Disusun Oleh
Kelompok 5
Puji syukur penulis ucapkan atas anugerah Tuhan Semesta Alam, berkat
rahmat dan nikmat dari Tuhanlah, baik itu nikmat kesehatan, nikmat waktu,
dan nikmat kesempatan. Sehingga, penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul” Malpraktik Dalam Kebidanan” dengan tepat waktu.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing
bunda Pitri Subani, SST.,M.Kes, yang telah sudi meluangkan waktunya untuk
memberikan pengarahan tata cara pembuatan makalah yang benar, dan penulis
tidak lupa juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu penulis dengan ikhlas membantu dengan berbagai cara, baik itu
berupa saran, arahan, petunjuk, dan akal pikiran. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu yang telah ditentukan. Penulis
juga meminta masukan, baik berupa saran yang membangun atau tambahan
sedikit berupa kritikan, apabila ada kelemahan dalam penulisan makalah ini.
Sehingga, penulis dapat terus memperbaiki kesalahan yang ada.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai informasi ter-aktual
mengenai keterampilan dalam berbahasa.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................
B. Perumusan Masalah ................................................................
C. Manfaat ...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Malpraktik dan Kelalaian .....................................
B. .................................................................................................
C. .................................................................................................
D. ...............................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan. ............................................................................
B. Saran. ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai calon bidan yang ahli dan professional dalam melayani klien,
sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk mengetahui lebih dahulu apa saja
wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang yang seharusnya ditangani
oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau agar tindakan kita
tidak menyalahi PERMENKES yang berlaku.
Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam pemberitaan media massa
adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik di
Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan diagnosis bidan yang
berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak memberitahukan
tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada
bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang
diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan
malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis.
Lepas dari fenomena tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-
kasus itu terkategori malpraktik medik ataukah sekedar kelalaian (human
error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui dengan sangat, sejauh ini di
negara kita belum ada ketentuan hukum tentang standar profesi kebidanan
yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Masalah dugaan malpraktik medik, akhir-akhir ini, sering diberitakan di
media masa.Namun, sampai kini, belum ada yang tuntas
penyelesaiannya.Putusan pengadilan apakah ada kelalaian atau tidak atau
tindakan tersebut merupakan risiko yang melekat pun belum pernah diambil.
Masyarakat hanya melihat dampak dan akibat yang timbul dari tindakan
malpraktik tersebut. Semua bergantung kepada si penafsir masing-masing
(keluarga, media massa, pengacara), dan tidak ada proses hukumnya yang
tuntas. Karena itu sangat perlu bagi kita terutama tenaga medis untuk
mengetahui sejauh mana malpraktek ditinjau dari segi etika dan hokum.
Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang
menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan
malpraktek medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam
pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu
disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dokter.
Bentuk dan prosedur perlindungan terhadap kasus malpraktek yang
ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsunmen No.8 tahun 1999.
peraturan tersebut mengatur tentang pembinaan dan pengawasan yang
dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga yang dibentuk oleh
pemerintah yang membidangi perlindungan konsumen, selain peran serta
pemerintah, peran serta masyarakat sangat perlu dibutuhkan dalam
perlindungan konsumen dalam kasus malpraktek serta penerapan hukum
terhadap kasus malpraktek yang meliputi tanggung jawab hukum dan
sanksinya menurut Hukum Perdata, pidana dan administrasi.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas
tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian malpraktek dan kelalaian ?
2. Apa jenis-jenis malpraktek hokum di bidang pelayanan kesehatan ?
3. Apa unsur-unsur malpraktek ?
4. Bagaimana sangsi hukum malpraktek ?
5. Bagaimana cara pembuktian malpraktek ?
6. Bagaimana tanggung jawab hukum malpraktek ?
7. Bagaimana upaya pencegahan malpraktek dan mengetahui cara
menghadapi tuntutan hukum ?
8. Contoh ilustrasi kasus !
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian malpraktek dan kelalaian.
