Anda di halaman 1dari 11

Malpraktek

Dosen pengampu: Murtiningsih, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat

Disusun Oleh:
Deba Aliyah (202111008)
Jelita Rahmadani Fais (202111012)
Putra Reza Silalebit (202111020)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI JAKARTA
2022
Laporan Pendahuluan Role Play Malpraktek

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga perawat professional senantiasa
memperhatikan etika keperawatan yang mencakup tanggung jawab perawat terhadap
klien (individu, keluarga, dan masyarakat). Selain itu, dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas tentunya mengacu pada standar praktek keperawatan yang
merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat terhadap
praktek yang dilakukan oleh anggota profesi dalam hal ini perawat. Dalam menjalankan
tugas keprofesiannya, perawat bisa saja melakukan kesalahan yang dapat merugikan
klien sebagai penerima asuhan keperawatan, bahkan bisa mengakibatkan kecacatan dan
lebih parah lagi mengakibatkan kematian, terutama bila pemberian asuhan keperawatan
tidak sesuai dengan standar praktek keperawatan. Kejadian ini di kenal dengan
malpraktek. Di dalam setiap profesi termasuk profesi tenaga kesehatan berlaku norma
etika dan norma hukum. Oleh sebab itu apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek
sudah seharusnyalah diukur atau dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut.
Kesalahan dari sudut pandang etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice. Hal ini perlu dipahami mengingat dalam profesi
tenaga perawatan berlaku norma etika dan norma hukum, sehingga apabila ada kesalahan
praktek perlu dilihat domain apa yang dilanggar. Karena antara etika dan hukum ada
perbedaan-perbedaan yang mendasar menyangkut substansi, otoritas, tujuan dan sangsi,
maka ukuran normatif yang dipakai untuk menentukan adanya ethical malpractice atau
yuridical malpractice dengan sendirinya juga berbeda. Yang jelas tidak setiap ethical
malpractice merupakan yuridical malpractice akan tetapi semua bentuk yuridical
malpractice pasti merupakan ethical malpractice. Untuk menghindari terjadinya
malpraktek ini, perlu di adakan kajian-kajian etika dan hukum yang menyangkut
malpraktek khususnya dalam bidang keperawatan sehingga sebagai perawat nantinya
dalam menjalankan praktek keperawatan senantiasa memperhatikan kedua aspek
tersebut.
B. Tujuan
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memahami tentang malpraktek yang terjadi di
bidang Kesehatan.

BAB Ⅱ : Tinjauan Pustaka

A. Konsep Dasar Malpraktek


- Pengertian Malpraktek
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), malapraktik di artikan sebagai praktik tenaga
kesehatan dalam hal ini dokter atau perawat yang dilakukan salah atau tidak tepat, menyalahi
undang-undang atau kode etik. Secara harfiah “mala” mempunyai arti “salah” atau “buruk”
sedangkan “praktik” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malapraktik
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah atau buruk”. Definisi malapraktik profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk memprgunakan tingkat
kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim
dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama.
Sementara itu, Persatuan perawat Indonesia (PPNI) menegaskan bahwa perawat bisa disebut
melakukan malapraktik apa bila melanggar standar opeasional prosedur dalam pemberian asuhan
keperawatan. Prosedur standar sebelum melakukan tindakan keperawatan, yaitu melakukan
Informed Consent, memberi penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan termasuk
risikonya, serta meminta persetujuan pasien atau keluarganya dalam pemberian asuhan
keperawatan yang terlebih lagi ketika tindakan itu bersifat kolaboratif dengan dokter.
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan oleh oknum yang
tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan prinsip-prinsip transparansi
atau keterbukaan, dalam arti, harus menceritakan secara jelas tentang pelayanan yang diberikan
kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan jasa lainnya yang diberikan.
Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi jasa untuk menginformasikan kepada
konsumen secara lengkap dan komprehensif semaksimal mungkin. Namun, penyalah artian
malpraktek biasanya terjadi karena ketidak samaan persepsi tentang malpraktek. Guwandi (1994)
mendefinisikan malpraktik sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan
tingkat keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang
sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitannya dengan malpraktik
yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar
yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna, melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisiko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam
Leahy dan Kizilay,1998). Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya,
dokter dan perawat) untuk melakukan praktik sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi
seseorang yang karena memiliki keterampilan dan pendidikan (Vestal, K.W, 1995). Malpraktik
lebih luas daripada negligence karena selain mencakup arti kelalaian, istilah malpraktik pun
mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan sengaja (criminal malpractice) dan
melanggar undang-undang.Di dalam artikesengajaan tersirat adanya motif (guilty mind) sehingga
tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.
- Tujuan Malpraktek

- Macam – Macam Malpraktek


Menurut Isfandyarie (2005), ditinjau dari etika profesi dan hukum, malpraktik dapat dibedakan
menjadi dua bentuk yaitu; malpraktik etik (ethical malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical
malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Malpraktik Etik
Malpraktik etik yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang
melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan
yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis,
prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. Malpraktik etik
adalah dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran,
sedangkan etika kedokteran yang dituangkan di dalam KODEKI merupakan
seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk dokter.
2. Malpraktik Yuridis
Malpraktik yuridis dibagi menjadi menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktik perdata
(civil malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik
administratif (administrative malpractice). Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
a. Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh
tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktik
perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktik yang disebabkan oleh
kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila
yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan
tersebut termasuk dalam malpraktik pidana. Contoh dari malpraktik perdata,
misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa
perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang
tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang
tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat
diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan
terhadap pasien.
b. Malpraktik Pidana
Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami
cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam
melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat
tersebut. Malpraktik pidana ada tiga bentuk yaitu:
 Malpraktik pidana karena kesengajaan (intensional), tenaga medis
tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui
bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan
surat keterangan yang tidak benar. Contoh : melakukan aborsi tanpa
tindakan medis.
 Malpraktik pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya
melakukan tindakan yang tidak legeartis atau tidak sesuai dengan
standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan
tindakan medis. Contoh: Kurang hati-hatinya perawat dalam
memasang infus yang menyebabkan tangan pasien membengkak
karena terinfeksi.
3. Malpraktik Administratif
Malpraktik administratif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek
bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah
kadaluwarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

- Akibat dari Malpraktek

- Kebijakan di Indonesia
Malpraktek yang termasuk ke dalam criminal malpractice bersifat neglegence yang dapat dijerat
hukum antara lain :
1. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau lukaluka berat. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang
mati: Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan mati-nya orang lain,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama
satu tahun.
2. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barang siapa
karena kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu
tahun. Ayat (2) Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-
luka sedemikian rupa sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan
pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus
rupiah.
3. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan
(misalnya: dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila
melalaikan peraturan-peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau
luka berat, maka mendapat hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361 KUHP
menyatakan: Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam
menjalankan suatu jabatan atau pencaharian, maka pidana ditambah dengan
pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian
dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal
malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
Selain pasal tersebut diatas, perawat tersebut juga telah melanggar Pasal 54 :
1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melak-sanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.

B. Prinsip Etika

C. Kode Etik Keperawatan di Indonesia


Kode etik Adalah pernyataan standar profesional yang digunakan sebagai pedoman perilaku dan
menjadi kerangka kerja untuk membuat keputusan.
Aturan yang berlaku untuk seorang perawat Indonesia dalam melaksanakan tugas/fungsi perawat
adalah kode etik perawat nasional Indonesia, dimana seorang perawat selalu berpegang teguh
terhadap kode etik sehingga kejadian pelanggaran etik dapat dihindarkan. Kode etik keperawatan
Indonesia :
a. Perawat dan Klien
1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia,
keunikan klien dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warnakulit,
umur, jeniskelamin, aliran politik dan agama yang dianutserta kedudukan sosial.
2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana
lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama
klien.
3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan
keperawatan.
4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki sehubungan dengan tugas yang
dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
b. Perawat dan praktek
1) Perawat memlihara dan meningkatkan kompetensi dibidang keperawatan melalui belajar
terus-menerus
2) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran
profesional yang menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan klien.
3) Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang akurat dan
mempertimbangkan kemampuan sertakualifikasi seseorang bilamelakukan konsultasi, menerima
delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain
4) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu
menunjukkan perilaku profesional.
c. Perawat dan masyarakat
Perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung
berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.
d. Perawat dan teman sejawat
1) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik dengan sesame perawat maupun dengan tenaga
kesehatan lainnya, dan dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
2) Perawat bertindak melindungi klien dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan ilegal.
e. Perawat dan Profesi
1) Perawat mempunyai peran utama dalam menentukan standar pendidikan dan pelayanan
keperawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan keperawatan
2) Perawat berperan aktif dalam berbagai kegiatan pengembangan profesi keperawatan
3) Perawat berpartisipasi aktif dalam upaya profesi untuk membangun dan memelihara kondisi
kerja yang kondusif demi terwujudnya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi.

