Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 1.1 ILMU DASAR KEDOKTERAN DAN PROFESI


MODUL 3

NAMA : GEBRINA RIZKI ZURYANI

NIM : 210610072

KELOMPOK : TUJUH (7)

TUTOR : dr.Nina Herlina, M Ked ( paru), Sp.P

PRODI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TA. 2021/2022
MODUL 3
Aspek Etika, Disipilin dan Hukum dalam Profesi Kedokteran
SKENARIO 3 : Dilema dr.Ferdy
dr.Hari sedang menangani pasien laki-laki berusia 60 tahun dengan keluhan sesak napas berat.
Diketahui pasien memiliki hipertensi dan pernah sampai kedua kaki membengkak. dr. Hari
kemudian memberikan penanganan dengan kondisi yang serba terbatas. Ia teringat pada saat
pengambilan sumpah dokter dahulu, bahwa sebagai dokter ia harus mengutamakan pelayanan
dan keselamatan pasien. Oleh karena keterbatasan obat-obatan dan pemeriksaan penunjang,
dr.Hari berencana merujuk pasien. Pasien menolak dirujuk. dr. Hari menghargai prinsip
autonomy pasien. Ia meminta pasien untuk menandatangani informed consent sebagai bukti
atas keputusan tersebut. Hal ini ia lakukan karena ia masih mengingat materi seminar yang
disampaikan oleh pembicara dari MKEK dan MKDKI tentang hak dan kewajiban dokterpasien,
Undang-Undang yang terkait dengan praktik kedokteran serta sejarah profesi dan etika
kedokteran.
Pasien selanjutnya datang meminta visum pada dr Hari, ia mengaku telah mengalami KDRT,
pasien tampak ada lebam di pipi kanan dan luka robek di bibir. Dokter Hari menjelaskan bahwa
ia tidak bisa mengeluarkan visum atas permintaan pasien, permintaan visum hanya boleh
dilakukan oleh pihak berwajib. Pasien lalu meminta dibuatkan surat sakit selama 1 bulan karena
ia malu masuk kerja dengan kondisi wajah seperti itu, dr Hari bingung apakah boleh ia
mengeluarkan surat sakit selama 1 bulan? Bagaimana Saudara menjelaskan kondisi dr Hari?
Apa saja hak dan kewajiban dokter-pasin?

JUMP 1: TERMINOLOGI

1. Aspek etika: Sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari
nilai/kualitas yang menjadi studi mengenai standar/penilaian moral.
2. Disiplin: Perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya merupakan
tanggung jawabnya.
3. Hukum kedokteran: Pengetahuan tentang peraturan dan ketentuan hukum yang
mengatur pelayanan kesehatan kepada masyarakat
4. Dilema: Istilah umum yang merujuk kepada suatu kondisi yang menyulitkan yaitu
munculnya sebuah masalah yang menawarkan dua kemungkinan, dimana keduanya
sama-sama tidak praktis untuk diterima.
5. Sesak napas: Suatu penyakit yang disebabkan karena penyampitan saluran pernapasan
atau adanya peradangan karena faktor lingkungan, kesehatan, maupun kondisi medis.
6. Hipertensi: Tekanan darah tinggi dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
7. Sumpah dokter: Sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang menjalankan profesi
dokter secara resmi.
8. Autonomy pasien: Prinsip dimana pasien mempunyai kebebasan untuk mengetahui apa
yang akan dilakukan oleh dokter serta memutuskan apa yang terbaik untuk dirinya.
9. Informed Consent: Penyampaian informasi dari dokter atau perawat kepada pasien
sebelum suatu tindakan medis dilakukan.
10. Seminar: Suatu pertemuan sekelompok orang yang diselenggarakan untuk dapat
membahas suatu masalah serta mencari solusi ilmiah terhadap permasalahan tersebut.
11. MKEK: Badan otonom ikatan dokter, memiliki wewenang meneliti, menjalankan sanksi
etik bagi dokter.
12. MKDKI: Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang
berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter
gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan menetapkan
sanksi.
13. Visum: Laporan tertulis yang dikeluarkan oleh penyedia layanan kesehatan berdasarkan
pemeriksaan terhadap korban kekerasan seksual, fisik, atau mental.
14. KDRT: Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah segala bentuk ancaman, pelecehan,
kekerasan antara dua orang yang terikat dalam hubungan pernikahan atau melibatkan
anggota keluarga lain, misalnya anak.
15. Lebam: Luka yang terjadi karena pembuluh darah kecil rusak atau pecah.
16. Surat sakit: Sebuah surat yang berisi keterangan pasien mengenai penyakit yang sedang
diderita.