2. Mengatahui jenis dan unsur malpraktek.
3. Mengetahui sanksi dan tanggung jawab hukum malpraktek.
4. Mengetahui cara pembuktian malpraktek.
5. Mengetahui upaya pencegahan malpraktek dan cara menghadapi tuntutan
hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
B. JENIS-JENIS MALPRAKTEK
Berpijak pada hakekat malpraktek adalan praktik yang buruk atau tidak
sesuai dengan standar profesi yang telah ditetepkan, maka ada bermacam-
macam malpraktek yang dapat dipiah dengan mendasarkan pada ketentuan
hukum yang dilanggar, walaupun kadang kala sebutan malpraktek secara
langsung bisa mencakup dua atau lebih jenis malpraktek.Secara garis besar
malprakltek dibagi dalam dua golongan besar yaitu mal praktik medik
(medical malpractice) yang biasanya juga meliputi malpraktik etik (etichal
malpractice) dan malpraktek yuridik (yuridical malpractice).Sedangkan
malpraktik yurudik dibagi menjadi tiga yaitu malpraktik perdata (civil
malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktek
administrasi Negara (administrative malpractice).
1. Malpraktik Medik (medical malpractice)
John.D.Blum merumuskan: Medical malpractice is a form of
professional negligence in whice miserable injury occurs to a plaintiff
patient as the direct result of an act or omission by defendant practitioner.
(malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian professional yang
menyebabkan terjadinya luka berat pada pasien / penggugat sebagai akibat
langsung dari perbuatan ataupun pembiaran oleh dokter/terguguat).
Sedangkan rumusan yang berlaku di dunia kedokteran adalah
Professional misconduct or lack of ordinary skill in the performance of
professional act, a practitioner is liable for demage or injuries caused by
malpractice. (Malpraktek adalah perbuatan yang tidak benar dari suatu
profesi atau kurangnya kemampuan dasar dalam melaksanakan pekerjaan.
Seorang dokter bertanggung jawab atas terjadinya kerugian atau luka yang
disebabkan karena malpraktik), sedangkan junus hanafiah merumuskan
malpraktik medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut lingkungan yang
sama.
2. Malpraktik Etik (ethical malpractice)
Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah dokter melakukan
tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran. Sedangkan etika
kedokteran yang dituangkan da dalam KODEKI merupakan seperangkat
standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.
Ngesti Lestari berpendapat bahwa malpraktek etik ini merupakan
dampak negative dari kemajuan teknologi kedokteran.Kemajuan teknologi
kedokteran yang sebenarnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dan
kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk mempermudah
menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebbih tepat dan lebih akurat
sehingga rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, ternyata memberikan efek
samping yang tidak diinginkan.
Efek samping ataupun dampak negative dari kemajuan teknologi
kedokteran tersebut antara lain:
a. Kontak atau komunikasi antara dokter dengan pasien semakin
berkurang
b. Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis.
c. Harga pelayanan medis semakin tinggi, dsb.
Contoh konkrit penyalahgunaan kemajuan teknologi kedokteran
yang merupakan malpraktek etik ini antara lain :
a. Dibidang diagnostic
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien
kadangkala tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara
lebih teliti.Namun karena laboratorium memberikan janji untuk
memberikan “hadiah” kepada dokter yang mengirimkan pasiennya,
maka dokter kadang-kadang bisa tergoda juga mendapatkan hadiah
tersebut.
b. Dibidang terapi
Berbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter
dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau
menggunakan obat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi
pertimbangan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien.
Orientasi terapi berdasarkan janji-janji pabrik obat yang sesungguhnya
tidak sesuai dengan indikasi yang diperlukan pasien juga merupakan
malpraktek etik.
