Dosen :
R. Fresley H, SH, MH, MARS
Disusun oleh :
Ashrinda Jussinur
20210309203
Menurut WHO (World Health Organization), definisi rumah sakit adalah integral
dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (Komprehensif), penyembuhan penyakit (Kuratif) dan pencegahan penyakit
(Preventif) kepada masyarakat.1 Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan pusat peneliti medik.2
Rumah Sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan
yang setiap hari berhubungan dengan pasien merupakan suatu institusi yang sangat
kompleks dan berisiko tinggi (high-risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan
global yang sangat dinamis perubahan-perubahannya seperti saat sekarang ini. Tidak
jarang kita mendengar keluhan-keluhan masyarakat bahwa Rumah Sakit tidak
memberikan pelayanan yang baik, bahkan beberapa Rumah Sakit dituntut secara hukum
karena dinilai memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan pasien dan
keluarga. Dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada Rumah Sakit
diperlukan perangkat hukum yang mempunyai nilai hukum yang kuat, sah, dan diakui
oleh negara, serta sebagai landasan dalam mengatur Rumah Sakit secara menyeluruh
maka diberlakukan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Mengenai Rumah Sakit
(UU RS). Keberadaan undang-undang ditujukan agar dapat memberikan kepastian dan
perlindungan hukum untuk meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi
pengelolaan rumah sakit.3
Pelayanan kesehatan dalam segala bentuknya akan senantiasa berhubungan dengan
aspek-aspek hukum, baik itu berupa hubungan hukum antara penyedia pelayanan
(khususnya dokter) dan pengguna jasa (pasien), maupun antara negara/pemerintah
sebagai penanggungjawab pelayanan kesehatan dan warga masyarakat. Dengan adanya
ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan4 Hak warga negara sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut
diharapkan dapat terlindungi, begitu pula untuk penyedia pelayanan Kesehatan yang
diatur dalam etika pemberian pelayanan Kesehatan, norma disiplin khususnya profesi
dokter, serta hukum yang mengatur pemberian pelayanan kesehatan
Menurut K. Bertens definisi dari etika adalah nilai moral dan norma yang
menjadi pedoman, baik bagi suatu individu maupun suatu kelompok, dalam
mengatur tindakan atau perilaku. Dengan kata lain, pengertian ini disebut juga
sebagai sistem nilai di dalam hidup manusia, baik perorangan maupun
bermasyarakat.5 Pelayanan kesehatan adalah semua upaya dan kegiatan pencegahan
dan pengobatan penyakit. Segala upaya dan kegiatan meningkatkan dan memulihkan
kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencapai masyarakat yang
sehat. Tujuan pelayanan kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang memuaskan harapan dan derajat kebutuhan masyarakat (Consumer
saticfaction) melalui pelayanan yang efektif oleh pemberi pelayanan yang juga akan
memberikan kepuasan dalam harapan dan kebutuhan pemberi pelayanan (Provider
satisfaction) dalam institusi pelayanan yang diselenggrakan secara efisien
(Institusional satisfaction). Dengan demikian pelayanan kesehatan yang terbaik
adalah yang memberikan kepuasan terhadap masyarakat, bahkan melebihi harapan
masyarakat.
Etika Profesi Kedokteran pada awalnya Galenus (Roma), Imhotep (Mesir) dan
Hippocrates (Yunani) merupakan para ahli bidang kedokteran yang mempelopori
terbentuknya tradisi-tradisi dalam dunia kedokteran. Kemudian dijadikan sebagai
suatu etika profesi kedokteran. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga
medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman
dalam melakukan penelitian di bidang medis. Sikap etis dan professional dokter:
- Autonomy (menghormati hak pasien)
- Beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien)
- Non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk pasien)
- Justice (bersikap adil dan jujur)
- Altruisme (pengabdian profesi)
Etika profesi merupakan suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat
yang memerlukan. Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter
dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat dan mitra
kerja. Rumusan perilaku dokter sebagai anggota profesi disusun oleh organisasi
profesi bersama pemerintah menjadi satu kode etik profesi yaitu Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) (MKEK, 2002 & 2012) 6,7. Kode Etik
Kedokteran Indonesi terdiri dari:
1. Kewajiban Umum
2. Kewajiban dokter terhadap pasien
3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat
4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri
Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun dengan mempertimbangkan
International Code of Medical Ethics dengan landasan idiologi Pancasila dan
landasan strukturil Undang-Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran Indonesia
mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang
dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya
dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir Kode
Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan
ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.
Pelanggaran etik tidak selalu berarti pelanggaran hukum, sebaliknya pelanggaran
hukum tidak selalu merupakan pelanggaran etik kedokteran
Etika rumah sakit adalah etika terapan (applied ethics) atau etika praktis
(practical ethics) yaitu moralitas atau etika umum yang diterapkan pada isu-isu
praktis seperti, perlakuan terhadap etnik-etnik minoritas, keadilan untuk kaum
perempuan, penggunaan hewan untuk bahan makanan atau penelitian, pelestarian
lingkungan hidup, aborsi, eutanasi, dan sebagainya. Sehingga etika Rumah Sakit
adalah etika umum yang diterapkan pada pengoperasian rumah sakit. Rumah Sakit
dalam menjamin perlindungan hukum bagi dokter agar tidak menimbulkan kesalahan
medik dalam menangani pasien, sekaligus pasien mendapat perlindungan hukum dari
suatu tanggungjawab rumah sakit dan dokter/ tenaga Kesehatan. Dalam pemberian
pelayanan kepada pasien dan bermitra dengan dokter Rumah Sakit memiliki hak dan
kewajiban yang diatur sesuai dengan Kode Etik Rumah Sakit (KODERSI)
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit (KEHRS) dapat dikatakan sebagai suatu
badan yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan
kesehatan dalam rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik
yang timbul dalam rumah sakit.
Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dapat menjadi sarana efektif dalam
mengusahakan saling pengertian antara berbagai pihak yang terlibat seperti dokter,
pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai masalah etika hukum
kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di Rumah Sakit. Berdasarkan
PMK No 42 tahun 2018 Tugas, fungsi dan Kewenangan dari Komite Etik dan Hukum
Rumah Sakit ini adalah11:
a. Menyusun Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct)
b. Membina penerapan Etika Pelayanan, Etika Penyelenggaraan, dan hukum
perumahsakitan
c. Mengawasi pelaksanaan penerapan Etika Pelayanan dan Etika
Penyelenggaraan
d. Memberikan analisis dan pertimbangan etik dan hukum pada pembahasan
internal kasus pengaduan hukum
e. Mendukung bagian hukum dalam melakukan pilihan penyelesaian sengketa
(alternative dispute resolution) dan/atau advokasi hukum kasus pengaduan
hukum
f. Menyelesaikan kasus pelanggaran etika pelayanan yang tidak dapat
diselesaikan oleh komite etika profesi terkait atau kasus etika antar profesi di
Rumah Sakit.