Anda di halaman 1dari 18

WRAP UP PPD

SKENARIO 2
KAIDAH DASAR BIOETIK JUSTICE DAN AUTONOMY

Kelompok : B8
Ketua : Sandhia Aidhitya 1102020146
Sekretaris : Sestia Dia Alifah 1102020223
Anggota : Mifta Aulia A.S 1102020140
Quratul Ain 1102020143
Dhea Aprilia 1102020174
Ryan Firmansyah 1102020202
Addieni Shohwati 1102020208
Nadif Arya K. 1102020250

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2021/2022
Jalan. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574
Fax. 62.21.424
Daftar Isi

Daftar isi..............................................................................................................................1
Skenario 2............................................................................................................................2
Kata sulit..............................................................................................................................3
Pertanyaan............................................................................................................................4
Jawaban................................................................................................................................5
Hipotesis..............................................................................................................................6
Sasaran Belajar....................................................................................................................7
1. Memahami dan Menjelaskan Kaidah dasar Bioetik Justice dan Autonomy
1.1 Definisi Justice dan Autonomy.......................................................................................8
2. Memahami dan Menjelaskan Pelanggaran kodeki pasal 3
3. Memahami dan Menjelaskan Hubungan dokter dan pasien
3.1 Jenis-jenis hubungan dokter dan pasien......................................................................12
3.2 Komunikasi dokter dengan pasien...............................................................................13
4. Memahami dan Menjelaskan Hak dan kewajiban dokter
5. Memahami dan Menjelaskan Hak dan kewajiban pasien
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................17

1
SKENARIO 2

KAIDAH DASAR BIOETIK JUSTICE DAN AUTONOMY

Ali 20 tahun mengeluh demam yang baru dirasakan selama satu hari, yang disertai
batuk, pilek, sakit kepala dan sakit perut. Ali datang ke tempat praktek dokter Budi dan setelah
dilakukan pemeriksaan, dokter memberikan resep yang berisi 8 macam obat untuk keluhan
tersebut, termasuk antibiotika. Obat yang diberikan merupakan produksi pabrik Farmasi yang
merupakan ”rekanan” dr. Budi, sehingga Ali harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang
banyak. Dokter juga menyuruh Ali untuk segera melakukan pemeriksaan darah dan urin di
laboratorium ”X” yang merupakan ”rekanan” kerja dokter Budi.

2
KATA SULIT

1. Bioetik : Studi interdisciplinär masalah masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan


biologi dan kedokteran, dan memperhatikan masalah masalah yang sedang terjadi dengan
yang akan datang
2. Autonomy : Prinsip menghormati autonomi pasien dimana pasien bebas mengambil
keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukannya sendiri
3. Justice : Prinsip penegakan keadilan atau kesamaan hak kepada setiap orang atau pasien
4. Farmasi : Program studi yang masih termasuk ilmu kesehatan yang berfokus pada obat-
obatan
5. Resep : Keterangan dokter tentang obat serta takaran yang harus dipakai oleh orang yang
sakit dan dapat ditukar dengan obat yang ada di apotik
6. Rekanan : Orang yang mempunyai hubungan timbal balik dalam bidang usaha ataupun
dagang

3
PERTANYAAN

1. Apakah perilaku dokter tersebut melanggar kaidah dasar bioetik?


2. Apakah dokter tersebut sudah memberikan hak-hak pada pasien?
3. Bagaimana seharusnya sikap dokter terhadap skenario tersebut?
4. Sanksi apa saja yang akan didapatkan dokter pada kasus tersebut?
5. Sebutkan prinsip-prinsip yang terdapat pada bioetik kedokteran!
6. Lembaga apa yang dapat mengadili kasus diatas?
7. Perbuatan apa yang dilakukan dokter terhadap pasien?
8. Pasal kodeki apa yang dilanggar oleh dokter?
9. Bagaimana hubungan antara dokter dengan pasien?
10. Hak dan kewajiban seorang dokter?
11. Hak dan kewajiban seorang pasien?