JUMP 2: RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja bentuk dari aspek etika, disiplin, dan hukum dalam profesi kedokteran?
2. Apakah seorang dokter jika memberikan penanganan dalam kondisi terbatas kepada
pasiennya tidak melanggar hukum dalam profesi kedokteran?
3. Apa saja tahap-tahap yang harus dilalui dr hari sebelum mengikrarkan sumpah dokter?
4. Bagaimana dokter menyikapi pasien dan keluarga yang tidak mau dirujuk?
5. Mengapa seorang dokter harus menghargai prinsip autonomi pasien?
6. Mengapa pasien harus menandatangani informed consent dan apakah informed consent
harus secara tertulis?
7. Mengapa informed consent perlu dilakukan?
8. Sebutkan prinsip etika dalam kedokteran!
9. Apa saja tujuan dari pembuatan informed consent?
10. Apa peran MKEK dan MKDKI?
11. Apa saja hak dan kewajiban pasien?
12. Undang undang pasal dan ayat berapa yang mengatur praktik kedokteran dan etika
kedokteran?
13. Apa saja syarat agar visum bisa diterbitkan?
14. Apa prosedur dalam melakukan visum?
15. Siapa saja yang memiliki wewenang membuat surat keterangan sakit?
16. Apa saja prosedur dalam mengeluarkan surat sakit?
17. Apakah seorang dokter boleh membujuk pasien untuk bersedia menjadi sampel dalam
penelitiannya?
18. Apakah pihak rumah sakit bertanggung jawab atas kelalaian dari dokter?
19. Mungkinkah kelalaian yang dilakukan oleh dokter dapat dilaporkan kepada kepolisian
sebagai perkara pidana?

JUMP 3: HIPOTESA

1. Aspek etika dalam profesi kedokteran adalah


1) Kesadaran dan pedoman yang mengatur prinsip moral dan etik dalam
melaksanakan kegiatan profesi kedokteran, sehingga mutu dan kualitas profesi
kedokteran tetap terjaga dengan cara yang terhormat.
2) Seperangkat perilaku dokter dalam hubungannya dengan pasien, keluarga,
masyarakat, teman sejawat dan mitra.
3) Rumusan perilaku dokter disusun oleh profesi dan pemerintah di dalam Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang mana merupakan pedoman bagi dokter
Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran.

Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi ada beberapa aspek disiplin yang disebutkan yaitu :

1) Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi adalah ketaatan terhadap aturan
aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik
kedokteran.
2) Tujuan Pengaturan Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi
3) Pelanggaran Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi

Hukum kedokteran memiliki ruang lingkup seperti di bawah ini:

1) Peraturan perundang-undangan yang secara langsung dan tidak langsung mengatur


masalah bidang kedokteran, contohnya: UUPK
2) Penerapan ketentuan hukum administrasi, hukum perdata dan hukum pidana yang
tepat
3) Kebiasaan yang baik dan diikuti secara terus menerus dalam bidang kedokteran,
perjanjian internasional, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
diterapkan dalam praktik kedokteran, menjadi sumber hukum dalam bidang
kedokteran
4) Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, menjadi sumber hukum
dalam bidang kedokteran. Uraian di atas menunjukkan bahwa UUPK hanya salah satu
aspek hukum yang berkaitan dengan penyelenggaraan praktik kedokteran dan tidak
dapat disebut sebagai hukum kedokteran ataupun hukum kesehatan.
2. Dalam kaitannya dengan ini, ada 9 alasan tentang perlunya pengaturan hukum antara
hubungan pasien dan dokter:
1) Adanya kebutuhan kepada keahlian keilmuan medis
2) Kualitas pelayanan kesehatan yang baik
3) Hasil guna
4) Pengendalian biaya
5) Ketertiban masyarakat
6) Perlindungan hukum pasien
7) Perlindungan hukum
8) Pengembangan profesi
9) Kesehatan

Seorang dokter harus senantiasa melaksanakan profesinya dengan standar dokter tertinggi
(pasal 2, KODEKI). Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
professional secara independen dan mempertahankan perilaku professional dalam ukuran
yang tertinggi. Bila seperti itu, sebaiknya pasien dirujuk namun bila darurat, maka dokter
harus menyelamatkan pasiennya.

