PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan Negara hukum yang sehingga mengatur sehala hal
berdasarkan undang-undang yang ada. Salah satunya mengatur tentang pelayanan
kesehatan. Setiap warga Indonesia dijamin oleh undang-undang bahwa mereka
memiliki ha katas pelayanan kesehatan tanpa dibeda-bedakan status sosialnya.
Di Indonesia landasan hukum kesehatan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Pada saat dipakainya Undang-Undang Kesehatan
tersebut hak dan perawatan-pemeliharaan kesehatan memperoleh dasar hukum
dalam hukum nasional Indonesia. Di dalam prakteknya kesehatan memiliki tiga
subyek yang berperan secara berkesinambungan, yaitu rumah sakit, dokter dan
pasien. Ketiga subyek tersebut masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang
sudah diatur dalam undang-undang. Tidak dapat dihindari pula bahwa ketiga
subyek hukum tersebut memiliki kesenjangan-kesenjagan dalam hal pelayanan
medis. Dari kesenjangan ini lah sering muncul masalah-masalah antara ketiga
subyek tersebut. Masalah-masalah yang sering terjadi ditengah masyarakat
berupa malpraktik, pelanggaran kode etik seperti tesebarnya rekam medis yang
tak boleh diketahui, dan masih banyak lagi.
Pasien dan dokter dalam praktek kesehatan memiliki hubungan yang saling
terkait.hubungan tersebut tidak terlepas dari sebuah Perjanjian yang disebut
perjanjian terapeutik.perjanjian terapeutik adalah bhubungan antara dokter dan
penderita yang dilakukan dalam suasana saling percaya (konfidensial) serta
senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.
Oleh karna itu bersifat menjelaskan, merincikan, ataupun menegaskan berlakunya
suatu kode etik untuk melindungi dokter dan pasien. Perjanjian terapeutik
memiliki objek dan sifat yang khusus, kekhususan perjanjian ini terletak pada
objek yang diperjanjikan dan sifatnya.objek dari prtjanjian ini adalah pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter dan sifatnya berupa inspaning verbitenis,
yaitu upaya dokter untuk menyembuhkan pasien.
1
Perikatan antara rumah sakit atau dokter dan pasien dapat diartikan sebagai
perikatan usaha (inspanning verbintenis) atau perikatan hasil (resultaats
verbintenis).posisi antara dokter dan pasien adalah sederajat,dengan posisi
demikian ini hukum menempatkan keduanya memiliki tanggung gugat hukum,
berdasarkan transaksi terapeutik. Hubungan hukum dalam transaksi terapeutik ini
merupakan sebuah hubungan yang sifatnya vertical.bertitik tolak dari transaksi
terapeutik ini, tidaklah mengherankan jika banyak ditemukan gugatan pasien
terhadap dokter .gugatan untuk meminta pertanggung jawaban dokter bersumber
pada dua dasar hukum,yaitu berdasarkan ( contractual liability ) sebagaimana
diatur dalam pasal 1239 KUH perdata dan berdasarkan perbuatan melawan hukum
( onrechmatigedaad )sesuai dengan ketentuan pasal 1365 KUH perdata.
Rumah sakit berkewajiban untuk mengutamakan kepentingan pasien yang
tercantum dalam pasal 29 huruf b undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit yang menyatakan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
‘memberi pelayanan kesehatan yang aman. Bermutu,antidiskriminasi, dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
rumah sakit’.
B. Rumusan masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa masalah tersebut sebagai
berikut:
2
C. Tujuan dan manfaat
Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana sanksi apabila rekam medis disebarkan oleh
oknum yang tidak bertanggung jawab?
2. Untuk mengetahui bagaimana proses hukum pembuktian pidana terhadap
kasus malpraktik?
3. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pengaturan ganti rugi dalam
pertanggungjawaban perdata seorang dokter yang melakukan malpraktik?
4. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban administrasi dokter
dalam malptaktik?
Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
Pokok yang terpenting dari suatu rekam medis adalah itu bisa merupakan
suatu dokumen yang bersifat legal. Dengan demikian maka rekam medis ini
menjadi sesuatu yang esensial pada pembelaan tuntutan malpraktik medis.suatu
rekam medis yang baik memungkinkan rumah sakit untuk mengadakan
rekontruksi yang baik mengenai pemberian pelayanan kepada pasien seryta
memberikan gambaran untuk dinilai aoakah perawatan dan pengobatan yang
diberikan dapat diterima atau tidak dalam situasi dan keadaan demikian. Rekam
medis harus di isi segera dan secara langsung pada oleh pada saat dilakukan
tindakan pada pemberian intruksi oleh dokter oleh tenaga kesehatan lainnya, dan
pada saat dilakukan observasi telah timbul suatu gejala atau suatu perubahan, dan
sewaktu melakukan tindakan.
