PENDAHULUAN
BAB II
ISI
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak
melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau
korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius
liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung
gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga
kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya
1. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :
a. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan haruslah
bertindak berdasarkan
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3) Bekerja sesuai standar profesi
4) Sudah ada informed consent.
Ismail harus bertambah kecewa, karena sang isteri tak bisa lagi memberinya tambahan
keturunan setelah dokter harus melakukan operasi pengangkatan rahim agar nyawa sang
isteri selamat.
Melihat apa yang dialami isterinya tersebut, membuat Ismail tak terima, dan menduga
bidan Usmanalah Saddam telah melakukan malpraktek.
“Sekitar jam satu dini hari isteri saya melahirkan anak pertamanya, seorang bayi
laki-laki dalam keadaan sehat dan proses persalinnya dalam keadaan normal,” kata
Ismail.
Ismail juga menyayangkan, tidak adanya kesigapan dalam menangani pasien, “Dalam
keadaan pendarahan yang sangat banyak saya sangat cemas menunggu datangnya GO-CAR
yang di pesan oleh bidan, karena tidak adanya kendaraan untuk merujuk pasien ke
rumah sakit,” katanya
Ismail juga tidak bisa terima dengan alasan bidan, yang mengatakan kondisi rahim
isterinya lemah
“Kata bidan itu, rahim isteri saya lemah, kalau memang begitu, kenapa proses
kelahiran anak saya normal,” ujarnya.
Selanjutnya Ismail meminta pertanggung jawaban bidan melalui jalur hukum dan
menguasakanya kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perkumpulan Advokat Indonesia
(PAI).
Menurut Ilyas, sebagai kuasa hukum pihaknya telah berupaya maksimal memediasi
penyelesain masalah secara kekeluargaan. “Sayangnya oknum bidan tidak kooperatif
dan terkesan tidak mau bertanggung jawab karena merasa tidak bersalah, maka wajar
jika kami akhirnya menempuh jalur hukum untuk meminta pertanggung jawaban,”
tegasnya.
Dibeberkan Ilyas, Perbuatan kecelakaan medik ataupun tindak pidana malpraktik dapat
di sebabkan oleh Faktor kelalaian (culpa). Kelalaian menurut hukum pidana terbagi
dua macam. Pertama, “kealpaan perbuatan”. Ialah apabila hanya dengan melakukan
perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana. maka tidak perlu melihat
akibat yang timbul dari perbuatan tersebut sebagaimana ketentuan Pasal 205 KUHP.
“Sementara Kedua “ kealpaan akibat”. Kealpaan akibat ini baru merupakan suatu
peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan akibat
yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti
yang diatur dalam Pasal 359,360,361 KUHP,” terangnya.
Masih kata Ilyas, jika mengacu pada contoh-contoh kasus tindakan tindak pidana
Malpraktek di indonesia yang sering terjadi adalah: Malpraktek Sempit yaitu:
tindakan dilakukan dengan sadar, dengan tujuan tindakan memang terarah kepada
akibat yang hendak ditimbulkan, walaupun ia mengetahui bahwa tindakan tersebut
bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pada kelalaian yaitu : tidak ada motif atau
pun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi. Akibatnya yang timbul disebabkan
karena adanya kelalaian yang sebenarnya terjadi diluar kehendaknya.
“Maka dengan acuan regulasi hukum tersebut kami akan segera menempuh jalur hukum
Pidana sebagai efek jera, dengan begitu kita harapkan kejadian serupa tidak terjadi
pada orang lain, dan agar tenaga kesehatan dapat lebih berhati-hati dalam
penanganan pasien,” ujarnya
Kasus Malpraktik Dalam Etikolegal Kebidanan
Kasus: Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Sumber : http://news.okezone.com/read/2008/05/18/1/110398/1/remaja-aborsi-tewas-
usai-disuntik-bidan
Minggu, 18 Mei 2008 20:00 wib
KEDIRI – Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21),
warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas setelah
berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah
disuntik obat perangang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa nahas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil
hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri.
Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun
hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri
bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal
sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih
kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya.
Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila
hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin
tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang
Purwatiningsih (40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge,
Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi
jika bidan Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan
keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan Rp2.100.000.
Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun
menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah
satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa
nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis vitamin
B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik obat tersebut
akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
“Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah
disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya,” terang Kasat
Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu (18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi
hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju
rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi
organ intimnya terus mengelurkan darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya,
petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga
meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah
sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk
Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya,
petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini Endang
berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian
Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan
kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami
ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa
itu dan menghukum pelaku.
Analisa Kasus
Dalam kasus tersebut, bidan Endang telah melanggar wewenangnya sebagai seorang
bidan dan melakukan malpraktik. Dalam kasus tersebut bidan Endang bisa dikenakan
sanksi menurut undang-undang, yaitu :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP.
Pasal-pasal karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat. Pasal 359 KUHP,
karena kelalaian menyebabkan orang mati: Barang siapa karena kealpaannya
menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
2. Pasal 1365 KUHS
Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain karena
kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
3. Pasal 348 KUHP Tentang Pembunuhan.
4. UU Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992
Cara membuktikan kelalaiannya adalah dengan Dereliction of Duty (penyimpangan dari
kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat disimpulkan bahwa seorang bidan
harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan pada pasiennya. Sehingga pelayanan
atau tindakah yang kita berikan tidak merugikan pasien dan berdampak pada kesehatan
pasien.
Oleh karena itu bidan harus selalu memperhatikan apa yang dibutuhkan pasien
sehingga kita mampu memberikan pelayanan yang komprehesif dan berkualitas. Bidan
harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup mendalam agar setiap
tindakannya sesuai dengan standar profesi dan kewenangannya.
3.2 Saran
Pasien harus dipandang sebagai subjek yang memiliki pengaruh besar atas hasil
akhir layanan bukan sekadar objek. Hak – hak pasien harus di penuhi mengingat
kepuasan pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan sedangkan ketidak puasan
pasien dapat menjadi pangkal tuntutan hukum. Seorang Bidan atau Dokter atau
hendaknya dapat menunjukkan profesionalisme sebagai seorang tenaga kesehatan. Dalam
arti harus bisa menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang kronologis peristiwa
yang terjadi, agar tidak menimbulkan prasangka publik yang akhirnya akan
menimbulkan fitnah dan isu-isu yang tidak benar. Dan pada akhirnya juga akan
merugikan nama baik sebagai seorang bidan serta hilangnya kepercayaan masyarakat.
Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan sebagai seorang tenaga kesehatan
harus dapat mempertanggungjawabkan kejadian yang telah terjadi.Karena bidan adalah
sebagai pelaku utama dalam kasus ini, bidan harus bisa menjelaskan dengan sebenar-
benarnya sebab terjadinya peristiwa
Guwandi, J., 2014, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Soedirman; Yanti dan W.E. Nurul, 2010. Etika Profesi DanHukum Kebidanan.
Yogyakarta: Pustaka Riham
http://debbykebidanan18.blogspot.com/2017/05/makalah-malpraktik-dalam-
kebidanan.html?m=1
http://sitimujirahayu.blogspot.com/2016/05/kasus-malpraktik.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/zumrohhasanah.wordpress.com/2010/07/05/makalah-
malpraktek/amp/
https://www.google.com/amp/s/budi399.wordpress.com/2009/10/24/materi-
malpraktek/amp/
https://www.google.com/amp/s/muslimpinang.wordpress.com/2009/11/28/standar-profesi-
bidan/amp/
http://makalahmalpraktek.blogspot.com/2016/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_2.html?m=1
http://bidanandinikitty9.blogspot.com/2017/02/masalah-malpraktik-kebidanan.html?m=1