PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau tidak
dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau
masyarakat. Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari
perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan
sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia,
maka hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan
hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada
hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas
dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien.
Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang
menganut sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang
sama, yaitu pasien. Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek
atau inti satu-satunya dalam sistem hukum kesehatan internasional yang berlaku
antar bangsa-bangsa yang bertumpu pada asas yang berbunyi: the enjoyment of
the highest annainable standard of health is amount of the fundamented rights of
every human being (dasar kehidupan yang sangat besar dapat dicapai adalah
kesehatan dan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang).
Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan bidang hukum ini di tiap negara
tidak sama, bergantung dari titik berat orientasinya yang berkembang sejalan
dengan perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi hukum dalam artinya
baik sebagai sesuatu yang adil (keadilan).
Hukum Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya
asasi, yang merupakan hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the
right to health care), yang ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the
right to self determination), dan hak atas informasi (the right to information) yang
merupakan hak dasar individual. Hak dasar manusia inilah yang lazim dikenal
sebagai hak asasi manusia bertolak dari idea yang berfokus pada manusia sebagai
individu dalam mencapai tujuan pokok dari hidup manusia. Hukum kesehatan
yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu diantaranya Hukum
Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran (medical law),
untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan kesehatan
masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk
hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan pada
individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan
kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penyimpangan pancasila dalam kesehatan ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui penyimpangan pancasila dalam kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
Setiap dokter harus memberikan pelayanan yang terbaik dan
professional yang sesuai dengan sila sila Pancasila
Seorang dokter dikatakan professional apabila dalam melakukan pekerjaannya
sebagai seorang dokter, pelayanannya diakui oleh masyarakat sekitarnya dan dia
bisa hidup dari profesi kedokterannya tersebut. Untuk dapat memberikan
pelayanan yang terbaik dan professional ini seorang dokter membutuhkan
pedoman yang bisa dijadikan acuan untuk menjalankan pelayanan kedokteran
yang menjadi profesinya tersebut, dan pedoman yang bisa digunakan adalah
Pancasila yang telah dijadikan pedoman dan pandangan hidup bangsa oleh bangsa
Indonesia yang nilai nilai luhurnya juga diterapkan dalam kode etik kedokteran
Indonesia.
Berikut adalah contoh pengamalan sila sila Pancasila dalam memberikan
pelayanan kedokteran kepada pasien, antara lain adalah :
a. Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa
Perwujudan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa berupa sikap dan
pandangan hidup, taat dan takzim kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
dibimbing oleh ajaran ajarannya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
b. Sila kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Wujud daripada Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah seorang dokter
harus mengakui dan memperlakukan pasien sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, seorang dokter harus
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai dokter serta harus mematuhi etik
kedokteran.
Selain itu seorang dokter harus mengakui persamaan derajat, hak, dan
kewajiban asasi tiap pasien tanpa membedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit dan sebagainya.
keempat
Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmat
dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasien dan keluarganya akan
menerima hasil usaha dari seorang dokter, jika ia percaya akan keahlian dan
keterampilan dokter itu dan kesungguhannya, sehingga mereka tidak menjadi
masalah bila usaha penyembuhan yang dilakukan gagal. Dengan demikian agar
kegagalan dalam proses penyembuhan bisa diperkecil seorang dokter dalam
melakukan pelayanannya harus dengan ilmu dan keterampilannya yang sebaik
baiknya.
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter harus
selalu menjaga hubungan baik antara dokter dengan pasiennya
Seluruh Kode Etik Kedokteran Indonesia mengemukakan betapa luhur
pekerjaan profesi seorang dokter. Meskipun dalam melaksanakan pekerjaannya
dokter memperoleh imbalan, namun hal ini tidak dapat disamakan dengan usaha
penjualan jasa lainnya.Pelaksanaan profesi kedokteran tidak ditujukan untuk
memperoleh keuntungan pribadi, tetapi lebih didasari sikap perikemanusiaan dan
mengutamakan kepentingan pasien. Oleh karena itu, demi kelancaran dalam
proses pemberian pelayanan kedokteran kepada setiap pasiennya diperlukan suatu
hubungan yang baik antara dokter dengan pasiennya. Sehingga menjaga hubungan
baik dengan pasiennya mutlak diperlukan oleh setiap dokter.
