Anda di halaman 1dari 6

Nama: Putri Kurnia Assiqy

NPM: 1102020111
Kelompok: B16

TUGAS MANDIRI SKENARIO 1


SURAT KETERANGAN DOKTER

1. MM. Dokter Muslim


1.1 Definisi
Dokter muslim adalah dokter yang beragama Islam, menguasaiilmu kedokteran dan dalam
melaksanakan tugas profesi serta kehidupannya sejalan denganatau berdasarkan syariat Islam

1.2 Ciri-ciri
Banyak rumusan tentang dokter muslim telah dikemukakan oleh berbagai kalangan. Ilmu kedokteran
dapat dikatakan islami dengan Sembilan karakteristik, yaitu:

1. Dokter harus mengobati pasien dengan ihsan dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan
dengan Al-Quran
2. Tidak menggunakan bahan haram atau dicampur dengan unsur haram
3. Dalam pengobatan tidak boleh berakibat mencacatkan tubuh pasien, kecuali sudah tidak ada
alternatif lain
4. Pengobatannya tidak berbau tahayul, khurafat atau bid'ah
5. Hanya dilakukan oleh tenaga medis yang menguasai di bidang medis 6. Dokter memiliki sifat-sifat
terpuji, tidak pemilik rasa iri, riya, takabur, senang merendahkan orang lain, serta sikap hina lainnya
7. Harus berpenampilan rapih dan bersih
8. Lembaga-lembaga pelayanan kesehatan musti bersifat simpatik
9. Menjauhkan dan menjaga diri dari pengaruh atau lambang-lambang non-Islamis
10. Percaya akan adanya kematian yang tidak terelakan seperti banyak ditegaskan dalam Al-Quran
dan hadits Nabi
11. Menghormati pasien, diantaranya, berbicara dengan baik kepada pasien tidak membocorkan
rahasia dan perasaan pasien, dan tidak melakukan pelecehan seksual
12. Pasrah kepada Allah sebagai zat penyembuh
13. Beriman dan Bertaqwa
14. Penyayang, Penghibur, Murah Senyum
15. Sabar, Rendah Hati, Toleran
16. Tenang sekalipun dalam keadaan kritis
17. Peduli terhadap Pasien
18. Memandang semua pasien sama
19. Pemberi Nasehat

2. MM. Kode Etik Kedokteran


2.1 Definisi
Kode Etik Kedokteran Indonesia adalah sebuah standar perilaku seorang dokter dalam melaksanakan
profesinya. Kode Etik Kedokteran Indonesia merupakan pedoman bagi dokter Indonesia anggota IDI
dalam melaksanakan praktek kedokteran. Tertuang dalam SK PB IDI no 221/PB/A.4/04/2002 tanggal
19 April 2002 tentang penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
2.2 Hubungan kode etik kedokteran dengan hukum
A. Persamaan etik dengan hukum adalah :
1. Sama-sama alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak merugikan orang lain
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi adalah hasil pemikiran para pakar dan
pengalaman para anggota senior

B. Perbedaan etik dengan hukum adalah:


1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi Hukum berlaku untuk umum
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi Hukum disusun oleh badan pemerintah
3. Etik tidak seluruhnya tertulis Hukum tercantum secara rinci dalam kitab UU dan berita Negara
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan Pelanggaran hukum berupa tuntutan
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh (MKDKI) yang dibentuk konsil kedokteran. Indonesia (MKEK)
yang dibentuk Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Pelanggaran hukum diselesaikan oleh pengadilan
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik Penyelesaian pelanggaran hukum
memerlukan bukti fisik.

2.3 Dasar bioetik kedokteran


Bioetika kedokteran merupakan salah satu etika khusus dan etika sosial dalam kedokteran yang
memenuhi kaidah praksiologik (praktis) dan filsafat moral (normatif) yang berfungsi sebagai
pedoman (das sollen) maupun sikap kritis reflektif (das sein), yang bersumber pada 4 kaidah dasar
moral ( kaidah dasar bioetika-KDB) beserta kaidah turunannya. Kaidah dasar moral bersama dengan
teori etika dan sistematika etika yang memuat nilai-nilai dasar etika merupakan landasan etika profesi
luhur kedokteran.

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:


1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi
pasien (the rights to self determination),
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke
kebaikan pasien;
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan
pasien. Prinsip ini dikenal sebagai "primum non nocere" atau "above all do no harm",
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumberdaya (distributive justice).
5. Perbandingan antara etika kedokteran tradisional dengan bioetika kedokteran:
3. MM. Surat Keterangan yang Dapat Dikeluarkan oleh Dokter
3.1 Definisi
Surat Keterangan Dokter adalah surat atau tulisan dalam sebuah kertas yang dibuat oleh Dokter yang
isinya menerangkan mengenai kondisi atau keadaan kesehatan dan/atau penyakit seorang pasien atau
seseorang yang meminta surat dimaksud dan dapat dibuktikan kebenarannya.

