Anda di halaman 1dari 16

Hubungan antara Dokter dan Pasien yang Berkaitan dengan

Aspek Etika, Disiplin, dan Hukum Medis


Harun Gani
102013410
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.06 Jakarta 11510
Email: harungani13@gmail.com

Pendahuluan
Agar setiap dokter dapat memberikan pelayanan yang maksimal maka dari itu dibuatlah
suatu kode etik. Kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara
sebagai pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata
cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar
perilaku anggotanya. Nilai profesional paling utama adalah keinginan untuk memberikan
pengabdian kepada masyarakat. Nilai professional dapat disebut juga dengan istilah asas etis.
Chung (1981) mengemukakan empat asas etis, yaitu menghargai harkat dan martabat, peduli dan
bertanggung jawab, integritas dalam hubungan, tanggung jawab terhadap masyarakat. Pada
dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi
profesi. 1
Dalam kasus ini muncul suatu permasalahan yang muncul antara dokter dengan pasien. Dimana pada
kasus tersebut dokter tidak melakukan komunikasi dengan pasien setelah melakukan tindakan dan
langsung pulang begitu saja. Untuk dapat memahami hal tersebut kita perlu mengerti terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan komunikasi dokter-pasien. Komunikasi dokter-pasien merupakan suatu hubungan
yang berlangsung antara dokter/dokter gigi dengan pasiennya selama pemeriksaan/pengobatan/perawatan
yang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas dalam rangka membantu
menyelesaikan masalah kesehatan pasien.1 Untuk dapat mengembangkan hal tersebut dibutukan suatu
komunikasi yang efektif dimana pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung
secara efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan
dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan pasien.

Pembahasan
Bioetika
Bioetika berasal dari kata bios yang berati kehidupan dan ethos yang berarti akhlak, adat
istiadat, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Bioetika merupakan studi interdisipliner

1
tentang masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan di bidang biologi dan ilmu kedokteran
baik skala mikro maupun makro, masa kini dan masa mendatang. Bioetika mencakup isu-isu
sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik. Bioetika selain membicarakan bidang medis,
seperti abortus, euthanasia, transplantasi organ, teknologi reproduksi buatan, dan rekayasa
genetik, membahas pula masalah kesehatan, faktor budaya yang berperan dalam lingkup
kesehatan masyarakat, hak pasien, moralitas penyembuhan tradisional, lingkungan kerja,
demografi, dan sebagainya. Bioetika memberi perhatian yang besar pula terhadap penelitian
kesehatan pada manusia dan hewan percobaan.2

Etika dalam disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu sikap
dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik-buruk
dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup banyak
jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah teori deontology dan
teleology. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa, deontology mengajarkan bahwa baik-buruknya
suatu perbuatan harus dilihat dari perbuatanya itu sendiri sedangkan teleology mengajarkan
untuk menilai tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya. Deontologi lebih mendasarkan
kepada ajaran agama, tradisi, dan budaya, sedangkan teleology lebih ke arah penalaran
(reasoning) dan pembenaran (justifikasi) kepada azas manfaat (aliran utilitarian).2
Beauchamp dan Childress menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu keputusan etik
diperlukan 4 kaidah dasar moral dan beberapa rules dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral
tersebut adalah :2
1. Prinsip Autonomi
Prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien.
Setiap pembuatan keputasan moral membutuhkan informasi yang rasional dan keputusan
sendiri. Pada prinsip autonomi ini, tidak ada yang dapat mengatur keputusan hak pribadi
pasien. Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficence
Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan untuk kebaikan
pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, melainkan
juga perbuatan yang sisi baiknya lebih besar daripada sisi buruknya. Tugas ini dianggap
merupakan kompetensi pribadi dan diterima sebagai tujuan umum dari kedokteran.

2
Tujuan ini diaplikasikan baik pada pasien dalam bentuk individu ataupun kebaikan pada
komunitas.
3. Prinsip non-maleficence
Prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip
ini dikenal sebagai primum non nocere atau above all do no harm. Untuk
menciptakan standar yang meminimalisasi resiko merugikan pasien, maka diperlukan
dukungan tidak hanya dari moral semata tetapi dari standar hukum yang berlaku pada
masyarakat.
4.
Prinsip justice
Prinsip moral yang mementingkan keadilan dalam bersikap maupun dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Pengertian Etika, Hukum dan Disiplin Kedokteran