3. Tahap-tahap sebelum mengikrarkan sumpah dokter:


1) Lulus Tahap Pendidikan Akademik.
2) Lulus Tahap Pendidikan Profesi.
3) Lulus Ujian Sertifikasi.
4) Mengikuti Internship dan Memperoleh STR.
5) Lulus Pendidikan Dokter Spesialis.
4. Sikap dokter itu harus tenang, sabar, dan fokus.
5. Karena dokter harus senantiasa menghormati hak-hak pasien, menghormati hak asasi
manusia dan harkat martabatnya sebagai makhluk biopsikososiokultural yang utuh.
6. Karena dokter memerlukan persetujuan dari pasiennya dalam melakukan tindakan medis
pada pasiennya. Tidak, Informed consent dapat diberikan secara tersirat, tertulis, atau
lisan tergantung pada situasi yang ada.
7. Informed consent sangat diperlukan untuk melindungi hak keamanan dokter dari tindakan
pengancaman pidana terhadap segala sesuatu yang melawan hukum, memberikan
persetujuan bagi pasien atau keluarga pasien mengenai sesuatu yang tidak dapat
dilakukan dokter demi menghargai prinsip autonomy pasien.
8. Prinsip etika dalam kedokteran yaitu ada keempat prinsip dasar;
1) Penghargaan otonom
2) Berbuat baik berdasarkan kepentingan terbaik dari pasien
3) Tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti pasien
4) Keadilan dalam pengambilan keputusan etik di dalam praktek medis
9. Tujuan pembuatan informed consent:
a. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien.
b. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif; misalnya terhadap risk of treatment yang tak mungkin
dihindarkan walaupun dokter sudah megusahakan semaksimal mungkin dan bertindak
dengan sangat hati-hati dan teliti.
10. MKEK memiliki tugas menegakkan etika profesi kedokteran,
sedangkan MKDKI memiliki tugas untuk menentukan ada tidaknya kesalahan penerapan
disiplin ilmu kedokteran dan menjatuhkan sanksi atas hal itu.
11. Hak dan kewajiban pasien diatur alam UU Nomor 36 Tahun 2009
Berikut adalah hak pasien:
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
daya di bidang kesehatan.
2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau.
3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri
pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
4) Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.
5) Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggung jawab.
6) Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan.
Adapun untuk kewajiban pasien adalah sebagai berikut :
1. Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya
kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan
kesehatan.
3. Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
4. Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
5. Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang
lain yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
7. Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Undang-undang pasal dan ayat yang mengatur praktik kedokteran yaitu UU Nomor 29
tahun 2004 Pasal 36; Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2), (3); Pasal 39; 40;
41; dan 42.
13. Syarat untuk menerbitkan visum adalah ketika seorang penyidik POLRI setidaknya
berpangkat pembantu letnan dua dan pada wilayah kepolisian yang tertentu yang
dikomandani oleh bintara (brigadir) untuk seseorang yang dikirim oleh polisi atau
penyidik karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana atau terdapat kecurigaan
kemungkinan adanya tindakan pidana.
14. Prosedur dalam melakukan visum:
1) Memeriksa kondisi kesehatan secara umum
2) Melakukan pemeriksaan fisik seperti tekanan darah, denyut nadi, maupun luka
3) Pemeriksaan luka bagian dalam (internal)
4) Analisis forensik jika masih terdapat jejak DNA pelaku
5) Pemeriksaan kejiwaan
15. Berdasarkan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, pasal 35
ayat 1 dijelaskan bahwa setiap dokter maupun dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi diizinkan untuk mengeluarkan surat keterangan sakit.
16. 1) Datang ke rs terdekat
2) Yang menggunakan bpjs pun bisa memanfaatkannya
Dalam pengeluaran surat sakit, harus:
1) Harus dibuat berdasarkan hasil pelaksanaan medis
2) Harus dapat dibuktikan kebenaran keterangan
3) Harus dibuat berdasarkan sakit tertentu.
17. Boleh dan wajib bila di ranah medis, dengan tentu saja persetujuan dari pasien.
18. Berdasarkan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
bahwa rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang
ditimbulkan atas kelalaian tenaga kesehatan di rumah sakit.
19. Mungkin saja, apabila memenuhi unsur-unsur pidana dan kelalaian yang dapat diajukan
ke perkara pidana adalah kelalaian yang besar (culpa data).

JUMP 4: SKEMA

PROFESI KEDOKTERAN IDI

Etika Hukum
Disiplin

MKEK
MKDKI Hak Kewajiban

KODEKI
Praktik
kedokteran

Dokter Pasien

Informed Surat keterangan


consent sakit
Sumpah dokter

JUMP 5: LEARNING OBJECTIVE

1. Etika kedokteran dan sumpah dokter


2. Disiplin dan hukum dalam profesi kedokteran serta penyelesaian konflik (UUPK)
3. Peran dan fungsi organisasi profesi kesehatan dalam pelanggaran praktek kedokteran
(malpraktik dan kelalaian)
4. Aspek medikolegal informed consent, surat sehat, dan surat sakit
5. Hak dan kewajiban dokter pasien
6. Sejarah kode etik kedokteran
7. Undang-undang yang terkait tentang praktik kedokteran
8. Isi sumpah dokter

JUMP 6 SEARCHING INFORMATION


JUMP 7 SHARING INFORMATION

LO 1 : ETIKA KEDOKTERAN DAN SUMPAH DOKTER

 Etik : ethous ( yunani) : yang baik, yang layak norma-norma, nilai-nilai atau pula tingkah
laku kelompok profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat.
Etika adalah bagian ilmu filsafat aksiologi yang mempelajari tentang baik buruk, benar salah,
pantas atau tidak dilakukan dalam interaksi kehidupan individu/kelompok menusia terhadap
lingkungannya. Etika kedokteran dapat diartikan suatu aturan sebagai kewajiban berdasarkan
moral yang menentukan praktek kedokteran. Etika juga merupakan pemikiran kritis tentang
berbagai ajaran dan pandangan moral. Etika sering disebut filsafat moral, karena berhubungan
dengan adat istiadat, norma - norma, dan nilai - nilai yang menjadi pegangan dalam suatu
kelompok atau seseorang untuk mengatur tingkah laku
nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua jenis etika
a. Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai
nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
yang membudaya
b. Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak
secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku di masyarakat

PENTING DIINGAT...!!!!!
 Suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan membawa akibat
sanksi moral bagi pelanggarnya.
 Namun suatu pelanggaran etik profesi dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk
peringatan hingga ke bentuk yang lebih berat
a. Kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten)
b. Pencabutan haknya berpraktik profesi.
Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika
biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis
(clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis

KURIKULUM ETIKA KEDOKTERANA.