Terkait dengan isi rekam medis, hal tersebut tidak boleh diketahui oleh
siapapun kecuali pasien itu sendiri, namun hukum memperbolehkan kepada
beberapa pihak tertentu untuk dapat membuka isi rekam medis di antaranya;
4
aparatur penegak hukum yang digunakan sebagai alat bukti, peneliti yang
digunakan untuk pendidikan, dan lembaga lain seperti asuransi kesehatan.
Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 10 ayat 2 Permenkes No.
269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis, bahwa informasi tentang
identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal:
5
Pasal 51 huruf b : merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan dan pengobatan.
Pasal 51 huruf c : merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. Kewajiban pada
huruf d adalah melakukan pertolongan darurat atas dasar prikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
Pasal 51 huruf e : menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran atu kedokteran gigi.
1. Pasal 13 KODEKI :
6
d. Untuk kasus pelanggaran etikolegal, dapat diberikan hukuman sesuai
peraturan kepegawaian yang berlaku dan diproses ke pengadilan
e. Pencabutan izin
“Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau
dokter gigi yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban dalam Pasal 51 huruf
c yaitu merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meinggal dunia.”
7
pasien menderita cacat permanen atau meninggal dunia, sedangkan gugatan secara
perdata dapat dilakukan asal pasien menderita kerugian meskipun terjadi
kesalahan kecil.
Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter dianggap melawan hukum jika
tindakannya itu tidak memenuhi stndar profesi kedokteran. Tindakan seorang
dokter haruslah sesui dengan tandar profesinya. Namun hal ini harus dibuktikan
lebih dahulu apakah tindakan tersebut telah memenuhi standar profesi atau tidak.
8
yang terdapat dalam pasal 183 KUHAP. Sedangkan alat bukti yang sah terdapat
dalam Pasal 184 KUHAP adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat d.Petunjuk
d. Keterangan terdakwa.
Alat bukt iyang paling tepat untuk dapat membuktikan bahwa dokter tersebut
melakukan kesalahan atau tidak adalah RekamMedis. Rekam medis ini sebagai
alat bukti berfungsi ganda yaitu :
Dari rekam medis tersebut kita dapat mengetahui bagaimana dokter tersebut
dalam memberikan pelayanan kesehatan. Yang dapat kita ketahui dari rekam
medis tersebut adalah:
9
pembentukan standar prosedur operasional dibuat melalui kesepakatan yang
didasari oleh sumber daya manusia dan fasilitas peralatan yang menunjang
dirumah sakit, puskesmas atau balai kesehatan tersebut.
Dalam hubungan dokter dengan pasien, dalam hal terjadi kesalahan dokter
yang merugikan pasien, ada 4 macam surat yang dihasilkan dari hubungan
tersebut, yaitu:
1. .Kartu berobat
2. Persetujuan tindakan medis (berdasarkan"informed concenr)
3. Rekam medis
4. Resep dokter.
Pada saat tuntutan malpraktek diajukan, akan menjadi sebuah tugas bagi sang
pemohon perkara (pasien maupun anggota keluarganya) untuk mencari sendiri
bukti yang mendukung tuntutannya tersebut. Hal ini akan terus dilakukan oleh
pemohon sampai perkara tersebut menjadi sebuah kasus yang prima fasie dengan
bukti–bukti yang cukup dihadirkan di depan pengadilan dan di hadapan juri yang
memungkinkan hakim memberikan putusan secara seksama berdasar bukti itu
sendiri. Setelah bukti tersebut diajukan oleh pemohon, maka bukti yang dibawa
pemohon tersebut akan dihadapkan kepada orang yang disangkakan. Tertuduh
10
(dokter atau rumah sakit) lalu memberikan bukti–bukti yang menyanggah tuduhan
yang dikenakan kepadanya.
1. Cara langsung
a. Kewajiban yaitu dalam hubungan perjanjian tenaga medis dengan
pasien, tenaga medis haruslah bertindak berdasarkan:
1) Adanya indikasi medis.
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti.
3) Bekerja sesuai standar profesi.
4) Sudah ada informen consent.
b. Penyimpangan dari kewajiban Jika seorang tenaga medis melakukan
tugasnya dan menyimpang dari apa yang seharusnya atau tidak dari
apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya. Maka
tenaga medis tersebut dapat dipersalahkan.
c. Kerugian. Tenaga medis untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab dan kerugian yang
diderita, oleh karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan sela
diantaranya, dan hal ini harus dibuktikan dengan jelas. Hasil negatif
tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyalahkan tenaga medis.
2. Cara tidak langsung yaitu cara ini merupakan cara pembuktian yang
mudah bagi pasien yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita
oleh pasien. Dapat diterapkan apabila memenuhi kriteria:
a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga medis tidak lalai.
b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga medis.
c. Fakta itu terjadi tampa ada kontribusi dari pasien.
11
menimpa seseorang sebagai akibat dari kelalaian tenaga medis di Rumah Sakit,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Ketentuan pasal 46 ini menjadi dasar yuridis bagi seseorang
untuk meminta tanggung jawab pihak Rumah Sakit jika terjadi kelalaian tenaga
kesehatan yang menimbulkan kerugian.