4
JAWABAN

1. Dokter telah melanggar 2 kaidah dasar bioetik yaitu autonomy dan justice
2. Belum, karena dokter belum memberikan inform consent kepada pasien
3. Dokter seharusnya tidak boleh terpengaruh oleh pertimbangan kentungan pribadi dalam
melakukan pekerjaannya tetapi harus atas pertimbangan untuk mencapai kesembuhan
pasien. dalam pemberian resep obat harus mendapat persetujuan dari pasiennya
4. Diberikan teguran/tuntutann secara tulisan atau lisan, penundaan gaji atau pangkat, izin
praktik dicabut utk sementara/selamanya
5. Beneficence, non malificence, autonomy, justice
6. MKEK (majelis kehormatan etik kedokteran)
7. Kolusi dan penyalahgunaan wewenang
8. Pasal 3 yang isinya dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuaru yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian
9. Hubungan profesional yaitu dokter dengan klien (pasien). untuk membuat hubungan dokter
dan pasien yang baik adalah menguasai teknik komunikasi yang baik dengan pasien
10. Hak : sesuai dengan UU no.29 tahun. 2004 pasal 50 :
1. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan SOP
2. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan SOP
3. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien/ dari pihak keluarganya
Kewajiban :
1. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan SOP serta kebutuhan
medis pasien
2. merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan
3. merahasiakan segala sesuatu informasi terkait dengan pasiennya
11. Hak :
1. memperoleh informasi mengenai tata tertib rumah sakit
2. memperoleh informasi tentang hak dan kewajibannya
3. memperoleh layanan yang manusiawi, jujur, dan tanpa diskriminasi
4. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai standar profesi dan standar
prosedur operasional
5. memberikan persetujuan, menolak pengobatan, dan memperoleh informasi medis
Kewajiban :
1. UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit pasal 31 dan 32 “pasien mempunyai
kewajiban terhadap rumah sakit atas pelayanan yang diterimanya”
2. UU No.29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 50 dan 51
 memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya
 mematuhi nasihat dan petunjuk dari dokter
 mematuhi ketentuan yang berlaku disarana layanan kesehatan
 memberikan imbalan untuk pelayanan yang diterima

5
HIPOTESIS

Seorang dokter menurut kaidah dasar justice dan autonomy seharusnya tidak boleh terpengaruh
oleh pertimbangan keuntungan pribadi dalam melakukan pekerjaannya tetapi harus atas
pertimbangan mencapai kesembuhan pasien, misalnya dalam pemberian resep obat harus
mendapat persetujuan dari pasien. Pelanggaran thd 2 kaidah dasar tsb menyebabkan seorang
dokter dapat dikenai pasal 3 yang isinya dalam melakukan pekerjaan kedokteran, seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian.
Sanksi terhadap pasal tersebut adalah berupa teguran atau tuntutan secara tulisan dan lisan,
penundaan gaji/pangkat, izin praktik yang dicabut untuk sementara. Komunikasi yang baik sangat
dibutuhkan antara dokter dengan pasien agar tercapai keseimbangan kewajiban dan hak pasien
dan dokter.

6
SASARAN BELAJAR

1. Memahami Memahami dan menjelaskan Kaidah dasar bioetik justice dan autonomy
1.1. Definisi justice dan autonomy
2. Memahami dan menjelaskan Pelanggaran kodeki pasal 3
3. Memahami dan menjelaskan Hubungan dokter dan pasien
3.1. Jenis-jenis hubungan dokter dan pasien
3.2. Komunikasi dokter dengan pasien
4. Memahami dan menjelaskan Hak dan kewajiban dokter
5. Memahami dan menjelaskan Hak dan kewajiban pasien

7
1. Memahami Memahami dan menjelaskan Kaidah dasar bioetik justice dan
autonomy
1.1 Definisi justice dan autonomy