3.2 Jenis-jenis
1. Surat keterangan sehat (untuk berbagai keperluan seperti memperoleh SIM, mengajukan klaim
asuransi, menikah, melamar pekerjaan, dan lain-lain.
2. Surat keterangan sakit/istirahat sakit
3. Surat keterangan lahiran
4. Surat keterangan kematian
5. Surat keterangan kematian untuk asuransi
6. Surat keterangan cacat
7. Surat keterangan ahli yang berkaitan dengan pemeriksaan forensic (visum et repertum) mengenai
pembuatan visum et repertum dibahas dalam bab tersendiri
8. Laporan mengenai penyakit menular

3.3 Sanksi atas pelanggaran surat keterangan yang dikeluarkan oleh dokter terkait
Pelanggaran Terhadap Surat Keterangan yang Dikeluarkan Dokter Para dokter dalam memberikan
berbagai jenis surat-surat keterangan seperti tersebut di atas, hendaknya berdasarkan keadaan yang
sebenarnya dan dapat dibuktikan kebenarannya. Penyimpangan dalam pembuatan surat keterangan,
selain tidak etis merupakan pelanggaran terhadap Pasal 267 KUHP sebagai berikut.

1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atal tidaknya
penyakit, kelemahan atau cacat diancam dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.

2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang dalam rumah sakit gila
atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan hukuman penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

3. Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memberikansurat keterangan
palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Selanjutnya dalam Pasal 179 KUHP tercantum sebagai berikut.

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. 2. Semua ketentuan
tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang

memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam
bidang keahliannya.

4. MM. Sikap Profesionalisme Dokter


4.1 Hubungan dokter dengan pasien
Hubungan dokter-pasien (HDP) merupakan pondasi dalam praktek kedokteran dan juga etika
kedokteran. Seperti disebutkan dalam Deklarasi Jenewa, dokter menyatakan: "Kesehatan pasien akan
selalu menjadi pertimbangan pertama saya" dan Kode Etik Kedokteran Internasional menyebutkan:
"Dokter harus memberikan kepada pasiennya loyalitas penuh dan seluruh pengetahuan yang
dimilikinya". Interpretasi hubungan dokterpasien secara tradisional adalah seperti hubungan paternal
dimana dokter membuat keputusan dan pasien hanya bisa menerima saja. Namun saat ini hal itu tidak
lagi dapat diterima baik secara etik maupun hukum. Karena banyak pasien tidak bisa atau tidak
bersedia membuat keputusan perawatan kesehatan untuk mereka sendiri maka otonomi pasien kadang
sangat problematik. Secara yuridis HDP dimasukkan kedalam golongan kontrak. Suatu kontrak adalah
pertemuan pikiran (meeting of minds) dari dua orang mengenai satu hal (solis). Dokter mengikat
dirinya untuk memberikan pelayanan kesehatan sedang pasien menerima pelayanan tersebut. Dengan
demikian terjadi suatu perikatan yang disebut transaksi (kontrak) terapeutik yang mempunyai dua ciri
yaitu: Adanya suatu persetujuan (consensual, agreement) atas dasar saling menyetujui dari pihak
dokter dan pasien hubungan dokter dengan pasien diatur dal tentang pemberian pelayanan
pengobatan.

Pasal 53
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pasal 51 Undang-Undang Praktik Kedokteran, yang telah menentukan secara normatif tentang
serangkaian kewajiban dokter atau dokter gigi dalam melakukan pelayanan kesehatan yang harus
dilaksanakannya kepada pasien:

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien.
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang
lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada orang lain
yang bertugas dan mampu melakukannya.
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.

Kewajiban dokter terhadap pasien diatur dalam kode etik kedokteran yaitu:

- Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk
kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan,
maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
dalam penyakit tersebut.

-Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
-Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia.

-Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya

4.2 Hubungan dokter dengan teman sejawat


Hal ini diatur dalam :
Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

4.3 Sanksi pelanggaran yang berhubungan profesionalisme dokter


Bentuk-bentuk Sanksi Pelanggaran etik tidak menimbulkan sanksi formal bagi pelakunya, sehingga
terhadap pelakunya hanya diberikan tuntutan oleh MKEK. Secara maksimal mungkin MKEK
memberikan usul kepada Kanwil DEPKES Propinsi atau DEPKES untuk memberikan tindakan
administrative, sebagai langkah pencegahan terhadap kemungkinan pengulangan kesalahan yang sama
dikemudian hari atau terhadap makin besarnya intensitas pelanggaran tersebut.
Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran etik kedokteran tergantung pada berat ringannya
pelanggaran etik tersebut. Yang terbaik adalah upaya pencegahan pelanggaran etik yaitu dengan cara
terus menerus memberikan penyuluhan kepada anggota IDI maupun PDGI, tentang etika kedokteran
dan hokum keschatan. Namun jika terjadi pelanggaran, maka sanksi yang diberikan hendaknya
bersifat mendidik, schingga pelanggaran yang sama tidak terjadi lagi di masa depan dan sanksi
tersebut menjadi pelajaran bagi dokter lain.

Bentuk sanksi pelanggaran etik dapat berupa:


1. Teguran atau tuntutan secara lisan dan tulisan
2. Penundaan kenaikan gaji atau pangkat
3. Penurunan gaji atau pangkat setingkat lebih rendah
4. Dicabut izin praktek dokter untuk sementara atau selama-lamanya
5. Pada kasus pelanggarancetikolegal, diberikan hukuman sesuai peraturan kepegawaian yang berlaku
dan diproses ke pengadilan.

Pasal 69 ayat 3
Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dapat berupa :

● pemberian peringatan tertulis


● rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
● kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
kedokteran gigi.

Pasal 75 (ketentuan pidana)


(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki
surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah).

(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat
(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Daftar Pustaka

M. Jusuf H dan Amri A. 2008. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGG.

Anda mungkin juga menyukai