A. ETIKA UMUM (DASAR): Membahas dasar-dasar etika secara umum, sebagai landasan guna
memahami lebih jauh isu-isu etik berkaitan dengan bidang-bidang spesifik.
B. ETIKA KHUSUS (TERAPAN): Membahas aplikasi teori etika dasar ke bidang-bidang
spesifik dari kehidupan manusia; misalnya kesehatan, sehingga dokter (sbg ilmuwan atau
profesional) perlu memahaminya

SUMPAH DOKTER

Sumpah Dokter Indonesia adalah sumpah yang dibacakan oleh seseorang yang akan menjalani
profesi dokter Indonesia secara resmi. Sumpah Dokter Indonesia didasarkan atas Deklarasi
Jenewa (1948) yang isinya menyempurnakan Sumpah Hippokrates.

Lafal Sumpah Dokter Indonesia pertama kali digunakan pada 1960 dan diberikan kedudukan
hukum dengan Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1960. Sumpah dokter mengalami perbaikan
pada 1983 dan 1997.
Sumpah Hippokrates adalah sumpah yang secara tradisional dilakukan oleh para dokter tentang
etika yang harus mereka lakukan dalam melakukan praktik profesinya. Sebagian besar orang
menganggap bahwa sumpah ini ditulis sendiri Hippocrates pada 400 tahun sebelum masehi atau
oleh salah seorang muridnya.
Beberapa bagian terhadap sumpah tersebut telah dihilangkan atau diubah sejalan dengan
berjalannya waktu. Setiap negara, sekolah ataupun organisasi memiliki variasi yang berbeda-
beda terhadap sumpah ini. Banyak sekolah membuat versi sumpahnya masing- masing, tetapi
sebagian besar tidak menggunakan versi aslinya, yang mengagung-agungkan dewa, memberi
pelajaran pada laki-laki tetapi tidak pada perempuan, melarang dokter umum untuk melakukan
operasi, aborsi, euthanasia, atau melakukan perubahan pada resep. Juga yang tidak tercantum
dalam versi aslinya dan kemudian dikembangkan di versi modernnya adalah mengenai asuransi,
surat wasiat serta pil kontrasepsi yang dapat dikatakan mendekati praktik aborsi.
Deklarasi Jenewa diterima oleh Majelis Umum dari Asosiasi Kedokteran Dunia (World Medical
Association) pada 1948 di Jenewa dan diperbaiki pada 1968 di Sydney. Deklarasi ini berisi
tentang dedikasi para dokter pada tujuan kemanusiaan, sebagai reaksi dari tindakan jahat medis
yang dilakukan para dokter saat masa Nazi Jerman. Deklarasi ini dapat dianggap sebagai versi
modern dari Sumpah Hippokrates.
PERKEMBANGAN SUMPAH DOKTER :
• Sebelum 1959 : Reglementop den Dienstvan de Volksgezondheid (Staatsblad 1882 Nomor 97)
• Agustus 1959 (adopsi Declaration of Geneva 1948), diucapkan oleh lulusan FKUI 1959
• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.26 Tahun 1960 Tentang Lafal Sumpah Dokter
• 1981, Munas Etik II, 14-16 Desember 1981
• 1983, SK Menkes No.434 Tahun 1983
• 1993, Rakernas MKEK 1993
• 2001, Mukernas Etika Kedokteran III
• 2012, Muktamar IDI Makassar

Adapun sumpah dokter yang digunakan saat ini, yaitu :


1. Sumpah Dokter hasil Muktamar IDI 2012
2. Sumpah Dokter berdasar PP No.52 tahun 2017, Pelaksanaan UU Dikdok 2013 3. The
Physician’s Pledge, WMA 2017
Sumber (http://mkekidi.id/wp)

LO 2 DISIPLIN DAN HUKUM PROFESI DOKTER SERTA


PENYELSAIAN KONFLIK
TATA KERJA DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN  Ranah KKI-MKDKI
1. MKDKI mempunyai hubungan kerja dengan KKI dalam koordinasi, fasilitas administrasi.
2. MKDKI bertanggung jawab kepada KKI Penjelasan: Tanggung jawab dimaksud meliputi
tanggung jawab administratif, sedangkan dalam pelaksanaan teknis Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia adalah otonom dan mandiri.
3.MKDKI/ MKDKI-P tidak melakukan mediasi, rekonsiliasi dan negosiasi dengan pihak-pihak
yang terkait.

Kenapa Disiplin Profesional dr/drg diatur :


- Memberikan perlindungan untuk masyarakat
- Mempertahankan/meningkatkan mutu yankes
- Menjaga kehormatan profesi
Kategori pelangaran:
1. Tidak KOMPETEN / CAKAP
2. Tidak MERUJUK
3. Pendelegasian kepada NAKES yang TIDAK KOMPETEN
4. Tidak membuat / menyimpan REKAM MEDIK
5. Tidak ada INFORMED CONSENT
6. KELALAIAN dalam PENATALAKSANAAN PASIEN
7. STR, SIP, SERTIFIKAT KOMPETENSI TIDAK SAH

PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI


Pengaduan ditolak

• Dokter/dokter gigi tidak terregistrasi di KKI


• Peristiwa sebelum 6 Okt 2004
• Peristiwa pada masa peralihan sebelum terbentuk MKDKI, telah diperiksa Dinkes Prov
• Peristiwa tidak terkait praktik kedokteran atau tidak ada hubungan profesional dokter-
pasien • Peristiwa tidak termasuk pelanggaran disiplin dokter/dokter gigi
• Peristiwa telah pernah disidangkan dan diputuskan MKDKI/MKDKIP