Prinsip Autonomy

Otonomi (Autonomy) berasal dari bahasa Yunani ”autos” yang berarti


sendiri dan ”nomos” yang berarti peraturan atau pemerintahan atau hukum.
Awalnya otonomi dikaitkan dengan suatu wilayah dengan peraturan sendiri atau
pemerintahan sendiri atau hukum sendiri. Namun kemudian, otonomi juga
digunakan pada suatu kondisi individu yang maknanya bermacam-macam seperti
memerintah sendiri, hak untuk bebas, pilihan pribadi, kebebasan berkeinginan dan
menjadi diri sendiri. Makna utama otonomi individu adalah aturan pribadi atau
perseorangan dari diri sendiri yang bebas, baik bebas dari campur tangan orang lain
maupun dari keterbatasan yang dapat menghalangi pilihan yang benar, seperti
karena pemahaman yang tidak cukup. Seseorang yang dibatasi otonominya adalah
seseorang yang dikendalikan oleh orang lain atau seseorang yang tidak mampu
bertindak sesuai dengan hasrat dan rencananya.

Terdapat berbagai pendapat tentang penerapan prinsip otonomi. Meskipun demikian,


secara umum ada beberapa cara menerapkan prinsip otonomi, khususnya dalam
praktek kedokteran. Cara-cara tersebut antara lain:

1. Menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya (tell the truth)

2. Menghormati hak pribadi orang lain (respect the privacy of others)

3. Melindungi informasi yang bersifat rahasia (protect confidential information)

4 Mendapat persetujuan untuk melakukan tindakan terhadap pasien (obtain consent


for interventions with patients)

5. Membantu orang lain membuat keputusan yang penting (when ask, help others
make important decision)

Hal penting dalam menerapkan prinsip otonomi adalah menilai kompetensi


pasien. Para pakar meyakini belum ada satu definisi kompetensi pasien yang dapat
diterima semua pihak, sehingga begitu banyak defnisi tentang kompetensi pasien.
Salah satu definisi kompetensi pasien yang dapat diterima adalah ”kemampuan
untuk melaksanakan atau perform suatu tugas atau perintah”.

Prinsip Justice

Prinsip Justice diterjemahkan sebagai menegakan keadilan atau kesamaan


hak kepada setiap orang (pasien). Definisi lainnya adalah memperlakukan orang lain
secara adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya. Situasi yang adil adalah
seseorang mendapatkan mendapatkan manfaat atau beban sesuai dengan hak atau
kondisinya. Situasi yang tidak adil adalah tindakan yang salah atau lalai berupa
meniadakan manfaat kepada seseorang yang memiliki hak atau pembagian beban
yang tidak sama. Prinsip justice lahir dari sebuah kesadaran bahwa jumlah benda
8
dan jasa (pelayanan) itu terbatas, sedangkan yang memerlukan seringkali melabihi
batasan tersebut. Prinsip justice kemudian diperlukan dalam pengambilan keputusan
tersebut.

Terdapat beberapa kriteria dalam penerapan prinsip justice, antara lain:

1. Untuk setiap orang ada pembagian yang merata (equal share)

2. Untuk setiap orang berdasarkan kebutuhan (need)

3. Untuk setiap orang berdasarkan usahanya (effort)

4. Untuk setiap orang berdasarkan kontribusinya (contribution)

5. Untuk setiap orang berdasarkan manfaat atau kegunaannya (merit)

6. Untuk setiap orang berdasarkan pertukaran pasar bebas (free-market exchange)

2. Memahami dan menjelaskan Pelanggaran kodeki pasal 3

Pasal 3 KODEKI : “seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang
mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.”
Cakupan Pasal :
(1) Setiap dokter memiliki moral dan tanggung jawab untuk mencegah keinginan
pasien atau pihak manapun yang sengaja atau tidak sengaja bermaksud
menyimpangi atau melanggar hukum dana tau etika melalui praktek pekerjaan
kedokteran.
(2) Setiap dokter dilarang melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi sebagaimana dimaksud pada Pasal 3,
antara lain :
a. Memberikan obat, alat produk kesehatan, anjuran nasehat atau tindakan
kedokteran, prototype cara perangkat sistem manajemen klinis pelayanan langsung
pasien dana tau penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan kiat
kedokteran yang belum berdasarkan bukti ilmiah (evidence) dan/atau diakui
dibidang kedokteran yang mengakibatkan hilangnya integritas moral dan
keilmuannya.
b. Membuat ikatan atau menerima imbalan berasal dari perusahaan farmasi, obat,
vaksin, makanan, suplemen, alat kesehatan, alat kedokteran, bahan produk atau jasa
kesehatan terkair kesehatan dan atau berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan
apapun dan dari manapun dan/atau berasal dari pengusaha, perorangan atau badan
lain yang akan menghilangkan kepercayaan public masyarakat dan menurunkan
martabat profesi kedokteran
c. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung dalam segala bentuk kegiatan
yang bertujuan untuk mempromosikan atau mengiklankan dirinya, barang dan atau
jasa sebagaimana dimaksud Pasal 3, cakupan pasal butir 1 dan 2 diatas guna
kepentingan dan keuntungan pribadinya, sejawat pihak lain kelompoknya.
9
d. Melakukan upaya diagnostik, pengobatan atau tindakan medis apapun pada pasien
secara menyimpang dari atau tanpa indikasi medik yang mengakibatkan turunnya
martabat profesi kedokteran dan kemungkinan terganggunya keselamatan pasien.
e. Menerima pemberian imbalan jasa apapun untuk pengiriman rujukan pasien ke
dokter atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, didalam maupun luar negeri.
(3) Dokter sebagai perseorangan praktisi wajib menolak pemberian segala bentuk
apapun bila dikaitkan atau patut diduga dikaitkan dengan kapasitas profesionalnya
dalam meresepkan obat alat produk barang industri kesehatan tertentu dan anjuran
penggunaan jasa kesehatan tertentu, termasuk berniat mempengaruhi kehendak
pasien/ keluarganya untuk membeli atau mengkonsumsi obat alat produk barang jasa
tertentu karena ia telah menerima atau dijanjikan akan menerima komisi keuntungan
dari perusahaan farmasi alat produk jasa kesehatan tersebut.
(4) Dokter yang bekerja penuh dan/atau paruh waktu untuk industri farmasi alat
produk kesehatan dan atau barang produk terkait lainnya wajib menjelaskan posisi
status pekerjaannya bila ia memberi ceramah atau informasi tentang atau berkaitan
dengan barang produk tersebut kepada dokter atau masyarakat awam. Demikian
pula setiap dokter pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk jasa pelayanan.
(5) Dalam kehadirannya pada temu ilmiah, setiap dokter dilarang mengikatkan diri
untuk mempromosikan meresepkan barang produk dan jasa tertentu, apapun bentuk
bantuan sponsorshipnya.
(6) Dokter dapat menerima bantuan dari pihak sponsor untuk keperluan
keikutsertaan dalam temu ilmiah mencakup pendaftaran, akomodasi dan transportasi
sewajarnya sesuai kode etik masingmasing.
(7) Dokter dilarang menyalahgunakan hubungan profesionalnya dengan terhadap
pasien dan/atau keluarganya demi keuntungan pribadi dan dilarang melibatkan diri
dalam kolusi, kongkalikong, berbagi imbalan komisi diskon, termasuk pola
pemasaran beragam jenjang (multi-level marketing) dan penarikan imbalan jasa
secara paket yang dibayarkan dimuka.
(8) Dokter dilarang menerima bantuan apapun dari perusahaan atau badan yang
produk barang jasanya bertentangan dengan prinsip kesehatan, seperti rokok,
minuman beralkohol dan sejenisnya.
(9) Dokter yang menyandang jabatan resmi kepemerintahan, lembaga negara lainnya
dan organisasi profesi dalam sosialisasi program kemitraan bersama seyogyanya
