dan ketentuan hukum dalam bidang kesehatan agar pelayanan dan pemeliharaan
kesehatan dapat berjalan dengan baik. Pemerintah mengusahakan rakyat yang sehat
sebagai asset dan tujuan utama, maka dibuatlah peraturan dan ketentuan hukum
mengenai praktik kesehatan. Peraturan dan ketentuan hukum ini tidak hanya
mencakup bidang kedokteran saja, tetapi juga mencakup seluruh bidang kesehatan
merupakan salah satu usaha pemerintah dalam mencapai derajat kesehatan yang lebih
baik bagi seluruh anggota masyarakat. Beberapa bagian dari undang-undang ini berisi
tentang rambu-rambu dalam pelayanan kesehatan yang harus diketahui dan dipahami
oleh pelaku pelayanan profesi kesehatan, agar terhindar dari pelayanan kesehatan
juga harus selalu memperdalam dan mengikuti perkembangan hukum dan aspek
UU ini diterbitkan untuk tujuan mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap
orang. Di sini diatur tentang hak dan kewajiban serta tugas dan tanggung jawab setiap
orang. Upaya kesehatan dijabarkan secara jelas mulai dari kesehatan keluarga,
upaya kesehatan olahraga. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan tentang adanya
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Dalam hal ini, peran
dapat dilakukan apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah diatur.
Demikian pula diatur tentang sanksi hukum menurut ketentuan pidana dan perdata.
Kepastian hukum dan perlindungan hukum, baik kepada pemberi maupun penerima
Pasal 53
bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana dimaksud
“(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud ayat (1)
Pasal 55
“(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
dijelaskan mengenai standar profesi medik yaitu batasan kemampuan minimal yang
harus dikuasai seorang dokter untuk dapat melalukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri, yang disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia, serta standar
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, yang disusun oleh
a. Pasal 75 ayat 1
“Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun
atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00.”
b. Pasal 76
“Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa meliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00.”
c. Pasal 79
“Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda oaling
banyak Rp 50.000.000, - setiap dokter atau dokter gigi yang:
1) Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud
dalam pasal 41 ayat 1.
2) Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 46 ayat 1.
3) Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam pasal 51 huruf a, b, c, d atau e.”2
Pada keadaan di mana dokter baik sengaja ataupun tidak disengaja (lalai)
menjalankan profesi medik yang tidak sesuai dengan standar profesi medik dan
kerugian lain pada pasien, maka dapat dikatakan telah terjadi malpraktik medik dan
dokter diharuskan bertanggung jawab secara administratif dan atau secara perdata dan
Dalam ruang lingkup hukum perdata, yang berlaku adalah 1365 KUH Perdata
“tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
tersebut'”
korporasi. Selain itu dapat dialihkan kepada pihak lain berdasarkan principle of
vicarious liability. Dengan prinsip ini, maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas
sakit. Dasar hukum civil malpractice adalah transaksi dokter dengan pasien, yaitu
hubungan hukum dokter dan pasien, dimana dokter bersedia memberikan pelayanan
medis kepada pasien dan pasien bersedia membayar honor kepada dokter tersebut.
Pasien yang merasa dirugikan berhak menggugat ganti rugi kepada dokter yang tidak
pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan secara limitatif dalam
suatu aturan perundang-undangan pidana. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (1)
KUHP yang menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali
atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada,
sebelum perbuatan itu dilakukan, nullum delictum noella poena sine previa lege
(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Pasal 1 ayat (1)
KUHP ini dikenal sebagai asas legalitas. Perbuatan dikatakan terbukti sebagai
perbuatan pidana apabila berdasarkan minimal dua alat bukti tersebut hakim
Dalam ilmu hukum pidana, perbuatan dikatakan perbuatan hukum pidana apabila
tindakan medik,
dan
sikap batin tidak mudah dipahami dan diterapkan. Bahkan kasus konkret tertentu
alasan tertentu. Hal itu berarti untuk kasus konkret tertentu kadang diperlukan syarat
lain, misalnya kepatutan dan pembenaran dari sudut logika umum. Misalnya, salah
dalam membuat diagnosis tetapi perbuatan itu dapat dibenarkan apabila ada alasan
pembenaran, misalnya fakta-fakta medis yang ada (hasil pemeriksaan sesuai standar)
sini adalah malpraktik medis dalam arti luas, tidak sebatas pada kelalaian atau
kelalaian medis. Jadi termasuk pula malpraktik yang terjadi karena adanya
Memorie van Toelchting (MvT), bahwa untuk adanya kesengajaan harus memuat
kehendak tertuju dan akibat serta situasi yang melingkupinya sudah dibayangkan
Dalam konteks pemahanan tersebut maka ada tiga undang-undang yang dapat
Dalam upaya penyembuhan, sangat jarang atau bahkan hampir tidak ada
dokter yang dengan sengaja melakukan kesalahan terhadap pasien. Apabila terjadi
kematian/cacat/luka dan keadaan tersebut diduha atau patut diduga karena kesalahan
dokter, maka yang paling penting adalah membuktikan adanya grove schuld atau
sikap kurang hati-hati yang besar atau sangat sembrono dalam upaya penyembuhan
(culpa lata), sedangkan suatu kesalahan ringan/biasa tidak dapat dijadikan dasar
tanggungjawab pidana yang berhubungan dengan malpraktik medik adalah Pasal 359,
Pasal 359
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
Pasal 359 KUHP dapat menampung semua perbuatan yang dilakukan yang
Adanya hubungan kausal telah lazim dikenal dengan istilah akibat langsung yang
tidak berbeda dengan akibat yang ditimbulkan oleh sebab-sebab yang masuk akal dan
menurut kelayakan. Hal itu dapat dipikirkan sebagai akibat dari suatu sebab. Khusus
dalam hal mencari causal verband antara tindakan medik dengan akibat yang timbul
sesudah tindakan medik dengan akibat yang timbul sesudah tindakan medik maka
digunakan ilmu kedokteran sendiri. Dalam hal ini, di samping adanya sikap batin,
culpa, harus ada tiga unsur lagi yang merupakan rincian dari kalimat “menyebabkan
orang lain mati”, yaitu (1) harus ada wujud perbuatan, (2) adanya akibat berupa
kematian, dan (3) adanya causal verband antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian. Tiga unsur ini tidak berbeda dengan unsur perbuatan menghilangkan nyawa
dari pembunuhan (Pasal 388 KUHP). Bedanya dengan pembunuhan hanya terletak
pada unsur kesalahannya, yakni pada Pasal 359 ini adalah kesalahan dalam bentuk
Pasal 360
berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling
rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga
ratus rupiah”
Ada dua macam tindak pidana menurut Pasal 360. Dari rumusan ayat (1) dapat
dirinci unsur-unsur yang ada, yaitu adanya kelalaian, wujud perbuatan, akibat luka
berat, dan adanya hubungan kausalitas antara luka berat dan wujud perbuatan.
akibat luka yang menimbulkan penyakit; dan luka yang menimbulkan halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, dan hubungan
kausalitras antara perbuatan dan akibat. Perihal unsur kelalaian yang terdapat pada
Pasal 359 maupun 360 KUHP mensyaratkan adanya perbuatan tidak berhati-hati.
Pasal 361
“Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu
jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah
dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan
kematian yang berkaitan dengan tugas atau jabatan atau pekerjaannya, maka pasal
361 KUHP memberikan ancaman pidana sepertiga lebih berat. Di samping itu hakim
keputusannya itu.4
DAFTAR PUSTAKA
Andi. 2010.