Aspek Etika
Secara etimologis istilah etik berasal dari kata Yunani ethos, yang berarti akhlak, adat
istiadat, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan
tentang azas akhlak.
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi perseorangan
maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun
sebagai pihak penyelenggara kesehatan dalam segala aspek, organisasi, sarana pedoman standar
pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum, serta sumber-sumber hukum lain.
Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut pelayanan
kedokteran. Berdasarkan pada pengertian etik dan hukum, penting juga untuk diuraikan
persamaan dan perbedaan antara keduanya.3
Persamaan yang dapat diperoleh antara keduanya adalah sebagai berikut:3

Merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat,


Objeknya adalah tingkah laku manusia,
Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak saling merugikan,
Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi,
Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para anggota senior.
Perbedaan antara keduanya dapat dilihat sebagai berikut:3

Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum,

3
Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi, hukum disusun oleh badan
pemerintah,
Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terinci dalam kitab undang-
undang dan lembaran/berita negara.
Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan, sanksi terhadap pelanggaran hukum
berupa tuntutan,
Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI) yang dibentuk olek Konsil Kedokteran Indonesia dan atau oleh Majelis
Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), pelanggaran hukum diselesaikan oleh
pengadilan,
Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyelesaian pelanggaran
hukum memerlukan bukti fisik.
Dari hasil uraian ini, dapat disimpulkan bahwa etika kedokteran adalah pengetahuan
tentang perilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya
sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun
oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah. Sedangkan hukum kesehatan merupakan
peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan baik untuk pelenggara
maupun penerima pelayanan kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pelanggaran
etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, demikian pula sebaliknya pelanggaran
hukum belum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran.3

Aspek Hukum
Menurut Undang-undang RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan berisi peraturan-
peraturan hukum yang bertujuan untuk peningkatan derajat kesehatan seluruh anggota
masyarakat. Undang-undang ini merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mencapai derajat
kesehatan yang lebih baik bagi seluruh anggota masyrakat.3
Pasal 53
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesi.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.

4
Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis
terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud dalam
ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pasal 54

Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam


melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud ayat 1
ditentukan oleh majelis disiplin tenaga kesehatan.
Pasal 55

Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15

Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan :
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
Pada sarana kesehatan tertentu.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.3

Aspek Displin
Dalam undang-undang praktik kedokteran terdapat pemisahan yang jelas antara
pelanggaran etik profesi dan disiplin dokter. Pelanggaran etik profesi adalah pelanggaran
terhadap kode etik kedokteran yang disusun oleh IDI, sedangkan pelanggaran disiplin adalah

5
penyimpangan terhadap standar profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi dan prosedur
operasional yang di tentukan oleh sarana pelayanan kesehatan setempat.4
Sanksi disiplin bisa berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan tanda
registrasi/izin praktek atau mewajibkan mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan. Dalam disiplin kedokteran terdapat beberapa pelanggaran seperti:4
1. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran
- Pasien mempunyai hak atas informasi tentang kesehatannya (the right to
information), dan oleh karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan
bahasa yang dipahami oleh pasien atau penterjemahnya, kecuali bila informasi
tersebut dapat membahayakan kesehatan pasien.
- Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi:
diagnosis medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif
tindakan medik lain, risiko tindakan medik, komplikasi yang mungkin terjadi
serta prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
- Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan
yang akan dijalaninya.
- Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya
kematian pasien, kecuali atas kehendak pasien
2. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya.
- Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya
(well informed) sehingga pasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri
(the right to self determination) untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse)
tindakan medik yang akan dilakukan dokter kepadanya.
- Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan
persetujuan (otorisasi) dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana
pasien tidak dapat memberikan persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau
keadaan fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan dapat diberikan
oleh keluarga terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau
wali atau pengampunya (proxy).
- Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis
atau lisan, termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik
yang mempunyai risiko tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis.

6
- Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki
pendamping, maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan
pasien yang berada dalam keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa
persetujuan pasien.
- Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan
harus dari pihak suami/istrif.
3. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan atau etika profesi.
- Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam
medik secara benar dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam hal dokter berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, maka penyimpanan
rekam medik merupakan tanggung jawab sarana pelayanan kesehatan yang
bersangkutan
4. Menghentikan kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan dan etika profesi.
- Penghentian (terminasi) kehamilan hanya dapat dilakukan atas indikasi medik
yang mengharuskan tindakan tersebut.
- Penentuan tindakan penghentian kehamilan pada pasien tertentu yang
mengorbankan nyawa janinnya dilakukan oleh setidaknya dua dokter.
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional.
Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dihindari.Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.4,5
Di Indonesia kode etik kedokteran sewajarnya berlandaskan etik dan norma-norma yang
mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam falsafah pancasila, sebagai
landasan idiil dan UUD 1945 sebagai landasan strukturil. Oleh karena, salah satu ciri kode etik
profesi adalah disusun oleh organisasi profesi bersangkutan, maka KODEKI yang dipakai adalah
yang telah diputuskan oleh PB IDI. Kode etik kedokteran Indonesia (KODEKI) berbunyi sebagai
berikut:4,5

Kewajiban Umum

7
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

8
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan
pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter terhadap Pasien5


Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokter yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri


Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

9
kedokteran/kesehatan.

