Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai

salah

melaksanakan

satu

tenaga

kegiatan

profesional,

praktek

keperawatan

keperawatan

dengan

menjalankan
mengunakan

dan
ilmu

pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana


ciri sebagai profesi adalah mempunyai bdy of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung.
Dewasa ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju kepada perkembangan keperawatan sebagai
profesi. Proses ini merupakan suatu proses berubah yang sangat mendasar dan
konsepsional,

yang

pelayanan/asuhan

mencakup

keperawatan,

seluruh

aspek

keperawatan

aspek

pendidikan,

baik

pengembangan

aspek
dan

pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian dalam


keperawatan.
Pelayanan kesehatan dan keperawatan adalah bentuk implementasi praktek
keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga
dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan
guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit,
dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung
berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat
interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja
maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik

baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan. Oleh karena itu profesi
keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasari
oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada
masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat
dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk
pelanggaran praktek keperawatan lainnya.
Malpraktek merupakan pelanggaran dari perawat yang melakukan kegiatan
yang tidak seharusnya mereka lakukan pada tingkatanya tetapi mereka lakukan.
Dari data yang dihimpun dari LBH Kesehatan,sejak 2003 hingga 2006, telah
menerima 373 kasus kesehatan dari seluruh Indonesia, 90 kasus diantaranya
malpraktek. Surya Chandra Suparapty sebagai Anggota Komisi IX DPR RI
menyebutkan bahwa Jumlah pengaduan dugaan malpraktek ke KKI (Konsil
Kedokteran Indonesia) hingga saat ini (15/01/2013) sudah mencapai 183 kasus.
Dengan berbagai latar belakang diatas itulah, maka penulis tertari untuk
mengambil judul Malpraktik Keperawatan pada Pasien dengan Stroke
B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang malpraktik keperawatan
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui studi pustaka tentang malpraktik
b. Menganalisis hubungan antara studi pustaka dengan kasus

C.

Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terdiri dari empat bab, yang terdiri dari:
Bab I, pendahuluan ; yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan
sistematika penulisan,

Bab II, tinjauan teoritis yang terdiri dari ; definisi kelalaian dan malpraktek, jenisjenis kelalaian, kelalaian dilihat dari segi etik dan hukum, Liabilitas dala
keperawatan,
Bab III; Pembahasan, dibab ini akan dibahas kasus yang sering terjadi diruang
rawat keperawatan, baik dari penyebab terjadinya kelalaian, apa bentuk kelalaian,
bagaimana mencegah dan menangani bila timbul kelalaian.
Bab IV merupakan penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Definisi
1.

Hukum dalam keperawatan


Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum,
sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non
hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).
Hukum adalah A binding custom or practice of acommunity: a rule
of conduct or action, prescribed or fomally recognized as binding or enforced
by a controlling authority (Websters, 2003).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi
yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang
hukum dalam keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidahkaidah hukum keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek perawatan
apa yang legal dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan
keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku

2.

Malpraktek
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik
merupakan batasan yang spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan

kepada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan


kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya.
Balcks

law

dictionary

mendefinisikan

malpraktek

sebagai

professional misconduct or unreasonable lack of skill atau failure of one


rendering professional services to exercise that degree of skill and learning
commonly applied under all the circumstances in the community by the
average prudent reputable member of the profession with the result of injury,
loss or damage to the recipient of those services or those entitled to rely upon
them.
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan
yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan
kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan
yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek dapat dilakukan oleh
profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan
akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek.
3.

Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur
kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar
standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno,
2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan
kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya
melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.

Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan


sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang
harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau
melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek
keperawatan

adalah

seorang

perawat

tidak

mempergunakan

tingkat

ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan


dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan
yang sama.
B.

Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak
tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa indikasi yang
memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi
dilaksanakan dengan tidak tepat
Misal: melakukan tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya.
Misal: Pasien seharusnya dipasang pengaman tempat tidur tapi tidak
dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga
kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk
tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi tertentu.

2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban


3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien
sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan.
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal
ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban
dengan kerugian yang setidaknya menurunkan Proximate cause
C.

Liabilitas dalam Praktek Keperawatan


Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap
tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya
tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang
timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat
dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan
kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan
melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya
dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang
paling lazim terjadi dalam keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan
pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan
dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik
keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertaggung jawabkan
suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan
tersebut (Kozier, 1991).

D.

Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan


Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan penerima
praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut:

1.

Undang undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian


kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan)

2.

Undang undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

3.

Peraturan

menteri

kesehatan

No.159b/Men.Kes/II/1998

tentang

Rumah Sakit
4.

Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat


ederan

Direktur

Jendral

Pelayanan

Medik

No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek


keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit.
5.

Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat


dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
registrasi dan praktik perawat.
Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan

memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan


tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik
sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya
secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik
keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia. Fry (1990)
menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni
tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan
perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat
dibenarkan atau absah (Priharjo, 1995)
E.

Tanggung jawab profesi perawat


Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai
dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi
keperawatan yang sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan
keprofesian yang diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang
keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi

profesi keperawatan telah memiliki standar profesi walaupun secara luas


sosialisasi masih berjalan lamban. Karena Tanggung jawab dapat dipandang
dalam suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat
institusi/profesional dan tingkat sosial (Kozier,1991).
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang
memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil.
Kewenagan material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan
kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam
kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan
kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi
perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat
Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau kelompok.
(Kepmenkes 1239, 2001).
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak
boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan
diluar kewenangan sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239
adalah bagian dari good samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia.
Otonomi kerja perawat dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi,
etika profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau representatif
dari masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating, selfgoverming dan self-disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada
masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan
memenuhi standar.
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur
sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas.
Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika
umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy,
beneficence, nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality,
dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran profesi

umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh
sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung
jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya.
Jenis pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian
yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359
KUHP), yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila
dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan
pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah pembuatan
keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP).
Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelalaian yang dapat dituntutkan kepada
profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan
maupun kelalaian dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi
tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di
Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau
pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan pasien,
kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang
juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

F.

Beberapa bentuk Kelalaian dalam Keperawatan


Pelayanan kesehatan saat ini menunjukkan kemajuan yang cepat, baik dari
segi pengetahuan maupun teknologi, termasuk bagaimana penatalaksanaan medis
dan tindakan keperawatan yang bervariasi. Sejalan dengan kemajuan tersebut

10

kejadian malpraktik dan juga adanya kelalaian juga terus meningkat sebagai
akibat kompleksitas dari bentuk pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
yang diberikan dengan standar keperawatan. (Craven & Hirnle, 2000).
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam
keperawatan diantaranya yaitu :
1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini
dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian
yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya kegagalan
membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan kepada
pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan
rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan menimbulkan akibat yang
fatal, bahkan menimbulkan kematian.
2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan
melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat saja
keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam menentukan
masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada
situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci
diperhatikan. (Kozier, 1991).
4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat
kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga
kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu

11

mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan terkontrol dapat


menghindarkan kelalaian ini.
5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul
karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan
keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan
juga pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak optimal.
6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering
ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah
jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah
sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah
hal ini.

G.

Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas,
tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit,
Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana,
juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan
bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan

12

juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi
kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361
KUHP).

13

BAB III
PEMBAHASAN

A. Kasus
Tn.K berumur 60 tahun, dirawat di ruang Kemuning unit perawatan
Kelas VIP standar Rumah Sakit KDB, tn.K dirawat memasuki hari ketiga
perawatan. Tn.K dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis Stroke Non
Haemoragic, dengan keluhan saat masuk tubuh bagian kanan tidak dapat
digerakkan, bicara pelo dan kesulitan saat makan, TD: 170/110, RR: 24 x/mt,
N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketiga perawatan didapatkan Kesadaran compos
mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra
atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Klien dapat mengerti apa
yang ditanyakan oleh perawat, namun klien menjawab pertanyaan dengan
mimik yg tidak jelas (pelo).
Pada dini hari hari ke-empat perawatan pukul 05.00 wita, merupakan
jadwal pemberian injeksi berupa vitamin dan beberapa injeksi lain kepada
klien di ruangan Kemuning. Pada saat itu, terdapat beberapa perawat yang
berjaga, sehingga masing-masing perawat diberi tugas yang berbeda-beda,
salah satunya adalah perawat yang bertugas untuk menyiapkan

serta

melakukan injeksi untuk klien di ruangan tersebut. Perawat yang bertugas


menyiapkan sekaligus mengaplus obat tersebut diruang tindakan. Selesai
mengaplus, lalu perawat tersebut masuk keruang perawatan klien untuk
memberikan injeksi sesuai dengan terapi yang tertulis di daftar (buku) injeksi
klien. Setelah beberapa klien telah di injeksi, sampai tiba giliran Tn.K untuk
mendapatkan injeksi. Proses injeksi berjalan dan semua obat telah masuk,
kemudian perawat kembali keruang tindakan untuk memberi tanda checklist