D. Profesionalisme keperawatan
American Association of Colleges of Nursing (AACN, 2008) menyebutkan beberapa nilai
profesional keperawatan yang menjadi fondasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Berikut nilai profesional yang mencerminkan perawat profesional yang memandu perawat untuk
berperilaku etik dalam pemberian asuhan keperawatan.

Pertama, memperhatikan atau mementingkan kesejahteraan dan keselamatan orang lain


atau yang disebut altruisme. Altruisme dalam praktik profesional diwujudkan dengan pemberian
perhatian dan advokasi perawat terhadap kebutuhan dan kesejahteraan klien. Wujud dari altruism
yakni dikesampingkannya kebutuhan perawat sendiri guna mendahulukan kebutuhan pasien
yang lebih penting.
Kedua, yakni otonomi (autonomy). Perawat yang menerapkan nilai ini menunjukkan
sikap menghargai hak pasien dalam pembuatan keputusan terkait kesehatan pasien. Dengan
penuh kesadaran perawat menyusun dan memutuskan tindakan melalui pertimbangan-
pertimbangan yang tepat.

Ketiga, menghormati martabat manusia dengan segala nilai dan keunikan yang dimiliki
individu dan kelompok. Perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatannya, meletakkan
pasien pada posisi seorang manusia yang memiliki hak-hak untuk dihormati sebagai seorang
manusia. Sebagai contoh, saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia pada pasien perempuan,
perawat tetap menjaga privasi pasien.

Keempat, yakni integritas yang diwujudkan dengan tindakantindakan yang sesuai dengan
kode etik dan standar praktik. Refleksi yang muncul dari nilai integritas dalam praktik
profesional perawat ialah kejujuran yang ditunjukkan perawat dalam sikapnya, serta
diterapkannya kode etik dalam pemberian pelayanan keperawatan yang dibutuhkan klien.

Kelima, keadilan sosial yang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi prinsip moral,
prinsip legal, dan prinsip kemanusiaan sepanjang melaksanakan tugas sebagai perawat. Nilai ini
menghantarkan perawat untuk tidak membeda-bedakan pelayanan keperawatan yang
diberikannya kepada para klien. Perawat tidak membedakan klien berdasarkan ras, suku, budaya,
negara, warna kulit, agama, maupun sekte kelompok yang lainnya. Perawat memandang bahwa
seluruh pasien adalah manusia, sehingga kesemuanya memiliki hak yang sama untuk dipenuhi
kebutuhan perawatannya.

Weis dan Schank (2009) telah menyusun instrumen untuk mengukur nilai professional
keperawatan. Instrumen tersebut berasal dari American Nurses Association (ANA) Code of
Ethics for Nurses. Dari penelitian yang dilakukan untuk merumuskan instrumen tersebut, ia
menemukan lima nilai profesional yang teridentifikasi sebagai komponen dasar faktor analisis