Setiap Dokter harus menghindarkan dirinya dari sikap dan
perbuatan yang tidak sesuai dengan sila sila Pancasila
Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan ketrampilan profesi
yang dimilikinya adalah karena karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu sebagai warga Negara Indonesia yang baik sikap dan perbuatan
perbuatan yang tidak sesuai dengan Pancasila harus dihindari. Untuk itu, hal - hal
yang harus benar-benar di perhatikan oleh seorang dokter adalah :
a. Mempergunakan gelar kesarjanaan yang dimiliki menurut undang-undang,
dan sesuai dengan Kode Etik Kedokteran Indonesia dan perundangundangan yang berdasarkan sila sila Pancasila.
b. Tidak
dibenarkan
seorang
dokter
membedakan
pasien
tentunya memerlukan biaya yang lebih mahal serta pelayanan yang agak sulit
dalam prosedur administrasinya. Puskesmas yang dikenal karena jaraknya yang
terjangkau oleh masyarakat sering menjadi tujuan pertama dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan ini.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan ini termasuk
didalamnya adalah dokter, perawat, bidan, maupun mantri yang telah mengerti
penanganan dalam bidang kesehatan.
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan. Sebagai contoh dalam kasus ini adalah puskesmas yang berada
dekat dengan masyarakat. Letaknya yang berada di tingkat kecamatan
memudahkan masyarakat menjangkaunya. Tidak seperti rumah sakit yang
letaknya di kota kabupaten tentunya menyulitkan masyarakat yang rumahnya jauh
dari kota kabupaten. Bagi kecamatan yang jauh dari ibukota kabupaten,
puskesmas
sangatlah
diperlukan
untuk
pelayanan
kesehatan.
hari. Salah satu indikasinya adalah dalam proses pengadaan obat untuk puskesmas
itu sendiri. Biasanya puskesmas akan mengadakan tender pengadaan obat untuk
puskesmas untuk persediaan obat yang puskesmas butuhkan. Akan ada distributor
ataupun sales yang akan dating dan menawari obat yang mereka butuhkan. Tender
yang diadakan adalah sesuai dengan prosedur pengadaan barang dan ini adalah
sah menurut hukum dan tidak terjadi penyimpangan. Namun biasanya pihak
pemenang tender akan memberikan bingkisan terima kasih kepada pihak yang
gtelah memenangkan tender itu. Dalam hal ini adalah kepala puskesmas yang
berwenang untuk memberikan keputusan terhadap pemenang tender yang dipilih.
Setelah tender dimenangkan oleh salah satu pihak, maka ucapan terima kasih ini
akan diberikan. Ucapan ini biasanya dalam bentuk bingkisan ataupun berupa
uang. Padahal dalam undang-undang dikatakan bahwa pejabat negara dilarang
menerima bingkisan apapun dari orang/ badan usaha tanpa tujuan dan maksud
yang jelas.
Tentu saja hal ini sangat bertentangan dengan undang-undang yang tidak
mengizinkan pejabat Negara untuk menerima bingkisan apapun dalam bentuk
apapun. Indikasi inilah yang menjadi pemicu adanya korupsi kecil-kecilan yang
terjadi dalam puskesmas yang menyimpang dari prinsip ketuhanan yang maha
esa.
Ada juga korupsi yang lain ialah penggunaan obat untuk kepentingan
pribadi namun tidak dicatat dalam daftar pemakaian obat. Meskipun ini sifatnya
ringan namun hal ini akan menjadi sebuah budaya korupsi yang tidak akan hilang
dari
Negara
Indonesia.
Padahal akibatnya sangat serius bagi masa depan bangsa. Lawrence E Harrison
(2000) mengungkapkan, budaya korupsi adalah penyebab terjadinya kemunduran
dan keterbelakangan suatu masyarakat. Syauqi Beik, sastrawan Arab terkemuka,
menyatakan, Sebuah bangsa akan hancur ketika moralitasnya hancur. Hal itu
dipertegas Edward Gibbon secara empiris-historis berkenaan dengan runtuhnya
kekaisaran Romawi, yang mengemukakan, kemerosotan moral adalah penyebab
hancurnya
bangsa-bangsa
di
dunia.
Memang korupsi yang terjadi dalam puskesmas itu sifatnya kecil, namun apabila
hal itu terus terjadi tidak menutup kemungkinan mengakibatkan kerugian Negara
8
yang tidak kecil. Meskipun ini diluar prosedur pelayanan untuk masyarakat,
namun hal ini tentunya menjadi akar dalam berbagai penyimpangan yang ada di
puskesmas karena tidak menutup kemungkinan hal-hal diluar prosedur
dimanfaatkan
sebagai
lahan
basah
untuk
korupsi
berbangsa
dan
bernegara.
pemberi
hadiah/janji
dianggap
melekat
pada
dapat juga dipidana atas pemberiannya kepada pejabat ataupun pegawai negeri
yang memiliki kekuasaan ataupu wewenang yang terdapat didalamnya.
