Anda di halaman 1dari 18

MALPRAKTIK

Disusun guna memenuhi tugas Etika Profesi


Dosen Pengampu : Puji Lestari, S.K.M, M.P.H.

Disusun Oleh :

Nur Inayatul F (1707026012)


Kurnia Ika Henryani (1707026022)
Anita Fitriyaningrum (1707026030)
Desta Ellen RNC (1707026076)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISSONGO SEMARANG

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................................
A. Latar Belakang............................................................................................................................. 3
B. Tujuan ...........................................................................................................................................3
C. Rumusan Masalah..............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................................
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 3
A. Pengertian Malpraktik ................................................................................................................5
B. Jenis-Jenis Malpraktik .......................................................................................................6
C .Terjadinya Malpraktik ...................................................................................................... 5
D. Cara Menyelesaikan Malpraktek ...................................................................................... 9
E. Upaya Penanggulangan Malpraktek .................................................................................10
F. Tuntutan Malpraktek .........................................................................................................12
G. Hukum Atau Aturan Malpraktik ......................................................................................12
H. Contoh Kasus Malpraktek ................................................................................................14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17
A. Kesimpulan ......................................................................................................................17
B. Saran...........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan
praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus
Dewan Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan Malaysia, 1971) berarti
menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan
(profesi). Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya,
tidak lege artis, tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat dalam bidang
kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan, pengacara, akuntan
publik, dan wartawan. Dengan demikian, malpraktik medik dapat diartikan
sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di
lingkungan yang sama.
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu
indikator positif meningkatya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya
adalah adanya kecenderungan meningkatnya kasus malpraktek dikalangan kedokteran,
diadukan atau bahkan dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan
mencekam para tenaga kedokteran yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses
pelayanan kesehatan dimasa yang akan datang. Masalahnya tidak setiap upaya
pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien, yang
pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada pasien bahwa telah terjadi
malpraktek. Kasus malpraktek yang sering dipahami sebagai kelalaian dokter juga
harus dianalisis lebih dalam terkait alat-alat kedokteran yang menjadi penunjang
keberhasilan pada proses pelayanan kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian malpraktek ?
2. Apa jenis-jenis malpraktek ?
3. Bagaimana terjadinya malpraktek ?
4. Bagaimana cara menyelesaikan malpraktek ?
5. Bagaimana penanggulangan malpraktek ?
6. Bagaimana tuntutan malpraktek ?
7. Bagaimana hukum/aturan malpraktek ?
8. Bagaimana contoh analisis kasusnya ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian malpraktek.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis malpraktek.

3
3. Untuk mengetahui terjadinya malpraktek.
4. Untuk mengetahui cara menyelesaikan malpraktek
5. Untuk mengetahui cara penanggulangan malpaktek.
6. Untuk mengetahui tuntutan malpraktek.
7. Untuk mengetahui hukum/aturan malpraktek.
8. Untuk mengetahui contoh kasus malpraktek.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Malpraktek

Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Definisi malpraktik profesi kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau
perawat untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati
dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los
Angelos, California, 1956) (Sadi,2015)
Pengertian malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations) adalah
Involves the physician’s failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s
condition, or a lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct
cause of an injury to the patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan
terapi terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang
menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan
Malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menerapkan tingkat
keterampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan
terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama(Malpractice is the neglect of a physician or nuse to
apply that degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is customarily
applied in treating and caring for the sick or wounded similiarly in the same community).
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik
yaitu kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar
yang ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan
tindakan-tindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam
Leahy dan Kizilay, 1998) (Ake, 2002)

5
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terkait
dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional
Malpraktik adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan
sesuai dengan standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan
dan pendidikan (Vestal,K.W, 1995).Hal ini dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa
malpraktik adalah suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang
dilakukan oleh yang telah terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang
ditampilkan dalam pekerjaannya. Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk
menggambarkan kelalaian oleh perawat dalam melakukan kewajibannya sebagai tenaga
keperawatan.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :

1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

B. Jenis-Jenis Malpraktek

Adapun jenis-jenis malpraktek ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum dapat
dibedakan menjadi dua bentuk yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek
yuridis (yuridical malpractice).
a. Malpraktek Etik
Yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya
sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik
Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk
seluruh bidan.

b. Malpraktek Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek
perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek
administratif (administrative malpractice):

1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)


Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak
terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga
kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga
menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktek perdata yang dijadikan

6
ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat
ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata)
maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.12 Contoh dari
malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata
meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban
yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang
tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki
dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.

2) Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat
tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya
perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek
pidana ada tiga bentuk yaitu:
a. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional),tenaga medis tidak melakukan
pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang
bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
Contoh : melakukan aborsi tanpa tindakan medis
b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa
disertai persetujuan tindakan medis.
Contoh : Kurang hati-hatinya perawat dalam memasang infus yang menyebabkan
tangan pasien membengkak karena terinfeksi
c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau
kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-
hati.
Contoh : seorang bayi berumur 3 bulan yang jarinya terpotong pada saat perawat
akan melepas bidai yang dipergunakan untuk memfiksasi infus.

3) Malpraktek Administratif
Malpraktek administratif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran
terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan
tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi
atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan
praktek tanpa membuat catatan medik.
(Anny,2005)

C. Terjadinya malpraktek

Malpraktek dalam keperawatan banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat


melakukan malpraktik. Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional
seseorang, misalnya perawat, dokter, atau penasihat hukum. Vestal, K.W. (l995) mengatakan
bahwa untuk mengatakan secara pasti malpraktik, apabila penggugat dapat menunjukkan hal-
hal dibawah ini :
a. Duty

7
- Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibannya yaitu, kewajiban mempergunakan
segala ilmu kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya meringankan beban
penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi. Hubungan perawat-klien menunjukkan,
bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.
b. Breach of the duty
- Pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya, artinya menyimpang dari apa yang
seharusnya dilalaikan menurut standar profesinya. Contoh pelanggaran yang terjadi terhadap
pasien antara lain, kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan sebagai
kebijakan rumah sakit.
c. Injury
- Seseorang mengalami cedera (injury) yang dapat dituntut secara hukum, misalnya pasien
mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Kelalalian nyeri, adanya penderitaan atau stres
emosi dapat dipertimbangkan sebagai, akibat cedera jika terkait dengan cedera fisik.
d. Proximate caused
- Pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan cedera yang dialami pasien. Misalnya,
cedera yang terjadi secara langsung berhubungan. dengan pelanggaran kewajiban perawat
terhadap pasien. Sebagai penggugat, seseorang harus mampu menunjukkan bukti pada setiap
elemen dari keempat elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan, hal ini
menunjukkan bahwa telah terjadi malpraktik dan perawat berada pada tuntutan malpraktik.
Bidang Pekerjaan Perawat Yang Berisiko Melakakan Kesalahan : Caffee (1991) dalam Vestal,
K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area yang memungkinkan perawat berisiko melakukan
kesalahan, yaitu tahap pengkajian keperawatan (assessment errors), perencanaan keperawatan
(planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention errors).
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang
pasien secara adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan,
seperti data hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak
pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan
kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari kesalahan ini,
perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara komprehensif dan
mendasar.
b. Planning errors, termasuk hal-hal berikut :
1. Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskannya dalam rencana
keperawatan.
2. Kegagalan mengkomunikaskan secara efektif rencana keperawatan yang telah
dibuat, misalnya menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan yang tidak
dimahami perawat lain dengan pasti.
3. Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan
kurangnya informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.
4. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien. Untuk
mencegah kesalahan tersebut, jangan hanva menggunakan perkiraan dalam membuat

8
rencana keperawatan tanpa mempertimbangkannya dengan baik. Seharusnya, dalam
penulisan harus memakai pertimbangan yang jelas berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul.
Rencana harus realistis berdasarkan standar yang telah ditetapkan, termasuk
pertimbangan yang diberikan oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan
maupun dengan tulisan. Lakukan tindakan berdasarkan rencana dan lakukan secara
hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapat perlu divalidasi dengan teliti.
c. Intervention errors, termasuk kegagalan menginteipretasikan dan melaksanakan
tindakan kolaborasi, kegagalan melakukan asuhan keperawatan secara hati-hati,
kegagalan mengikuti/mencatat order/pesan dari dokter atau dari penyelia. Kesalahan
pada tindakan keperawatan yang sering terjadi adalah kesalahan dalam membaca
pesan/order, mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur,
memberikan obat, dan terapi pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini
yang paling berbahaya tampaknya pada tindakan pemberian obat. Oleh karena itu, perlu
adanya komunikasi yang baik di antara anggota tim kesehatan maupun terhadap pasien
dan keluarganya. melaksanakan program pendidikan berkelanjutan (Continuing
Nursing Education).