Hubungan Dokter-Pasien
Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai
konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-rambu
hubungan tersebut. Pada awalnya hubungan dokter-pasien adalah hubungan yang bersifat
paternalistic, dengan prinsip utama adalah beneficence. Sifat hubungan paternalistic ini
kemudian dinilai telah mengabaikan nilai otonomi pasien dan dianggap tidak sesuai dengan
perkembangan moral (orang barat) saat ini, sehingga berkembanglah teori hubungan kontraktual
(sekitar tahun 1972-1975).6
Walaupun hubungan dokter-pasien ini bersifat kontaktual, namun mengingat sifat praktek
kedokteran yang berdasarkan ilmu empiris, maka prestasi kontrak tersebut bukanlah hasil yang
akan dicapai melainkan upayanya yang sungguh-sungguh.
Pada hubungan dokter-pasien yang virtue based dirumuskan bahwa hubungan itu
bertumbuh dan berkembang sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun ketentuan yang
ditentukan pada permulaan dapat menentukan masa depan. Baik dokter maupun pasien harus
tetap berdialog untuk menjaga berjalannya komunikasi dalam rangka mencapai tujuan bersama,
yaitu kesejahteraan pasien. Tentu saja komunikasi yang baik tersebut membutuhkan prinsip-
prinsip moral di atas, termasuk informed consent yang berasal dari prinsip autonomy.6

Hak pasien seperti:6


Hak atas informasi medik
Hak memberikan persetujuan tindak medik
Hak untuk memilih dokter atau Rumah Sakit
Hak atas rahasia medik
Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan serta tindakan medik
Hak atas second opinion
Hak untuk mengetahui isi rekam medik
Hak untuk dirujuk kepda dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikan kepda
dokter yang merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan unuk memperoleh
perawatan atau tindaklanjut.

Kewajiban pasien antara lain:6


Kewajiban memberikan informasi medik
Kewajiban menaati petunjuk atau nasihat dokter
Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada sarana kesehatan

10
Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter
Kewajiban berterus-terang
Kewajiban menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya

Kewajiban dokter yang penting dalam profesi medik adalah:6


Kewajiban untuk bekerja sesuai dengan Standar Profesi Medik (SPM)
- Bekerja dengan teliti, hati-hati dan seksama
- Sesuai dengan ukuran medik
- Sesuai dengan kemampuan rata-rata dibanding dengan dokter dari kategori keahlian
medik yang sama
- Dalam situasi dan kondisi yang sebanding dengan sarana dan upaya yang memenuhi
perbandingan wajar dibandingkan dengan tujuan konkret tindakan medik tersebut.
Kewajiban memberikan informasi tentang tindak medik yang akan dilakukan terhadap
pasien.
Kewajiban menyimpan rahasia jabatan atau pekerjaan medik.
Kewajiban menolong pasien gawat darurat.

Hak-hak dokter antara lain:6


Hak untuk menolak bekerja di luar SPM
Hak untuk menolak tindakan yang bertentangan dengan Kode Etik Profesi Kedokteran
Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan profesional dengan pasien
Hak atas privacy
Hak atas imbalan jasa
Hak menolak memberikan keterangan tentang pasien di pengadilan.

Hubungan Kesejawatan
1. Merujuk pasien

Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan
fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harus merujuk pasien pada sejawat lain untuk
mendapatkan saran, pemeriksaan atau tindakan lanjutan. Bagi dokter yang menerima
rujukan, sesuai dengan etika profesi, wajib menjawab/memberikan advis tindakan akan
terapi dan mengembalikannya kepada dokter yang merujuk. Dalam keadaan tertentu
dokter penerima rujukan dapat melakukan tindakan atau perawatan lanjutan dengan
persetujuan dokter yang merujuk dan pasien. Setelah selesai perawatan dokter rujukan
mengirim kembali kepada dokter yang merujuk.
Pada pasien rawat inap, sejak awal pengambilan kesimpulan sementara, dokter
dapat menyampaikan kepada pasien kemungkinan untuk dirujuk kepada sejawat lain

