27780
Deny Gunawan, S.Kep., Ns., M.Kep - RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam
malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas daripada kelalaian karena selain mencakup
arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal
practice) dan melanggar undang-undang. Didalam arti “kesengajaan” tersirat ada motifnya (guilty
Kelalaian (Negligence)
Kelalaian (neglected) adalah sikap individu dalam melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dia lakukan atau
melakukan sesuatu yang dihindari orang lain (Creighton, 1986). Menurut Hanafiah dan Amir (1999)
mengatakan bahwa kelalaian (neglected) adalah sikap yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang
seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang
dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian lebih bersifat
ketidaksengajaan, kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, tidak peduli terhadap kepentingan orang lain,
namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah pelanggaran hukum
atau kejahatan apabila kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang
itu dapat menerimanya. Tetapi jika kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan
merenggut nyawa orang lain, maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius, dan
kriminal.
Kelalaian/Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan)
atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati) (Tonia, 1994). Dapat disimpulkan bahwa kelalaian
adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau
melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang
perawat tidak mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim
a. Malfeasance, yaitu melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak, misal melakukan
b. Misfeasance, yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak
c. Nonfeasance, yaitu tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajibannya, misal pasien
Suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat unsur, yaitu :
1. kewajiban (duty) dimana tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan
3. kerugian (damage) yang merupakan segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat
4. hubungan sebab akibat yang nyata (direct cause relationship) dimana dalam hal ini harus terdapat
hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
kesalahan pemberian obat, mengabaikan keluhan pasien, kesalahan mengidentifikasi masalah klien, kelalaian di
ruang operasi, timbulnya kasus dekubitus selama dalam perawatan, serta kelalaian terhadap keamanan dan
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan
keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain
gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. Bila dilihat dari segi etika praktek
keperawatan, kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat
pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan
Malpraktik
Menurut Black’s Law Dictionary, Malpractice is an instance of negligence on incompetence on the part of a
profesional. (terjemahan bebas : kelalaian merupakan bagian dari ketidakkompetenan sebuah profesionalitas).
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang spesifik dari
kelalaian (neglience) yang ditujukan pada seseorang yang telah terlatih atau berpendidikan yang menunjukkan
kinerjanya sesuai bidang tugas atau pekerjaannya. Jadi, malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status
Menurut Vestal (l995), malpraktek terdiri dari empat unsur yang harus ditetapkan untuk membuktikan bahwa
a. Kewajiban (duty) – Pada saat terjadinya cedera yang terkait dengan kewajibannya, yaitu kewajiban
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan
beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Contoh : Perawat rumah sakit bertanggung jawab
untuk melakukan pengkajian yang aktual bagi pasien, memberikan asuhan keperawatan, dan mengingat
b. Tidak melaksanakan kewajiban (breach of the duty) – Pelanggaran terjadi sehubungan dengan
kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh
pelanggaran yang terjadi terhadap pasien antara lain kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang
ditetapkan sebagai kebijakan rumah sakit, gagal mencatat dan melaporkan apa yang dikaji dari pasien seperti
c. Cedera (injury) – Seseorang mengalami cedera (injury) atau kerusakan (damage) dapat menuntut secara
d. Sebab-akibat (proximate caused) – Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan atau terkait dengan
cedera yang dialami pasien. Misalnya gagal menggunakan cara pengaman yang tepat sehingga menyebabkan
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi ada 3 (tiga) area yang memungkinkan perawat
(1). kesalahan pengkajian keperawatan (assessment errors), termasuk kegagalan mengumpulkan data atau
informasi tentang pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti
data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan
segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan
lebih lanjut akan mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan
ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan mendasar.
(2). kesalahan perencanaan keperawatan (planning errors), yaitu kegagalan mencatat masalah pasien dan
kelalaian menuliskannya dalam rencana keperawatan, kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana
keperawatan yang telah dibuat, kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang
disebabkan kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan, kegagalan memberikan instruksi
(3) Kesalahan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors), termasuk kegagalan mengintrepetasikan
dan melaksanakan tindakan kolaborasi serta kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati.
a. Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan
sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai
keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap
seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional
merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
c. Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip
moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
e. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk
menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan
mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk
kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan
paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
g. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang
terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan. Diskusi
tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga
kesehatan lain harus dihindari.
h. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang
tidak jelas atau tanpa terkecuali.
blue code pada rumah sakit atau singkatnya code blue adalah istilah yang digunakan saat terjadi kondisi
darurat medis yang berpotensi mengancam nyawa pasien.
Code red digunakan untuk memperingatkan semua staf di rumah sakit bila ada kebakaran atau potensi
terjadinya kebakaran
Code black akan diaktifkan jika ada ancaman bom di atau dekat fasilitas kesehatan maupun rumah sakit.
Code white digunakan bila terjadi keadaan darurat medis pada bayi atau anak-anak. Fungsi kode putih
mirip dengan kode biru (code blue).
Kode berwarna merah muda atau ungu digunakan untuk menginformasikan ketika ada bayi atau anak
yang hilang atau diculik.
Kode oranye akan aktif bila ada bahan berbahaya atau beracun yang tumpah serta berpotensi
mengontaminasi area yang tidak seharusnya. Contohnya, adanya tumpahan air atau darah pasien di
lantai.