D. Cara Menyelesaikan Malpraktek

Penyelesaian malpraktik medik dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu melalui jalur
pengadilan dan diluar pengadilan. Secara jelas dalam Pasal 32 huruf q Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menentukan babwa “setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata maupun pidana”. Ketentuan
ini mengandung makna bahwa penyelesaian sengketa medis dapat dilakukan melalui jalur
litigasi baik secara perdata dan/atau secara pidana. Namun demikian, dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ditentukan bahwa “Dalam hal tenaga
kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut
harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi”. Sebagai konsekuensi dari ketentuan ini,
yaitu bahwa sebelum menempuh jalur litigasi, terlebih dahulu harus menempuh mediasi
sebagai salah satu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan (penyelesaian sengketa
alternatif).
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di rumah sakit Puri Kawan Sejahtera Denpasar,
diketahui bahwa terdapat beberapa hal dalam pelaksanaan penyelesaian malpraktik medis
antara Health Care Provider dengan Health Cote Receiver dalam pelayanan medik dengan
mekanisme Mediasi di Rumah Sakit, khususnya di Rumah Sakit Puri Kawan Sejahtera
Denpasar :
1. Pada umumnya kasus-kasus malpraktik medis yang terjadi adalah jenis malpraktik
yuridis, seperti salah diagnosa, salah memberikan resep, dan kelalaian dalam hal
pemberian pelayanan medis.
2. Malpraktik medis dapat diselesaikan dengan cara musyawarah, jika musyawarah
belum mendapatkan kesepakatan dapat dibawa kepada lembaga profesi dokter,
maupun ke pengadilan. Penyelesaian malpraktik medik dapat dilakukan dengan 2

9
(dua) jalur yaitu melalui pengadilan dan diluar pengadilan. Untuk jalur diluar
pengadilan, ditempuh melalui musyawarah mufakat.
3. Penyelesaian malpraktik medis didasarkan pada besar kecilnya sengketa, bila
sengketa tersebut hanya bersifat sepihak artinya pasien merasa tidak puas dengan
hasil tindakan dokter, lebih disarankan diselesaikan melalui mediasi secara
musyarawah mufakat. Sedangkan terhadap malpraktik yang bersifat besar, tetap
selalu diutamakan penyelesaian secara musyawarah mufakat dengan mediasi, namun
bila tidak menemui jalan keluar perselisihan maka dilanjutkan ke pengadilan.
Pelaksanaan penyelesaian malpraktik medis antara Health Care Provider dengan
Health Care Receiver dalam pelayanan medik dengan mekanisme Mediasi di Rumah
Sakit Puri Kawan Sejahtera Denpasar dilaksanakan melalui majelis pengawas
kedokteran (KODEKI) di bidang Hukum sebagai mediatornya, dalam pelaksanaannya
tidak selalu megalami keberhasilan (win-win solution) namun sebagian mengalami
hambatan dalam pelaksanaannya, baik hambatan dari dalam (intern) seperti
kurangnya komitmen dan niat para pihak untuk berdamai, sedangkan faktor dari luar
(ekstern) seperti ketidakmampuan mediator untuk mendamaikan, kurangnya
lembaga yang mendukung perdamaian.

E. Upaya Penanggulangan Malpraktek

Penanggulangan malpraktek dapat dilakukan melalui 2 upaya yaitu:


1. Upaya Penal
Upaya penal merupakan penanggulangan suatu kejahatan dengan menggunakan
hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu perbuatan apa yang
seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau
dikenakan pada pelanggar (Barda,2008) .
Apabila penyidik mengetahui adanya dugaan malpraktek maka pihak reskimsus segera
melakukan penyelidikan dengan meminta bantuan para ahli yang berasal dari IDI,
MKEK, dan PUSDOKKES Polri. Upaya penal dalam dugaan malpraktek melibatkan
banyak pihak yang ikut serta dalam pembuktiannya baik dari pihak kepolisian maupun
dari pihak kesehatan. Penyelesaian sengketa medik diatur dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Apabila
tindakan dokter bertentangan dengan etika dan moral serta kode etik kedokteran
Indonesia (Kodeki) yang telah dibuktikan oleh Majelis Kode Etik Kedokteran
(MKEK), maka bisa dikatakan malpraktik dan dapat diajukan gugatan hukum. Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) merupakan salah satu organisasi yang turut
serta dalam prosedur penanganan dugaan malpraktek. Menurut Fatah.W. berikut ini
adalah prosedur yang dilakukan MKEK:
1. Menerima Pengaduan Melalui IDI Cabang/Wilayah/Pusat atau langsung ke
MKEK Cabang/Wilayah/Pusat, sesuai tempat kejadian perkara kasus aduan
tersebut. Apabila menerima aduan secara tertulis maka harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Identitas pengadu
b. Nama dan alamat tempat praktik dokter dan waktu tindakan dilakukan

10
c. Alasan sah pengadu
d. Bukti-bukti dan keterangan saksi atau petunjuk yang menunjang dugaan
pelanggaran etika tersebut .

Apabila pengaduan tersebut tidak lengkap atau tidak atau berisi keterangan yang
dipandang tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk pembinaan pengabdian
profesi, maka ketua MKEK dapat menolak atau meminta pengaduan
memperbaiki atau melengkapinya.
2. Pemanggilan pengadu dan teradu Pemanggilan ini dapat dilakukan sampai 3
kali berturut-turut dan jika setelah 3 kali pengadu tetap tidak dating tanpa alasan
yang sah, maka pengaduan tersebut dinyatakan batal, dan jika pada
pemanggilan ke 3 teradu tidak dating dengan alasan yang sah maka pananganan
kasus dilanjutkan tanpa kehadiran teradu dan putusan yang ditetapkan
dinyatakan sah dan tidak dapat dilakukan banding.
3. Penelaahan Kasus Penelaahan kasus dugaan malpraktek dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Mempelajari keabsahan surat pengaduan
b. Bila perlu mengundang pasien atau keuarga pangadu untuk klarifikasi awal
pengaduan yang disampaikan
c. Bila perlu mengundang dokter teradu untuk klarifikasi awal yang diperlukan
d. Bila diperlakukan melakukan kunjungan ketempat kejadian/perkara
e. Diakhir penelaahan, ketua MKEK menetapkan pengaduan tersebut layak
atau tidak layak untuk disidangkan oleh majelis pemeriksa.

Pada saat penelaahan dilaksanakan maupun pada saat persidangan, dokter


teradu berhak didampingi oleh pembela.
4. Sidang Majelis Pemeriksaan Divisi Kemahkamahan MKEK Sidang ini
dilakukan apabila perkara tersebut sudah memenuhi syarat dan benar adanya.
Dalam siding ini pengadu,teradu, dan saksi tidak diambil sumpah melainka
diminta kesediaan untuk menandatangani pernyataan tertulis di depan MKEK
bahwa semua keterangan yang diberikan adalah benar. Para pihak dapat
mengajukan saksi namun keputusan penerimaan kesaksian atau kesaksian ahli
ditentukan oleh Ketua Majelis Pemeriksa.
5. Keputusan Majelis Pemeriksa Divisi Kemahkamahan MKEK Keputusan
Majelis Pemeriksa diambil ketentuan sebagai berikut :
a. Diambil atas dasar musyawarah dan mufakat atau atas dasar suara terbanyak
dari Majelis Pemeriksa, dengan tetap mencatat perbedaan pendapat
b. Bersifat rahasia, kecuali dinyatakan lain
c. Berupa dinyatakan melanggar atau tidak melanggar Kode Etik Kedokteran
Indonesia
d. Dapat dilakukan banding paling lambat 2 minggu setelah putusan
ditetapkan.

11
Selain upaya yang dilakukan di atas menurut Fatah.W, MKEK selalu
mengupayakan mediasi setelah menerima pengaduan dan mendapatkan
klarifikas dalam penanganan malpraktek.

