Disusun Oleh :
Rina Diana
216080088
Etika merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan dan
pergaulan
manusia, etika atau sering juga disebut sebagai “filsafat prilaku” atau disebut nilai, ada
juga pendapat yang menyebut etika ini dengan istilah “filsafat moral” adalah salah satu
cabang filsafat yang membicarakan tentang perilaku manusia dengan penekanannya
kepada hal-hal yang baik dan buruk. Dengan kata lain, etika adalah ilmu yang membahas
tentang perbuatan baik dan buruk manusia, sejauh yang dipahami oleh pikiran manusia.
Etika pada hakikatnya membahas tentang rasionalitas nilai tindakan manusia, tentang
baik dan buruknya sebuah tindakan. Karena itu, etika sering juga disebut dengan filsafat
moral. (Muchtar, 2016).
Sementara istilah hukum kesehatan sering disamakan dengan istilah hukum
kedokteran. Hal ini dikarenakan hal-hal yang dibahas dalam mata kuliah hukum
kesehatan di berbagai fakultas hukum di Indonesia pada umumnya hanya memfokuskan
pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan dunia kedokteran. Lebih banyak membahas
hal-hal yang berkaitan dengan hukum kedokteran atau hukum medis. Padahal lingkup
pembahasan hukum kesehatan lebih luas daripada hukum kedokteran.
Hukum kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi
tersebar pada berbagai peraturan dan perundang-undangan. Ada yang terletak di bidang
hukum pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi, yang penerapan, penafsiran serta
penilaian terhadap faktanya adalah di bidang kesehatan maupun medis. Hukum
khususnya hukum kesehatan mempunyai fungsi penting sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh hukum itu sendiri, yaitu melindungi, menjaga ketertiban dan ketentraman
masyarakat.
Etika mengatur sesuatu yang sebaiknya dilakukan oleh manusia. Terhadap
perilaku yang tidak etis selayaknya diberikan sanksi yang sudah ditentukan sebelumnya
oleh dirinya sendiri dan teman sejawatnya. Sebaliknya, hukum memberikan batasan
untuk bertindak yang ditentukan oleh masyarakat. Apabila dilanggar maka orang tersebut
berisiko untuk mendapat sanksi eksternal seperti hukuman atau pencabutan izin
prakteknya.
Di samping banyak perbedaan, etika dan hukum kesehatan juga memiliki banyak
persamaan, diantaranya: Etika dan hukum kesehatan sama-sama merupakan alat untuk
mengatur tertibnya hidup bermasyarakat dalam bidang kesehatan.
1. Sebagai objeknya adalah sama yakni masyarakat baik yang sakit maupun yang tidak
sakit ( sehat ).
2. Masing-masing mengatur kedua belah pihak antara hak dan kewajiban, baik pihak
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan maupun yang menerima pelayanan
kesehatan agar tidak saling merugikan.
3. Keduanya menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi, baik penyelenggara
maupun penerima pelayanan kesehatan.
4. Baik etika maupun hukum kesehatan merupakan hasil pemikiran dari para pakar serta
pengalaman para praktisi bidang kesehatan.
Sedangkan perbedaan antara etika kesehatan dengan hukum kesehatan, adalah
sebagai berikut:
1. Etika kesehatan hanya berlaku di lingkungan masing-masing profesi kesehatan,
sedangkan hukum kesehatan berlaku untuk umum.
2. Etika kesehatan disusun berdasarkan kesepakatan anggota masing-masing profesi,
sedangkan hukum kesehatan disusun oleh badan pemerintahan, baik legislative
(Undang-Undang, Peraturan Daerah), maupun oleh eksekutif (Peraturan
Pemerintah/PP, Kepres. Kepmen, dan sebagainya).
3. Etika kesehatan tidak semuanya tertulis, sedangkan hukum kesehatan tercantum atau
tertulis secara rinci dalam kitab undang-undang atau lembaran Negara lainnya.
4. Sanksi terhadap penyelenggaraan etika kesehatan berupa tuntunan, biasanya dari
organisasi profesi, sedangkan sanksi pelanggaran hukum kesehatan adalah “tuntutan“,
yang berujung pada pidana atau hukuman.
5. Pelanggaran etika kesehatan diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Profesi dari
masing-masing organisasi profesi, sedangkan pelanggaran hukum Kesehatan
diselesaikan lewat pengadilan.
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, sedangkan untuk
pelanggaran hukum pembuktiannya memerlukan bukti fisik.
9. Mengapa etika hukum dalam hukum kesehatan perlu di pelajari dan di pahami
dalam dunia kesehatan ? Jelaskan !