Hubungan hukum dokter dan pasien dari sudut perdata berada dalam suatu
perikatan hukum. Perikatan Hukum adalah suatu ikatan antara dua atau lebih
subjek hukum untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atau memberikan
sesuatu. Sesuatu disebut prestasi. Untuk memenuhi prestasi yang pada dasarnya
adalah suatu kewajiban hukum bagi para pihak yang membuat hukum. Bagi pihak
dokter, prestasi berbuat sesuatu adalah kewajiban hukum untuk berbuat dengan
baik dan secara maksimal (perlakuan medis) bagi kepentingan kesehatan pasien,
dan kewajiban hukum untuk tidak berbuat salah atau keliru dalam perlakuan
medis, dalam arti kata kewajiban untuk pelayanan kesehatan pasien dengan
sebaik-baiknya. Malpraktek kedokteran dari sudut perdata terjadi apabila
perlakuan salah dokter dalam hubungannya dengan pemberian prestasi
menimbulkan kerugian keperdataan (diatur dalam hukum perdata).
Malpraktek berasal dari bahasa Inggris yaitu Medical Malpractice. Mala yang
berarti sesuatu yangnburuk. Malpraktek adalah Suatu kelalaian atau kegagalan
seorang dokter dalam melakukan suatu proses pelayanannmedis sehingga
12
menimbulkan efek cedera, luka berat, bahkan meninggal. Keberadaan Dokterrdi
Indonesia sangat diperlukan untuk menyembuhkan orang yang sedang sakit.
Dokter sebagai seorang professionalldalam melakukan pelayanan medis harus
memenuhi standar profesi. Adanya kelalaian dan kecerobohan dalam memberikan
pelayanan kesehatan tidak jarang mengakibatkan terjadinya malpraktek yang
menimbulkan kerugian bagi kedua belah pihak, yaituupasien dan dokter.
13
uang tertentu yang harus diterima oleh pasien sebagai kompensasi agar ia dapat
kembali ke keadaan semula seperti sebelum terjadinya sengketa medik. Tetapi
sulit untuk dicapai pada kerugian yang berbentuk kecederaan atau kematian
seseorang, oleh karena itu kerugian tersebut harus dihitung sedemikan rupa
sehingga tercapai jumlah yang layak (Reasonable atau fair) suatu kecederaan
sukar di hitung dalam bentuk finansial. Mengenai perlindungan hukum pada
pasien korban malpraktek untuk menuntut ganti rugi diatur dalam Pasal 58 ayat 1
UU Kesehatan yang menyatakan “setiap orang berhak menuntut ganti rugi
terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan.” Namun dalam pasal ini tidak diatur lebih lanjut mengenai berapa
besaran ganti rugi yang harus dibayarkan kepada pasien terkait dengan tingkat
kesalahan yang dilakukan oleh seorang dokter. Dijelaskan juga di penjelasan pada
Pasal 58 ayat 1 UU Kesehatan, adalah : “yang termasuk “kerugian” akibat
pelayanan kesehatan termasuk didalamnya adalah pembocoran rahasia
kedokteran.”
Oleh karena itu, untuk memberikan penjelasan dalam bentuk ganti rugi agar
lebih jelas, perlu dibuatkan yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah
atau Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan).
14
Kasus malpraktik administrative cukup menarik karena hakikat
pelanggarannya masuk ke dalam ranah hukum administrasi Negara sehingga
sanksinya adalah administrasi. Akan tetapi, di dalam Pasal 76 Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran ditegaskan bahwa setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktek kedokteran tanpa
memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Catatan dirambah dengan sanksi
administrative langsung dari pemerintah sebagai pengawas kebijakan melalui
lembaga terkait dengan pencabutan izin praktek.
BAB III
PENUTUP
15
A. Kesimpulan
B. Saran
16
Tindakan malpraktik yang dilakukan oleh dokter dan rumah sakit merupakan
tindakan yang dapat membahayakan keselamatan pasien. Meskipun secara
regulasi telah terdapat sanksi atas tindakan malpraktik ini, namun diharapkan para
dokter dan rumah sakit selaku pemberi layanan kesehatan untuk tidak melakukan
tindakan malpraktik. Jika tindakan tersebut masih dilakukan atau muncul, maka
diperlukan penindakan hukum yang tegas dari aparat penegak hukum agar
kejadian serupa tidak akan terulang lagi dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
17
https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/lexcrimen/article/view/26794/26388
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/44435/27009
https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/delegalata/article/view/3445/3485
https://r.search.yahoo.com/
_ylt=AwrgLGIW5p5koywM2GJXNyoA;_ylu=Y29sbwNncTEEcG9zAzMEdn
RpZANBRFRFU1RTQ18xBHNlYwNzcg--/RV=2/RE=1688163991/RO=10/
RU=http%3a%2f%2fwww.fk.unri.ac.id%2fwp-content%2fuploads
%2f2017%2f08%2f47-Syarifah-Hidayah-F.pdf/RK=2/
RS=WecFFUTE.Z3Aj7QV6_vb4qWcz4U-
18