11
karena alasan kompetensi. Rujukan dimaksud dapat bersifat advis, rawat bersama atau
alih rawat. Pada saat meminta persetujuan pasien untuk dirujuk, dokter harus memberi
penjelasan tentang alasan, tujuan dan konsekuensi rujukan termasuk biaya, seluruh usaha
ditujukan untuk kepentingan pasien. Pasien berhak memilih dokter rujukan, dan dalam
rawat bersama harus ditetapkan dokter penanggung jawab utama.
Dokter yang merujuk dan dokter penerima rujukan, harus mengungkapkan segala
informasi tentang kondisi pasien yang relevan dan disampaikan secara tertulis serta
bersifat rahasia. Jika dokter memberi pengobatan dan nasihat kepada seorang pasien yang
diketahui sedang dalam perawatan dokter lain, maka dokter yang memeriksa harus
menginformasikan kepada dokter pasien tersebut tentang hasil pemeriksaan, pengobatan,
dan tindakan penting lainnya demi kepentingan pasien.7

2. Bekerjasama dengan sejawat

Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membedakan jenis kelamin,


ras, kecacatan, agama/kepercayaan, usia, status social atau perbedaan kompetensi yang
dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat. Seorang dokter tidak dibenarkan
mengkritik teman sejawat melalui pasien yang mengakibatkan turunnya kredibilitas
sejawat tersebut. Selain itu tidak dibenarkan seorang dokter memberi komentar tentang
suatu kasus, bila tidak pernah memeriksa atau merawat secara langsung.7

3. Bekerjasama dalam tim

Asuhan kesehatan selalu ditingkatkan melalui kerjasama dalam tim multidisiplin.


Apabila bekerja dalam sebuah tim, dokter harus:7

a. Menunjuk ketua tim selaku penanggung jawab


b. Tidak boleh mengubah akuntabilitas pribadi dalam perilaku keprofesian dan
asuhan yang diberikan.
c. Menghargai kompetensi dan kontribusi anggota tim
d. Memelihara hubungan profesional dengan pasien
e. Berkomunikasi secara efektif dengan anggota tim di dalam dan di luar tim
f. Memastikan agar pasien dan anggota tim mengetahui dan memahami siapa
yang bertanggung jawab untuk setiap aspek pelayanan pasien

12
g. Berpartisipasi dalam review secara teratur, audit dari standar dan kinerja tim,
serta menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki
kinerja dan kekurangan tim
h. Menghadapi masalah kinerja dalam pelaksanaan kerja tim dilakukan secara
terbuka dan sportif.
4. Mengatur dokter pengganti
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan dokter
pengganti serta mengatur proses pengalihan yang efektif dan komunikatif dengan dokter
pengganti. Dokter pengganti harus diinformasikan kepada pasien. Dokter harus
memastikan bahwa dokter pengganti mempunyai kemampuan, pengalaman, pengetahuan,
dan keahlian untuk mengerjakan tugasnya sebagai dokter pengganti. Dokter pengganti
harus tetap bertanggung jawab kepada dokter yang digantikan atau ketua tim dalam
asuhan medis.7
5. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, mahasiswa kedokteran, peserta
program pendidikan dokter spesialis, atau dokter pengganti dalam hal pengobatan atau
perawatan atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi dalam
melaksanakan prosedur dan pemberian terapi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dokter yang mendelegasikan tetap menjadi penanggung jawab atas penanganan pasien
secara keseluruhan.7

Persetujuan Tindakan Medik


Dalam aspek hukum kesehatan, hubungan dokter dengan pasien terjalin dalam ikatan
transaksi atau kontrak terapeutik. Dalam ikatan demikianlah masalah persetujuan tindakan medik
atau yang sekarang disebut persetujuan tindakan kedokteran (PTM) ini timbul. Hal ini berarti di
satu pihak dokter mempunyai kewajiban untuk melakukan diagnosis, pengobatan dan tindakan
medik yang terbaik menurut jalan pikiran dan pertimbangannya, dan dilain pihak pasien atau
keluarga pasien memiliki hak untuk menentukan pengobatan atau tindakan medik apa yang akan
dilaluinya. Persetujuan tindakan medik merupakan terjemahan yang dipakai untuk istilah
informed consent. Secara harfiah informed berarti telah diberitahukan, telah disampaikan atau
telah di informasikan. Sedangkan consent berarti persetujuan yang diberikan kepada seseorang
untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian, informed consent berarti persetujuan yang diberikan