2. Upaya Non penal


Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi
penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun
secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan. Upaya
non penal dalam menanggulangi kasus malpraktek dapat dilaksanakan dengan cara
preventif (pencegahan terjadi tindak pidana), yaitu dengan cara melakukan penyuluhan
atau pun sosialisasi kepada tenaga kesehatan. Agar setiap tenaga kesehatan lebih
berhati-hati lagi dalam melakukan tugasnya sebagai tenaga medis.
Upaya penanggulangan terhadap kasus dugaan malpraktek sebenarnya yang
lebih berwenang adalah Tim dari kesehatan itu sendiri karena merekalah yang lebih
paham terhadap apa yang mereka lakukan, apakah sudah sesuai dengan ilmu yang
mereka pelajari atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara dengan Fatah.W menyatakan
upaya nonpenal yang dilakukan oleh IDI dan MKEK adalah dengan cara melakukan
pemberian pembekalan baik secara etik maupun disiplin kepada setiap anggota (tenaga
kesehatan). Pembekalan dilakukan dengan cara mewajibkan mengikuti setiap kegiatan
ilmiah, seminar, simposium yang dalam kegiatan tersebut akan ada penetapan SKP
(Satuan Kredit Partisipasi) sebagai penilaian dalam kegiatan seminar atau simposium
tersebut. Dalam setiap kegiatan ilmiah, seminar dan simposium yang dilakaukan selalu
disisipkan penyampaian tentang pelanggaran etik dan disiplin dalam tindakan medis
sebagai cara untuk mengingatkan setiap tenaga medis agar bertindak hati-hati dalam
tugasnya (Barda,2008).

F. Tuntutan Malpraktek

Dasar tuntutan perdata diajukan berpijak pada beberapa teori yaitu :

a. Pelanggaran kontrak
b. Perbuatan yang disengaja
c. Kelalaian.

G. Hukum atau Aturan Malpraktek

Berdasarkan hukum perdata tenaga pelayanan kesehatan melakukan malpraktik karena


a. Melakukan wanprestasi (Pasal 1239 KUH Perdata)
b. Melakukan perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365 KUH Perdata)
c. Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian (Pasal 1366 KUH Perdata)
d. Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab (Pasal 1367 KUH Perdata)
Sebar dalam UU praktik kedokteran, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri
Kesehatan, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia, Ketentuan dan Pedoman

12
Organisasi Profesi, Kode Etik Profesi dan juga kebiasaan umum (common practice)
di bidang kedokteran dan kedokteran gigi.

Pelanggaran disiplin dapat dikelompokan dalam 3 hal, yaitu :


a. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
b. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik
c. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

Sedangkan tanggung jawab dibidang etik adalah setiap sikap tindak seseorang yang
menjalankan profesi sebagai dokter harus mencerminkan dan menjunjung tinggi kode etik
kedokteran, terutama yang diatur secara umum dalam 4 pasal pertama, yakni :
a. Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
dokter.
b. Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan
standar profesi yang tertinggi.
c. Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.
d. Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Khusus dalam sub bab tanggung jawab pidana ini, penulis hanya membatasinya pada
pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,94 dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.95 KUHP mengatur
mengenai tanggung jawab pidana yang berkaitan atau ada kaitannya dengan malpraktik medis
di dalam 12 (dua belas pasal), pasalpasal dimaksud adalah :
a. Pasal 267 KUHP yang mengatur tentang Pemalsuan Surat Keterangan Dokter
b. Pasal 299 KUHP yang mengatur tentang Pemberian Harapan untuk Menggugurkan
Kehamilan
c. Pasal 322 KUHP yang mengatur tentang Rahasia Kedokteran
d. Pasal 344 KUHP yang mengatur tentang Eutanasia
e. Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang Aborsi
f. Pasal 347 KUHP yang mengatur tentang Aborsi
g. Pasal 348 KUHP yang mengatur tentang Aborsi
h. Pasal 349 KUHP yang mengatur tentang Aborsi
i. Pasal 351 KUHP yang mengatur tentang Penganiayaan yang Merusak Kesehatan
j. Pasal 359 KUHP yang mengatur tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian
k. Pasal 360 KUHP yang mengatur tentang Kelalaian yang Menyebabkan Luka
l. Pasal 361 KUHP yang mengatur tentang Pemberatan Pidana dan Pidana Tambahan.

13
Selanjutnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran, aturan mengenai tanggung jawab pidana yang relevan dengan malparaktik
medis terdapat dalam pasal-pasal sebagai berikut :
a. Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran
tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 )97
dipidana dengan pidana penjara palling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1)98 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1)99 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

H. Contoh Analisis Kasus

Kasus Pertama :
Dugaan malpraktik yang dialami oleh Prita Mulyasari
Berikut ini akan dipaparkan kronologi singkat kasus yang menimpa Prita Mulyasari
ketika berobat ke Rumah Sakit (RS) Omni International.
7 Agustus 2008, Pukul 20:30
Prita Mulyasari datang ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan pusing
kepala. Hasil pemeriksaan labo ratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000), suhu badan 39
derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan dengan diagnosa positif
demam berdarah.
8 Agustus 2008
Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat
banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita minta
dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.
9 Agustus 2008
Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara. Infus
dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita terserang
sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan kanan juga bengkak, dia
memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.
10 Agustus 2008

14
Terjadi dialog antara keluarga Prita dengan dokter. Dokter menyalahkan bagian lab terkait
revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada leher kiri dan mata kiri.
11 Agustus 2008
Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita memutuskan
untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang menurutnya tidak sesuai
fakta. Prita meminta hasil lab yang berisi thrombosit 27.000, tapii yang didapat hanya informasi
thrombosit 181.000. Pasal- nya, dengan adanya hasil lab thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya
dirawat inap. Pihak OMNI berdalih hal tersebut tidak diperkenankan karena hasilnya memang
tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia
terserang virus yang menular.
Kasus Kedua :
Dugaan malpraktik yang dialami oleh Muhammad Raihan
Kasus dugaan malpraktik yang dilakukan Rumah Sakit Medika Permata Hijau
(RSMPH) Jakarta terhadap bocah berusia 12 tahun bernama Muhammad Raihan belum juga
usai. Bahkan, kabar terakhir menyebutkan kalau kondisi Raihan masih lumpuh total dan tak
ada perubahan yang cukup membahagiakan. "Masih berjuang. Sebab, Raihan masih
mengalami kelumpuhan otak total seperti sebelumnya", kata Yunus/ayah Raihan (Rabu, 18
Februari 2015).
Yunus menceritakan kalau Raihan belum bisa melakukan apa pun hingga hari ini, hanya
terbaring lemah di atas ranjang di bawah pengasuhan sang Bunda, Oti Puspa Dewi. "Bahkan
Raihan hanya terbaring tanpa respons dan menunggu mukjizat," kata Yunus menambahkan.
Raihan, lanjut Yunus, saat ini menjalani perawatan di rumah. Kontrol ke medis dan pengobatan
alternatif masih terus dilakukan Yunus dan Oti demi kesembuhan bocah kelahiran Jambi, 30
Juni 2002. " Namun terkadang tetap menjalani rawat inap dan ke UGD. Sebab, kadang kala
ada masalah yang kondisi darurat yang terjadi pada Raihan". kata Yunus.
Berikut kronologis yang terjadi pada Muhammad Raihan saat operasi usus buntu pada
hari Sabtu, 22 September 2012, versi ayahnya, Muhammad Yunus, dalam surat elektronik yang
diterima oleh liputan6.com :
Pukul 07.00 WIB
Raihan dibawa oleh Ibundanya, Oti Puspa Dewi, ke Rumah Sakit Medika Permata Hijau
(MPH) Jakarta dengan maksud untuk mendapatkan pengobatan atas sakit yang diderita Raihan.
Penanganan awal ditangani oleh bagian IGD Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH)
Jakarta. Setelah pihak IGD melakukan tindakan, selanjutnya Raihan dimasukkan di ruang
rawat inap anak di lantai 5 Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta. sekiitar Pukul
10.00 WIB Dokter spesialis Anak melakukan kunjungan pada Raihan dan melakukan diagnosa
awal dan menduga Raihan mengalami sakit usus buntu.
Sekitar 13.00 WIB
Ibunda Raihan melakukan konsultasi ke dokter Bedah Umum dan mendapat penjelasan
bahwa penyakit yang diderita oleh Raihan adalah usus buntu dan disampaikan secara mendesak
agar segera dilakukan tindakan operasi.

15
Pukul 13.30 WIB
- Terjadi pembicaraan via telepon antara ayahanda Raihan, Muhammad Yunus (yang sedang
berada di Kalimantan Selatan) dengan dokter bedah umum Rumah Sakit Medika Permata Hijau
(MPH) Jakarta yang telah menyarankan untuk segera dilakukan operasi pada Raihan.
Muhammad Yunus pun menanyakan mengapa anaknya harus segera dioperasi. Dijelaskan oleh
dokter bedah umum bahwa Raihan mengalami usus buntu akut yang secepatnya untuk segera
dioperasi, jika tidak dioperasi dikhawatirkan akan terjadi infeksi.
- Dalam pembicaraan via telepon antara Yunus dengan dokter bedah umum tersebut, Yunus
memohon kepada dokter tersebut untuk dilakukan semacam second opinion atas dugaan usus
buntunya Raihan. Dan sekalian meminta dirawatinapkan terlebih dahulu guna dilakukan
observasi lebih lanjut atas dugaan dokter tersebut. Namun, dokter bedah umum tersersebut
tetap menyatakan Raihan menderita usus buntu akut dan harus sesegera mungkin diambil
langkah operasi sore hari itu juga.
- Muhammad Yunus menanyakan apa efek yang akan terjadi jika dilakukan operasi dan jika
tidak dilakukan operasi secepat itu seperti permintaan dokter bedah tersebut. Dokter tersebut
menjawab, bahwa operasi yang akan dilakukan Raihan adalah operasi kecil dan biasa dilakukan
oleh dokter tersebut. Lalu 2 atau 3 hari setelah operasi dokter meyakinkan bahwa Raihan sudah
bisa pulang. Namun jika tidak segera dioperasi, dikhawatirkan akan terjadi infeksi atau pecah
dan kemungkinan bisa menjadi operasi besar.
- Bukan hanya Yunus yang meminta untuk tidak dilakakukan operasi tersebut, istrinya Oti
Puspa Dewi juga melakukan hal yang sama. Oti meminta untuk dilakukan pemeriksaan berupa
dilakukannya USG untuk melihat kebenaran dugaan tersebut, namun tidak dilakukan oleh
dokter tersebut dan menyatakan tidak perlu. Karena menurut pengalamannya, hal ini umum
terjadi dan sudah 99 persen usus buntu akut.
- Penolakan awal untuk tidak segera dilakukan operasi tersebut mengingat kondisi psikologis
Raihan, terlebih saat itu ayahnya sedang tidak berada di sampingnya. Dan orangtua Raihan
merasa bahwa hal ini tidak separah dugaan dokter tersebut sambil menungu kepulangan
ayahnya dari Kalimantan.
Sekitar Pukul 16.00 s/d selesai
Akhirnya setelah menerima keyakinan dokter tersebut dan harapan terbaik untuk
Raihan, operasi pada Raihan dilakukan dengan dokter yang terlibat dalam operasi itu adalah
dokter bedah umum dan dokter anastesi.
Sekitar 18.00
Tiba-tiba ibunda Raihan, Oti Puspa Desi, dipanggil ke dalam ruang operasi untuk
melihat Raihan yang sudah dalam keadaan kritis dan terkulai tidak sadarkan diri tanpa adanya
pertolongan yang maksimal. Pihak keluarga pun akhirnya menyangsikan kelengkapan
peralatan di ruangan operasi tersebut. Sampai saat ini M. Yunus masih menunggu itikad baik
dari pihak Rumah Sakit Medika Permata Hijau (MPH) Jakarta terkait dugaan malpraktik yang
menimpa Muhammad Raihan.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus malpraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami
oleh masyarakat, dan sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan teknologi
kesehatan dengan berbagai peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan semakin
banyaknya kasus malpraktek yang disidangkan di pengadilan dan bermunculannya
berita-berita tentang malpraktek tenaga medis mengakibatkan cideranya atau
meninggalkan pasien.

B. Saran
1. Diharapkan tenaga medis akan lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan
tugasnya agar masyarakat menjadi aman dan puas atas pelayanannya.
2. Pihak aparat hukum kiranya lebih aktif dan lebih jeli untuk berperan aktif dalam
kasus malpraktiek.

17
DAFTAR PUSTAKA
Ake, Julianus. 2002. Malpraktik dalam Keperawatan. Jakarta: EG
Anny Isfanyarie. 2005. Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana.
Jakarta : Prestasi Pustaka.
Arief, Barda Nawawi, 2008. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum
Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta: Kencana.
Guwandi. 1994. 208 Tanya-Jawab Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jurnal Penyelesaian Malpraktik Antara Health Care Provider dengan Health Care Receiver
pada Pelayanan Medik
Sadi, Muhamad. 2015. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta:Kencana

18

Anda mungkin juga menyukai