secara sendiri-sendiri tidak mengiklankan produk barang jasa tertentu serta dilarang
mengkaitkannya dengan identitas keahlian spesialisasi profesi tertentu.
(10) Setiap dokter dilarang menyalahgunakan secara tidak sah dan tidak etis forum
wahana peningkatan ilmu dan ketrampilan kedokteran beserta berbagai bentuk temu
ilmiah pengembangan profesionalisme kedokteran.
(11) Pemberian sponsor kepada seorang dokter haruslah dibatasi pada kewajaran dan
dinyatakan jelas tujuan, jenis, waktu dan tempat kegiatan ilmiah tersebut serta
kejelasan peruntukan pemberian dimaksud dan secara berkala dilaporkan kepada
10
pimpinan organisasi profesi setempat untuk diteruskan ke pimpinan nasional Ikatan
Dokter Indonesia.
(12) Setiap dokter dilarang menerima pembayaran untuk kompensasi praktek atau
biaya tambahan lainnya sehubungan dengan partisipasinya dalam temu ilmiah.
(13) Pemberian beasiswa/bantuan finansial dari sponsor untuk peserta didik
kedokteran wajib disalurkan melalui institusi pendidikan kedokterannya dan
pimpinan institusi pendidikan tersebut seyogyanya melaporkan nama pemberi dan
penerima kepada organisasi profesi setempat.
(14) Setiap dokter dilarang bertindak memenangkan persaingan bisnis apapun secara
melanggar hukum.
(15) Setiap dokter wajib mendukung program anti korupsi, kolusi, dan nepotisme
dari pemerintah, organisasi profesi atau pihak manapun juga.
(16) Setiap dokter memiliki yang kepentingan finansial terhadap suatu institusi/
perusahaan badan usaha seharusnya bertindak patut, teliti dan hati-hati agar jangan
sampai mempengaruhi dirinya dalam menangani pasien.
(17) Setiap dokter seyogyanya tidak menarik honorarium sejumlah yang tidak pantas
dan bertentangan dengan rasa perikemanusiaan.
(18) Setiap dokter wajib mengkomunikasikan secara jujur honorarium dan atau jasa
mediknya kepada pasien agar tidak terjadi aduan menerapkan honorarium di luar
kemampuan pasien atau keluarganya.
(19) Seorang dokter dalam berbisnis / bekerjasama dengan perusahaan di luar
bidang kedokteran wajib untuk :
a. Tidak berniaga yang tidak cocok atau bertentangan dengan profesi kedokteran
atau membawa pengabdian atau profesinya menjadi tidak layak dihormati.
b. Memisahkan barang dan jasa yang dihasilkan dari praktek kedokterannya dan
keahliannya sehingga tidak dirancukan masyarakat sebagai jasa kedokteran atau
diakui oleh profesi kedokteran.
c. Tidak mempromosikan nama, jenis keahlian dan pelayanan praktek pribadinya.
Pelaksanaan profesi kedokteran tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan
pribadi, tetapi lebih didasari sikap perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan
pasien.
Hal-hal berikut dilarang :
a. Menjual contoh obat (free sample yang diterima cuma-cuma dari perusahaan
farmasi.
b. Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena dokter yang
bersangkutan telah menerima komisi dari perusahaan farmasi tertentu.
c. Mengizinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter untuk kegiatan
pelayanan kedokteran kepada orang yang tidak berhak, misalnya dengan namanya
melindungi balai pengobatan yang tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
11
d. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang jelas,
karena ingin menarik pembayaran yang lebih banyak.
e. Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke kamar praktek hendaklah
seperlunya saja supaya jangan menimbulkan kesan seolah-olah dimaksudkan untuk
memperbanyak imbalan jasa. Hal ini perlu dipehatikan terutama oleh dokter
perusahaan yang dibayar menurut banyaknya konsultasi.
f. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud supaya praktek
lebih dikenal orang lain dan pendapatannya bertambah.
g. Meminta dahulu sebagian atau seluruh imbalan jasa perawatan/pengobatan,
misalnya pada waktu akan diadakan pembedahan atau pertolongan obstetric.
h. Meminta tambahan honorarium untuk dokter-dokter ahli bedah/kebidanan
kandungan, setelah diketahui kasus yang sedang ditangani ternyata sulit, dimana
pasien yang bersangkutan berada pada situasi yang sulit.
i. Menjual nama dengan memasang papan praktek di suatu tempat padahal dokter
yang bersangkutan tidak pernah atau jarang datang ke tempat tersebut, sedangkan
yang menjalankan praktek sehari-harinya adalah dokter lain bahkan orang yang
tidak mempunyai keahlian yang sama dengan dokter yang namanya terbaca pada
papan praktek.
j. Mengeksploitasi dokter lain, dimana pembagian prosentasi imbalan jasa tidak
adil.
k. Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya, walaupun di dekat tempat
prakteknya ada sejawat lain yang mempunyai keahlian yang diperlukan.