3. Malpraktek Yuridik
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridik ini menjadi :
a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)
Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
dipenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik
oleh dokter atau tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan
melanggar hukum (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan
kerugian pada pasien. Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian
tersebut dapat berupa
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi terlambat melaksanakannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar
hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti:
1) Harus ada perbuatan (baik berbuat naupun tidak berbuat)
2) Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak
tertulis)
3) Ada kerugian
4) Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang
melanggar hukum dengan kerugian yang diderita.
5) Adanya kesalahan (schuld)
Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti
rugi) karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan
adanya empat unsure berikut :
1) Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien.
2) Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim.
3) Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat
dimintakan ganti ruginya
4) Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah
standar.
Namun ada kalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan
adanya kelalaian dokter.Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi “res
ipsa loquitor” yang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena
kelalaian dokter terdapat kain kasa yang tertinggal dalam perut sang
pasien tersebut akibat tertinggalnya kain kasa tersebut timbul
komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus dilakukan operasi
kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus membuktikan
tidak adanya kelalaian pada dirinya.
b. Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)
Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat
akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua
kurang cermat dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien
yang meninggal dunia atau cacat tersebut.
1) Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)
Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi
medis, euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak
melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa
tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat
keterangan dokter yang tidak benar.
2) Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)
Misalnya melakukan tindakan yang tidak legeartis atau tidak
sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakn tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.
C. UNSUR-UNSUR MALPRAKTEK
Dokter atau petugas kesehatan dikatakan melakukan malpraktek jika
1. Kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang
sudahberlaku umum dikalangan profesi kesehatan.
2. Melakukan pelayanan kesehatan dibawah standar profesi.
3. Melakukan kelalaian berat atau memberikan pelayanan
dengan ketidakhati-hatian.
4. Melakukan tindakan medic yang bertentangan dengan hokum.
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan
etik kedokteran, maka ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk
dapat menuntut penggantian kerugian karena kelalaian, maka penggugat
harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut :
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medic yang
lazim digunakan.
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan
ganti ruginya.
4. Secara factual kerugian disebabkan oleh tindakan dibawah standar.
Kerugian ini kadang kala tidak memerlukan pembuktian dari pasien
dengan diberlakukannya doktrin les ipsa liquitur, yang berarti faktanya
telah berbicara.Misalnya terdapatnya kain kassa yang tertinggal dirongga
perut pasien, sehingga menimbulkan komplikasi pasca bedah.
Dalam hal ini maka dokterlah yang harus membuktikan tidak adanya
kelalaian dalam dirinya. Namun tetap saja ada elemen yuridis yang harus
dipenuhi untuk menyatakan telah terjadi malpraktek yaitu :
1. Adanya tindakan dalam arti berbuat atau tidak berbuat. Tidak berbuat
disini
adalah mengabaikan pasien dengan alasn tertentu seperti tidak ada
biaya atau tidak ada penjaminannya
2. Tindakan berupa tindakan medis, diagnosis, terapeutik dan manajemen
kesehatan.
3. Dilakukan terhadap pasie
4. Dilakukan secara melanggar hokum, kepatuhan, kesusilaan atau
prinsip profesi lainnya.
5. Dilakukan dengan sengaja atau ketidak hati-hatian (lalai, ceroboh).
6. Mengakibatkan, salah tndak, ras sakit, luka, cacat, kerusakan tubuh,
kematian dan kerugian lainnya.
A. KESIMPULAN
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga
malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti
harfiahnya demikian teta pi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu
profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang dokter atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan
ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Societyde Bienfaisance Mutuelle de
Los Angelos, California, 1956).
Berdasarkan kasus yang telah disebutkan dantelah kami pelajari, dapat
disimpulkan bahwa masih kurang jelas apakah pada kasus tersebut ada unsur
sengaja atau tidak sengaja.Masih banyak hal yang harus dibuktikan dalam
kasus ini. Jadi bidan tersebut hendaknya menjelaskan pada proses keadilan
tentang hal sebenarnya. Selanjutnya apabila keluarga menuduh bidan tersebut
telah melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia,
maka yang harus dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah)
yang dilakukan dengan sikap batin berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun
kurang praduga.
