Anda di halaman 1dari 5

B27

Kisi Wulandari
102016057
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6 Jakarta 11510
kisi.2016fk057@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan masyarakat untuk mengembangkan potensi


hidupnya. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat maka dibutuhkan sosok seorang dokter
yang berperan penting untuk mencegah dan mengobati permasalahan penyakit yang ada di
kalangan masyarakat. Dokter memiliki profesi yang istimewa karena berhadapan dengan begitu
banyak segi kehidupan manusia. Profesi dokter dianggap profesi luhur dan mulia karena
berkaitan dengan penyelamatan manusia. Pasien mempercayakan dirinya kepada dokter untuk
diperiksa dan diobati.

Kata kunci: etika, disiplin, hukum

Abstract

Leprosy
Keyword: etchis,

Pendahuluan

Etik merupakan seperangkat perilaku yang benar dan baik dalam suatu profesi. Etika
kedokteran adalah pengetahuan tentang perilaku profesional para dokter dan dokter gigi dalam
menjalankan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-
masing yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah. Hukum
merupakan peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan baik untuk
penyelenggara maupun penerima pelayanan kesehatan. Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu
berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berati
pelanggaran etika kedokteran. Pelanggaran etika kedokteran diproses melalui MKDKI (Majelis

1
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) dan MKEK (Majelis Kehormatan Etika Kedokteran)
IDI, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

Dalam UUPK terdapat pemisahan yang jelas antara pelanggaran etik profesi dan disiplin
dokter dan dokter gigi. Pelanggaran etik profesi adalah pelanggaran terhadap Kode Etik
Kedokteran dan Kedokteran Gigi yang disusun oleh IDI dan PDGI, sedangkan pelanggaran
disiplin adalah penyimpangan terhadap standar profesi yang ditentukan oleh organisasi profesi
dan prosedur standar operasional yang ditentukan oleh sarana pelayanan kesehatan setempat.
Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam UUPK dibentuk MKDKI. Sanksi
disiplin bisa berupa peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan tanda registrasi/izin praktik atau
mewajibkan mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan.

Kode Etika Kedokteran Indonesia (KODEKI)


Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku dokter dalam hubungannya
dengan pasien, keluarga, masyaralat, teman sejawat dan mitra kerja. Rumusan perilaku dokter
sebagai anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama pemerintah menjadi satu kode
etik profesi yaitu KODEKI. Berdasarkan kewajiban tersebut maka KODEKI dapat
dikelompokkan sebagai kewajiban dan larangan serta etik murni dan etikolegal. KODEKI terdiri
dari kewajiban umum, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap teman
sejawat, kewajiban dokter terhadap diri sendiri.
Hubungan Dokter Pasien
Terjadi suatu hubungan yang khusus antara dokter dan pasien yang sangat spesifik, yaitu
hubungan yang personal, didasari kepercayaan, karena pasien menyadari bahwa dokter akan
menyimpan rahasianya. Pada umumnya, secara hukum hubungan dokter dengan pasien
merupakan suatu hubungan ikhtiar atau usaha maksimal. Dokter tidak menjanjikan kepastian
kesembuhan, akan tetapi berikhtiar untuk kesembuhan pasiennya.
Etika
Etika kedokteran diperlukan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Etika kedokteran
juga disebut etika klinik. Filosofi moral dari etika kedokteran tertuang dalam empat Prinsip
Dasar Etika Kedokteran yaitu autonomy, beneficence, non maleficence, dan justice. Autonomy
yaitu dimana pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya yang berarti ia
berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik dan ikut serta pada penentuan