3. Memahami dan menjelaskan Hubungan dokter dan pasien


3.1 Jenis-jenis hubungan dokter dan pasien
Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung
sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya
terlihat superioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada
kegiatan pihak dokter sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan
tidak sempurna, karena merupakan suatu pelaksanaan wewenang oleh yang satu
terhadap lainnya. Berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat
dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:
1. Aktivitas pasif (Activity-passivity).
Pola hubungan orang tua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak
profesi kedokteran mulai mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini
dokter seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur
tangan pasien. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan
jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental
berat.
2. Membimbing kerjasama (Guidance-Cooperation).
Hubungan membimbing-kerjasama, seperti halnya orangtua dengan remaja.
Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit
infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan
memiliki perasaan serta kemauan sendiri. la berusaha mencari pertolongan
pengobatan dan bersedia bekerjasama. Walaupun dokter rnengetahui lebih
banyak, ia tidak semata-mata karena menjalankan kekuasaan, namun
mengharapkan kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau
anjuran dokter.
3. Saling berpartisipasi (Mutual participation).
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki
martabat dan hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara
12
kesehatannya seperti medical check-up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien
secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak
dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang
rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.

3.2 Komunikasi dokter dengan pasien

Untuk mencapai pelayanan kedokteran yang efektif berdasarkan saling


percaya dan saling menghormati, perlu komunikasi yang baik antara dokter dan
pasien.

Komunikasi yang baik meliputi:

1. Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan


serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya.

2. Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi,


diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan
menggunakan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk
informasi tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian serta
pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin
terjadi.

3. Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang


dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.

a. Jika seorang pasien mengalami kejadian yang tidak diharapkan selama


perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggung jawab pelayanan
kedokteran (jika terjadi di sarana pelayanan kesehatan) harus menjelaskan
keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau panjang dan rencana tindakan
kedokteran yang akan dilakukan secara jujur dan lengkap serta menunjukkan
empati.

b. Jika seorang pasien adalah seorang dewasa yang tidak mampu menerima
penjelasan dokter, maka penjelasan harus diberikan kepada mereka yang
bertanggung jawab terhadap pasien, keluarga terdekat atau teman lainnya yang
ikut terlibat dalam perawatan pasientersebut. Jika pasien adalah seoranganak,
keadaan ini harus disampaikan kepada orang yang bertanggung jawab secara
pribadi atau kepada pasien jika dinilai sudah cukup matang untuk mengerti
kejadian tersebut.

c. Jika seorang pasien dalam asuhan dokter meninggal, sesuai pengetahuannya,


dokter harus menjelaskan sebab dan keadaan berkaitan dengan kematian
tersebut kepada orang tua, keluarga dekat, mereka yang mempunyai
tanggungjawab, atau teman yang terlibat dalam asuhan pasien tersebut kecuali
jika pasien berwasiat lain.