14

pada obat injeksi yang telah di berikan. Namun ternyata ada salah satu vitamin
yang salah dosisi saat di injeksikan. Yaitu, seharusnya klien mendapatkan
citicolin 250 mg, tetapi yang diberikan adalah citicolin 500mg.
Sebenarnya perawat sebelum memberikan injeksi, telah lebih dulu
melihat daftar injeksi pasien, namun perawat kurang memperhatikan dosis
yang seharusnya diberiakan pada pasien. Karena mungkin ini karena faktor
kebiasaan, dimana pasien mendapatkan injeksi citicolin 500mg. Tetapi tn.K
hanya mendapatkan 250mg, sehingga dosis yang diberikan oleh perawat
berlebihan.

B. Analisa Kasus
Pada kasus di atas, menggambarkan salah satu bentuk kelalaian dari
seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Pada kasus diatas
menunjukkan bahwa perawat mengalami Human Error, dalam hal ini perawat
salah memberikan dosis citicolin kepada klien, sehingga klien mendapatkan
citicolin lebih banyak dari terapi yang seharusnya. Selain itu, perawat tidak
melakukan aplus obat di kamar klien, tetapi melakukannya di ruang tindakan.
Bila melihat dari hubungan perawat-pasien dan juga tenaga kesehatan
lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode
etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan,
perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan
hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat harus
dapat memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1). Melakukan praktek keperawatan
dengan ketelitian dan kecermatan sesuai standar praktek keperawatan, 2).
melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan 3) mempunyai upaya
peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan dari
asuhan keperawatan.

15

Bila ditinjau dari beberapa teoori-teori yang telah diulas sebelumnya,


maka kasus Tn.K :
1.

Kasus kelalaian perawat terhadap Tn.K terjadi karena perawat


tidak

melakukan

tindakan

keperawatan

sesuai

standar

profesi

keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk


Misfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a. Perawat tidak kompeten
b. Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
c. Perawat tidak memahami standar asuhan praktek keperawatan
d. Rencana keperawatan yang dibuat belum/tidak lengkap.
e. Supervisi dari ketua tim, kepala ruangan atau Primary Nurse tidak
dijalankan/berjalan dengan baik.
f. Belum

mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervisi

keperawatan
g. Kurangnya komunikasi perawat dengan perawat lain, anggota/tim
kesehatan lain dan kurangnya komunikasi perawat dengan anggota
keluarga.
2. Dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai
pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak
bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a. Terhadap Pasien
1)

Terjadinya efek samping karena berlebihan dalam pemberian


obat yang dapat menimbulkan masalah keperawatan baru.

2)

Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari


rawat

16

3)

Terdapat pelanggaran pada hak dari pasien, yaitu tidak


mendapatkan perawatan sesuai dengan standar yang benar.

4)

Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak


Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan
ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.

b. Perawat sebagai individu/pribadi


Perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak
profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik
keperawatan, antara lain:
1)

Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan


merugikan pasien

2)

Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang


tindakan-tindakan dilakukan oleh perawat kepada pasien

3)

Fidelity, yaitu perawat tidak setia pada komitmennya karena


rasa caring yagn dimiliki perawat terhadap klien dan keluarga
kurang. dimana seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar
dari pemberian asuhan praktik keperawatan kepada klien.

4)

Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga


pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.

5)

Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan


mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang Direktur
RS) dan juga organisasi profesinya.

c. Bagi Rumah Sakit


1)

Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan


fasilitas pelayanan kesehatan RS

17

2)

Menurunnya

kualitas

keperawatan,

dan

kemungkinan

melanggar visi misi Rumah Sakit


3)

RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata


karena kelalaian terhadap klien

4)

Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik


secara administrasi dan prosedural

d. Bagi profesi
1)

Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan


berkurang,

karena menganggap organisasi profesi tidak dapat

menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan


asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan
memenuhi standar keperawatan.
2)

Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu


dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan
keperawatan

3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi
penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
a. Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
1)

Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan


keperawatan/praktek

keperawatan

dengan

kecermatan

dan

ketelitian .
2)

Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh


organisasi profesi dengan jelas dan tegas.

18

3)

Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang


menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan
keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.