Etika hukum dalam hukum kesehatan penting dipelajari karena untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman khususnya bagi profesi atau tenaga kesehatan
mengenai bagaimana bertindak, berperilaku dalam menjalankan tugasnya, yaitu sebagai
tenaga kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa segala bidang memiliki aturan dan
kaidah hukum masing-masing. Hal tersebut diperlukan untuk mengatur atau menata agar
segala sesuatu yang berkaitan dengan keprofesian, khususnya bidang kesehatan, tidak
menyalahi aturan terlebih melanggar hukum. Dengan demikian tugas dan kerja dapat
dijalankan secara lebih professional dan menekan kemingkinan adanya pihak-pihak yang
dirugikan.
Oleh karena itu, misalnya dalam dunia kedokteran terdapat kode etik yang disebut
dengan Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), yang merupakan pedoman bagi dokter
Indonesia anggota IDI dalam melaksanakan praktek kedokteran. Ha tersebut Tertuang
dalam SK PB IDI No 221/PB/A.4/2002 tanggal 19 April 2002 Tentang Penerapan Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia ini pertama kali disusun
pada tahun 1969 dalam Musyawarah Kerja Susila Kedokteran Indonesia, dan sebagai
bahan Rujukan yang di pergunakan pada saat itu adalah Kode Etik Kedokteran
International yang telah disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar Ikatan
Dokter Sedunia ke 22, yang kemudian disempurnakan lagi pada MuKerNas IDI XII
tahun 1983. (Ratman, 2014).
Pelanggaran bagi kode etik tentu memiliki konsekuensi tersendiri, bergantung
pada berat atau ringan pelanggaran tersebut. Setiap undang-undang mencantumkan
dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada pelanggarnya, hal ini menjadi peringatan
atau pertimbangan bagi masyarakat untuk tunduk dan patuh pada ketentuan perundang-
undangan, dan hal ini pula termanifestasikan dalam rumusan kode etik profesi yang
memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarannya. Dalam rumusan kode
etik profesi dicantumkan ketentuan “Pelanggar kode etik dapat dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, ini berarti jika pelanggar kode etik
profesi itu merugikan klien atau pencari keadilan, maka dia dapat dikenai sanksi undang-
undang, yaitu pembayaran ganti kerugian, pembayaran denda, pencabutan hak tertentu,
atau pidana badan. Untuk itu, harus ditempuh saluran hukum yangberlaku bahwa yang
berwenang memberi sanksi itu adalah pengadilan. Dengan kata lain, pelanggar kode etik
profesi dapat di ajukan ke muka pengadilan untuk mempertanggung jawabkan
perbuatannya. (Muhammad Sadi, 2015).
Hal tersebut dimungkinkan karena masayrakat berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan sebagaimana diatur dalam pasal 225 ayat (1) United Nation Universal
Declaration of Human Right. Di indonesia kaidah yang terdapt pada pasal 25 ayat (1)
United Nations Universal Declaration of Human Rights 1948 diadopsi di dalam pasal 8 H
ayat (1) UUD 1945 (Perubahan Kedua) yang menyatakan: “Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
lebih baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. (Siswati, 2013).
Dengan mempelajari segala etika dan aturan yang ada tersebut, maka diharapkan
dapat memberikan kesadaran sehingga dapat menekan terjadinya pelanggaran yang dapat
merugikan pihak lain. Dan dengan demikian masyarakat dapat dilayani dengan
sebaiknya, sebagaimana pengertian hukum kesehatan yang dirumuskan oleh
Perhimpunan Hukum
Kesehatan Indonesia, Menurut pasal 1 Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan
Indonesia (Perhuki)17, hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan penerapannya
serta hak dan kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai
penerima
pelayanan kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam
segala
aspek organisasi, sarana, pedoman-pedoman medis nasional/internasional, hukum di
bidang kesehatan, jurisprudensi serta ilmu pengetahuan bidang kedokteran/kesehatan.
Daftar pustaka
Sri Siswati, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang
Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta, 2013.
Is, Muhammad Sadi. 2015. Etika Hukum Kesehatan. Jakarta: Kencana.
Desriza Ratman, Rahasia Kedokteran di antara Moral dan Hukum Profesi Dokter,
Penerbit CV Keni Media, Bandung, 2014.
H.S. Brahmana, Kriminologi dan Viktimologi, Langsa: LKBH Fakultas Hukum Unsam,
2011.
Bahder Johan Nasution. Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter.(Jakarta :Rineka
Cipta 2013.
Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. 6. Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
Setya Wahyudi, 2011, “Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kerugian Akibat
Kelalaian Tenaga Kesehatan Dan Implikasinya”, Jurnal Dinamika Hukum 11 (3).
J. Guwandi. 1991. Dokter dan Rumah Sakit, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Soerjono Soekanto. 1989. Aspek Hukum Kesehatan (suatu kumpulan catatan). Jakarta:
IND-HILL-Co.
Fuady, Munir. 2005. Sumpah Hipokrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter), PT
Citra Aditya Bakti, Bandung.
1 Masrudi Muchtar, Etika Profesi & Hukum Kesehatan, Penerbit Pustaka Baru Press,
Banguntapan Bantul Yogyakarta, 2016.