Weis & Schank (2009) menyusun sebuah instrumen yang dapat digunakan untuk
mengukur nilai profesional seorang perawat atau mahasiswa perawat, yakni Nurses Professional
Values Sclae-Revised (NPVS-R). Instrumen ini disusun dan dikembangkan sedemikian rupa,
sehingga tersusunlah 28 pernyataan positif dengan skala likert untuk factor analisis yang
merupakan turunan dari kode etik keperawatan yakni caring, avtivism, trust, profesionalism, dan
justice mengukur nilai professional keperawatan. Instrumen ini terdiri dari lima faktor analisis
yang merupakan turunan dari kode etik keperawatan yakni caring, activism, trust,
profesionalism, dan justice.
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi
orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang
lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan. Selain itu,
caring mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring juga
mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif. Caring adalah sentral untuk praktik
keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat
bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam
keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan.
Activism yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik,
dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh
pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai
dengan kode etik professional. Fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai
dengan perannya. Fungsi dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Fungsi Perawat
dalam melakukan pengkajian pada Individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang
dilakukan berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas
ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin
dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah
(diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi (Barbara, 2005).

Trust adalah membina hubungan saling percaya dan saling bantu, dengan pasien. Ciri
hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan harmonis adalah
hubungan yang harus dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat. Perawat memberikan
bantuan ketika individu kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya (Watson dalam Asmadi, 2008).

Profesionalism merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah


terbentuk mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi
dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap
sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi
Keperawatan, profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk
mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di
Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan
pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkahlangkah
profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia (Bunner, 1984).

Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika perawat
bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama
dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada klien baru masuk serta ada juga klien
rawat yang memerlukan bantuan perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
dalam faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan (Perry & Potter, 2005).

E. Nursing Advocacy

BAB V : Penutup
A. Kesimpulan
Malpraktek juga dapat diartikan sebagai tidak terpenuhinya perwujudan hak-hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang baik, yang biasa terjadi dan dilakukan
oleh oknum yang tidak mau mematuhi aturan yang ada karena tidak memberlakukan
prinsip-prinsip transparansi atau keterbukaan, dalam arti, harus menceritakan secara jelas
tentang pelayanan yang diberikan kepada konsumen, baik pelayanan kesehatan maupun
pelayanan jasa lainnya yang diberikan. Dalam memberikan pelayanan wajib bagi pemberi
jasa untuk menginformasikan kepada konsumen secara lengkap dan komprehensif
semaksimal mungkin. Namun, penyalah artian malpraktek biasanya terjadi karena
ketidak samaan persepsi tentang malpraktek. Guwandi (1994) mendefinisikan malpraktik
sebagai kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat
keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanah pengobatan dan
perawatan terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat
orang sakit atau terluka di lingkungan wilayah yang sama..
Dalam undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan baik Undang-Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, maupun
UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak ada satu
katapun yang Mengatur atau yang menjelaskan tentang pengertian malpraktek. Ketentuan
perbuatan pidana terhadap kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan dokter Yang
menyebabkan kematian pada pasien terdapat dalam Pasal 359 Jis. Pasal 361 KUHP, Pasal
55 ayat (1) ke-1 KUHP Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum
Pidana
B. Saran
 Melaksakan suatu tindakan medis perlunya suatu kehati-hatian dan perhatian khusus
jangan sampai terjadinya kealfaan ataupun kelalaian yang bisa menyebabkan suatu
tindakan malpraktek yang merugikan pasien dan berujungkan suatu pertanggung
jawaban pidana yang harus dihadapi bagi dokter maupun tenaga medis lainya.
 Masyarakat sebagai objek suatu tindakan medis harus sadar hukum dan peka
terhadapat permasalahan hukum yang terjadi disekitar ataupun yang dialaminya
terkhusus disini terhadap permasalahan malpraktek medis yang harus dipertanggung
jawabkan oleh dokter maupun tenaga medis Lainnya apabila terdapat suatu kerugian
yang disebabkan oleh dokter ataupun tenaga medis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/11042415/kasus_malpraktek_di_pamekasan_madura
https://core.ac.uk/download/pdf/298091272.pdf
https://adoc.pub/makalah-diajukan-untuk-memenuhi-tugas-mata-kuliah-etika-kepe.html
Amir, Amri. 1997. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. Jakarta: Widya Medika
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Renika Cipta.
http://r2kn.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/77582
https://ppni-inna.org/doc/ADART/KODE_ETIK_KEPERAWATAN_INDONESIA.pdf
http://repository.unimus.ac.id/2578/5/Bab%202%20pdf.pdf

Anda mungkin juga menyukai