4)

Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada


kepada perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan
praktek keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan
baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan
dengan sudah melewati proses-proses tertentu.

b. Bagi Rumah Sakit dan Ruangan


1) Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai
standarisasi yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
2) Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji
kompetensi

pada

bidangnya

secara

bertahap

dan

berkesinambungan.
3) Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi
keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa
registrasi, sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
4) Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua
perawat berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
5) Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan
sesuai dengan standar praktek keperawatan.
6) Bidang keperawatan/ruangan

dapat memberikan

pembinaan

kepada perawat yang melakukan kelalaian.


7) Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam
pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari
keluarga.

19

Penyelesaian pada Kasus Tn.K dan kelalaian perawat diatas, harus

memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara
perorangan. Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana padangan dari
organisasi profesi.
Ditinjau dari segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah
perawat tersebut kompeten dalam melakukan praktik keperawatan. Ini dapat ditinjau
dari ;apakah perawat tersebut memiliki Surat ijin perawat, surat tanda registrasi, atau
hal-hal lainnya yang dapat membuktikan kompetensi perawat sesuai dengan
ketentuan perudang-undangan yang berlaku. Jadi dari sini dapat diketahui apakah
perawat tersebut memang kompeten dan telah sesuai melakukan praktek asuhan
keperawatan. Tetapi bagaimanapun juga perawat harus dapat mempertanggung
jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat
yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang
diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS pada
umumnya dan ruangan Kemuning pad khususnya telah memiliki SOP yang jelas.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang
memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi profesi apakah sudah
mempunyai standar profesi yang jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan
apakah profesi telah mempunyai aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga
dapat mempertanggungjawabkan tindakan praktek keperawatannya dihadapan
hukum, moral dan etik keperawatan.

20

BAB IV
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Malpraktek tidaklah selalu sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik
dan terkait dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar
pelayanan profesional Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya
dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995).
Hal ini lebih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah
suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan
oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan
untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat dalam melakukan kewjibannya
sebagai tenaga keperawatan. Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik,
tetapi didalam malpraktik tidak selalu harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih
luas daripada negligence.Karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik
pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti kesengajaan tersirat
ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau
pidana
Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan
tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan
dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama sesuai standar praktik keperawatan.
Sebagai bentuk tanggung-jawab dalam praktek keperawatan maka perawat
sebelum melakukan praktek keperawatan harus mempunyai kompetensi baik
keilmuan dan ketrampilan yang telah diatur dalam profesi keperawatan, dan
legalitas perawat Indonesia dalam melakukan praktek keperawatan telah diatur

21

oleh perundang-undangan tentang registrasi dan praktek keperawatan disamping


mengikuti beberapa peraturan perundangan yang berlaku.
Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional
bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja
melakukan kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini
perawat dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan
praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas
hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas
sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis
dibandingkan dengan standar yang berlaku.
B.

Saran
1. Sudah selayaknya perawat memiliki pemahaman dalam bekerja, sikap kehatihatian, kecermatan, ketelitian, dan melaksanakan asuhan praktik seesuai SOP
adalah cara dalam melakukan praktik keperawatan agar terhindar dari
kelalaian/malpraktek.
2. Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan
asuhan keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya
dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas
bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak.
3. Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting
untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan
standar praktek keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
4. Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional dan
bukan

sebagai

kasus

kriminal.

Karena

hal

ini

berbeda

dengan

perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga menyebabkan


orang lain dirugikan. Dan dalam hal ini, masyarakat umum harus jeli dalam

22

memandang agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak-pihak yang ingin


mengambil keuntungan atas insiden tersebut.

Daftar Pustaka
Amir & Hanafiah, (1999). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi
ketiga: Jakarta: EGC.
Makalah Malpraktik. wordpress.com di unduh tanggal 26 maret 2013 pukul 02.38
Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik
Perawat.
Redjeki, S. (2005). Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi
seminar tidak diterbitkan.
Supriadi, (2001). Hukum Kedokteran : Bandung: CV Mandar Maju.
Sampurno, B. (2005). Malpraktek dalam pelayanan kedokteran. Materi
seminar tidak diterbitkan.
Soenarto Soerodibroto, (2001). KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi
Mahkamah Agung dan Hoge Road: Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada.
Tonia, Aiken. (1994). Legal, Ethical & Political Issues in Nursing. 2ndEd.
Philadelphia. FA Davis.
Undang-undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999. Jakarta: Sinar
Grafika.

23

Anda mungkin juga menyukai