13
4. Memahami dan menjelaskan Hak dan kewajiban dokter

Hak Dokter
Sesuai dengan Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 pasal 50:
1. Profesi dan standar prosedur operasional.
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar operasional
prosedur.
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
4. Memahami dan menjelaskan Hak dan kewajiban pasien
Kewajiban dokter
Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar Undang-undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 50
dan 51, Hak dan Kewajiban Dokter
 Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar operasional
prosedur serta kebutuhan medis
 Apabila tidak tersedia alat kesehatan atau tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan/pengobatan, bisa merujuk pasien ke dokter/sarana kesehatan lain
yang mempunyai kemampuan lebih baik.
 Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan setelah
pasien itu meninggal dunia
 Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang mampu melakukannya
 Mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

· Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


- Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh
keilmuan dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.
- Pasal 15
Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat
berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan
atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.
- Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
- Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.

14
· Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat
- Pasal 18
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan.
- Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali
dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

- Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja
dengan baik.
- Pasal 21
Setiap dokter wajib senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran/ kesehatan.

5. Memahami dan menjelaskan Hak dan kewajiban pasien

Hak Pasien

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004


 Mendapatkan penjelasan lengkap tentang rencana tindakan medis yang akan
dilakukan dokter
 Bisa meminta pendapat dokter lain (second opinion)
 Mendapat pelayanan medis sesuai dengan kebutuhan
 Bisa menolak tindakan medis yang akan dilakukan dokter bila ada keraguan
 Bisa mendapat informasi rekam medis

Kewajiban pasien :

UU NO. 44 TAHUN 2009 : UU TENTANG RUMAH SAKIT PASAL 31 DAN


32

- Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas pelayanan yang
diterimanya.

- Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan Peraturan Menteri.

UU NO. 29 TAHUN 2004 : UU TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN


PASAL 50 DAN 51

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban:

 Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya


 Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi
 Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan
15
 Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 69 tahun 2014 pada


BAB III Kewajiban Pasien pasal 28 dan 29

Pasal 28

Dalam menerima pelayanan dari rumah sakit, pasien mempunyai kewajiban :

a. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit

b. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggung jawab

c. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga Kesehatan serta
petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit

d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatannya

e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan yang


dimilikinya

f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di rumah


sakit dan disetujui oleh Pasien yang bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan
sesuai ketentuan peraturan perundang undangan

g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak rencana


terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tidak mematuhi
petunjuk yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan dalam rangka penyembuhan
penyakit atau masalah kesehatannya

h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

Pasal 29

1. Imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf g merupakan pembayaran


atas konsultasi, pemeriksaan medis, tindakan medis dan pelayanan lain yang
diterima, yang didasarkan atas itikad baik Pasien sesuai dengan jasa yang diterima.

2. Dalam hal Pasien belum dapat memenuhi kewajiban pembayaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), maka Pasien dapat diberikan tenggang waktu sesuai dengan
perjanjian antara Pasien atau keluarganya dengan rumah sakit.

3. Perjanjian sebagaimana di maksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya memuat


tenggang waktu, cara pelunasan kekurangan pembayaran dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak.

4. Pasien dapat meninggalkan rumah sakit apabila Pasien atau keluarga telah
menandatangani perjanjian sebagaimana di maksud pada ayat (3)
16
DAFTAR PUSTAKA

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), Ikatan Dokter Indonesia (IDI). 2004.
Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jakarta: MKEK Pusat & Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Menkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 69/MENKES/PER/III/2014 tentang


Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien.

17

Anda mungkin juga menyukai