13
pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. Yang dimaksud dengan informed atau memberi
penjelasan disini adalah semua keadaan yang berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan
medik apa yang akan di lakukan dokter serta hal-hal lain yang perlu dijelaskan dokter atas
pertanyaan pasien atau keluarga. Berdasarkan pada pengertian dari persetujuan tindakan medik,
maka persetujuan tindakan medik dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu :8
o Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied consent)
Merupakan persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan
tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien. Umumnya
tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum.
Hal ini dapat berupa tindakan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
Bentuk lain dari implied consent adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat,
sedangkan dokter memerlukan tindakan segera dengan pasien dalam keadaan tidak bisa
memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat, dokter dapat melakukan
tindakan medik yang terbaik menurut dokter. Adapun jenis persetujuan ini disebut
sebagai presumed consent, yang artinya apabila pasien dalam keadaan sadar, dianggap
akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter.

o Dinyatakan (Expressed consent)


Merupakan persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan
dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan biasa. Dalam keadaan demikian,
sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan
supaya tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya pemeriksaan dalam rektal ataupun
vagina, dengan persetujuan secara lisan sudah mencukupi. Akan tetapi bila tindakan yang
akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan atau prosedur
pemeriksaan dan pengobatan yang invasif, sebaiknya didapatkan persetujuan tindakan
medik secara tertulis.

Berbicara mengenai informed consent yang terpenting adalah informasi atau penjelasan
yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga. Dalam Permenkes NO. 585 tahun 1989
tentang PTM, dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada
pasien/keluarga diminta atau tidak diminta. Informasi yang diberikan dalam informed consent
mencakup penjelasan mengenai :8
o Diagnosis dan tatacara tindakan medis,

14
o Tujuan tindakan medis yang dilakukan,
o Alternatif tindakan lain dan risikonya,
o Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
o Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Masalahnya adalah informasi mengenai apa (what) yang perlu disampaikan, kapan
disampaikan (when), siapa yang harus menyampaikan (who), dan informasi mana (which) yang
perlu disampaikan. Mengenai apa (what) yang harus disampaikan, tentulah segala sesuatu yang
berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur
tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi sehingga pasien dan keluarga
dapat memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan
dilaksanakan dan alternatif terapi.8
Penyampaian informasi haruslah secara lisan. Adapun penyampaian formulir untuk
ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan
pasien/keluarga tidaklah memenuhi persyaratan. Mengenai kapan disampaikan (when),
bergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter memutuskan akan melakukan tindakan
invasif dimaksud. Pasien dan keluarga harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan
keputusanya. Yang menyampaikan informasi (who), bergantung pada jenis tindakan yang akan
dilakukan. Dalam permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif lainya harus
diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan tertentu dapat pula oleh
dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggung jawab. Bila bukan
tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter lain ataupun perawat.
Mengenai informasi mana (which) yang harus disampaikan dalam permenkes dijelaskan haruslah
selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.8
Persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Yang
berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa dan dalam keadaan sehat
mental. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun dan pasien dengan gangguan jiwa yang
menandatangani adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Sedangkan untuk pasien dalam keadaan
tidak sadar atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada
dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan
persetujuan dari siapa pun.8

Kesimpulan

15
Dalam penyelenggaraan kesehatan seharusnya ada komunikasi yang baik antara dokter
dan pasien sehingga pemeriksaan, penatalaksanaan dan hasil yang diharapkan bisa tercapai
dengan baik. Dalam hal ini pula seorang dokter harus beretika yang baik, mengikuti disiplin dan
hukum yang telah berlaku.

Daftar Pustaka
1. Achadiat CM. Dinamika etika dan hukum kedokteran. Jakarta: EGC; 2007. h. 1-2.
2. Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2008. h. 2-6.
3. Wasisto B, Sudjana G, Zahir H, Sidi IPS, Witjaksono M, Claramita M, et al.
Komunikasi efektif dokter-pasien. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia;2006.h.7-21.
4. Jacobalis S. Perkembangan ilmu kedokteran, etika medis dan bioetika. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2005. h. 175-188.
5. Rafly A, Purwadianto A, Rusli A, Rasad A, Aswar B, Sampurna B, et al. Kemitraan dalam
hubungan dokter-pasien. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2006.h.11-35.
6. Bertens K. Etika biomedis. Yogykarta: Kanisius; 2011. h.42-55.
7. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Kode etik kedokteran indonesia dan pedoman
pelaksanaan kode etik kedokteran indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2002.h.11.
8. Lampiran Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi
Kedokteran. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 24 Agustus 2006. Surat Keputusan no.
17/KKI/KEP/VIII/2006.

16

Anda mungkin juga menyukai