2
tindakan klinik dalam kedudukan yang setara. Beneficence yaitu semua penyedia layanan
kesehatan harus berusaha untuk meningkatkan kesehatan pasien dengan melakukan yang paling
baik untuk pasien dalam setiap situasi. Non maleficence yaitu penyedia layanan kesehatan harus
menghindari tindakan yang menyebabkan kerugian kepada pasien. Dokter juga harus menyadari
doktrin efek ganda, di mana pengobatan yang ditujukan untuk kebaikan dapat saja secara tidak
sengaja menyebabkan kerugian. Justice yaitu keadilan pemberian pelayanan kesehatan.
Beneficence dan non maleficence bila dilaksanakan dengan benar sudah menggambarkan
kompetensi klinik, sedangkan autonomy dan justice adalah gambaran niat, sikap dan perilaku
dokter dalam menyampaikan kompetensi klinis tersebut secara manusiawi yang merupakan ciri
kompetensi etik. Autonomy atau hak penentuan nasib sendiri diaplikasikan dalam praktik
kedokteran sebagai persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah Informed
Consent untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik. Implied consent
merupakan persetujuan tersirat seperti pasien menurunkan celananya pada saat akan dilakukan
injeksi. Persetujuan yang dinyatakan baik secara lisan maupun tertulis disebut sebagai Express
consent.
Dalam mengambil keputusan untuk tindakan medik di klinik, dari segi etik dianjurkan
untuk mengamalkan etika klinis yang merupakan etika terapan untuk mengenal, menganalisis
dan menyelesaikan masalah etik dalam pelayanan klinik. Setiap kasus klinik terutama yang
menonjol aspek etiknya dianjurkan pendekatan praktis dalam mengambil keputusan dengan
menggunakan empat topik yaitu indikasi medik (medical indications), pilihan pasien (patient
preference), kualitas hidup (quality of life), gambaran kontekstual (contextual features). Hal 86
Disiplin
Sesuai dengan UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (pasal 5 ayat 1),
disiplin kedokteran adalah aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter. Pelanggaran disiplin pada profesi dokter
adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau penerapan keilmuan yang terdiri dari tiga hal
yaitu:
1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilakukan dengan baik
3. Berperilaku tercela dan merusak martabat dan kehormatan profesi dokter

3
Kewenangan dalam menentukan ada atau tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter
dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran berada pada MKDKI.
Hukum
Hukum kesehatan terdiri dari hukum kedokteran, hukum keperawatan, hukum farmasi,
hukum apotik, hukum kesehatan masyarakat, hukum perobatan, hukum rumah sakit, dan lain-
lain.

Transaksi Terapeutik (masuk dalam bahasan hokum kesehatan)


Dalam menjalankan profesi kedokteran/kesehatan, saat dokter menerima pasien untuk
mengatasi masalah kesehatan baik di bidang kuratif, preventif, rehabilitatif, maupun promotif,
sebetulnya telah terjadi transaksi atau persetujuan antara dua pihak dalam bidang kesehatan yaitu
transaksi terapeutik. Menerima dan mengobati pasien adalah suatu persetujuan atau transaksi di
bidang pengobatan yang mempunyai landasan hukum. Dalam bidang kedokteran hubungan ini
terjalin di bidang jasa dan disebut sebagai transaksi terapeutik, persetujuan terapeutik atau
kontrak terapeutik. Menurut ketentuan hukum, hubungan demikian berlaku sebagai undang-
undang yang artinya tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati. Bila salah satu
pihak tidak memenui kewajibannya, pihak yang dirugikan dapat menuntut atau menggugat pihak
lain.
Kasus
Kesimpulan
Sehat
Daftar Pustaka
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Hukun dan HAM. UU no 23 tahun 1992 tentang
kesehatan. Diunduh dari http://www.balitbangham.go.id/po-
content/peraturan/uu.%20no%2023%20tahun%201992%20tentang%20kesehatan.pdf
2. Prasetyawati AE. Kedokteran keluarga dan wawasannya. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret. Diunduh dari
https://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
3. Pusat Data dan Informasi Kementerian Keseharan RI. Kusta.

4
4. Zulkifli. Penyakit Kusta dan masalah yang ditimbulkannya. Fakultas Kesehatan
masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf
5. Irwan. Epidemiologi penyakit menular. Yogyakarta: CV Absolute Media; 2017
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Diunduh dari
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/KEPMENKES_829_1999.pdf
7. Siskawati Y, Agustin T, Zubier F. Kusta subklinis beberapa pemeriksaan serologis dan
kemoprofilaksis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Diunduh dari
http://www.perdoski.or.id/doc/mdvi/fulltext/32/210/10_Tinjauan_Pustaka_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai