Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada prinsipnya pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin

dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

1945) yang diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat

yang setingi-tingginya. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi

masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan

ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan sosial ekonomi

masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu

dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya.

Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(selanjutnya disingkat UU RS), ditentukan bahwa yang dimaksud dengan rumah

sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat. Penyelenggaraan rumah sakit berasaskan Pancasila

dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat,


2

keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan

keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama kali didirikan oleh VOC

tahun 1626 dan kemudian juga tentara Inggris pada zaman Raffles terutama

ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis.

Pelayanan gratis juga diberikan kepada masyarakat pribumi yang memerlukan

pertolongan. Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh

kelompok agama. Sikap ini diikuti oleh Rumah Sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit

ini tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandanga, sehingga

menanamkan kesan pada masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di

rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC,

orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya)

ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.

Rumah sakit sebuah institusi atau lembaga yang pada mulanya didirikan dengan

latar belakang pelaksanaan tugas keagamaan dan melaksanakan ibadah. Rumah

Sakit melaksanakan pelayanannya semata-mata untuk tujuan sosial kemanusiaan

sesuai dengan perintah agama. Pelayanan rumah sakit bertujuan membantu

masyarakat, khususnya masyarakat yang kurang mampu. Pada era ini dikenal

doctrine of charitable community, rumah sakit merupakan lembaga karitas yang

sarat dengan sifat sosial, kemanusiaan, dilandasi nilai ke-Tuhanan dan tidak

mencari keuntungan.1

1 Endang Wahyati Yustina, Mengenal Hukum Rumah Sakit, Bandung, Keni Media,
2012, hlm.6
3

Sisi hukum yang dikembangkan adalah pertanggungjawaban yang didasarkan

pada doctrine of charitable community. Pada saat itu rumah sakit tidak dapat

digugat jika melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian pada diri pasien.

Rumah sakit seolah kebal hukum, dengan alasan tugas kemanusiaan tersebut.

Rumah sakit tidak mungkin dibebani tanggung jawab hukum jika terjadi sesuatu

pada diri pasien yang disebabkan oleh tindakan pelayanan medik yang salah di

rumah sakit. Bentuk kegiatan rumah sakit adalah menolong tanpa pamrih dan

kegiatan pelayanannya semata-mata dilandasi rasa kemanusiaan dalam rangka

menjalankan fungsi sosial, sehingga tidak mungkin membalasnya dengan

menggugat rumah sakit atas tugas baiknya tersebut.2

Pada awal tahun 1990-an terjadi perubahan paradigma, rumah sakit tidak sebagai

unit sosial semata, tetapi menjadi unit sosio ekonomi. Rumah sakit tetap

mempunyai tanggung jawab sosial tetapi dalam pengelolaan keuangannya

menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Perubahan paradigma tersebut diikuti

dengan perubahan peraturan penyelenggaraan rumah sakit swasta. Rumah sakit

swasta yang sebelumnya hanya boleh didirikan oleh badan hukum yayasan atau

badan sosial lainnya, sejak tahun 1990 Perseroan terbatas (PT) baik penanaman

modal dalam negeri maupun penanaman modal asing dapat mendirikan rumah

sakit.

Perubahan paradigma tersebut membuat rumah sakit di Indonesia dapat menjadi

subjek hukum. Perubahan rumah sakit dari unit sosial menjadi unit sosio ekonomi

berdampak semakin kompleksnya rumah sakit dan potensial menimbulkan konflik

2 Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996,


hlm.66
4

apabila hubungan antara pemilik, pengelola dan staf medis tidak diatur dengan

baik. Rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit (hospital

bylaws).

Pada hakekatnya rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks karena

mengatur semua kebijakan dan kegiatan yang terdiri dari beberapa profesi dengan

peran, tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun harus saling bersinergi

dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit

semakin kompleks dengan adanya perkembangan jaman dan teknologi, bertambah

padat modal, padat tenaga, padat teknologi dan padat persoalan dalam berbagai

bidang (ekonomi, hukum, etik, HAM, teknologi dan lain-lain.)3

Manajemen rumah sakit yang pada waktu dulu mementingkan disiplin

kedokteran, kini bertambah dengan disiplin hukum, ekonomi, sosial dan

manajemen. Masing-masing disiplin mempunyai prinsip dan sudut pandang yang

berlainan, sehingga seringkali berbenturan. Masyarakat semakin kritis terhadap

pelayanan pengobatan. Maka perlu dipersiapkan langkah-langkah terhadap

manajemen rumah sakit akibat tuntutan ganti rugi dari pasien.

Rumah sakit mempunyai kewajiban untuk membuat aturan yang berguna untuk

melindungi pasien dari praktek rumah sakit yang tidak sesuai standar, melindungi

tenaga kesehatan dan melindungi masyarakat dari dampak lingkungan rumah

sakit, menyelaraskan layanan di rumah sakit dengan program-program

pemerintah.

3 J. Guwandi, Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence), FKUI, Jakarta,


2005. hlm.3
5

Menurut ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf r UU RS, ditentukan bahwa rumah

sakit harus menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital

bylaws). Salah satu persyaratan perizinan dan akreditasi rumah sakit yang wajib

dipenuhi adalah hospital bylaws. Peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws)

adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate bylaws) dan peraturan staf

medis rumah sakit (medical staff bylaws) yang disusun dalam rangka

menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

dan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf

medis rumah sakit (medical staff bylaws) antara lain diatur kewenangan klinik

(clinical privilige).4

5
Pada prinsipnya, hospital bylaws dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu:

Pertama, dari sudut pandang akreditasi bahwa hospital bylaws merupakan butir-

butir yang diperlukan untuk akreditasi rumah sakit. Akreditasi memeriksa ada

tidaknya kejelasan, keteraturan, ada tidaknya peraturan, kepastian, prosedur-

prosedur yang harus ditempuh, dan sebagainya. Kedua, dilihat dari segi hukum,

maka hospital bylaws merupakan perpanjangan tangan dari hukum. Dikatakan

demikian karena hukum hanya mengatur hal-hal secara umum yang masih harus

diperkuat dengan mengajukan bukti-buktinya. Di dalam hukum rumah sakit

pembuktian yang lebih rinci harus terdapat pada hospital bylaws. Dapat dikatakan

bahwa hospital bylaws dapat dipergunakan sebagai tolak ukur mengenai ada

tidaknya suatu kelalaian/kesalahan di dalam suatu kasus hukum kedokteran.

Ketiga, dilihat dari segi manajemen risiko, maka hospital bylaws dapat menjadi
4 Penjelasan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

5 J. Guwandi, Merangkai Hospital Bylaws, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007, hlm.1
6

alat (tool) untuk mencegah timbulnya atau mencegah terulangnya suatu risiko

yang merugikan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 772 Tahun 2002 tentang

Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) menyatakan bahwa

hospital bylaws berasal dari dua buah kata yaitu hospital (rumah sakit) dan

bylaws (peraturan setempat atau internal). Subjek hukum sekaligus pemeran

utama dalam peraturan internal rumah sakit menurut JCAHO (Joint Comission on

Acreditation of Healthcare Organization) adalah governing body.

Karakteristik suatu governing body adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam

suatu organisasi. Pemegang kekuasaan tertinggi di rumah sakit adalah pemilik

atau yang mewakili. Pengertian governing body di Indonesia dapat diartikan,

pemilik atau yang mewakili. Mengingat pemilik atau yang mewakili merupakan

pemeran utama dalam peraturan internal rumah sakit, maka yang berwenang

menetapkan peraturan adalah pemilik atau yang mewakili. Peraturan internal

rumah sakit merupakan produk hukum dari suatu organ yang lebih tinggi daripada

direktur rumah sakit, dan konsekuensi logisnya adalah peraturan internal tersebut

tidak memuat hal-hal yang bersifat teknis manajerial seperti halnya standar

operasional prosedur (SOP) suatu technical task tertentu atau job description

seseorang.

Peraturan internal rumah sakit lebih merupakan anggaran rumah tangga sebuah

rumah sakit, dan secara yuridis hal ini tidak di campur dengan aturan yang

seharusnya ditetapkan oleh eksekutif (direktur rumah sakit) dalam suatu produk

hukum. Dijelaskan juga bahwa peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws)
7

sebagai suatu produk hukum yang merupakan konstitusi sebuah rumah sakit yang

ditetapkan oleh pemilik rumah sakit atau yang mewakili. Peraturan internal rumah

sakit (hospital bylaws) ini dibuat dan dipergunakan untuk rumah sakit itu sendiri

(tailor made). Peraturan internal rumah sakit hanya berlaku untuk rumah sakit itu

sendiri dan tidak dapat dipergunakan oleh rumah sakit lain. Peraturan internal

rumah sakit bukan merupakan kumpulan peraturan teknis administratif ataupun

klinis sebuah rumah sakit. Standar Operasional Prosedur (SOP) atau protap,

uraian tugas, surat keputusan direktur dan lain sebagainya bukan peraturan

internal rumah sakit tetapi lebih merupakan kebijakan teknis operasional.6

Peraturan internal rumah sakit mengatur :

1. Organisasi pemilik atau yang mewakili.

2. Peran, tugas dan kewenangan pemilik atau yang mewakili.

3. Peran, tugas dan kewenangan direktur rumah sakit.

4. Organisasi staf medis.

5. Peran, tugas dan kewenangan staf medis.

Dalam rangka menuju good governance rumah sakit sebagaimana

dikemukakan dalam Kepmenkes RI Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 Tentang

Pedoman Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), hospital bylaws terdiri dari

corporate bylaws dan medical staff bylaws. Peraturan ini masih kurang rinci dan

terlalu umum sehingga perlu diperbaiki dan diatur dalam peraturan tersendiri.

6 Depkes RI, Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), Depkes
RI, Jakarta,2002, hlm.1
8

Pada Tahun 2005, melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

631/MENKES/SK/IV/2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis

(medical staff bylaws). Untuk meningkatkan mutu pelayanan medis di rumah

sakit, maka perlu dilakukan pengaturan internal yang mengatur peran dan fungsi

pemilik, pengelola dan staf medis. Pemilik atau yang mewakili pemilik sebagai

otoritas steering, Direksi atau Pimpinan rumah sakit mempunyai fungsi motor

penggerak dan staf medis adalah pelaku utama core business rumah sakit.

Selanjutnya untuk peraturan internal staf medis diatur khusus di dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755 Tahun 2011 Tentang

Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah

Sakit

Berdasarkan pengamatan penulis, rumah sakit sudah mempunyai hospital bylaws,

akan tetapi belum melaksanakannya dan belum disadari keberadaannya. Hospital

bylaws hanya dibuat sebagai persyaratan perizinan dan akreditasi saja. Hospital

bylaws yang dibuat hanya sebatas narasi dan belum jelas aturan hukumnya. Di

dalam praktek sehari-hari di rumah sakit sudah ada pengaturannya, tetapi

umumnya banyak yang masih secara lisan dan kebanyakan juga pengaturannya

dilakukan berdasarkan kebiasaan, belum dikumpulkan dan dijadikan suatu

sistematik. Dengan timbulnya gugatan-gugatan maka sangat diperlukan untuk

membuat peraturan tertulis yaitu hospital bylaws. Hospital bylaws memegang

peranan penting di dalam mengadakan tata tertib dan perlindungan hukum di

rumah sakit.
9

Salah satu contoh kasus yang menunjukkan bahwa rumah sakit belum

menunjukkan eksistensi hospital bylaws yang dimilikinya adalah tentang dokter

di suatu rumah sakit pemerintah yang juga berpraktek di rumah sakit swasta.

Dokter tersebut melakukan praktek pada saat jam kerja PNS sehingga terjadi

masalah karena seharusnya pada jam tersebut si dokter melakukan praktek di

rumah sakit pemerintah. Pada akhirnya pasien yang berobat di rumah sakit

pemerintah menjadi terbengkalai dan tidak mendapat pelayanan dengan baik.

Seharusnya di dalam aturan hospital bylaws sudah disebutkan kewajiban dokter

yang berpraktek di rumah sakit tersebut dan ada komite medik yang bertugas

untuk mengingatkan. Hanya saja aturan yang ada tidak pernah digunakan

sehingga dokter tersebut tidak merasa itu menjadi suatu masalah.

Terkait dengan hospital bylaws, penulis menemukan beberapa penelitian yang

membahas hal tersebut, diantaranya adalah :

1. Tesis Sdr. Iping Suripto Widjaya (Program Pascasarjana Magister Hukum

Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Tahun 2008), dengan

judul Hospital Bylaws dan Asas Kepastian Hukum. Pada penelitian tersebut

membahas tentang peraturan internal rumah sakit (hospital bylaws)

dihubungkan dengan asas kepastian hukum, jadi jika hospital bylaws yang

diterapkan dan digunakan di rumah sakit tersebut sesuai dan mengacu pada

regulasi yang ada dan berlaku, maka menyebabkan dilanggarnya asas

kepastian hukum.

2. Tesis Sdri. Murniati Br Sitepu (Program Pascasarjana Magister Hukum

Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Tahun 2015), dengan


10

judul Tinjauan Yuridis Tentang Hubungan Hukum Antara Yayasan Dengan

Direktur Dalam Pelayanan Kesehatan Menurut Hospital Bylaws Rumah Sakit

Santa Elisabeth Medan). Pada penelitian tersebut membahas tentang

hubungan hukum, organisasi rumah sakit, bentuk-bentuk badan hukum dan

lembaga rumah sakit, direktur rumah sakit, izin rumah sakit, komite medik,

hubungan hukum yayasan dan direktur menurut regulasi pemerintah dan

hospital bylaws Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan.

Penulis akan melakukan penelitian dengan membahas secara khusus tentang

bagaimana eksistensi atau keberadaan hospital bylaws di rumah sakit sehingga

bisa memberikan perlindungan hukum bagi pemilik atau yang mewakili, direktur

dan staf medis rumah sakit.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi

masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana eksistensi hospital bylaws dalam sebuah rumah sakit?

b. Aspek hukum keperdataan apa saja yang harus termuat dalam sebuah

hospital bylaws?

c. Apakah hospital bylaws telah memberikan perlindungan hukum bagi

pemilik, direktur rumah sakit dan staf medis

2. Ruang Lingkup
11

Berdasarkan permasalahan di atas, maka ruang lingkup penelitian ini termasuk

dalam bidang ilmu hukum kesehatan. Dimana akan dilakukan pengkajian yang

lebih mendalam mengenai keberadaan hospital bylaws dan peranan hospital

bylaws menurut UU RS. Lingkup lokasi penelitian adalah rumah sakit di

Kabupaten Lampung Tengah.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui dan menganalisis eksistensi hospital bylaws dalam sebuah

rumah sakit.

b) Untuk mengetahui dan menganalisis aspek hukum keperdataan yang harus

termuat dalam sebuah hospital bylaws.

c) Untuk mengetahui dan menganalisis eksistensi hospital bylaws telah

memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkaitan dengan

rumah sakit

2. Kegunaan Penelitian

a) Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

informasi serta memperkaya kajian ilmu hukum khususnya hukum kesehatan

mengenai keberadaan hospital bylaws menurut UU RS.

b) Secara praktik, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit agar

dapat menjalankan hospital bylaws.