Solusi dalam masalah ini adalah tiap-tiap kepala puskesmas mempunyai
rekening bank tunggal yang apabila dilakukan pemeriksaan akan terlihat jelas
darimana asal semua transaksi yang masuk yang berasal dari luar gaji sebagai
kepala puskesmas. Audit untuk kasus ini akan lebih mudah karena auditor tidak
perlu memeriksa rekening yang lain sehingga audit menjadi lebih cepat selesai.
Untuk pemenang tender ataupun pihak mana saja yang ingin menang atas tender
pengadaan obat atau tender apa saja yang berkaitan dengan puskesmas, apabila
ada indikasi penyuapan ataupun pemberian bingkisan yang dirasa mempunyai
maksud tertentu didalamnya, maka dapat diperkarakan dalam pengadilan atas
dugaan suap. Sehingga bingkisan, hadiah ataupun janji yang diberikan kepada
kepala puskesmas tidak akan ada karena adanya dakwaan yang bisa diperkarakan
di meja hijau.(hanya sebuah contoh kasus/perumpamaan)
menjadi rujukan tidak menerima bayi tersebut. Alasannya, kedua orang tua bayi
itu tidak memiliki kartu Bantuan Tunai Langsung (BTL). Sampai hari Jumat
(24/8) pukul 16.00 Wita bayi malang itu masih dapat bertahan hidup. Dokter
Emilia Handayani, kahumas RS Wahidin mengatakan pihak rumah sakit harus
mengikuti prosedur penerimaan pasien yang tidak mampu. "Setiap pasien tidak
mampu harus menyertakan kartu BTL dan bukan sekadar keterangan miskin dari
kelurahan atau camat. Banyak orang yang mampu tetapi berpura-pura miskin dan
memiliki kartu BTL," katanya. Selain itu, katanya, sudah ada instruksi dari
pemerintah untuk menghentikan bantuan pelayanan untuk keluarga miskin sejak
Juni 2007, karena tunggakan pemerintah untuk membiayai pelayanan kesehatan di
RS Wahidin sudah di atas Rp10 miliar.
"Sampai saat ini, RS Wahidin belum mendapat bayaran, jadi bagaimana
kami bisa melayani lagi, sementara biaya operasional sangat terbatas," katanya.
Dia menambahkan, pihak rumah sakit sebelumnya tidak menolak pasien dari
keluarga miskin sepanjang memiliki kartu BTL dan bukti-bukti pendukung bahwa
pasien berasal dari keluarga tidak mampu.
Subaedah (ibu bayi itu) mengatakan sangat terkejut ketika mengetahui
anak perempuan yang selama ini diharapkannya memiliki kelainan.
Proses persalinan yang dibantu bidan Reni itu, kata Subaedah, berjalan tidak
seperti persalinan ketiga anak laki-lakinya sebelumnya.
"Sebelum bayi saya keluar, sekitar satu ember air bercampur lendir keluar dari
mulut rahim. Setelah itu keluar barulah bayi saya keluar dengan normal," ujar
Subaedah dengan raut wajah sedih.
Lanjutan kasus :
Bayi Tanpa Batok Kepala Meninggal Setelah Ditolak RS Wahidin
Makassar (ANTARA News) - Bayi perempuan yang lahir tanpa batok
kepala, akhirnya menghembuskan nafas terakhir Jumat sore saat bayi tersebut
hendak dirujuk ke Rumah Sakit Labuangbaji karena ditolak di RS rujukan
Wahiddin Sudirohusodo, Makassar. Anak ke empat pasangan Subaedah (20) dan
Akbar Hasan (25) itu meninggal dunia dalam perjalan menuju rumah sakit
Labuangbaji setelah bertahan hidup selama dua hari. "Kami hanya pasrah saja,
11
mungkin ini kehendak yang di atas," ujar Akbar yang setiap harinya berprofesi
sebagai pengayuh becak itu.
Jenazah bayi yang lahir dengan berat badan 2,8 kg dan panjang 48 cm di
Puskesmas Pattingalloang, Kecamatan Ujung Tanah, Makassar itu langsung
dikebumikan di pekuburan umum Kabupaten Maros, Sulsel Jumat malam sekitar
pukul 19.00 Wita.
Bayi tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS Wahidin, sebuah rumah
sakit negeri terbesar di Kawasan Timur Indonesia, namun pihak RS menolak
merawat bayi itu karena orangtuanya tidak dapat menunjukkan karta tanda bukti
penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) keluarga miskin. Dr Emilia Handayani,
Kahumas RS Wahidin mengatakan, pihak rumah sakit harus mengikuti prosedur
penerimaan pasien yang tidak mampu.
"Setiap pasien tidak mampu harus menyertakan kartu BLT dan bukan
sekedar keterangan miskin dari kelurahan atau camat, karena banyak orang yang
mampu tetapi berpura-pura miskin dan untuk membuktikannya, harus ada kartu
BLT," ujarnya.
Selain itu, katanya, sudah ada instruksi dari pemerintah untuk
menghentikan pelayanan untuk keluarga miskin sejak bulan Juni 2007 karena
tunggakan pemerintah untuk membiayai pelayanan kesehatan di RS Wahidin
sudah di atas Rp10 miliar.
"Sampai saat ini, RS Wahidin belum mendapat bayaran, jadi bagaimana
kami bisa melayani lagi, sementara biaya operasional sangat terbatas," katanya.
Dia menambahkan, pihak rumah sakit sebelumnya tidak menolak pasien dari
keluarga miskin sepanjang memiliki kartu BLT dan bukti-bukti pendukung bahwa
pasien berasal dari keluarga tidak mampu. Akbar, ayah bayi itu mengatakan,
kendati tidak memiliki kartu BLT, dirinya sudah mengikhlaskan kepergian anak
pertama perempuannya itu. "Kita sudah berusaha namun Tuhanlah yang
menentukan semuanya," .[1]
Pembahasan Kasus
Dulu sering kita mendengar adanya pasien yang ditolak dirawat oleh rumah
sakit dengan alasan tidak mempunyai biaya buat pengobatan seperti pada kasus
12
yang diambil dari situs kantor berita Antara (ANTARA NEWS) dengan judul
Bayi Tanpa Batok Kepala Meninggal Setelah Ditolak RS W di tertanggal 25
Agustus 2007. Dari berita tersebut berisikan bayi perempuan yang lahir tanpa
batok kepala, akhirnya menghembuskan nafas terakhir pada Jumat sore saat bayi
tersebut hendak dirujuk ke RS L karena ditolak di RS W. Bayi tersebut meninggal
dunia dalam perjalanan menuju RS L setelah bertahan hidup selama dua hari.
Jenazah bayi yang lahir dengan langsung dikebumikan di pekuburan umum.
Bayi tanpa batok kepala itu semula dirujuk ke RS W, sebuah rumah sakit negeri,
namun pihak RS menolak merawat bayi itu karena orangtuanya tidak dapat
menunjukkan karta tanda bukti penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT)
keluarga miskin.
Pada kasus di atas penyimpangan etika dan hukum dari instansi kesehatan
terhadap bayi tersebut meliputi beberapa aspek antara lain :
1. Sumpah dokter yang berbunyi kesehatan penderita senantiasa akan
saya utamakan.
2. Deklarasi Lisabon 1981 yang menjelaskan tentang hak-hak pasien
tentang hak dirawat dokter
3. Undang-undang Kesehatan no 23 tahun 1992 yang telah dirubah
menjadi UU no.36 tahun 2009 tentang kesehatan yang berisikan :
a) Pasal 2 : Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan
perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan
merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan
akan kemampuan dan kekuatan sendiri penjelasan pasal 2
bagian d yang berbunyi asas adil dan merata berarti bahwa
penyelenggaraan
kesehatan
harus
dapat
memberikan
13
14
yang tidak wajar dan bahwa segolongan manusia janganlah dikorbankan untuk
kepentingan golongan lain. ( kodeki, MKEK,2002,hal.47 )
Dari kasus itu seharusnya RS W tetap menerima pasien bayi ditinjau dari segi
etika dan hukum bukan menolak pasien lantaran tidak mempunyai biaya berobat.
Padahal RS W merupakan salah satu rumah sakit negeri (milik pemerintah).