Pencabutan Pengaduan

Perkonsil 32 Thn 2015, Pasal 20 dan 21


• Pengaduan yang telah masuk ke MKDKI bisa dicabut/dibatalkan sebelum INVESTIGASI
• Pengaduan yang telah dicabut/dibatalkan tidak dapat diadukan kembali ke MKDKI

Alat Bukti
Alat bukti yang dapat diajukan pada sidang pemeriksaan disiplin :
1. Surat-surat dan/atau dokumen-dokumen
2. Keterangan saksi-saksi
3. Keterangan ahli dan/atau
4. Keterangan teradu

Keputusan MKDKI
• Jika sidang pemeriksaan disiplin kedokteran sudah selesai atau dianggap cukup oleh
Ketua MPD, maka Ketua MKDKI menetapkan Keputusan MPD sebagai Keputusan MKDKI
• Sidang pembacaan Keputusan MKDKI dilaksanakan di Fanyankes setempat berkoordinasi
dengan Dinkes setempat secara terbuka untuk umum

Pasal 50
(1) Sanksi disiplin berupa rekomendasi pencabutan STR, sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan,
harus mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan kedokteran.
(2) Keputusan mewajibkan mengikuti pendidikan dan/atau pelatihan harus memuat jenis
dan jangka waktu.
Pasal 51
(1) Sanksi disiplin berupa rekomendasi pencabutan STR dilakukan oleh KKI.
(2) Pencabutan dilakukan dengan menarik salinan STR.
(3) Untuk kepentingan pendidikan dan/atau pelatihan, KKI memberikan 1 (satu) salinan
STR.
(4) 1 (satu) salinan STR tersebut tidak dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan.

LO 3 Peran dan Fungsi Organisasi Profesi Kesehatan dalam Pelanggaran Praktik


(Malpraktek dan Kelalaian)

Kelalaian adalah salah satu bentuk dari malpraktek, sekaligus merupakan bentuk malpraktek yang paling
sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu
yang seharusnya tidak dilakukan. Terdapat beberapa unsur malpraktek, yaitu:

1. Melakukan kesalahn tindakan (professional misconducts)


2. Melakukan kelalaian (negligence)
3. Melanggar jabatan (malfeasance)
4. Ketidak hati-hatian (misfeasance)
5. Bekerja tanpa keahlian (lack of skill)

Dokter dalam menjalankan profesinya harus menjunjung tinggi profesionalisme


mencakup knowlegde, skill dan behaviour yang harus diimplementasikan pada saat menjalankan
tugasnya. Adanya pedoman etik diharapkan akan menjadi penuntun perilaku sehari-hari setiap
dokter sebagai pembawa nilai-nilai luhur profesi. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
merupakan kumpulan peraturan etika profesi yang akan digunakan sebagai tolok ukur perilaku
ideal/optimal dan penahan penyimpangan profesi perorangan dokter. KODEKI di olah oleh
Majelis Kehormatan Etika Kedokteran IDI.

 Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK)


 Perannya adalah sebagai lembaga yang memeriksa, menyidangkan, dan
membuat putusan setiap konflik etikolegal yang berpotensi sengketa
medikdi antara perangkat dan jajaran IDI.
 Fungsinya adalah menyidangkan pelanggaran etika dan dapat
menyidangkan pelanggaran etika dan dapat menyidangkan pelanggaran
disiplin profesi dokter di wilayah yang belum terdapat Majelis
Kehormatan Disiplin Indonesia (MKDI).

 Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran (MKDI)


 Perannya adalah berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan
yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu
kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
 Fungsinya adalah untuk menegakkan disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran.
 Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
 Perannya adalah melakukan regitrasi dokter dan dokter gigi,
mengesahkan standar pendidikan profesi, serta melakukan pembinaan
terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran.
 Fungsinya adalah fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta
pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.

sumber: 1. http://www.kki.go.id/index.php/tentangkami/index/1206/1245/majelis-kehormatan-
disiplin-kedokteran-indonesia

2. https://mkekidi.id/tugas-dan-wewenang/

LO 4 : Aspek medikolegal informed consent, surat sehat, dan surat sakit


Persetujuan tindakan kedokteran (PTK) adalah merupakan terjemahan yang dipakai
untuk istilah informed consent. Konsep tentang informed consent mempunyai dua unsur : (1)
informed atau informasi yang harus diberikan oleh dokter dan (2) consent atau persetujuan yang
diberikan pasien, dalam arti pasien harus mengerti untuk apa persetujuan itu diberikan. Jadi
informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi
penjelasan.
Istilah Persetujuan Tindakan Kedokteran (PTK) resmi dipakai setelah diterbitkannya
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang mendefinisikan bahwa “Persetujuan
tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan terhadap pasien.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut. Suatu
persetujuan dianggap sah apabila:
a. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
b. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten) untuk
memberikan keputusan/persetujuan
c. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

Elemen persetujuan tindakan kedokteran Menurut Beuchamp dan Childress,12


persetujuan tindakan kedokteran (baca: Informed consents) memiliki 3 elemen, yaitu:
1. Threshold elements (precondition)
a. Competence (to understand & decide)
b. Voluntariness (in deciding)
2. Information elements
a. Disclosure (of material information)
b. Recommendation (of a plan)
c. Understanding (of 3 & 4)
3. Consent elements
a. Decision (in favor of a plan)
b. Authorization (of the chosen plan)
Informasi yang diberikan haruslah informasi yang adekuat, dalam hal ini
seberapa baik informasi yang harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar, yaitu:
1. Reasonable physician standard, bahwa kewajiban memberikan informasi dan
criteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam
komunitas tenaga medis. Standar ini terlalu mengacu kepada nilai-nilai yang
ada dalam komunitas kedokteran, tanpa memperhatikan keingintahuan dan
kemampuan pemahaman individu yang diharapkan menerima informasi tersebut.
2. Subjective standard, bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang
dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus
memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Standar ini sangat sulit
dilaksanakan atau hampir mustahil. Adalah mustahil bagi tenaga medis untuk
memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
3. Reasonable patient standard, standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua
standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan
telah memenuhi kebutuhan pada umumnya orang awam

Persetujuan memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan


sebelumnya, tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang
akan dilakukan, serta penting diperhatikan disini adalah siapa yang berhak memberikan
persetujuan. Apabila pasien tidak diberikan informasi sebelumnya, maka PTK yang
walaupun sudah ditandatangani tidak merupakan bukti kuat bagi dokter, karena
pasien dianggap belum informed sehingga belum terdapat persetujuan dalam arti
yang sebenarnya. Seperti halnya pemberian informasi atau penjelasan, maka untuk
persetujuan juga harus dilakukan atau diberikan oleh pasien yang kompeten. Apabila
pasien tidak kompeten maka persetujuan dapat dilakukan atau diberikan oleh
keluarga terdekat (next of kin).

Bentuk persetujuan tindakan kedokteran


Terdapat 2 bentuk persetujuan tindakan
kedokteran
yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah
diberikan (implied
consent)
Pasien tidak menyatakannya, baik
secara lisan
maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan
jawabannya. Meskipun
persetujuan jenis ini tidak memiliki
bukti, namun jenis
inilah yang paling banyak dilakukan
dalam praktek
sehari-hari. Misalnya seseorang yang
menggulung
Bentuk persetujuan tindakan kedokteran Terdapat 2 bentuk persetujuan tindakan
kedokteran yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (implied consent) Pasien tidak
menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun persetujuan jenis ini tidak memiliki
bukti, namun jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktek sehari-hari.
Misalnya seseorang yang menggulung baju dan mengulurkan lengannya untuk
diambil darahnya.
2. Dinyatakan (expressed consent): lisan atau tulisan Pernyataan tertulis diperlukan
apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan invasif atau
yang berisiko tinggi mempengaruhi kesehatan pasien secara bermakna. Dalam
Permenkes menyatakan bahwa setiap tindakan bedah (operasi) dan tindakan beresiko
tinggi lainnya harus dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
hendak memberikan persetujuan. Selain keadaan di atas persetujuan tindakan medik
dapat diberikan secara lisan atau tersirat.

Bentuk persetujuan tindakan kedokteran


Terdapat 2 bentuk persetujuan tindakan
kedokteran
yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah
diberikan (implied
consent)
Pasien tidak menyatakannya, baik
secara lisan
maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan
jawabannya. Meskipun
persetujuan jenis ini tidak memiliki
bukti, namun jenis
inilah yang paling banyak dilakukan
dalam praktek
sehari-hari. Misalnya seseorang yang
menggulung
Bentuk persetujuan tindakan kedokteran
Terdapat 2 bentuk persetujuan tindakan
kedokteran
yaitu:
1. Tersirat atau dianggap telah
diberikan (implied
consent)
Pasien tidak menyatakannya, baik
secara lisan
maupun tertulis, namun melakukan
tingkah laku
(gerakan) yang menunjukkan
jawabannya. Meskipun
persetujuan jenis ini tidak memiliki
bukti, namun jenis
inilah yang paling banyak dilakukan
dalam praktek
sehari-hari. Misalnya seseorang yang
menggulun
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan PTK yang baik adalah:
1. Evaluasi kompetensi pasien apakah pasien kompeten untuk dapat menerima
informasi dan memberi persetujuan. Bila tidak kompeten maka proses PTK
dilakukan pada keluarga terdekat atau wali nya.
2. Lakukan penilaian keadaan apakah informasi akan memperburuk kondisi pasien.
3. Lakukan pada tempat dan situasi yang membuat pasien nyaman untuk menerima
informasi.
4. Tanyakan kepada pasien apakah membutuhkan pendampingan dari keluarga
terdekat.
5. Dalam melakukan proses PTK sebaiknya dokter didampingi oleh tenaga
kesehatan lain.
6. Berikan informasi secara jelas, adekuat, serta menggunakan bahasa yang dapat
dipahami oleh pasien, bila diperlukan dapat digunakan alat bantu untuk menjelaskan.
7. Tanyakan kembali pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
8. Beri kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan berdiskusi.
9. Beri kesempatan kepada pasien, apabila mereka membutuhkan waktu untuk
mendiskusikan informasi tersebut dengan keluarga, akan tetapi berikan juga batas
waktu kapan keputusan akan didapatkan.
10. Bila pasien menyatakan persetujuan atau penolakan maka mintalah tanda tangan
pasien dan 1 orang saksi dari keluarga pasien pada tempat yang telah disediakan.
11. Dokumentasikan dengan baik proses PTK tersebut sesuai format yang digunakan,
serta catatlah waktu kapan tahapan proses pemberian informasi diberikan dan kapan
persetujuan atau penolakan dari pasien diputuskan.