D. Kerangka Pemikiran
12

1. Alur Pikir

Alur pikir mengenai Eksistensi Hospital Bylaws Di Rumah Sakit Menurut

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit adalah sebagai

berikut :

Gambar 1. Alur Pikir Penelitian

1. UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


2. Kepmenkes No.772 Tahun 2002 tentang Pedoman
Peraturan Internal RS (Hospital Bylaws)
3. Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
4. Permenkes No. 49 Tahun2013 tentang Komite
Keperawatan Rumah Sakit

Rumah Sakit

1. Eksistensi hospital bylaws


2. Aspek hukum keperdataan hospital
bylaws

Pemilik Rumah Sakit


Perlindungan Hukum

Direktur Rumah Sakit

Staff Medis
13

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti bagaimana eksistensi atau keberadaan

hospital bylaws dengan aspek-aspek hukum keperdataan yang termuat didalamnya bisa

memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau yang mewakili, direktur rumah

sakit sebagai pengelolanya dan staf medis sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

2. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara,

aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi landasan,

acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada

umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku/karya tulis bidang ilmu dan

laporan penelitian. Teori menjembatani harapan dan kenyataan. Dalam teori

hukum positif, harapan itu tergambar dalam ketentuan undang-undang (das

sollen), sedangkan kenyataan berupa perilaku (das sein). 7

a. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk

mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

subjek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang

secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. 8

Perlindungan hukum dapat diartikan perlindungan oleh hukum atau perlindungan

7 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, PT.


Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 73
14

menggunakan pranata dan sarana hukum. Ada beberapa cara perlindungan

hukum,antara lain sebagai berikut 9:

1. Membuat peraturan (by giving regulation), yang bertujuan untuk :

a. Memberikan hak dan kewajiban

b. Menjamin hak-hak para subjek hukum.

2. Menegakkan peraturan (by the law enforcement), melalui :

a. Hukum administrasi negara yang berfungsi untuk mencegah (preventif)

terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen dengan perjanjian dan

pengawasan.

b. Hukum pidana yang berfungsi untuk menanggulangi (repressive) setiap

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, dengan cara

mengenakan sanksi hukum berupa sanksi pidana dan hukuman.

c. Hukum perdata yang berfungsi untuk memulihkan hak (curative, recovery,

remedy), dengan membayar kompensasi atau ganti kerugian.

Perlindungan hukum diterapkan bagi para pihak bukan karena sudah terjadi

permasalahan atau wanprestasi pada perjanjian antara pihak rumah sakit dengan

pasien, terjadi permasalahan bahkan semenjak kesepakatan perjanjian terjadi, para

pihak dalam perjanjian itu telah dilindungi oleh peraturan dan aturan pada

8 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009,


hlm.41

9 Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,


Penerbit UNILA, Bandar Lampung,2007, hlm.31.
15

perjanjian tersebut.Perlindungan hukum diterapkan untuk melindungi para pihak

sebelum terjadinya masalah maupun saat terjadinya masalah.

b. Teori Validitas dan Keberlakuan Hukum

Hukum agar menjadi valid maka hukum harus dapat diterima oleh masyarakat.

Dan sebaliknya, agar dapat dilakukan terhadap masyarakat, maka suatu kaidah

hukum haruslah merupakan hukum valid atau legitimate. Dari kaidah hukum yang

valid baru kemudian timbul konsep-konsep tentang perintah (command),larangan

(forbidden), kewenangan (authorized), paksaan (force), hak (right), dan kewajiban

(obligation).10

Meuwisen berpendapat bahwa validitas suatu norma hukum, dalam arti


11
keberlakuan suatu kaidah hukum harus memenuhi syarat-syarat antara lain :

1. Keberlakuan sosial atau faktual. Kaidah hukum tersebut dalam

kenyataannya diterima dan diberlakukan oleh masyarakat umumnya,

termasuk dengan menerima sanksi jika ada orang yang tidak

menjalankannya.

2. Keberlakuan yuridis. Aturan hukum tersebut dibuat melalui prosedur yang

benar dan tidak bertentangan dengan peraturan lainnya terutama dengan

peraturan yang lebih tinggi.

10 Munir Fuady,Teori-teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana,


Jakarta,2013, hlm.116

11 Ibid,hlm.124-125
16

3. Keberlakuan moral. Agar valid, maka kaidah hukum tersebut tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai moral, misalnya kaidah hukum tersebut

tidak boleh melanggar hak asasi manusia atau bertentangan dengan

kaidah-kaidah hukum alam.

Untuk mengetahui valid tidaknya suatu aturan hukum, sehingga memerlukan

suatu teori yang disebut teori validitas hukum. Validitas aturan hukum diperlukan

karena validitas aturan hukum mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui eksistensi dari suatu aturan hukum.

2. Untuk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat dari suatu aturan

hukum.

3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum dari para penegak hukum

terhadap kaidah hukum yang bersangkutan.

4. Untuk mengetahui apakah aturan hukum tersebut memang dimaksudkan

sebagai aturan yang mengikat secara hukum.

5. Untuk mengetahui apakah akibat hukum jika suatu aturan hukum tidak

diikuti oleh masyarakat.

6. Untuk mengetahui apakah perlu dibuat suatu aturan hukum yang baru

yang mengatur berbagai persoalan manusia.

7. Bagi seorang lawyer, jaksa, atau polisi untuk memprediksi kemungkinan

kemenangan kasus yang sedang ditanganinya ;


17

8. Untuk mengetahui apakah ada ikatan-ikatan nonhukum dari suatu aturan

hukum, misalnya ikatan moral,ikatan agama dan lain-lain. Ikatan

nonhukum ini tidak pernah diakui oleh para penganut paham hukum

positivisme.

c. Teori Tanggung Jawab Hukum

Teori tanggung jawab hukum merupakan teori yang menganalisis tentang

tanggung jawab subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan perbuatan

melawan hukum atau perbuatan pidana sehingga menimbulkan kerugian atau

cacat, atau matinya orang lain. Ada tiga unsur yang terkandung dalam teori

tanggung jawab hukum yang meliputi :

1. teori ;

2. tanggung jawab ;

3. hukum.

Teori tanggung jawab hukum adalah jenis tanggung jawab yang dibebankan

kepada subjek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum

atau tindak pidana. Sehingga yang bersangkutan dapat dituntut membayar ganti

rugi dan/atau menjalankan pidana. Sedangkan tanggung jawab administrasi adalah

suatu tanggung jawab yang dibebankan kepada orang yang melakukan kesalahan

administratif, seperti misalnya dokter yang telah melakukan pelanggaran

administratif, maka yang bersangkutan dapat dicabut izin praktiknya. Jadi teori

tanggung jawab hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang

kesediaan dari subjek hukum atau pelaku tindak pidana untuk memikul biaya atau
18

kerugian atau melaksanakan pidana atas kesalahannya maupun karena

kealpaannya.12

d. Azas Kepastian Hukum

Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan

hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum, sedangkan

Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat

dikemukakan bahwa summum ius, summa injuria, summa lex, summa crux

yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat

menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan

hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang paling substantif adalah

keadilan.13

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran yuridis-dogmatik yang didasarkan

pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum

sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini,

hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum

tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum

itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan

hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan

12 Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Disertasi dan Tesis. Buku Kedua, PT. Rajagrafindo Persada, Kota Depok,
2014, hlm.207-208

13 Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,


Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm.59
19

bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan,

melainkan semata-mata untuk kepastian.14

3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus, yang diteliti. Terdiri dari susunan beberapa konsep sebagai

satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan

landasan, acuan, dan pedoman dalam penelitian atau penulisan. Sumber konsep

adalah undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian atau penulisan,

ensiklopedia, kamus dan fakta, peristiwa.15

Berdasarkan judul tesis yang diajukan yaitu mengenai Eksistensi Hospital

Bylaws Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit,

maka kerangka konseptualnya adalah :

1. Eksistensi adalah keberadaan suatu undang-undang atau peraturan yang

sesuai dengan tujuan undang-undang atau peraturan tersebut dibuat, yaitu

dengan dibuatnya hospital bylaws maka baik pemilik hingga tenaga

kesehatan yang ada di rumah sakit memiliki tanggung jawab, kepastian

dan perlindungan hukum.

2. Rumah sakit menurut Pasal 1 angka 1 UU RS adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

]
14 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis),
Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm.82-83

15 Abdul Kadir Muhammad, Op.cit ,hlm.78


20

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat.

3. Hospital bylaws adalah peraturan organisasi rumah sakit (corporate

bylaws) dan peraturan staf medis rumah sakit (medical staff bylaws) yang

disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik

(good corporate governance) dan tata kelola klinis yang baik (good

clinical governance).

4. Peraturan internal staf medis (medical staff bylaws) adalah aturan yang

mengatur tata kelola klinis (clinical governance) untuk menjaga

profesionalisme staf medis di rumah sakit.

5. Peraturan internal staf keperawatan (nursing staf bylaws) adalah aturan

yang mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme tenaga

keperawatan di rumah sakit.

6. Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta

pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subjek

hukum berdasarkan ketentuan hukum dan kesewenangannya.16

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Masalah

16 Phillipus M, Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT Bina Ilmu,


Surabaya, 1987, hlm. 29.
21

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
empiris.

a. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk

diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan

literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.17

b. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis atau penelitian

lapangan adalah penelitian hukum yang bertitik tolak dari data primer18

2. Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder,
yaitu sebagai berikut 19 :

a. Data Primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai

sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer

dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik melalui pengamatan

(observasi), wawancara ataupun penyebaran kuisioner. Narasumber dalam

penelitian ini adalah pemilik dan direktur rumah sakit di Kabupaten

Lampung Tengah berjumlah 18 orang, dengan rincian sebagai berikut :

1) Pemilik rumah sakit: 9 orang

17 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu


Tinjauan Singkat), Jakarta, Rajawali Pers,2001, hlm.13-14

18 Suratman & Philips Dilah, Metode Penelitian Hukum, Bandung, Alfabeta, 2014,
hlm.53

19 Suratman & Philips Dilah, Loc.Cit


22

2) Direktur rumah sakit : 9 orang

Kabupaten Lampung Tengah memiliki 9 unit rumah sakit, yaitu :

Rumah sakit milik Pemerintah berjumlah 1 (satu) unit yaitu RSUD

Demang Sepulau Raya berlokasi di Kampung Terbanggi Agung

Kecamatan Gunung Sugih

Rumah sakit milik swasta berjumlah 8 (delapan) unit, yaitu :

1. RSU Yukum Medical Centre berlokasi di Yukum Jaya Kecamatan

Terbanggi Besar

2. RSU Mitra Mulia Husada berlokasi di Bandar Jaya Kecamatan

Terbanggi Besar

3. RS Islam Asy Syifaa berlokasi di Yukum Jaya Kecamatan Terbanggi

Besar

4. RSU Harapan Bunda berlokasi di Seputih Jaya Kecamatan Gunung

Sugih

5. RSU Az Zahra berlokasi di Kalirejo Kecamatan Kalirejo

6. RSU Kartini berlokasi di Kalirejo Kecamatan Kalirejo

7. RSIA Puti Bungsu berlokasi di Bandar Jaya Kecamatan Terbanggi

Besar

8. RSIA Puri Adhya Paramita berlokasi di Bandar Jaya Kecamatan

Terbanggi Besar
23

b. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh melalui studi

kepustakaan (library research) dengan cara membaca, menelaah dan

mengutip terhadap berbagai teori, asas dan peraturan yang berhubungan

dengan permasalahan. Data sekunder sebagai sumber /bahan informasi dalam

penelitian ini terdiri dari tiga bahan hukum yaitu :


1) Bahan Hukum Primer , yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunyai otoritas.20 Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri

dari :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit.

d) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 772/MENKES/SK/VI/2002

tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital bylaws).

e) Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite

Medik di Rumah Sakit.


f) Permenkes No. 49 Tahun2013 tentang Komite Keperawatan Rumah

Sakit
2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan pustaka yang mendukung atau

memperjelas bahan-bahan hukum primer yaitu berupa kepustakaan atau

literatur-literatur, hasil penelitian dan berbagai jurnal atau buletin yang

berkaitan dengan obyek pembahasan.

20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana, 2006, hlm.141


24

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

memperjelas data yang diperoleh dari unsur hukum primer dan bahan

hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus kesehatan dan ensiklopedi

kesehatan.

3. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

a. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi

lapangan :

1) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan menelaah

dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan.


2) Studi lapangan (field research), dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data

secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang

dibutuhkan. Studi lapangan dilakukan dengan wawancara (interview) sebagai

cara dalam memperoleh data serta informasi yang terkait dengan

permasalahan

b. Prosedur Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data

lapangan atau data empirik, sehingga mempermudah dalam menganalisis data

permasalahan yang diteliti. Pengolahan data meliputi tahapan sebagai berikut :


25

1) Seleksi data , pada tahap ini data yang diperoleh diperiksa dan dipilih

sesuai dengan permasalahan yang diteliti

2) Klasifikasi data, penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah

ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan

dan akurat untuk kepentingan penelitian

3) Sistematis data, penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan

satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada sub pokok bahasan sesuai

sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

4. Analisa Data

Dalam menganalisis data dalam penelitian ini, adalah analisa kualitatif karena

dalam penelitian ini bertujuan untuk menguraikan data dalam bentuk kalimat yang

tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diintepretasikan

untuk memperoleh kesimpulan. Dalam penarikan kesimpulan dilakukan metode

induktif yang menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan

yang bersifat umum.21

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini disajikan dalam 4 (empat) bab yang saling

berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut :

Bab I PENDAHULUAN

21 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1986,


hlm. 112.
26

Berisi pendahuluan penyusunan tesis yang terdiri dari Latar Belakang,

Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian,

Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka yang meliputi tinjauan mengenai Pengertian dan

Karakteristik Rumah sakit, Tujuan Penyelenggaraan Rumah Sakit,

Kewajiban dan Hak Rumah Sakit, Pengertian Hospital Bylaws

(Peraturan Internal Rumah Sakit) dan Dasar Hukum Pelaksanaan

Hospital Bylaws , Fungsi Hospital Bylaws, Tujuan dan Manfaat

Hospital Bylaws, Ciri dan Substansi Hospital Bylaws.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi analisis data hasil penelitian mengenai Eksistensi Hospital

Bylaws Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit di Kabupaten Lampung Tengah.

BAB IV PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan

pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan

yang ditujukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.


27

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Azwar, Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta

Ali, Achmad , 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta

Depkes RI, 2002, Buku Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital
Bylaws), Depkes RI, Jakarta.

Fuady, Munir, 2013, Teori-teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana,
Jakarta
28

Guwandi, 2005, Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence, Balai


Penerbit FKUI, Jakarta

Guwandi, 2007, Merangkai Hospital Bylaws, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

H.S. Salim & Erlies Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Disertasi & Tesis, Buku Kedua, PT. Rajagrafindo Persada, Kota
Depok

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cetakan pertama,


PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Rato, Dominikus. 2010. Filsafat Hukum mencari : Memahami dan Memahami


Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta

Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat), Rajawali Press, Jakarta

Suratman dan Philips Dilah, 2014, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung

Yustina, Endang Wahyati, 2012, Mengenal Hukum Rumah Sakit, Keni Media,
Bandung

2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 772/Menkes/SK/VI/2002 tentang


Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws)

Permenkes No. 755 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di


Rumah Sakit.

Permenkes No. 49 Tahun2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit


29

Anda mungkin juga menyukai