Ada banyak penyebab mengapa persoalan malpraktik medik mencuat
akhir-akhir ini dimasyarakat diantaranya pergeseran hubungan antara tenaga
medis dan pasien yang tadinya bersifat paternalistic tidak seimbangdan
berdasarkan kepercayaan (trust, fiduciary relationship) bergantidengan
pandangan masyarakat yang makin kritis serta kesadaranhukum yang makin
tinggi. Selain itu jumlah dokter di Indonesia dianggap belum seimbang dengan
jumlah pasien sehingga seorang tenaga medis menangani banyak pasien
(berpraktek di berbagai tempat) yang berakibat diagnosa menjadi tidak teliti.
Apresiasi masyarakat pada nilai kesehatan makin tinggi sehingga dalam
melakukan hubungan dengan dokter, pasien sangat berharap agar dokter dapat
memaksimalkan pelayanan medisnya untuk harapan hidup dan kesembuhan
penyakitnya. Selama ini masyarakat menilai banyak sekali kasus dugaan
malpraktik medik yang dilaporkan media massa atau korban tapi sangat
sedikit jumlahnya yang diselesaikan lewat jalur hukum.
Dari sudut penegakan hukum sulitnya membawa kasus ini ke jalur
pengadilan diantaranya karena belum ada keseragaman paham diantara para
penegak hukum sendiri soal malpraktik medik ini.
Masih ada masyarakat (pasien) yang belum memahami hak-haknya untuk
dapat meloprkan dugaan malpraktik yang terjadi kepadanya baik kepada
penegak hukum atau melalui MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia). Oleh karenanya lembaga MKDKI sebagai suatu
peradilan profesi dapat ditingkatkan peranannya sehingga mendapat
kepercayaan dari masyarakat sebagai lembaga yang otonom, independent dan
memperhatikan juga nasib korban. Bahkan berkaitan dengan MKDKI ini
SEMA RI tahun 1982 menyarankan agar untuk kasus dugaan malpraktik
medik sebaiknya diselesaikan dulu lewat peradilan profesi ini.
Dari sudut hukum acara (pembuktian) terkadang penegak hukum kesulitan
mencari keterangan ahli yang masih diliputi esprit de corps. Mungkin sudah
saatnya diperlukan juga saksi yang memahami ilmu hukum sekaligus ilmu
kesehatan. Bahaya malpraktek memang luar biasa. Tidak hanya
mengakibatkan kelumpuhan atau gangguan fatal organ tubuh, tetapi juga
menyebabkan kematian. Masalah yang ditimbulkan pun bisa sampai pada
masalah nama baik, baik pribadi bahkan negara, seperti yang dipaparkan
waktu penjelasan fenomena malpraktek pada era globalisasi tadi. Benar-benar
kompleks sekali permasalahan yang timbul akibat malpraktek ini. Sehingga
benar bahwa malpraktek dikatakan sebagai sebuah malapetaka bagi dunia
kesehatan di Indonesia.
B. SARAN
Seorang Bidan atau Dokter atau hendaknya dapat menunjukkan
profesionalisme sebagai seorang tenaga kesehatan. Dalam arti harus bisa
menjelaskan dengan sejelas-jelasnya tentang kronologis peristiwa yang terjadi,
agar tidak menimbulkan prasangka publik yang akhirnya akan menimbulkan
fitnah dan isu-isu yang tidak benar. Dan pada akhirnya juga akan merugikan
nama baik sebagai seorang bidan serta hilangnya kepercayaan masyarakat.
Sesuai dengan kode etik profesi dan sumpah jabatan sebagai seorang
tenaga kesehatan harus dapat mempertanggungjawabkan kejadian yang telah
terjadi.Karena bidsan adalah sebagai pelaku utama dalam kasus ini, bidan
harus bisa menjelaskan dengan sebenar- benarnya sebab terjadinya peristiwa.
DAFTAR PUSTAKA