Apabila tindakan medik dilakukan tanpa persetujuan pasien maka dapat dikenakan
sanksi-sanksi sebagai berikut:
1. Sanksi etik, mulai dari teguran lisan sampai dengan rekomendasi pencabutan
surat ijin praktik.
2. Sanksi administratif, dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan
pencabutan surat ijin praktik.
3. Sanksi disiplin, dapat berupa tegulisan lisan, tertulis, rekomendasi pencabutan
surat ijin praktik dan atau kewajiban mengikuti Pendidikan atau pelatihan di institusi
Pendidikan kedokteran.
4. Sanksi Perdata Suatu tindakan medik terhadap seorang pasien tanpa memperoleh
persetujuan dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas
hak orang lain atau perbuatan melanggar hukum (tort). Dalam hal ini dokter
dapat menerima sanksi sebagaimana diungkapkan dalam ketentuan pasal 1365
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “Tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kesalahan itu, mengganti kerugian tersebut”.
5. Sanksi Pidana Suatu tindakan medik yang dilakukan oleh dokter tanpa
persetujuan pasien dapat dianggap melanggar peraturan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana pasal 351 mengenai penganiayaan. Menyentuh atau melakukan
tindakan terhadap pasien tanpa persetujuan dapat dikategorikan sebagai
“penyerangan” (assault).\

Surat keterangan sakit dan surat sehat


Surat keterangan sakit tidak disebutkan secara jelas, tetapi hanya terdapat dalam pasal 7
KODEKI disebutkan “Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya”. Dr. Budi Sampurno, Sp.F, SH menambahkan surat
keterangan sakit harus dibuat berkaitan dengan keadaan sakit tertentu dan ditunjukkan untuk
upaya penyembuhan penyakit tersebut. (adedendum 1 ; Kodeki, 2004, h. 54).
Dalam pasal 7 disebutkan “Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat
yang telah diperiksa sendiri kebenarannya, yang dimaksud disini meliputi tentang pemberian
bermacam-macam surat keterangan diantaranya:
1. Cuti sakit
2. Kelahiran dan kematian
3. Cacat
4. Penyakit menular
5. Visum et Repertum (pro justicia)
6. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk kawin dan
sebagainya

Pemberian surat sakit harus melalui prosedur pemeriksaan dan pasien benar-benar
membutuhkan istirahat untuk memulihkan kondisi kesehatannya. Apabila dokter terbukti telah
memberikan surat keterangan sakit kepada pasien tanpa melalui prosedur yang ditentukan
dengan menerima imbalan materi maka dokter tersebut jelas secara moral telah melanggar aturan
kode etik profesi medis dan termasuk perbuatan pidana. Berdasarkan pasal 267 KUH Pidana,
apabila telah terbukti dokter memberikan keterangan sakit kepada pasiennya dan ternyata pasien
tidak dalam keadaaan sakit dan hanya untuk mengelabui pihak lain, maka dokter yang membuat
surat keterangan sakit maupun pasien yang menggunakan surat tersebut akan terkena pasal 267.

LO 5: Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien


a. Hak dan Kewajiban Dokter
Dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 6 (enam) diatur
pula hak dan kewajiban seorang dokter atau dokter gigi yaitu sebagai berikut :
Hak Dokter atau Dokter Gigi
1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
4. menerima imbalan jasa.

Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi


1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien;
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
3. merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia;
4. melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
5. menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.

b. Hak dan Kewajiban Pasien


Hak dan kewajiban pasien diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran Paragraf 7 (Tujuh),adapun hak dan kewajiban pasien adalah sebagai berikut
Hak Pasien
1. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
2. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
3. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
4. menolak tindakan medis;
5. mendapatkan isi rekam medis.

Kewajiban Pasien
1. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
2. mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan;
4. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

LO 6 : SEJARAH KODE ETIK KEDOKTERAN


sejarah kode etik kedokteran internasioal
 kode etik kedokteran internasioal dirumuskan pada kongres persatuan dokter sedunia
ke 3 yang diadakan di London pada tahun 1949dan berlaku sampai sekarang.
 iadopsi oleh Majelis Umum Asosiasi Medis Dunia di London pada tahun 1949,
diubah pada tahun 1968, 1983 dan 2006. Ini adalah kode yang didasarkan
pada Deklarasi Jenewa dan tujuan utamanya adalah untuk menetapkan prinsip-
prinsip etika para dokter di seluruh dunia, berdasarkan tugasnya secara umum,
kepada pasien dan rekannya.
 Setelah persetujuan dari Deklarasi Jenewa, Majelis Umum II Asosiasi Medis
Dunia menganalisis laporan tentang "War Crimes and Medicine". Ini
mendorong WMA Dewan menunjuk Komite Studi lain untuk mempersiapkan
Kode Etik Kedokteran Internasional, yang setelah melalui diskusi ekstensif,
diadopsi pada tahun 1949 oleh Sidang Umum III. [2]

 Timeline (pertemuan WMA)


 1949: Diadopsi. Sidang Umum ke-3, London
 1968: Amandemen pertama. Sidang Umum ke-22, Sydney
 1983: Amandemen kedua. Sidang Umum ke-35, Venesia
 2006: Amandemen ketiga. Sidang Umum ke-57, Pilanesberg

Referensi

1. ^ "Kode Etik Medis Internasional WMA". wma.net. 1 Oktober 2006. Diarsipkan


dari asli pada 28 April 2010.
2. ^ "Sejarah". wma.net. 15 Juni 2009. Diarsipkan dari asli pada 6 Februari 2015.