Sehingga soal pembiayaan dana seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah
bukan RS W sesuai dengan pasal 7 UU Kesehatan no 36 tahun2009.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari pada waktu menjabat sebagai Menteri
Kesehatan waktu itu pernah mengingatkan manajemen rumah sakit untuk tidak
menolak pasien dari keluarga miskin. Bila menolak, bisa dilaporkan ke polisi
dengan tuduhan cukup berat.Siti Fadilah mengatakan, tidak ada alasan bagi rumah
sakit pemerintah menolak pasien dari keluarga miskin. Pasalnya, pemerintah
sudah menyediakan jaminan pembayaran biaya perawatan kesehatan paling
sedikit Rp 2,6 triliun untuk rumah sakit. Belum lagi dana-dana dari alokasi
lain.Alasan administrasi juga tidak bisa dipakai untuk menolak pasien. Rumah
sakit tidak dibenarkan menolak pasien dengan alasan kartu Asuransi Kesehatan
untuk Keluarga Miskin (Askeskin) tidak berlaku lagi. Rawat dulu, urusan
administrasi bisa dibereskan, ujarnya.Siti Fadilah juga mengingatkan, pemerintah
tetap menyediakan jaminan pembayaran perawatan kesehatan masyarakat miskin.
Memang saat ini tidak lagi menggunakan nama Askeskin. Sekarang
pemerintah menggunakan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).Rumah
sakit jangan menolak gara-gara Askeskin menjadi Jamkesmas. Apalagi, sampai
menolak pasien yang hidupnya bergantung pada tindakan medis. Nanti saya
laporkan ke polisi karena pembunuhan berencana, ujarnya. (situs alumniKalabahu-lbh Jakarta yahoo group mengutip kompas tanggal 9 April 2008.
Semoga dari pemberitaan di atas tidak ada lagi pasien yang ditolak rumah sakit
akibat tidak mempunyai biaya.
Contoh Kasus :
Merdeka.com
Seperti diceritakan Yati, anaknya beberapa kali diberi uang usai menjadi
penonton di Dahsyat. Menurutnya, Olga juga ramah menyapa para penggemarnya.
Anak saya Agus kan sudah kenal, kalau pulang suka dikasih ongkos, ungkap
Yati
kepadamerdeka.com,
Jumat
(27/3).
Yati juga mengaku pernah mendengar kebaikan Olga lain kepada penonton
Dahsyat yang sedang membutuhkan. Dia (Olga) memang suka berbagi, apalagi
kalau
sudah
kenal,
tuturnya.
Di kalangan artis semua juga tahu soal kedermawanan Olga. Seperti dikatakan
Vico Mr Bean Indonesia yang pernah diberikan uang oleh Olga usai mengisi acara
di salah satu stasiun televisi.
Aku dikasih uang Rp 100 ribu, Rp 50 ribu dua lembaran. Enggak hanya
aku, kru, temen artis yang baru sampai satpam juga dikasih, katanya.
Saat itu, kata Vico, terkejut Olga sangat dermawan. Saya kaget saya tanya
uangnya kok dibagi-bagiin Olga, tapi dia hanya senyum, ujar Vico.
Kini setelah kepergiannya, semua orang hanya bisa mengenang segala kebaikan
dan kemuliaan hati seorang Olga Syahputra.
Dari berita diatas bahwa memberi tanpa melihat siapa yang memberi dan
siapa yang menerima. Karena dijaman sekarang ini tingginya individualisme
dikalangan masyarakat. menunjukkan sikap yang saling tolong menolong.
b. Negatif
Contoh Kasus : Pembuanngan Pasien di Lampung
Sekretaris Badan Kesehatan Partai Gerindra (Kesira) Batara Sirait menilai
kasus pembuangan pasien di Lampung merupakan kejahatan kemanusiaan. Aksi
keji itu telah bertentangan dengan Pancasila.
Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan oleh negara.
Kasus pembuangan pasien yang terjadi di Lampung merupakan kejahatan
kemanusiaan. Partai Gerindra sangat menyayangkan terjadinya hal seperti itu
karena bertentangan dengan Pancasila sila kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, kata Batara dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu
16
(12/2/2014). (http://news.liputan6.com/read/825425/gerindra-kasus-pembuanganpasien-langgar-pancasila)
Dari berita di atas melanggar sila kedua karna tidak adanya keadilan bagi
orang yang tidak mampu dan tidak adanya perlindungan oleh Negara. Seseorang
yang ingin sembuh dan bisa hidup seprti biasa tapi ketika berobat dan dirawat
dirumah sakit tersebut saat tidak bisa membayar pasien dibuang begitu saja.
Sudah jelas bahwa sila kedua ini mengajarkan bahwa kita harus saling tolong
menolong.
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18
19
20