingphysician (mitra) yaitu

Kedudukan antara dokter dan Rumah Sakit adalah sama derajatnya. Posisi dokter
adalah sebagai pihak yang wajib memberikan prestasi,sedangkan fungsi Rumah
Sakit hanyalah sebagai tempat yang menyediakan fasilitas(tempat tidur, makan
dan minum, perawat atau bidan serta sarana medik dan nonmedik). Konsepnya
seolah- olah Rumah Sakit menyewakan fasilitasnya.

Dokter sebagai independent contractor bahwa dokter bertindak dalam profesinya


sendiri dan tidak terikat dengan institusi manapun. Masing-masing dari pola
hubungan kerjatersebut akan sangat menentukankan apakah Rumah Sakit harus
bertanggung jawab, atau tidak terhadap kerugian yang disebabkan oleh kesalahan
dokter, sertasejauh mana tanggung jawab dokter terhadap pasiennya di Rumah
Sakit tergantung pada pola hubungan kerjanya dengan Rumah Sakit di mana dia
bekerja. Di dalamkedudukan dokter sebagai employee maka dokter sebagai
pelaksana dari kewajiban Rumah Sakit, atau pihak yang bertanggung jawab dalam
hal terjadinya kelalaianyang disebabkan oleh dokter. Sedangkan dalam kedudukan
Dokter sebagai attending hysician (mitra), maka dokter bertanggung jawab sendiri
atas kelalaian tindakanmediknya, karena dalam hal ini Rumah Sakit hanya sebagai
penyedia fasilitas.Kedudukan ini sama dengan kedudukan dokter sebagai
independent contractor.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hubungan Hukum Antara Pasien Dengan Tenaga Medis Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehtans yaitu, Hubungan hukum ini bersumber pada kepercayaan pasien terhadap
Tenag Medis (dokter atau Perawat) sehingga pasien bersedia memberikan persetujuan
tindakan medis (informed consent), yaitu suatu persetujuan pasien untuk menerima upaya
medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hal ini dilakukan setelah ia mendapat informasi
dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya,
termasuk memperoleh informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Adapun di
Indonesia informed consent dalam pelayanan kesehatan, telah memperoleh pembenaran
secara yuridis melalui Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/1989. Hubungan tersebut lahir dan memnuhi syarat sahnya transaksi
terapeutik didasarkan Pasal 1320 KUH Perdata Yaitu, Syarat Subyek an Syarat Obyek. 2.
Tanggung Jawab Hukum Pelayanan Publik Rumah Sakit yaitu, Tanggung jawab publik
rumah sakit yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
berdasarkan prinsip aman, menyeluruh, non diskriminatif, partisipatif dan memberikan
perlindungan bagi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan (health
receiver), juga bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (health receiver) demi untuk 17
mewujukan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

SARAN

Pasien agar lebih memahami bahwa hubungan hukum antara dokter sebelum
disetujuinya transaksi terapetik. 3. Hubungan hukum antara sesama tenaga medik seperti
dokter dan perawat perlu lebih diperjelas agar pertanggung jawaban / pertanggung
gugatan juga menjadi lebih jelas. 4. Batasan tanggung jawab rumah sakit perlu dijelaskan
sejak awal pasien menerima transaksi terapetik sebagai bentuk tanggung jawab rumah
sakit atas informasi yang jelas bagi pasien.

Anda mungkin juga menyukai