Sejarah kode etik kedokteran Indonesia

 Kodeki pertama pertama kali dirumuskan pada tahun 1969.


 Kode etik kedokteran Indonesia dirumuskan berdasarkan KEKI atau kode etik
kedokteran internasional yang telah direvisi pada tahun 1968 melalui kongres ke
22 dari persatuan kedokteran sedunia di Sydney.
Kodeki atau kode etik kedokteran Indonesia tela mengalami beberapa revisi. Dan revisi terakhir
jode etik dilakukan pada tahun 1983.dan digunakan samapai sekarang

LO 7: Undang-undang yang terkait tentang praktik kedokteran


Pembangunan kesehatan ditunjukan untuk meningkatkan kesadaran,kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum,sebagaimana yang diamanatkan oleh
pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat
mempunyai peranan yang sangat penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan
kesehatan dan mutu pelayanan yang diberikan.
Landasan utama bagi dokter untuk dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain
adalah ilmu pengetahuan teknologi dan kompetensi yang dimiliki,diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan.
Dokter dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunyai karakteristik yang
khas,kekhasan ini terlihat dari pembenaran yang diberikan oleh hukum yaitu diperkenankannya
melakukan tindakan medis terhadap tubuh manusia dalam upaya memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan
Konsil kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang independen yang akan
menjalankan fungsi regulator,yang terkait dengan peningkatan kemampuan dokter dalam
pelaksanaan praktik kedokteran.Dengqn demikian dokter dalam menjalankan praktik
kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku,dan juga harus menaati
ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu
kedokteran.
Dalam menjalankan fungsi konsil kedokteran Indonesia bertugas melakukan registrasi terhdap
semua dokter yang akan menjalankan praktik kedokteran,mengesahkan standar pendidikan
profesi dokter dan melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya terhadap
penyelenggara praktik kedokteran.

LO 8 : ISI SUMPAH DOKTER


Pasal 1 : Sumpah Dokter Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
sumpah dan atau janji dokter.
Cakupan pasal: (1) Dokter lulusan Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib melafalkan sumpah/
janji dokter sebagaimana dimaksud pada Pasal 1,didepan pimpinan fakultas kedokteran
yangbersangkutan dalam suasana khidmat.
(2) Dokter lulusan luar negeri dan/ atau dokter asing yang hendak melakukan pekerjaan profesisi
Indonesia wajib melafalkan sumpah/ janji dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 didepan
pemimpin IDI dan penjabat kesehatan setempat.
(3) Setiap dokter yang akan menjalankan tugas sebagai anggota tim dokter pemeriksa atau
pembuat visumet repertum/surat keterangan ahli wajib menyatakan diri bahwa ia telah/belum
melafalkan sumpah sebagaimana dimaksud Pasal 1.
(4) Bunyi sumpah/ janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 cakupan pasal (1) dan (2) sebagai
berikut:
Demi Allah saya bersumpah, bahwa :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas dengan cara yang terhormat dan bersusila sesuai dengan
martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
5. Saya tidak akan menggunakan pengetahuan saya untuk sesuatu yangbertentangan dengan
perikemanusiaan, sekalipun diancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis
penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang
selayaknya.
10. Saya akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.
Penjelasan pasal Lafal sumpah dokter dalam esensi yang sama telah mengalami penyempurnaan
urutan lafal dan redaksional berulang kali,bahkan sejak versi pertama yaitu Declaration of
Geneva 1948, kemudian versi kedua: PP No, 26 Tahun 1960. Munas EtikII,14-16
Desember1981memunculkan Lafal Sumpah dokter versi ketiga,dan diikuti dengan Lafal Sumpah
dokter versi ke-empat yaitu SK Menkes No, 434 Tahun 1983. Penyempurnaan versi ke-lima
dilakukan sebagai hasil Rakernas MKEK 1993dan sejakitu tidak pernah berubah lagi malahan
dikuatkan pada Mukernas Etika Kedokteran III di Jakarta21-22 April Tahun 2001, serta otomatis
pada Muktamar IDI ke -28tanggal20 - 24 Nopember 2012diMakassar, sebagai tersebut di atas.
Untuk yang beragama Islam dibagian awal mengucapkan: “Demi Allah saya bersumpah”. Untuk
penganut agama selain Islam mengucapkannya sesuai yang ditentukan oleh agama masing-
masing. Sesudah itul afal sumpah diucapkan oleh setiap dokter secara sendirisendiri ataupun
bersama-sama sesuai bunyi lafal. Sumpah dokter yang dilafalkan pertama kali dan satu-satunya
seumur hidup di fakultas/sekolah kedokteran setelah memperoleh ijazah merupakan sumpah
promisoris karena berisi janji public dokter untuk mengawali praktik kedokteran sebagai
pengabdian profesinya.
Source : https://mkekidi.id/kode-etik-kedokteran-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai