Anda di halaman 1dari 75

TUGAS KULIAH

(HOSPITAL BYLAWS)

HUKUM KESEHATAN
ARS304

Dosen Pembimbing :

R FRESLEY HUTAPEA, SH, MH, MARS

Yanna Dwi Saptarani


NIM 20190309068

PROGRAM PASCA SARJANA


MANAGEMENT ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
ANGKATAN 8 (KELAS B)
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT
(HOSPITAL BYLAWS)
RUMAH SAKIT MITRA SEHAT BERSAMA
(RS MSB)
PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT
(HOSPITAL BYLAWS)
RUMAH SAKIT MITRA SEHAT BERSAMA (RS MSB)

MUKADIMAH

A. LATAR BELAKANG

Rumah Sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan jasa kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pasien, merupakan suatu institusi yang memiliki kompleksitas dan berisiko tinggi (high
risk), terlebih dalam kondisi lingkungan global saat ini yang sangat dinamis dengan perubahannya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, sehingga diperlukan sumber daya
manusia multi disiplin dan terikat kepada berbagai standar baik standar profesi maupun standar pelayanan
yang dapat mengikuti perkembangan jaman. Kondisi ini membutuhkan pengelolaan yang baik dari aspek
organisasi/manajemen maupun dari aspek sumber daya manusia sebagai pelaku utama dalam
penyelenggaraan pelayanan rumah sakit. Selain dari itu pula, meningkatnya kesadaran serta kepekaan
masyarakat akan hukum akhir-akhir ini, mendorong tuntutan yang sangat tinggi terhadap pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan harapan pasien dan keluarganya.

Rumah Sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan dengan standar dan tingkat profesionalisme yang
tinggi kepada Pasien, sehingga untuk memenuhi tuntutan dan melindungi Rumah Sakit, penyelenggara
Rumah Sakit, tenaga kesehatan serta melindungi pasien. Rumah Sakit berkewajiban untuk menyusun dan
melaksanakan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) sebagai peraturan tertulis yang berlaku
di suatu Rumah Sakit dengan tujuan untuk melindungi semua pihak yang terkait secara baik dan benar
berdasarkan rasa keadilan, sebagaimana diatur pada Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit Pasal 29 ayat (1) huruf (r), di samping peraturan lainnya yang ditetapkan oleh RS sebagai pedoman
dalam mengelola RS.

Untuk dapat mewujudkan mutu layanan rumah sakit sebagaimana diharapkan oleh semua pihak maka
perlu dibuat suatu aturan dasar tata kelola dalam bentuk ”Peraturan Internal Rumah Sakit atau Hospital
Bylaws”, yang didalamnya berisi Peraturan Internal Korporasi (Corporate Bylaws) dan Peraturan Internal
Staf Medis (Medical Staff Bylaws). yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola Perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance).

Pengelola Rumah Sakit pada dasarnya ditentukan oleh ketiga komponen pihak yang berperan besar yaitu
Pemilik termasuk Dewan Pengawas, Direksi dan Staf Medis Fungsional yang tergabung dalam Komite
Medik. Oleh karena itu dalam Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws) ini akan diatur hubungan,
hak dan kewajiban , tanggung jawab peran dari Dewan Pengawas, Direksi dan Komite Medik / Staf Medis
di rumah sakit.

Hospital ByLaws |1
Peraturan Internal Korporasi ini, di harapkan dapat menjadi peta jalan (roadmap) bagi operasionalisasi
Rumah Sakit agar tercipta pola tatakelola yang baik sebagai sebuah institusi dan Peraturan Internal Staf
Medis menjadi kerangka kerja (framework) agar tercipta pola tatakelola klinik yang baik, memastikan
hanya staf medis yang kompeten dan berperilaku profesional yang boleh melakukan pelayanan medis di
rumah sakit dan seluruh staf medis pemberi pelayanan dirumah sakit dapat melaksanakan fungsi
profesionalnya dengan senantiasa berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien (patient safety).

Dengan adanya Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), diharapkan penyelenggaraan rumah
sakit dapat berjalan efektif, efisien, berkualitas, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum:
Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) bertujuan untuk memberi satu peraturan dasar resmi
yang mengatur batas kewenangan, hak, kewajiban dan tanggung jawab Pemilik melalui perwakilannya
yaitu Dewan Pengawas, Direksi selaku pengelola, Staf Medis Fungsional sebagai pemberi pelayanan
dirumah sakit yang tergabung dalam Komite Medik, sehingga setiap persoalan antar mereka lebih
mudah terselesaikan akibat adanya hubungan yang selaras dan serasi.

2. Tujuan Khusus:
a) Adanya kepastian aturan dalam penyelenggaraan rumah sakit.
b) Tercapainya kerja sama yang harmonis antara Pemilik, Direksi dan Komite Medik.
c) Tercapainya sinergi antara manajemen dengan profesi medis.
d) Terciptanya profesionalisme dan tanggung jawab Staf Medis Fungsional terhadap mutu
pelayanan medis.

C. MANFAAT

Adapun manfaat dari Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws), adalah:
1. Sebagai acuan Pemilik dalam melakukan pengawasan.
2. Sebagai acuan Direksi dalam mengelola dan menyusun kebijakan yang bersifat teknis operasional.
3. Sebagai pedoman aspek hukum dalam pengaturan staf medis fungsional.
4. Sebagai sarana menjamin efektivitas, efisiensi dan mutu.
5. Sebagai sarana dalam perlindungan hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan Rumah Sakit.
6. Sebagai acuan penyelesaian konflik.
7. Sebagai persyaratan Akreditasi Rumah Sakit.

Hospital ByLaws |2
BUKU KESATU
PERATURAN INTERNAL KORPORASI
(CORPORATE BYLAWS)

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Pengertian
Dalam Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) ini, yang dimaksud dengan:
1. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) adalah aturan dasar yang mengatur tata cara
penyelenggaraan Rumah Sakit MSB untuk mengatur pemilik, pengelola dan staf agar mengetahui kejelasan
peran dan fungsi masing-masing dalam mencapai mutu dan keberhasilan proses pelayanan kesehatan di
RS MSB. Hospital ByLaws ini meliputi peraturan internal korporasi dan peraturan internal staf medis.
2. Peraturan Internal Korporasi (Corporate ByLaws) adalah aturan yang mengatur agar tata kelola korporasi
(corporate governance) terselenggara dengan baik melalui pengaturan hubungan antara pemilik atau yang
mewakili pemilik, pengelola (dalam hal ini direksi dan staff nya), staf medik dan komite medik di RS MSB.
3. Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff ByLaws) adalah aturan tata kelola klinis (clinical governance)
untuk menjaga profesionalisme staf medis fungsional di RS MSB.
4. Rumah Sakit Rumah Sakit MSB, sebagai Rumah Sakit Swasta Umum Non Pendidikan kelas B sesuai Surat
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.02./1/0123/2020
5. Pemilik Rumah Sakit MSB ialah Perusahaan selanjutnya di sebut PT. Mitra Persada Grup dengan NIB
(Nomor Induk Berusaha) : 1234567890 dan NPWP (Nomor Wajib Pajak) : 01.02.1234.5678.9000, dengan
aktivitas Rumah Sakit Swasta yang selanjutnya di sebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan
persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang di tetapkan dalam Undang-undang dan
peraturan pelaksanaannya.
6. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris.
7. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya di sebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai
wewenang yang tidak di berikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-undang dan atau diatur dalam anggaran dasar perseroan.
8. Anggaran Dasar selanjutnya di sebut Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) perseroan
yang di buat dan di setujui dalam RUPS dan tertuang dalam Akte Notaris Perusahaan.
9. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik
di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar perseroan, dan juga
merupakan pejabat pengelola RS MSB yang bertindak sebagai pengelola yang terdiri yang tergabung dalam
Manajemen RS MSB.
10. Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umun dan atau
khusus sesuai dengan anggaran dasar perseroan serta memberikan nasihat pada Direksi.

Hospital ByLaws |3
11. Dewan Pengawas adalah suatu unit non struktural yang bersifat independen dan keanggotaannya terdiri
dari unsur pemilik rumah sakit, organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat yang
bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit dan ditugaskan oleh pemilik untuk melakukan
pengawasan terhadap pengelolaan dan pengurusan RS MSB.
12. Direktur Utama adalah kepala Rumah Sakit yang merupakan jabatan struktural tertinggi di RS MSB yang
bertanggung jawab atas pengelolaan RS MSB. Direktur merupakan seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan diangkat dan di berhentikan oleh PT. Mitra Persada
Grup.
13. Wakil Direktur adalah jabatan structural yang berperan dalam membantu Direktur Utama dalam
mengelola rumah sakit sesuai dengan bidang tugasnya.
14. Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar
staf medis fungsional di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan
mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
15. Komite Keperawatan adalah wadah kelompok profesional keperawatan yang mengkoordinasikan
penegakan etika dan mutu keperawatan di rumah sakit.
16. Sub Komite adalah kelompok kerja dari komite medik.
17. Komite Etik dan Hukum adalah wadah non-struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi dan
keanggotaannya dipilih serta diangkat oleh Direktur Utama.
18. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien bertugas memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam hal
pengendalian mutu, pengendalian infeksi rumah sakit, kesehatan dan keselamatan kerja serta keselamatan
pasien rumah sakit.
19. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah wadah non-struktural yang melakukan monitoring
dan evaluasi mutu pelayanan terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
20. Komite Farmasi dan Terapi adalah wadah non-struktural yang melakukan monitoring dan evaluasi mutu
pelayanan penggunaan obat di rumah sakit.
21. Komite Pengendalian Resistensi Anti Mikroba adalah wdah non structural yang berfungsi mengendalikan
penggunaan antimikroba secara luas baik di rumah sakit
22. Satuan Pengawas Internal adalah wadah non-struktural yang bertugas melaksanakan pemeriksaan intern
di Rumah Sakit.
23. Dokter adalah dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktik (SIP)
yang sah, serta telah mendapatkan penempatan atau terikat perjanjian dengan Rumah Sakit.
24. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dokter gigi spesialis yang
mempunyai penugasan klinis di RS MSB staf medis yang dikelompokkan berdasarkan Surat Tanda Registrasi
(STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP), terdiri dari kelompok staf medis dokter umum, dokter gigi umum, dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis.
25. Kelompok Staf Medis Fungsional (KSM) adalah kumpulan staf medis dengan keahlian sama atau serupa.

Hospital ByLaws |4
26. Mitra Bestari (peer group) adalah sekelompok staf medis dengan reputasi dan kompetensi profesi yang
baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan profesi medis.
27. Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya, yang dapat berupa pelayanan promotif, preventif, diagnostik,
konsultatif, kuratif atau rehabilitatif.
28. Tindakan Medis adalah suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan terhadap pasien,
baik untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik ataupun rehabilitatif.
29. Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) adalah hak khusus seorang staf medis fungsional untuk melakukan
pelayanan medis tertentu di RS MSB untuk suatu periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan
penugasan klinis (clinical appointment).
30. Penugasan Klinis (Clinical Appointment) adalah penugasan Direktur Utama kepada seorang staf medis
fungsional untuk melakukan pelayanan medis berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan
bagi staf medis yang bersangkutan medis di RS MSB berdasarkan daftar kewenangan klinis (clinical
privilege) yang telah ditetapkan baginya.
31. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis fungsional untuk menentukan kelayakan diberikan
kewenangan klinis (clinical privilege).
32. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis fungsional yang telah memiliki kewenangan
klinis (clinical privilege) untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut.
33. Audit medis adalah upaya evaluasi profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien dengan menggunakan rekam medis yang di laksanakan oleh sub komite terkait di RS MSB.
34. Kompetensi adalah kemampuan profesional yang meliputi penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai (knowledge, skill dan attitude) dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
35. Dokter Tetap atau Dokter Purna Waktu atau Dokter Full Timer adalah Dokter Spesialis/ Dokter Gigi
Spesialis atau Dokter/ Dokter Gigi yang bekerja memberikan pelayanan dan/ atau tindakan medis secara
purna waktu (sepenuhnya) pada jam kerja yang telah ditetapkan dan bekerja sesuai kesepakatan /
Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Utama atau Dokter yang berstatus
sebagai karyawan maupun non karyawan.
36. Dokter Paruh Waktu atau Dokter Part Time adalah adalah Dokter Spesialis/ Dokter Gigi Spesialis atau
Dokter/ Dokter Gigi yang bekerja memberikan pelayanan dan/ atau tindakan medis secara paruh waktu
pada jam kerja yang telah ditetapkan dan bekerja sesuai kesepakatan / Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Utama;
37. Dokter Tamu adalah dokter atau dokter gigi yang karena kompetensinya diundang/ ditunjuk untuk
melakukan/ memberikan pelayanan dan/ atau tindakan medis di Rumah Sakit sebagai pengganti dokter
yang bertugas, untuk jangka waktu dan/atau kasus tertentu atas tanggung jawab Staf Medis Fungsional/
Komite Medik;
38. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah dokter yang bertugas mengelola rangkaian tata kelola
medis seorang pasien.

Hospital ByLaws |5
BAB II
IDENTITAS

Bagian Kesatu
Kedudukan Rumah Sakit

Pasal 2
Nama Rumah Sakit
(1) Nama Rumah Sakit ini adalah Rumah Sakit Mitra Sehat Bersama, yang selanjutnya disingkat RS MSB
(2) Rumah Sakit MSB merupakan rumah sakit kepemilikan Swasta, ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : HK.02./1/0123/2020 sebagai Rumah Sakit Umum non Pendidikan
dengan klasifikasi Kelas B
(3) Tempat kedudukan Rumah Sakit MSB di Jl. Soekarno Hatta Kav. Kom II A No. 123 Kota Jakarta 1234,
Indonesia.
(4) Rumah Sakit ini di selenggarakan oleh Badan Hukum PT. Mitra Persada Grup , sebagai Pemilik, dengan NIB
(Nomor Induk Berusaha) : 1234567890 dan NPWP (Nomor Wajib Pajak) : 01.02.1234.5678.9000

Bagian Kedua
Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Rumah Sakit

Pasal 3
Visi
Menjadi Rumah Sakit Pilihan Utama dalam memberikan pelayanan Kesehatan di Indonesia

Pasal 4
Misi
1. Melakukan upaya secara berkelanjutan untuk memberikan pelayanan Kesehatan yang berkualitas kepada
pelanggan
2. Menyediakan fasilitas peralatan medis yang lengkap agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik.
3. Meningkatkan sumber daya manusia yang professional dan mampu berasing
4. Meningkatkan profesionalisme dan keahlian manajemen dalam pengelolaan rumah sakit agar tercapai
efisiensi dan efektifitas yang tinggi

Pasal 5
Falsafah
Dalam menyelenggarakan kegiatannya RS MSB memiliki falsafah sebagai organisasi yang melaksanakan fungsi
sosial, profesional dan etis dengan pengelolaan yang ekonomis sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.
memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapiran masyarakat secara profesional, efesiensi dan efektif
sesuai standar pelayanan yang bermutu

Hospital ByLaws |6
Pasal 6
Tujuan Rumah Sakit
Tujuan RS MSB, adalah :
1. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang Modren yang senantiasa mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan medis dan keperawatan, sehingga diharapkan dapat memberi pelayanan yang lengkap,
terpadu, unggul dengan menggunakan teknologi mutakhir dibidang kesehatan.
2. Memberikan pelayanan yang paripurna dan berkelanjutan dan tetap menjaga kontinuitas pelayanan
melalui kerja sama tim (Profesional Pemberi Asuhan (PPA) melalui pemantauan yang dilakukan oleh
Manajer Pelayanan Pasien (MPP).
3. Memberikan pelayanan Kesehatan yang berfokus pasien (Patient Centere Care/ PCC) yang merupakan
paradigma baru pelayanan Kesehatan dengan harapan dapat meringankan ‘beban’ pasien.
4. Terselenggaranya kegiatan jasa pelayanan dan usaha di bidang kesehatan secara optimal untuk
meningkatkan status kesehatan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
5. Terselenggaranya pendidikan tenaga kesehatan yang bermutu dengan jumlah, jenis dan jenjang yang
memenuhi kebutuhan.
6. Terselenggaranya sistem rujukan dan jaringan pelayanan serta penelitian kesehatan yang efektif dan efisien
di kawasan Indonesia.

Bagian Ketiga
Nilai inti, Motto dan Logo Rumah Sakit

Pasal 7
Nilai Inti
Company core values atau nilai inti merupakan prinsip-prinsip penting yang memandu keputusan dan tindakan
yang di lakukan. Nilai-nilai inilah yang akan membimbing para staf dan karyawan RS MSB dalam bekerja untuk
mencapai visinya dan memenuhi misinya. Nilai inti dari RS MSB, adalah :
1. Keamanan
2. Kesopanan
3. Integritas
4. Profesionalisme
5. Perbaikan yang berkesinambungan

Pasal 8
Motto
Motto pelayanan Rumah sakit Mitra Sehat Bersama adalah “Partner for your Health”, Menjadikan RS MSB
menjadi “mitra untuk Kesehatan anda”

Hospital ByLaws |7
Pasal 9
Logo RS XXX
(1) Logo RS MSB :

(2) Deskripsi bentuk, warna dan makna pada logo sebagaimana pada ayat (1) adalah:
a. Bentuk (+) Tambah / Positif / Plus dalam makna Kesehatan di sebut tanda “Palang merah” Makna
lambang ini, menandakan kenetralan. Dapat pula dimaknai sebagai sebagai lambang medis untuk
bantuan kemanusiaan. Diharapkan lambing dapat ini memberikan pemikiran yang “positif” untuk
berbagai pihak, baik para dokter, karyawan, pimpinan (semua stekholder yang bergabung di dalamnya)
serta bagi pasien dalam upaya mencapai Kesehatan yang di harapkan.
b. Lambang ini di bentuk oleh 2 (dua) ikatan rantai yang saling terkait, di tengahnya tertulis RS MSB,
memiliki makna bahwa terdapat ikatan yang kuat dari seluruh karyawan RS MSB untuk bersama-sama
memajukan perusahaan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat.
c. Tulisan RS MSB merupakan sIngkatan dari Rumah Sakit Mitra Sehat Bersama memiliki arti bahwa rumah
sakit ini merupakan mitra/ partner yang secara tim (tidak hanya dengan seluruh personil RS yang
memberikan pelayanan namun dengan keluarga pasien), agar pasien-pasiennya senantiasa kembali
pada kondisi yang sehat.
d. Warna Biru Tua pada tulisan “RS MSB” mempunyai makna ketegasan, rasa percaya diri, elegan,
kecerdasan dan mewakili keunggulan yang ada
e. Warna Biru muda pada rantai yang horizontal melambangkan kejujuran dan kepercayaan yang di
berikan semua staff dan para dokter dalam melakukan pelayanan.
f. Warna Tosca atau juga disebut Biru pirus (Bahasa Inggris: Turquoise) adalah warna perpaduan antara
biru yang sedikit kehijau-hijauan, yang terdapat pada rantai yang vertical melambangkan Ketenangan
dan Kesabaran dalam memberikan pelayanan namun tetap mengedepankan efektifitas dan efisiensi
dalam artian memberi pelayanan sesuai dengan indikasi medis.
g. Dasar Putih yang terdapat dalam logo RS MSB memberikan kesan yang netral dan melambangkan
kebersihan, kesucian, keramahan dan keterbukaan dan tentunya kedamaian.

Hospital ByLaws |8
BAB III
DEWAN PENGAWAS

Bagian Kesatu
Kedudukan dan Keanggotaan Dewan Pengawas

Pasal 10
Kedudukan Dewan Pengawas
(1) Dewan Pengawas Rumah Sakit yang selanjutnya disebut Dewas RS adalah unit nonstruktural pada rumah
sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan rumah sakit secara internal yang bersifat nonteknis
perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat.
(2) Dewas berfungsi sebagai governing body Rumah Sakit dalam melakukan pembinaan dan pengawasan
nonteknis perumahsakitan secara internal di Rumah Sakit.dan Keputusan Dewan Pengawas bersifat
kolektif kolegial.
(3) Dewan Pengawas dibentuk dan diangkat serta bertanggung jawab kepada Pemilik Rumah Sakit

Pasal 11
Anggota Dewan Pengawas
(1) Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 10 Tahun 2014, Dewan Pengawas Rumah Sakit
adalah suatu unit non struktural yang bersifat independen dan bertanggung jawab kepada pemilik Rumah
Sakit, yang melakukan pembinaan rumah sakit secara internal yang bersifat non teknis perumahsakitan.
(2) Dewan Pengawas berfungsi sebagai governing body rumah sakit dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan non teknis perumahsakitan secara internal.
(3) Anggota Dewan Pengawas keanggotaannya maksimal terdiri dari 5 (lima) orang, dengan rincian 1 (satu)
orang ketua dan 4 (empat) orang anggota. Anggota tersebut terdiri dari unsur-unsur pemilik rumah sakit,
organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat di sekitar lokasi RS MSB.
a. .Unsur Pemilik Rumah Sakit ditunjuk oleh Pemilik RS.
b. Unsur organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh pemilik rumah sakit
setelah berkoordinasi dengan organisasi profesi Kesehatan.
b. Unsur Asosiasi perumahsakitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh pemilik rumah
sakit setelah berkoordinasi dengan asosiasi perumahsakitan.
c. Unsur tokoh masyarakat sebagaimana di maksud pada ayat (3) merupakan tokoh masyarakat yang
berpengaruh di sekitar lokasi rumah sakit dan memahami bidang kesehatan
(4) Dewas dibantu seorang Sekretaris di usulkan Direksi RS
(5) Anggota tersebut bertanggung jawab kepada pemilik Rumah Sakit dan ditugaskan oleh pemilik untuk
melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan pengurusan RS MSB.
(6) Dewan Pengawas dapat membentuk komite audit atau Tim Ad-hoc untuk melakukan pemeriksaan secara
khusus

Hospital ByLaws |9
Pasal 12
Syarat Menjadi Dewan Pengawas
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan,
sebagai berikut :
1. Berkewarganegaraan Indonesia;
2. Memiliki integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan rumah sakit dan dapat
menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
3. Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi anggota pengelola, komisaris atau dewan
pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu rumah sakit dinyatakan pailit.
4. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan negara.
5. Tidak mempunyai benturan kepentingandengan pemilik/penyelenggara rumah sakit.

Pasal 13
Pengorganisasian Dewan Pengawas
Dalam Pengorganisasian Dwean Pengawas terdiri atas :
(1) Ketua Dewan Pengawas
a. Diangkat dan diberhentikan oleh pemilik setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris
b. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Ketua dalam suatu masa kepengurusan Dewan Pengawas, maka
pemilik dapat mengangkat seorang Ketua yang di pilihnya untuk sisa masa jabatan hingga selesainya
masa jabatan;
c. Tugas Ketua Dewan Pengawas adalah :
- Memimpin semua pertemuan Dewan Pengawas;
- Memutuskan berbagai hal yang berkaitan dengan prosedur dan tatacara yang tidak diatur dalam
Statuta atau dalam peraturan rumah sakit melalui Rapat Dewan Pengawas;
- Bekerja sama dengan Direktur untuk menangani berbagai hal mendesak yang seharusnya
diputuskan dalam rapat Dewan Pengawas. Bilamana rapat Dewan Pengawas belum dapat
diselenggarakan, maka Ketua dapat memberikan wewenang pada Direktur untuk mengambil segala
tindakan yang perlu sesuai dengan situasi saat itu;
- Melaporkan pada rapat rutin yang akan diadakan berikutnya perihal tindakan yang telah diambil
sebelum rapat diselenggarakan, disertai dengan penjelasan terkait dengan situasi saat tindakan
tersebut diambil.
(2) Wakil Ketua Dewan Pengawas, memiliki tugas :
a. Membatu Ketua dalam melaksanakan tugas-tugasnya;
b. Mewakili Ketua dalam hal Ketua tidak hadir atau berhalangan;
c. Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas.
(3) Sekertaris dewan pengawas bertugas untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas.
a. Direktur Utama Rumah Sakit dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas dengan
persetujuan Dewan Pengawas.

H o s p i t a l B y L a w s | 10
b. Sekretaris Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertugas :
- Persiapan jadwal pertemuan;
- Bertanggung jawab terhadap pengelolaan kesekretariatan Dewan Pengawas;
- Mengatur dan mempersiapkan rapat Dewan Pengawas;
- Membuat notulen rapat;
- Menyebarkan risalah rapat;
- Menyiapkan bahan laporan kegiatan Dewan Pengawas;
c. Sekretaris Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bukan merupakan anggota
Dewan Pengawas dan tidak dapat bertindak sebagai Dewan Pengawas
d. Masa jabatan Sekretaris Dewan Pengawas mengikuti masa jabatan Dewan Pengawas.

Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 14
Masa Bakti Dewan Pengawas
(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh pemilik setelah mendapat persetujuan Dewan
Komisaris
(2) Masa bakti Dewan Pengawas selama 5 (lima) tahun.
(3) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa baktinya, apabila :
a. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik; atau
b. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan; atau
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan RS MSB; atau
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana, kejahatan dan/atau kesalahan
yang berkaitan dengan tugasnya melaksanakan pengawasan RS MSB ; atau
e. Berhalangan tetap.

Bagian Ketiga
Fungsi, Tugas, Kewajiban dan Wewenang Dewan Pengawas

Pasal 15
Fungsi Dewan Pengawas
Pemilik membentuk Dewan Pengawas dengan fungsi :
1. Patient care review
2. Finance and budget
3. House and works
4. Medical appointment advisory

H o s p i t a l B y L a w s | 11
Pasal 16
Tugas Dewan Pengawas
(1) Dalam melaksanakan fungsi Dewan Pengawas bertugas :
a. Menetapkan tujuan dan arah kebijakan rumah sakit
b. Menyetujui dan melaksanakan pengawasan pelaksanaan rencana strategis (RENSTRA)
c. Menilai, menyetujui pelaksanaan rencana bisnis dan anggaran
d. Mengawasi pelaksanaan kendali mutu , kendali biaya
e. Mengawasi keterjangkauan layanan rumah sakit pada daerah-daerah sekitar
f. Membantu memberikan masukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat
g. Memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan kepengurusan Rumah Sakit
h. Melakukan integrasi dan koordinasi
i. Mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit
j. Mengawasi kepatuhan penerapan etika Rumah Sakit, etika profesi, dan peraturan perundang-
undangan;
(2) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada
pemilik secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Pasal 17
Kewajiban Dewan Pengawas
(1) Dewan Pengawas mempunyai kewajiban :
a. Memberikan pendapat dan saran kepada pemilik mengenai rencana strategis dan rencana bisnis dan
anggaran yang diusulkan oleh Direksi;
b. Melaporkan kepada pemilik apabila terjadi gejala menurunnya kinerja rumah sakit;
c. Mengikuti perkembangan kegiatan rumah sakit, memberikan pendapat dan saran mengenai setiap
Masalah yang dianggap penting bagi pengurusan/ pengelolaan rumah sakit;
d. Memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan/ pengelolaan rumah sakit; dan
e. Memberikan masukan, saran atau tanggapan atas laporan keuangan dan laporan kinerja rumah sakit
kepada Direksi.
(2) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemilik
paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu semester dan sewaktu-sewaktu apabila diperlukan.
(3) Dalam tugasnya Dewan Pengawas tidak boleh mencampuri dan atau bertindak langsung secara
operasional.
(4) Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada
anggaran atau pendapatan rumah sakit, dan dimuat dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) Rumah Sakit

H o s p i t a l B y L a w s | 12
Pasal 18
Wewenang Dewan Pengawas
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai wewenang:
(1) Menerima dan memberikan penilaian terhadap laporan kinerja dan keuangan Rumah Sakit dari
Kepala/Direktur Rumah Sakit;
(2) Menerima laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksa Internal Rumah Sakit dengan
sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit dan memantau pelaksanaan rekomendasi tindak lanjut;
(3) Meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direktur Utama
mengenai segala persoalan yang menyangkut pengurusan/ pengelolaan rumah sakit;
(4) Meminta penjelasan dari Direksi dan/atau pejabat manajemen lainnya mengenai penyelenggaraan
pelayanan di Rumah Sakit dengan sepengetahuan Kepala/Direktur Rumah Sakit sesuai dengan Peraturan
Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance);
(5) meminta penjelasan dari komite atau unit nonstruktural di Rumah Sakit terkait pelaksanaan tugas dan
fungsi Dewan Pengawas sesuai dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (hospital bylaws) atau Dokumen
Pola Tata Kelola (corporate governance);
(6) berkoordinasi dengan Kepala/Direktur Rumah Sakit dalam menyusun Peraturan Internal Rumah Sakit
(hospital bylaws) atau Dokumen Pola Tata Kelola (corporate governance), untuk ditetapkan oleh pemilik;
(7) Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas sepengetahuan Direktur
Utama untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan rumah sakit.
(8) Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan
verifikasi dan memeriksa kekayaan rumah sakit;
(9) Meminta Direksi dan atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direktur untuk menghadiri rapat Dewan
Pengawas; dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan, serta
memberikan rekomendasi perbaikan terhadap pengelolaan Rumah Sakit
(10) Memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.

Bagian Keempat
Rapat-Rapat Dewan Pengawas

Pasal 19
Rapat Dewan Pengawas
(1) Rapat Dewan Pengawas adalah rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pengawas untuk membahas hal-
hal yang berhubungan dengan rumah sakit sesuai tugas dan kewajibannya.
(2) Rapat Dewan Pengawas terdiri dari rapat rutin, rapat tahunan dan rapat khusus.
(3) Peserta rapat Dewan Pengawas selain anggota Dewan Pengawas, Sekretaris Dewan Pengawas dan
Direksi, dapat juga dihadiri oleh pihak lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas apabila diperlukan.
(4) Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas harus diupayakan melalui musyawarah dan mufakat.
(5) Dalam hal tidak tercapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(6) Setiap rapat Dewan Pengawas dibuat risalah rapat.
(7) Pengaturan rapat Dewan Pengawas ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengawas.

H o s p i t a l B y L a w s | 13
Pasal 20
Rapat Rutin
(1) Rapat rutin adalah setiap rapat terjadual yang diselenggarakan Dewan Pengawas yang bukan termasuk
rapat tahunan dan rapat khusus.
(2) Rapat rutin merupakan rapat koordinasi antara Dewan Pengawas dengan Direksi rumah sakit atau komite
medik untuk mendiskusikan, mencari klarifikasi, atau alternatif solusi berbagai masalah rumah sakit.
(3) Rapat rutin dilaksanakan paling sedikit sepuluh kali dalam setahun dengan interval tetap pada waktu dan
tempat yang ditetapkan oleh Dewan Pengawas. Sekretaris Dewan Pengawas menyampaikan undangan
kepada setiap anggota Dewan Pengawas, Direksi dan pihak lain sebagaimana tercantum dalam pasal 17
untuk menghadiri rapat rutin paling lambat tiga hari sebelum rapat tersebut dilaksanakan.
(4) Setiap undangan rapat yang disampaikan oleh Sekretaris Dewan Pengawas sebagaimana diatur dalam
ayat (3) harus melampirkan :
a. satu salinan agenda;
b. satu salinan risalah rapat rutin yang lalu;
c. satu salinan risalah rapat khusus yang lalu;
(5) Rapat rutin Dewan Pengawas merupakan rapat koordinasi untuk mendiskusikan, mencari klarifikasi atau
alternatif solusi berbagai masalah di rumah sakit.

Pasal 21
Rapat Tahunan
(1) Rapat tahunan Dewan Pengawas dilaksanakan sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat tahunan Dewan Pengawas bertujuan untuk memberikan arah kebijakan tahunan operasional
rumah sakit mencakup pengelolaan pelayanan medik, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta
pengelolaan keuangan.
(3) Rapat Tahunan diselenggarakan sekali dalam satu tahun kalender diantara tanggal 1 Juli dan 31 Desember.
(4) Dewan Pengawas menyiapkan dan menyajikan laporan umum keadaan rumah sakit termasuk laporan
keuangan yang telah diaudit.
(5) Sekretaris Dewan Pengawas menyampaikan undangan tertulis kepada para anggota Dewan Pengawas dan
Direksi serta undangan lain paling lambat empat belas hari sebelum rapat diselenggarakan.

Pasal 22
Rapat Khusus
(1) Rapat khusus Dewan Pengawas dilaksanakan di luar jadwal rapat rutin maupun rapat tahunan, untuk
mengambil keputusan, menetapkan kebijakan terhadap hal-hal yang dianggap khusus.
(2) Dewan Pengawas mengundang untuk rapat khusus dalam hal:
a. ada permasalahan penting yang harus segera diputuskan; atau
b. ada permintaan yang ditandatangani oleh paling sedikit 3 (tiga) orang Anggota Dewan Pengawas.
(3) Direktur Utama dapat meminta penyelenggaraan rapat khusus Dewan Pengawas, dengan persetujuan
Ketua Dewan Pengawas atau persetujuan yang ditandatangani oleh paling sedikit 3 (tiga) orang Anggota
Dewan Pengawas.

H o s p i t a l B y L a w s | 14
(4) Undangan rapat khusus harus mencantumkan tujuan pertemuan secara spesifik.
(5) Rapat khusus yang diminta oleh anggota Dewan Pengawas sebagaimana diatur dalam ayat (2) butir b
diatas harus diselenggarakan paling lambat tujuh hari setelah diterimanya surat permintaan tersebut.
(6) Dalam rapat khusus Dewan Pengawas dapat memanggil Komite-Komite, Satuan-Satuan atau Pejabat lain
yang dianggap perlu untuk mendiskusikan, mencari klarifikasi atau alternatif solusi berbagai masalah di
Rumah sakit.

Pasal 23
Undangan Rapat
Setiap rapat dinyatakan sah hanya bila undangan telah disampaikan sesuai aturan, kecuali seluruh anggota
Dewan Pengawas yang berhak memberikan suara menolak undangan tersebut.

Pasal 24
Peserta Rapat
Setiap rapat rutin selain dihadiri oleh anggota Dewan Pengawas dan Direktur juga dihadiri oleh Para Direktur
dan pihak lain yang ada di lingkungan rumah sakit atau dari luar lingkungan rumah sakit apabila diperlukan.

Pasal 25
Ketua Rapat
Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua berhalangan hadir dalam suatu rapat, makam bila kuorum telah tercapai,
anggota Dewan Pengawas dapat memilih pejabat Ketua untuk memimpin rapat.

Pasal 26
Kuorum
(1) Rapat Dewan Pengawas hanya dapat dilaksanakan bila kuorum tercapai.
(2) Kuorum memenuhi syarat apabila dihadiri 2/3 dari seluruh anggota
(3) Bila kuorum tidak tercapai dalam waktu setengah jam dari waktu rapat yang telah ditentukan, maka rapat
ditangguhkan untuk dilanjutkan pada suatu tempat hari dan jam yang sama minggu berikutnya.
(4) Bila kuorum tidak juga tercapai dalam waktu setengah jam dari waktu rapat yang telah ditentukan pada
minggu berikutnya, maka rapat segera dilanjutnya dan segala keputusan yang terdapat dalam risalah
rapat disahkan dalam rapat Dewan Pengawas berikutnya.

Pasal 27
Pemungutan Suara
(1) Setiap masalah yang diputuskan melalui pemungutan suara dalam rapat Dewan Pengawas ditentukan
dengan mengangkat tangan atau bila dikehendaki oleh para anggota Dewan Pengawas pemungutan suara
dapat dilakukan dengan amplop tertutup;
(2) Putusan rapat Dewan Pengawas didasarkan pada suara terbanyak setelah dilakukan pemungutan suara;
(3) Dalam hal jumlah suara yang diperoleh adalah sama, maka Ketua atau Wakil Ketua berwenang untuk
menyelenggarakan pemungutan suara yang kedua kalinya;
(4) Suara yang diperhitungkan hanyalah suara anggota Dewan Pengawas yang hadir pada rapat tersebut

H o s p i t a l B y L a w s | 15
Pasal 28
Pembatalan Putusan Rapat
(1) Dewan Pengawas dapat merubah atau membatalkan setiap putusan yang diambil pada rapat rutin atau
rapat khusus sebelumnya, dengan syarat bahwa usul perubahan atau pembatalan tersebut dicantumkan
dalam pemberitahuan atau undangan rapat sebagaimana ditentukan dalam Statuta ini.
(2) Dalam hal usul perubahan atau pembatalan putusan Dewan Pengawas tidak diterima dalam rapat
tersebut, maka usulan ini tidak dapat diajukan lagi dalam kurun waktu tiga bulan terhitujng sejak saat
ditolaknya usulan.

Pasal 29
Risalah Rapat
(1) Penyelenggaraan setiap risalah rapat Dewan Pengawas menjadi tanggung jawab Sekretaris Dewan
Pengawas
(2) Risalah rapat Dewan Pengawas harus disahkan dalam waktu maksimal tujuh hari setelah rapat
diselenggarakan, dan segala putusan dalam risalah rapat tersebut tidak boleh dilaksanakan sebelum
disahkan oleh seluruh anggota Dewan Pengawas yang hadir.

Pasal 30
Cap Dewan Pengawas
(1) Ditentukan dua macam cap, yaitu cap Dewan Pengawas dan cap rumah sakit;
(2) Setiap dokumen tidak akan dibubuhi cap Dewan Pengawas selain menyangkkut hal-hal yang diputuskan
oleh Dewan Pengawas seperti yang tercantum dalam risalah rapat, kecuali pada saat diantara dua rapat
Dewan Pengawas dimana Ketua diberi wewenang untuk menggunakan cap tersebut dengan persetujuan
dua anggota Dewan Pengawas lainnya.
(3) Penggunaan cap oleh Ketua pada saat diantara dua rapat Dewan Pengawas sebagaimana tercantum
dalam ayat (2) diatas harus dilaporkan pada rapat Dewan Pengawas berikutnya untuk memperoleh
pengakuan.
(4) Setiap dokumen yang menggunakan cap Dewan Pengawas harus ditandatangani oleh sekurangnya dua
orang anggota Dewan Pengawas.
(5) Direktur bertanggungjawab atas keamanan penggunaan cap rumah sakit.
(6) Untuk kepentingan operasional rumah sakit digunakan cap rumah sakit.
(7) Cap rumah sakit terdiri dari tiga jenis yaitu yang digunakan oleh sekretariat, bagian keuangan dan kasir
(8) Setiap cap rumah sakit tersebut diatas dibubuhi identitas masing-masing bagian secara berbeda-beda
(9) Penggunaan cap rumah sakit ditentukan lebih lanjut oleh Direktur.
(10) Bagian Sekretaris bertanggungjawab atas pengamanan dan penggunaan setiap cap rumah sakit.

H o s p i t a l B y L a w s | 16
BAB IV
DEWAN KOMISARIS

Pasal 31
Keanggotaan Dewan Komisaris
(1) Dewan Komisaris terdiri dari 3 (tiga) orang komisaris atau lebih, dengan seorang di antaranya dapat
diangkat sebagai Presiden Komisaris
(2) Yang boleh diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris adalah Warga Negara Indonesia dan Warga Negara
Asing yang memenuhi persyaratan yang di tentukan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh Rapat Umum Pemengang Saham (RUPS) untuk jangka waktu 5
tahun, dengan tidak mengurangi hak Rapat Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan sewaktu-
waktu. Setelah masa jabatan tersebut, anggota-anggota dapat di angkat/ dipilih Kembali oleh RUPS.
(4) Jika oleh sebab apapun jabatan anggota Dewan Komisaris kosong, maka dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak terjadinya kekosongan tersebut, maka harus di selenggarakan RUPS.
(5) Seorang anggota Dewan Komisaris berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan
secara tertulis mengenai maksud tersebut kepada. Perseroan paling kurang 30 (tiga puluh) hari sebelum
tanggal penggunduran dirinya.
(6) Jabatan anggota Dewan Komisaris berakhir apabila :
a. Mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan ayat (5)
b. Tidak lagi memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku
c. Meninggal dunia
d. Diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS

Pasal 32
Tugas dan Wewenang Dewan Komisaris
(1) Dewan Komisaris dalam rangka pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi setiap waktu dalam
jam kantor Perseroan, berhak memasuki bangunan dan halaman atau tempat lain yang dipergunakan atau
yang dikuasai oleh perseroan dan berhak memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti yang lainnya,
memeriksa dan mencocokan keadaan uang kas dan lain-lain serta berhak untuk mengetahui segala
Tindakan yang di jalankan oleh Direksi.
(2) Dalam menjalankan tugas, Dewan Komisaris berhak memperoleh penjelasan dari Direksi tentang segala
hal yang di perlukan oleh Dewan Komisaris
(3) Dewan Komisaris diwajibkan mengurus Perseroan untuk sementara, dalam hal seluruh anggota Direksi
diberhentikan untuk sementara atau Perseroan tidak memiliki seorangpun anggota Direksi. Dalam hal
demikian, Dewan Komisaris berhak untuk memberikan kekuasaan sementara kepada seseorang atau lebih
diantara anggota Dewan Komisaris atau tanggungan Dewan Komisaris.

Pasal 33
Rapat Dewan Komisaris
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 Rapat Dewan Pengawas, juga berlaku bagi Rapat Dewan
Komisaris.

H o s p i t a l B y L a w s | 17
BAB V
DIREKSI

Bagian Kesatu
Keanggotaan Direksi

Pasal 34
Direksi
(1) Pengelolaan, pengurusan dan pelaksanaan kegiatan rumah sakit secara keseluruhan dilakukan oleh
Direksi.
(2) Jumlah anggota Direksi terdiri dari 3 (tiga) orang atau lebih, serta seorang diantaranya diangkat menjadi
Direktur.
(3) Direksi diangkat dan bertanggung jawab kepada Pemilik melalui Dewan Pengawas dan Dewan Komisaris
dalam hal pengelolaan dan pengawasan rumah sakit beserta fasilitasnya, personil dan sumber daya
terkait.
(1) Susunan Direksi RS MSB adalah:
a. Direktur Utama.
b. Wakil Direktur Pelayanan.
c. Wakil Direktur Umum.
d. Wakil Direktur Keuangan.

Pasal 35
Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi
(1) Anggota Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun
dengan tidak mengurangi hak RUPS untuk memberhentikannya sewaktu-waktu
(2) Jika oleh sebab apapun jabatan seorang atau lebih atau semua anggota Direksi kosong, maka dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya kekosongan tersebut, maka harus di selenggarakan RUPS untuk
mengisi kekosongan itu dengan mempehatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Anggaran
Dasar.
(3) Jika oleh sebab apapun semua jabatan anggota Direksi kosong, untuk sementara Perseroan diurus oleh
anggota Dewan Komisaris yang di tunjuk oleh rapat Dewan Komisaris
(4) Seorang anggota Dewan Direksi berhak mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan
secara tertulis mengenai maksud tersebut kepada. Perseroan paling kurang 30 (tiga puluh) hari sebelum
tanggal penggunduran dirinya.
(5) Jabatan anggota Direksi berakhir apabila :
a. Mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan ayat (4)
b. Tidak lagi memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku
c. Meninggal dunia
d. Diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS

H o s p i t a l B y L a w s | 18
Pasal 36
Persyaratan Kompetensi Khusus Menjadi Direksi
Yang dapat diangkat menjadi Direksi adalah orang-perorangan :
(1) Harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan kriteria keahlian serta pengalaman di
bidang perumahsakitan.
(2) Kemampuan lain adalah telah mengikuti pelatihan perumahsakitan meliputi :
a. Kepemimpinan,
b. Kewirausahaan,
c. Rencana Strategis Bisnis.
d. Rencana Aksi Strategis,
e. Rencana Implementasi dan Rencana Tahunan,
f. Tatakelola Rumah Sakit,
g. Standar Pelayanan Minimal,
h. Sistem Akuntabilitas,
i. Sistem Remunerasi Rumah Sakit,
j. Pengelolaan SDM.
(3) Pelatihan harus dipenuhi sebelum atau paling lama satu tahun pertama setelah menduduki jabatan
Managemen/Direksi
(4) Berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan kinerja guna kemajuan rumah sakit;
(5) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi
atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu rumah sakit
dinyatakan pailit;
(6) Tidak terlibat dan atau sedang dalam proses penyidikan tindak pidana;
(7) Berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 37
Tugas, Fungsi dan Wewenang Direksi
(1) Direksi mempunyai tugas pokok memimpin dan mengelola pengurusan dan pelaksanaan kegiatan rumah
sakit sesuai dengan visi, misi dan tujuan rumah sakit.
(2) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direksi menyelenggarakan
fungsi merumuskan kebijakan operasional, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan di bidang pelayanan medik dan keperawatan, sumber daya
manusia dan pendidikan, Keuangan, serta umum dan operasional.
(3) Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Direksi mempunyai wewenang dan tanggung jawab:
a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan;
b. Melaksanakan fungsi-fungsi manajemen rumah sakit secara terpadu, efisien, efektif dan kreatif
c. Menyusun dan menetapkan kebijakan operasional rumah sakit meliputi bidang pelayanan medik dan
keperawatan, sumber daya manusia dan pendidikan, Keuangan, serta umum dan operasional.

H o s p i t a l B y L a w s | 19
d. Melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola rumah sakit sebagaimana yang telah
digariskan oleh pemilik/Perseroan;
e. Membina, mengkoordinasikan, mengawasi serta mengendalikan pelaksanaan kegiatan di rumah sakit
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;
f. Menyusun rencana strategis dan rencana bisnis anggaran rumah sakit;
g. Melaksanakan program kerja, anggaran tahunan yang telah disetujui;
h. Mengusulkan rencana pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana rumah sakit yang
diperlukan sejalan dengan kebutuhan saat ini dan pengembangan di masa depan;
i. Menyusun dan menetapkan organisasi dan tata laksana setiap satuan kerja dilingkungan rumah sakit
lengkap dengan susunan jabatan, rincian tugas dan tata hubungan kerja;
j. Mewakili rumah sakit, baik di dalam maupun di luar pengadilan;
k. Mengadakan, mengangkat, menempatkan, menugaskan, memberhentikan atau mengusulkan
pemberhentian pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
l. Membuat hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pegawai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
m. Mengelola seluruh kekayaan rumah sakit, berupa sarana prasarana, peralatan medis dan non medis
serta sumber daya lainnya;
n. Mengawasi pembukuan serta administrasi rumah sakit sesuai dengan peraturan dan kelaziman yang
berlaku bagi rumah sakit;
o. Melaksanakan audit kinerja dan membuat laporan berkala dan tahunan tentang kinerja rumah sakit;
p. Anggota Direksi berwenang bertindak atas nama Direksi untuk masing-masing bidang yang menjadi
tugas dan wewenangnya.
(4) Dalam menjalankan wewenang dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e,
Direksi dapat melaksanakan sendiri atau menyerahkan kekuasaan kepada:
a. Seorang atau beberapa orang Anggota Direksi; atau
b. seorang atau beberapa orang pejabat rumah sakit, baik secara sendiri maupun bersama-sama; atau
c. Bagian Legal rumah sakit; atau
d. Orang atau badan lain, yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut.
(5) Dalam melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya Direksi membuat kebijakan, pedoman,
panduan, SPO dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Pasal 38
Direktur Utama
(1) RS MSB di pimpin oleh seorang Direktur Utama
(2) Direktur Utama berada di bawah dan bertanggung jawab Direksi Perseroan
(3) Direktur Utama mempunyai tugas pokok memimpin pengelolaan, pengurusan dan pelaksanaan kegiatan
rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Utama mempunyai fungsi
menetapkan kebijakan dalam seluruh aspek penyelenggaraan rumah sakit.

H o s p i t a l B y L a w s | 20
(5) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Utama dapat dibantu oleh
Wakil Direktur.
(6) Bila direktur berhalangan atau cuti, wewenang di delegasikan pada Wadir Pelayanan.
(7) Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Direktur Utama mempunyai wewenang dan tanggung
jawab. Sebagai berikut :
a. Menetapkan susunan organisasi dan tata laksana setiap satuan kerja di RS MSB
b. Memimpin dan mengelola Rumah Sakit sesuai dengan Visi dan Misi serta tujuan Rumah sakit;
c. Menetapkan kebijakan pelayanan medik dan keperawatan, sumber daya manusia dan pendidikan,
Keuangan serta umum dan operasional rumah sakit sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
d. Menetapkan pengadaan, pengangkatan, penempatan, penugasan, pemberhentian atau usulan
pemberhentian pegawai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban pegawai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Menetapkan dan mencabut kewenangan klinis (clinical privilege), penugasan klinis (clinical
appointment) bagi setiap SMF;
g. Membentuk dan menetapkan tim/panitia tehnis untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu;
h. Bertindak untuk dan atas nama RS MSB dalam melakukan perbuatan hukum;
i. Mengkoordinir pelaksanaan audit kinerja, bertanggung jawab atas pengesahan laporan keuangan dan
laporan akuntabilitas kinerja rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
j. Bertanggung jawab atas pengelolaan rumah sakit, memimpin dan mengkoordinasikan serta
mengendalikan pengurusan dan pelaksanaan kegiatan rumah sakit sesuai ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku;
k. Bertanggung jawab atas pengelolaan seluruh kekayaan rumah sakit, berupa sarana prasarana dan
peralatan serta sumber daya lainnya.
l. Mewakili Rumah sakit, baik di dalam maupun di luar Pengadilan;
m. Melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengelola Rumah sakit sebagaimana yang
telah digariskan oleh Pemilik/perseroan;
n. Menetapkan kebijakan, Pedoman, Panduan, Standard Prosedur operasional Rumah sakit;
o. Menyiapkan Rencana Jangka Panjang dan Rencana Bisnis Anggaran Rumah sakit;
p. Mengawasi pembukuan serta administrasi RS sesuai dengan peraturan dan kelaziman yang berlaku
bagi Rumah sakit:
q. Menetapkan Organisasi dan Tata Kerja Rumah sakit Iengkap dengan susunan jabatan dan rincian tugas
setelah disetujui oleh Pemilik/Dewan Pengawas;
r. Mengangkat dan memberhentikan tenaga honor dan/atau kontrak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
s. Menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban tenaga honor dan/atau kontrak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
t. Menyiapkan laporan berkala dan tahunan.

H o s p i t a l B y L a w s | 21
Pasal 39
Wakil Direktur Pelayanan
(1) Wakil Direktur Pelayanan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
(2) Untuk melaksanakan tugasnya Wadir Pelayanan di bantu oleh :
a. Kepala Bidang Pelayanan Medis
b. Kepala Bidang Penunjang Medis
c. Kepala Bidang Keperawatan
d. Kepala Bidang Pelayanan Non Medis
(3) Wakil Direktur Pelayanan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medis, penunjang
medis, pelayanan keperawatan dan pelayanan non medis
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat (3), Wadir Pelayanan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana system, koordinasi pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan dan
pelayanan non medis;
b. Operasional rumah sakit yang berhubungan dengan pelayanan
c. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi mutu pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan dan
pelayanan non medis secara berkesinambungan.

Pasal 40
Wakil Direktur Umum
(1) Wakil Direktur Umum berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
(2) Untuk melaksanakan tugasnya Wadir Umum di bantu oleh :
a. Kepala Bagian Sumber Daya Manusia dan Diklat
b. Kepala bagian Administrasi dan kesekertariatan
c. Kepala Bagian Pemasaran
d. Kepala Bagian Rumah Tangga
(3) Dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ayat (3) Wadir Umum menyelengarakan fungsi :
a. Pengelolaan data dan informasi;
b. Pelaksanaan urusan hukum, organisasi dan hubungan masyarakat;
c. Pelaksanaan urusan administrasi umum.
d. Penyusunan rencana kegiatan ketatausahaan rumah sakit, rumah tangga, perlengkapan, perencanaan
dan evaluasi serta pemasaran rumah sakit.
e. Pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Manusia dan Pendidikan melalui pelayanan
pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan, sebagai berikut :
- Penyusunan kebutuhan dan penyediaan tenaga kesehatan dan non kesehatan rumah sakit;
- Penyusunan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan serta
penelitian dan pengembangan;
- Pengendalian dan evaluasi kegiatan penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia,
pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
- Melakukan pembinaan sumber daya manusia, khusus bagi tenaga kesehatan melalui koordinasi
dengan komite medik dan kelompok profesi di rumah sakit.

H o s p i t a l B y L a w s | 22
Pasal 41
Wakil Direktur Keuangan
(1) Wakil Direktur Keuangan membawahi Kepala Bagian Keuangan berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Utama.
(2) Wadir Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan keuangan rumah sakit yang meliputi
penyusunan dan evaluasi anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana serta akuntansi dan verifikasi.
(3) Dalam melaksanakan tugas, Wadir Keuangan menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana kegiatan perbendaharaan dan mobilisasi dana, penyusunan dan evaluasi
anggaran serta akuntansi dan verifikasi;
b. Koordinasi pelaksanaan kegiatan perbendaharaan dan mobilisasi dana, penyusunan dan evaluasi
anggaran serta akuntansi dan verifikasi;
c. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan perbendaharaan dan mobilisasi dana,
penyusunan dan evaluasi anggaran serta akuntansi dan verifikasi.

Pasal 42
Kordinasi Antar Direksi
(1) Dalam melaksanakan fungsi sebagai Direksi, Direktur Utama dan para Wadir melakukan kordinasi untuk
pelaksanaan tugas dan fungsinya.
(2) Masing-masing Direksi menyadari bahwa tidak ada satupun pihak yang dapat berfungsi tanpa dukungan
yang lain, dan masing-masing membudayakan hubungan harmonis dan seimbang.
(3) Kodinasi antar Direksi didasarkan atas saling memahami, saling menghormati peran, fungsi dan tanggung
(4) jawab masing-masing dalam kerangka nilai-nilai inti Visi, Misi, Falsafah dan tujuan bersama.

Bagian Kedua
Rapat Direksi

Pasal 43
Rapat Direksi
(1) Rapat yang diselenggarakan oleh Direksi untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan
pengelolaan, pengurusan dan pelaksanaan kegiatan rumah sakit sesuai tugas dan kewajiban Direksi.
(2) Rapat direksi terdiri dari rapat rutin, rapat tahunan dan rapat khusus.
(3) Peserta rapat direksi adalah Anggota Direksi, apabila diperlukan dapat juga dihadiri oleh Dewan Pengawas
dan Dewan Komisaris.
(4) Pengambilan keputusan rapat direksi harus diupayakan melalui musyawarah dan mufakat.
(5) Dalam hal tidak tercapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(6) Setiap rapat direksi dibuat risalah rapat.
(7) Pengaturan rapat direksi ditetapkan oleh Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 23
Pasal 44
Rapat Rutin
(1) Rapat rutin direksi dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
(2) Rapat rutin direksi membahas hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan rumah sakit sesuai dengan
tugas, kewenangan dan kewajiban masing-masing Anggota Direksi.
(3) Keputusan Rapat Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak tercapai kata sepakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
(5) Dalam rapat-rapat tertentu yang bersifat khusus, Direksi dapat mengundang Dewan Pengawas, yang
disampaikan secara tertulis dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam sebelumnya.
(6) Untuk setiap rapat dibuat daftar hadir dan risalah rapat oleh Notulis.

Pasal 45
Rapat Tahunan
(1) Rapat tahunan direksi dilaksanakan sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat tahunan direksi bertujuan untuk menetapkan kebijakan tahunan operasional rumah sakit
mencakup pengelolaan pelayanan medik, sumber daya manusia, sarana prasarana serta pengelolaan
keuangan.

Pasal 46
Rapat Khusus
(1) Rapat khusus direksi dilaksanakan di luar jadwal rapat rutin maupun rapat tahunan, untuk mengambil
keputusan, menetapkan kebijakan terhadap hal-hal yang dianggap khusus.
(2) Dalam rapat khusus direksi hanya membahas masalah yang berkaitan dengan situasi dan kondisi tertentu
yang memerlukan kebijakan khusus direksi.
(3) Bila dipandang perlu Direksi dapat mengundang Dewan Pengawas untuk hadir dalam rapat khusus direksi.
(4) Undangan rapat khusus direksi harus mencantumkan tujuan pertemuan secara spesifik.

H o s p i t a l B y L a w s | 24
BAB VI
KOMITE DAN SATUAN PENGAWAS INTERNAL

Bagian Kesatu
Pembentukan Komite

Pasal 47
Komite di Rumah Sakit
(1) Dalam pasal 19 ayat (2) Perpres no 77 th 2015 tentang organisasi Rumah Sakit, disebutkan selain Komite
Medik perlu dibentuk Komite. Komite adalah organisasi non struktural, terdiri dari tenaga ahli atau profesi.
(2) Pembentukan Komite bertujuan untuk memberikan pertimbangan strategis kepada Direktur Utama dalam
rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit.
(3) Pembentukan, perubahan dan penambahan Komite ditetapkan oleh Direktur Utama setelah mendapat
persetujuan dari Perseroan/ pemilik melalui Dewan Pengawas dan Dewan Komisaris.
(4) Tiap-tiap Komite yang terdapat di rumah sakit mempunyai fungsi yang berbeda sesuai dengan fungsi dan
kewenangan yang ditetapkan oleh Direktur Utama Rumah Sakit.
(5) Pembentukan komite di rumah sakit ditetapkan oleh Direktur dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan
rumah sakit. Komite yang terdapat di RS MSB adalah :
a. Komite Medik
b. Komite Keperawatan
c. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
d. Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
e. Komite Pengendalian dan Pencegaha Resistensi Anti Mikroba (PPRA)
f. Komite Etika dan Hukum;
g. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP)
(6) Setiap Komite akan dijabarkan dalam Bagian tersendiri sesuai dengan fungsi dan kewenangannya pada
Buku Kesatu Peraturan Internal Korporasi.
(7) Pengaturan mengenai Komite Medik akan diatur secara khusus dalam bab tersendiri pada Buku Kedua
Peraturan Internal Staf Medis.

Pasal 48
Pengangkatan dan Pemberhentian Komite
(1) Komite dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama rumah sakit.
(2) Masa jabatan Komite dan Satuan adalah selama tiga 3 (tiga) tahun.
(3) Ketua dan Anggota Komite dapat diberhentikan pada masa jabatannya apabila:
a. Tidak melaksanakan tugas dan tidak menunjukan kinerja yang baik; atau
b. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan rumah sakit; atau

H o s p i t a l B y L a w s | 25
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau kesalahan
yang bersangkutan dengan kegiatan Rumah Sakit; atau
(4) Pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis oleh
Direktur Utama kepada yang bersangkutan.

Bagian Kedua
Komite Medik

Pasal 49
Komite Medis
(1) Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar
staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu
profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis
(2) Komite Medik beranggotakan para profesional medis yang bergabung dan berpraktek di RS MSB
(3) Komite Medik mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal menyusun
standar pelayanan medis, pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan medis, kewenangan klinis staf
medis fungsional, program pelayanan, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Komite Medik diatur dalam Peraturan Internal Staf Medis (Medical Staff
Bylaws), sesuai dengan penjabaran pasal 45 ayat (7) dalam Praturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 755/Menkes/Per/Iv/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit

Bagian Ketiga
Komite Keperawatan

Pasal 50
Komite Keperawatan
(1) Komite Keperawatan adalah wadah non-struktural rumah sakit yang mempunyai fungsi utama
mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme
kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi
(2) Komite Keperawatan beranggotakan para profesional di bidang keperawatan yang bekerja di RS MSB
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Utama RS MSB.

Pasal 51
Tugas dan Kewenangan Komite Keperawatan
(1) Menyusun dan menetapkan standar asuhan keperawatan di rumah sakit.
(2) Menyusun model praktek keperawatan profesional.
(3) Memantau pelaksanaan asuhan keperawatan.

H o s p i t a l B y L a w s | 26
(4) Memantau dan membina perilaku etik dan profesional tenaga keperawatan.
(5) Meningkatkan profesional keperawatan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan seiring
kemajuan IPTEK yang terintegrasi dengan perilaku baik.
(6) Berkerjasama dengan Direktur/Bidang Keperawatan dalam merencanakan program untuk mengatur
kewenangan profesi tenaga keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan sejalan dengan rencana
strategis rumah sakit.
(7) Memberi rekomendasi dalam rangka pemberian kewenangan profesi bagi tenaga keperawatan yang akan
melakukan tindakan asuhan keperawatan.
(8) Mengkoordinir kegiatan tenaga keperawatan dan menyampaikan laporan kegiatan Komite Keperawatan
secara berkala kepada seluruh tenaga keperawatan.

Bagian Keempat
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Pasal 52
Komite PPI
(1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) merupakan upaya rumah sakit untuk memastikan
perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular infeksi dari sumber masyarakat umum
dan disaat menerima pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan di rumah sakit.
(2) Komite Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) beranggotakan para profesional di bidang
medis (Dokter ataupun perawat) yang telah mendapatkan pelatihan khusus berkenaan program dari
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi komite PPI. Pelatihan yang di maksud adalah Pelatihan Infection
Prevention Control Doctor (IPCD) dan Infection Prevention Control Nurse (IPCN)
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite PPI bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama
RS MSB

Pasal 53
Tugas dan Kewenangan Komite PPI
Tugas Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi :
(1) Membuat kebijakan PPI Rumah Sakit.
(2) Mensosialisasikan kebijakan PPI Rumah Sakit.
(3) Membuat standar oprasional prosedur.
(4) Menyusun program pelatihan dan pendidikan PPI.
(5) Melakukan investigasi dan penanggulangan masalah/KLB infeksi nosokomial bersama tim PPI.
(6) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman.

H o s p i t a l B y L a w s | 27
Bagian Kelima
Komite Farmasi dan Terapi (KFT)

Pasal 54
Komite Farmasi dan Terapi
(1) Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis
dengan staf farmasi, yang bertujuan untuk menyelenggarakan fungsi tertentu di rumah sakit sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien
(2) Komite farmasi dan terapi terdiri dari para profesional di bidang Medis, dan dapat di pimpin oleh seorang
Dokter (Dokter Umum atau Spesialis) yang memahami tentang Farmasi dan Terapi, atau di pimpin oleh
Tenaga Farmasi dalam hal ini Apoteker/Farmasis yang berpengalaman di bidangnya.
(3) Anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker
wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
(4) Komite Farmasi dan Terapi memiliki tugas yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, diantaranya adalah melakukan
seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam Formularium Rumah Sakit dan memberikan
rekomendasi kepada direktur/kepala rumah sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di rumah sakit.
(5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Utama RS MSB.

Pasal 55
Tugas dan Kewenangan Komite Farmasi dan Terapi
(1) Membantu pimpinan RS MSB untuk meningkatkan Pengelolan dan penggunaan obat secara rasional.
(2) Menyusun tata laksana penggunaan formularium sebagai pedoman terapi di RS MSB
(3) Memantau serta menganalisa kerasionalan penggunaan obat di RS MSB
(4) Melaksanakan analisa untung rugi dan analisa biaya penggunaan obat di RS MSB
(5) Memperbaharui isi formularium sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran.
(6) Mengkoordinir pelaksanaan uji klinis.
(7) Mengkoordinir pelaksanaan efek samping obat.
(8) Menjalankan kerjasama dengan komite lain secara horizontal dan vertikal.
(9) Menampung, memberikan saran dan ikut memecahkan masalah dalam pengelolaan obat di RS MSB

H o s p i t a l B y L a w s | 28
Bagian Keenam
Komite Pengendalian dan Pencegaha Resistensi Anti Mikroba (PPRA)

Pasal 56
Komite PPRA
(1) Tim Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan kepanitiaan di rumah sakit yang
berperan dalam menetapkan kebijakan penggunaan antibiotik, pencegahan dan penyebaran bakteri yang
resisten serta pengendalian resistensi bakteri terhadap antibiotik. Pada setiap kepanitiaan tersebut,
apoteker berperan penting dalam meningkatkan penggunaan antibiotik yang bijak.
(2) Anggotanya terdiri kolaborasi Komite yang terkait, Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dan Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPI) yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis,
apoteker, serta tenaga kesehatan lainnya.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Utama RS MSB.

Pasal 57
Tugas dan Kewenangan Komite PPRA
Dalam menjalankan fungsinya Komite PPRA mempunyai tugas dan kewenangan :
(1) Bekerjasama dengan Komite Farmasi dan terapi dalam penggunaan antibiotika yang rasional
(2) Menekan resistensi antibiotic di rumah sakit
(3) Mencegah toksisitas akibat penggunaan antibiotik
(4) Menurunkan biaya akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak
(5) Menurunkan risiko infeksi nosokomial

Bagian Ketujuh
Komite Etika dan Hukum

Pasal 58
Komite PPRA
(1) Komite Hukum beranggotakan para sarjana hukum dan orang yang ahli di bidangnya.
(2) Komite Hukum mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Direksi dalam hal menyusun,
merumuskan medikolegal yang terkait dengan hospital bylaws dan medical staff bylaws serta konsultasi
dan bantuan hukum bagi seluruh pegawai, sosialisasi peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pelayanan rumah sakit.
(3) Tata Kerja dan mekanisme Komite Etik Hukum ditetapkan oleh Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 29
Pasal 59
Peran, Tugas dan Kewenangan Komite Etika dan Hukum
(1) Dalam perannya Komite Etik dan Hukum :
a. Memberikan pertimbangan dan saran kepada Direktur dalam hal menyusun, merumuskan kebijakan
dalam aspek hukum dan etika pelayanan di RS MSB serta etika penyelenggaraan organisasi RS MSB
b. Membantu Direktur Utama dalam penyelesaian masalah yang terkait dalam aspek hukum dan etika
pelayanan di RS MSB serta etika penyelenggaraan organisasi RS MSB
c. Membantu Direksi melakukan pembinaan dan pemeliharaan dalam aspek hukum dan etika pelayanan
di RS MSB serta etika penyelenggaraan organisasi RS MSB dalam penyelenggaraan fungsi rumah sakit
yang terkait dengan hospital bylaws RS MSB;
d. Berkoordinasi dengan Bagian Hukum Rumah Sakit dalam penanganan masalah hukum di RS MSB;
(2) Dalam melaksanakan perannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komite Etik dan Hukum berfungsi:
a. Menyelenggarakan dan meningkatkan komunikasi dalam aspek hukum dan etika pelayanan di RS MSB
serta etika penyelenggaraan organisasi RS MSB baik internal maupun eksternal RS MSB;
b. Menyelenggarakan dan meningkatkan pengetahuan tentang aspek hukum dan etika pelayanan di RS
MSB serta etika penyelenggaraan organisasi RS MSB bagi petugas di RS MSB
c. Menyelenggarakan dan meningkatkan pengetahuan terkait dalam aspek hukum dan etika pelayanan,
serta etika penyelenggaraan organisasi terhadap masalah-masalah etika dan hukum di RS MSB
(3) Komite Etik dan Hukum RS bertugas untuk menyusun, melaksanakan dan menegakkan Code of
Conduct RS. Untuk mendukung tugas tersebut komite etik dan hukum menjalankan fungsi, sebagi berikut:
a. Pengelolaan data dan informasi terkait etika RS;
b. Pengkajian etika dan hukum perumahsakitan, termasuk masalah profesionalisme, interkolaborasi,
Pendidikan, dan penelitian serta nilai-nilai bioetika dan humaniora;
c. Sosialisasi dan promosi Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan pedoman etika pelayanan;
d. Pencegahan penyimpangan Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan pedoman Etika
Pelayanan;
e. Monitoring dan evaluasi terhadap penerapan Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan
pedoman Etika Pelayanan;
f. Pembimbingan dan konsultasi dalam penerapan Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan
pedoman Etika Pelayanan;
g. Penelusuran dan penindaklanjutan kasus terkait Etika Pelayanan dan Etika Penyelenggaraan sesuai
dengan peraturan internal RS; dan
h. Penindaklanjutan terhadap keputusan etik profesi yang tidak dapat diselesaikan oleh komite profesi
yang bersangkutan atau kasus etika antar profesi.
(4) Hasil pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan secara tertulis
kepada Direktur Utama dalam bentuk laporan dan rekomendasi;
(5) Selain itu Komite Etik dan Hukum RS Komite Etik dan Hukum RS dilengkapi dengan kewenangan untuk:
a. Menghadirkan pihak terkait untuk menyelesaikan masalah etik RS;
b. Melakukan klarifikasi dengan pihak terkait sebagai penyusunan bahan rekomendasi; dan
c. Memberikan rekomendasi kepada Kepala atau Direktur RS mengenai sanksi terhadap pelaku
pelanggaran Panduan Etik dan Perilaku (Code of Conduct) dan pedoman Etika Pelayanan.

H o s p i t a l B y L a w s | 30
Bagian Kedelapan
Komite Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP)

Pasal 60
Komite KMKP
(1) Keanggotaan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien berasal dari setiap Bagian/ Unit di rumah sakit dan
terdiri atas:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kesehatan lain; dan
d. Tenaga non kesehatan.
(2) Tata Kerja dan mekanisme Komite Mutu ditetapkan oleh Direktur Utama.

Pasal 61
Tugas dan Kewenangan Komite KMKP
(1) Komite KMPK membantu direktur rumah sakit dalam mengelola dan memandu program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien, serta mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
(2) Komite Mutu mempunyai tugas memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal
pengendalian mutu, pengendalian infeksi rumah sakit, kesehatan dan keselamatan kerja serta
keselamatan pasien rumah sakit. Dan berperan serta :
a. Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKP rumah sakit
b. Melakukan monitoring dan memandu penerapan program PMKP di unit kerja

Bagian Kesembilan
Satuan Pengawas Internal (SPI)

Pasal 62
Pengangkatan dan Pemberhentian Satuan Pengawas Internal
(1) Satuan Pengawas Internal (SPI) mempunyai tugas membantu Direksi dalam bidang pengawasan
pengelolaan sumber daya dan melaksanakan pemeriksaan intern di rumah sakit.
(2) Tata Kerja dan mekanisme Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) ditetapkan oleh Direktur Utama.
(3) Ketua dan Anggota Satuan Pengawas Internal diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama RS MBS.
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun.
(4) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Satuan Pengawas Internal bertanggungjawab langsung kepada
Direktur Utama
(5) Ketua dan Anggota Satuan Pengawas Internal dapat diberhentikan pada masa jabatannya apabila :
a. Tidak melaksanakan tugas dengan baik;
b. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan Rumah Sakit;

H o s p i t a l B y L a w s | 31
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana, kejahatan dan atau kesalahan
yang bersangkutan dengan kegiatan Rumah Sakit;
e. Mempunyai benturan kepentingan dengan penyelenggaraan rumah sakit;
f. Adanya kebijakan dari Pemilik Rumah Sakit.
(6) Pemberhentian dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan secara tertulis oleh
Direktur RS;

Pasal 63
Tugas dan Kewenangan Satuan Pengawas Internal
(1) Tugas pokok Satuan Pengawas Internal adalah melaksanakan pemeriksaan dan penilaian terhadap
pelaksanaan kegiatan di Rumah Sakit agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan yang
berlaku;
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Satuan Pengawas Internal
mempunyai kewenangan untuk :
a. Merancang sistem pemeriksaan dan sistem Pengawasan Internal;
b. Melaksanakan pemeriksaan/audit keuangan dan audit manajemen operasional;
c. Melakukan identifikasi risiko sebagai upaya membantu Direksi mencegah terjadinya penyimpangan;
d. Memberikan konsultasi dan pembinaan tentang manajemen risiko terkait dengan pengendalian
intern;
e. Melakukan hubungan dengan Eksternal Auditor;
(3) Hasil pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) disampaikan dalam
bentuk laporan dan rekomendasi kepada Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 32
BUKU KEDUA
PERATURAN INTERNAL STAF MEDIS
(MEDICAL STAFF BYLAWS)

BAB VII
STAF MEDIS FUNGSIONAL (SMF)

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 64
Tugas dan Tujuan SMF
(1) Tugas staf medis fungsional :
a. Melaksanakan kegiatan profesi yang meliputi prosedur diagnosis, pengobatan, pencegahan dan
pemulihan penyakit yang diderita pasien dengan memberikan pelayanan Medik yang bermutu kepada
penderita sesuai dengan standar pelayanan medik yan telah ditentukan oleh SMF dan disahkan oleh
Direksi, serta menghormati hak pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sentantiasa menjaga agar kualitas pelayanan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan medis
serta standar etika dan disiplin kedokteran yang sudah ditetapkan;
a. Menangani penderita Gawat Darurat atau sebagai konsulen penderita gawat darurat sebagaimana
diatur SMF.
c. Meningkatkan kemampuan profesinya, melalui program pendidikan / pelatihan berkelanjutan;
d. Menyusun, mengumpulkan, menganalisis dan membuat laporan pemantauan indikator mutu klinis.
(2) SMF wajib menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO) di bantu oleh unit terkait beserta Wadir, dan
kabid terkait, dibawah koordinasi Komite Medik, sebelum SPO tersebut di setujui oleh Direktur.
(3) SPO yang di buat oleh SMF sesuai dengan ayat (2) diatas, terdiri dari :
a. SPO Pelayanan Medis yang terdiri dari Standar Palayanan Medis dan SPO Tindakan Medis.
b. Standar Prosedur Operasional bidang administrasi / manajerial yang meliputi pengaturan tugas dan
wewenang anggota staf medis, jadwal rapat kelompok SMF, pengaturan pertemuan klinik / presentasi
kasus, pengaturan prosedur konsultansi dan peraturan lain yang dianggap perlu.
(4) SMF wajib menyusun indikator kinerja mutu klinis / mutu pelayanan medis Indikator mutu yang disusun
adalah indicator output atau outcome.
(5) Tujuan staf medis fungsional adalah agar SMF di rumah sakit dapat fokus terhadap kebutuhan pasien,
sehingga menghasilkan pelayanan medisyang berkualitas, efisien dan bertanggung jawab.

H o s p i t a l B y L a w s | 33
Pasal 65
Tanggung Jawab SMF
Tangung Jawab Staf Medis Fungsional :
(1) Staf medis fungsional dalam menjalankan tugas profesi/praktik kedokteran di RS MSB bertanggung jawab
profesi dan hukum secara mandiri.
(2) Staf medis fungsional secara administratif manajerial bertanggung jawab kepada Wakil Pelayanan dan
secara teknis profesi bertanggung jawab kepada Komite Medik.
(3) Menyelesaikan dan melengkapi berkas rekam medis penderita yang menjadi tanggung jawabnya dalam
tempo 2 x 24 jam.
(4) Mentaati Peraturan Internal Staf Medis/Medical Staf Bylaws.
(5) Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
(6) Mengindahkan kode etik Kedokteran Indonesia dan Etika Rumah Sakit Indonesia.
(7) Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan Standar Presedur Operasional serta
kebutuhan medis pasien.
(8) Mematuhi kebijakan RS MSB tentang penggunaan Formularium obat RS MSB
(9) Melaksanakan proses Informed Consent terhadap pasien di RS MSB
(10) Merujuk ke staf medis yang mempunyai kemampuan/ keahlian yang lebih baik apabila tidak mampu
melakukan pemeriksaan atau pengobatan.
(11) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.
(12) Melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lian yang bertugas
dan mampu melakukannya.
(13) Meningkatkan pengetahuan dan mempuannya secara terus menerus dengan ikut serta secara aktif dalam
program pendidikan, pelatihan, dan penelitian yang berkesinambungan dan program-program
pengembangan medik lainnya yang diatur SMF dan Rumah Sakit.
(14) Membangun dan membina kerjasama yang baik dengan sesama sejawat anggota SMF, paramedis dan
pegawai rumah sakit lain demi kelancaran pelayanan medik.
(15) Bersedia ikut dalam panitia-panitia Komite Medik dan Rumah Sakit.
(16) Ikut dan aktif pada penelitian yang diprogram oleh SMF dan Rumah Sakit.
(17) Tidak melibatkan diri dalam kegiatan yang patut diduga dapat merugikan penderita dan rumah sakit.
(18) Dianjurkan untuk mengikuti program asuransi.

Pasal 66
Kewenangan Staf Medis Fungsional
(1) Memberikan rekomendasi tentang penempatan anggota SMF baru dan penempatan ulang anggota SMF
kepada Direksi melalui Ketua Komite Medik.
(2) Melakukan evaluasi kinerja anggota SMF didalam kelompoknya dan bersama-sama dengan komite klinis
bidang medis menentukan kompetensi dari anggota SMF tersebut.
(3) Melakukan evaluasi dan revisi (bila diperlukan) terhadap perturan internal staf medis , standar pelayanan
medis, standar prosedur operasional tindakan medis dan standar prosedur operasional bidang
administrasi / manejerial.

H o s p i t a l B y L a w s | 34
Bagian Kedua
Pengorganisasian Staf Medis Fungsional

Pasal 67
Struktur Organisasi
(1) Pengorganisasian Staf Medis Fungsional di RS MBS disebut Kelompok Staf Medis (KSM).
(2) KSM dibentuk dan ditetapkan oleh Direktur Utama.
(3) KSM berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.
(4) KSM merupakan kelompok yang mengkoordinasikan pelayanan profesi medik.
(5) Susunan Kepengurusan KSM terdiri dari :
a. Ketua SMF merangkap anggota.
b. Sekertaris merangkap anggota.

Pasal 68
Pengelompokan KSM
(1) Seluruh staf medis fungsional baik bekerja purna waktu atau paruh waktu wajib menjadi Anggota KSM
kecuali Dokter Konsultan dan Dokter Pengganti dari luar RS MSB.
(2) Setiap KSM beranggotakan minimal 2 (dua) orang staf medis fungsional yang tergabung sesuai
keilmuannya.
(3) Anggota SMF dikelompokkan dalam masing-masing kedalam Kelompok Staf Medik (KSM) sesuai dengan
profesi dan keahliannya.
(4) Pengelompokan staf medis kedalam KSM berdasarkan golongan spesialisasinya dan terdiri dari :
a. KSM Non Bedah
b. KSM Bedah
b. KSM Umum
c. KSM Gigi dan Mulut
(5) KSM Non Bedah merupakan kelompok para dokter, spesialis penyakit dalam, spesilais penyakit anak,
spesilais syaraf, spesialis paru, spesialis jantung (non Intervensi), spesialis radiologi (non Intervensi),
spesialis patologi klinik, spesialis kulit dan kelamin spesialis patologi anatomi, spesialis mikrobiologi
klinik, spesialis rehabilitasi medik, spesialis gizi klinik.
(6) KSM Bedah merupakan kelompok dokter spesialis bedah umum dan sub spesialis bedah lainnya,
spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anestesi, dokter spesialis mata dan dokter spesialis
THT, sub spesialis/konsultan intervensi.
(7) KSM Umum merupakan kelompok dokter umum.
(8) KSM Gigi dan Mulut merupakan kelompok dokter gigi dan dokter gigi spesialis, termasuk di dalamnya
dokter gigi spesialis bedah mulut.
(9) Perubahan nama, penambahan dan pengurangan KSM ditetapkan oleh Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 35
Pasal 69
Ketua KSM
(1) Setiap kelompok SMF (KSM) dipimpin oleh seorang ketua yang ditetapkan oleh Direktur Utama.
(2) Dalam menentukan Ketua KSM, Direktur Utama dapat meminta pendapat dari Anggota Direksi dan
Komite Medik.
(3) Penetapan Ketua KSM dengan surat keputusan Direktur Utama untuk masa bakti selama 3 (tiga) tahun.
(1) Apabila Ketua KSM diangkat menjadi Ketua Komite Medik maka wajib mengundurkan diri dari jabatan
Ketua KSM dan Direktur Utama menetapkan Ketua KSM yang baru sebagai penggantinya.
(2) Tata cara pengangkatan Ketua KSM ditetapkan oleh Direktur Utama.

Pasal 70
Tugas dan Wewenang Ketua KSM
(1) Ketua KSM mempunyai tugas :
a. Mengusulkan uraian tugas dan tata kerja Anggota KSM untuk ditetapkan oleh Direktur.
b. Mengkoordinasikan semua kegiatan Anggota KSM dalam hal:
- Pengusulan prosedur pelayanan yang berhubungan dengan administrasi pelayanan medis yang
meliputi pengaturan tugas pelayanan, tugas jaga, visite/ronde, pertemuan klinis, presentasi kasus,
prosedur konsultasi dan prosedur lainnya untuk ditetapkan Wakil Direktur Pelayanan;
- Menyusun pedoman pelayanan medis dan SPO yang berhubungan dengan bidang
keilmuan/keprofesian, di bawah koordinasi Komite Medik untuk ditetapkan Direktur Utama
- Melakukan perbaikan pedoman pelayanan medis dan dokumen terkait yang perlu disempurnakan
agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang;
- Membuat usulan program peningkatan keilmuan dan ketrampilan semua Anggota KSM serta
program peningkatan dan pengembangan pelayanan kepada Wakil Direktur Pelayanan.
c. Membantu Wakil Direktur Pelayanan dalam membina Anggota KSM, dalam hal:
- Pemantauan penampilan kinerja praktik klinis, pemantauan indikator mutu klinis, hasil evaluasi
kinerja praktik klinis, pelaksanaan program pengembangan pelayanan dan pengembangan Anggota
KSM berdasarkan data yang komprehensif;
- Pemberian laporan atas kegiatan diatas dan disampaikan kepada Wakil Direktur Pelayanan setelah
melalui pembahasan bersama Anggota KSM.
(2) Ketua KSM berwenang :
a. Memberikan masukan kepada Wakil Direktur Pelayanan serta Ketua Komite Medik dalam hal yang
terkait dengan perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran serta temuan terapi baru yang
berhubungan dengan praktik kedokteran;
b. Mengkoordinasikan anggota KSM agar pelayanan medis berjalan secara optimal dan sesuai ketentuan
yang berlaku;
c. Memberikan masukan kepada Wakil Direktur Pelayanan melalui Ketua Komite Medik mengenai
penerimaan calon staf medis fungsional baru.
(3) Untuk mendukung kelancaran tugas Ketua KSM, dapat ditunjuk Anggota KSM sebagai sekretaris dan
koordinator dibidang pelayanan, pendidikan dan penelitian dengan keputusan Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 36
Pasal 71
Pemilihan Ketua KSM
(1) Pemilihan Calon Ketua KSM dilakukan dalam rapat pleno SMF dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh
Komite Medik.
(2) Ketua KSM masing-masing ditentukan oleh Direksi dari 2 (dua) calon yang diajukan, dari setiap Kelompok
Staf Medis.
(3) Dalam menetukan ketua KSM tersebut, bila dianggap perlu Direksi dapat meminta pendapat Komite Medik
dan Wakil Direktur Pelayanan.
(4) Bila anggota KSM kurang dari 3 orang, maka penentuan ketua KSM dilakukan oleh Direksi setelah
mendapat saran/masukan dari Komite Medik dan Wakil Direktur Pelayanan.
(5) Ketua KSM terpilih menjadi anggota Komite Medik.
(6) Tugas Ketua KSM adalah mengkoordinasikan semua kegiatan anggota SMF serta menyusun uraian tugas,
wewenang dan tata kerja anggota SMF dalam SMF yang dipimpinnya.
(7) Ketua KSM mempunyai kewenangan mengatur anggota KSM yang mempunyai jabatan rangkap di
struktural.
(8) Ketua KSM dapat melakukan tugas praktik rutin melaksanakan kegiatan di disamping menjalankan tugas
jabatan strukturalnya.

Pasal 72
Sekretaris KSM
(1). Sekretaris dipilih oleh Ketua KSM nya masing-masing dan dapat berasal dari dari anggota KSM.
(2). Sekretaris KSF bertugas membantu Ketua KSM dalam bidang administrasi dan manajemen.

Bagian Ketiga
Kategori Staf Medis Fungsional

Pasal 73
Kategori Staf Medis Fungsional
Kategori Staf Medis, terdiri dari :
1. Dokter Tetap / Purna Waktu adalah adalah dokter umum atau dokter spesialis yang memberikan pelayanan
medis rawat inap dan rawat jalan secara purna waktu di RS MSB yang terikat oleh perjanjian Kerjasama
dengan jam kerja minimal 30 jam/ minggu dan maksimal 40 jam/ minggu
2. Dokter Praktek Paruh Waktu adalah adalah dokter umum atau dokter spesialis yang memberikan pelayanan
medis rawat inap dan rawat jalan secara purna waktu di RS MSB yang terikat oleh perjanjian Kerjasama
dengan jam kerja kurang dari 30 jam/minggu dengan minimal berpraktek 8 jam/minggu
3. Dokter Tamu/ dokter pengganti adalah dokter umum atau dokter spesialis yang memberikan pelayanan
medis rawat inap dan tindakan medis di RS MSB, yang menggantikan praktek dokter purna waktu/dokter
paruh waktu berdasarkan Surat tugas yang diberikan oleh Direktur Rumah Sakit
4. Dokter Konsultan yaitu dokter sub spesialis atau dokter yang memiliki kompetensi khusus melalui
Pendidikan tertentu yang di gunakan dalam kegiatan praktek ri rumah sakit
5. Staf Tenaga Kesehatan Lain

H o s p i t a l B y L a w s | 37
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Penugasan Staf Medis Fungsional

Pasal 74
Pengangkatan Staf Medis Fungsional
(1) Direksi atas persetujuan KSM mengangkat dan memberhentikan staf medis fungsional (SMF) atas saran
Komite Medik, sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian Anggota SMF ditetapkan dengan keputusan Direktur Utama dengan
mempertimbangkan rekomendasi Komite Medik dan Wakil Direktur Pelayanan
(3) Tata cara pengangkatan dan pemberhentian Anggota SMF ditetapkan oleh Direktur Utama.

Pasal 75
Syarat Menjadi Staf Medis Fungsional
(1) Seorang profesional di bidangnya (dokter, baik dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi maupun dokter
gigi spesialis).
(2) Setiap tenaga medik yang akan bekerja dirumah sakit harus telah memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana diatur dalam Hospital ByLaw ini.
(3) Syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari syarat administratif dan syarat keprofesian.
(4) Syarat administratif calon staf medik dinilai oleh Direksi melalui Bagian sumber daya manusia/ HRD,
dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki ijasah sebagai dokter atau dokter gigi dari perguruan tinggi yang diakui oleh depdiknas.
b. Memiliki sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Kolegium terkait.
c. Memiliki surat bukti angkat sumpah dokter.
d. Memiliki surat pernyataan akan mematuhi etika kedokteran.
e. Memiliki surat tanda registrasi (STR) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)
f. Belum memiliki 3 surat ijin praktik di tempat lain, atau apabila telah memiliki 3 tempat praktik
menyatakan akan memindahkan salah satu SIP nya ke rumah sakit ...
g. Bersedia untuk membuat SIP di RS MSB dan tidak akan melakukan praktik kedokteran sebelum
memiliki SIP.
(5) Syarat keprofesian calon staf medik dinilai oleh Komite Medik melalui Sub-Komite Kredensial dengan
suatu tata cara yang ditetapkan dalam Hospital BayLaws ini, yaitu :
a. Lulus penilaian kompetensi, integritas, dan perilaku oleh Komite Medik melalui penelusuran ke
belakang (track record).
b. Menunjukkan kemauannya untuk memberikan pelayanan medik yang berkualitas pada pasien dan
mementingkan keselamatan atau kepentingan terbaik pasien.
c. Menunjukkan kemauan untuk mematuhi statuta rumah sakit dan statuta staf medik, kebijakan,
prosedur, dan berbagai ketentuan rumah sakit.
d. Menunjukkan kemauan untuk mematuhi etika kedokteran.
e. Bebas dari keadaan fisik dan mental yang dapat mendiskualifikasi kemampuannya dalam memberikan
pelayanan medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 38
f. Bebas dari perilaku profesi yang tercela, pelanggaran etika kedokteran yang berat, atau pelanggaran
disiplin kedokteran yang berat.
g. Menunjukkan kemauannya untuk bekerjasama dengan sejawat, baik sesama tenaga medis maupun
tenaga non medis yang bekerja di rumah sakit.
(6) Tenaga medik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dan (5), berhak
memperoleh surat tanda penerimaan dari Direksi, yang harus ditindaklanjuti dengan pembuatan Surat Ijin
Praktik di rumah sakit dalam batas waktu tertentu
(7) Tenaga medis yang telah memenuhi ayat (6) dan telah memiliki SIP di rumah sakit dapat di syahkan
sebagai anggota SMF dan dapat diberi kewenangan oleh Direksi untuk melakukan praktik kedokteran di
Rumah Sakit sesuai dengan kompetensi dan persyaratan lain yang ditentukan oleh Komite Medik.
(8) Penilaian kembali syarat keprofesian untuk tujuan penentuan perpanjangan keanggotaan staf medik
dilakukan terhadap :
a. Lulus penilaian kompetensi, integritas, dan perilaku oleh Komite Medik selama masa kerja di Rumah
Sakit ataupun di Sarana Pelayanan Kesehatan lain pada kurun waktu yang sama.
b. Menunjukkan kemampuan untuk memberikan pelayanan medik yang berkualitas pada pasien dan
mementingkan keselamatan atau kepentingan terbaik pasien.
c. Menunjukkan perilaku profesi yang mematuhi statuta rumah sakit dan statuta staf medik, kebijakan,
prosedur, dan berbagai ketentuan rumah sakit.
d. Menunjukkan perilaku profesi yang mematuhi etika kedokteran.
e. Bebas dari keadaan fisik dan mental yang dapat mendiskualifikasi kemampuannya dalam memberikan
pelayanan medik.
f. Bebas dari perilaku profesi yang tercela, pelanggaran etika kedokteran yang berat, atau pelanggaran
disiplin kedokteran yang berat
g. Menunjukkan kemampuan untuk bekerjasama dengan sejawat, baik sesama tenaga medis maupun
tenaga non medis yang bekerja di rumah sakit.
h. Menunjukkan perilaku profesi yang senantiasa meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya

Pasal 76
Hak Seorang Staf Medis Fungsional
(1) Menggunakan Kewenangan Klinis sesuai keilmuannya di RS MSB
(2) Hak lainnya tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara SMF dengan RS MSB
(3) Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesinya sesuai dengan peraturan dan
perundangan-undangan yang berlaku.

Pasal 77
Penugasan Staf Medis Fungsional
(1) Direksi menetapkan kriteria dan syarat-syarat penugasan setiap staf medis untuk suatu tugas atau jabatan
klinis tertentu dan akan menyampaikan hal tersebut kepada setiap tenaga medis yang menghendaki
penugasan klinis di rumah sakit.
(2) Kriteria dan syarat-syarat penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direksi
setelah disepakati oleh Komite Medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 39
(3) Tenaga medis yang telah mendapat penugasan klinis dirumah sakit dapat berstatus sebagai dokter tetap
atau tidak tetap.
(4) Jangka waktu penugasan tenaga medis adalah 6 bulan sampai dengan 1 tahun, kecuali ditetapkan lain
oleh Direksi dengan memperhatikan kondisi yang akan meyebabkan penugasan dirumah sakit akan
berakhir sebagai berikut apabila :
a. Ijin praktek yang bersangkutan sudah tidak berlaku sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang ada, atau
b. Kondisi fisik atau mental tenaga medis yang bersangkutan tidak mampu lagi melakukan medis secara
menetap, atau
c. Tenaga medis telah berusia 60 tahun, namun yang bersangkutan masih dapat pula diangkat sesuai
dengan pertimbangan Direksi, atau
d. Tenaga medis tidak memenuhi ketentuan dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam kontrak, atau
e. Tenaga medis ditetapkan telah melakukan tindakan yang tidak profesional, kelainan, atau perilaku
meyimpang lainnya sebagaimana ditetapkan oleh Komite Medis, atau
f. Tenaga medis diberhentikan oleh Direksi karena yang bersangkutan mengakhiri kontrak dengan
rumah sakit setelah mengajukan pemberitahuan atau bulan sebelumnya.
(5) Penugasan klinis di rumah sakit pada seorang tenaga medis hanya dapat ditetapkan bila yang
bersangkutan menyetujui syarat-syarat sebagai berikut :
a. Memenuhi syarat sebagai tenaga medis berdasarkan peraturan perundang-undangan kesehatan yang
berlaku dan ketentuan lain sebagaimana ditetapkan dalam statuta ini.
b. Menangani pasien dalam batas-batas sebagaimana ditetapkan oleh DIREKSI setelah
mempertimbangkan daya dukung fasilitas rumah sakit, dan bila diperlukan rekomendasi dari komite
kredensial.
c. Mencatat segala tindakan yang di perlukan untuk menjamin agar rekam medis tiap pasien yang
ditanganinya di rumah sakit terpelihara dengan kuat dan rekam medis dilengkapi dalam waktu yang
wajar.
d. Memperhatikan segala permintaan rumah sakit yang dianggap wajar sehubungan dengan tindakan di
rumah sakit dengan mengacu pada ketentuan pelayanan yang berlaku di rumah sakit.
e. Mematuhi etika kedokteran yang berlaku di Indonesia, baik yang berkaitan dengan kewajiban
terhadap masyarakat pasien, teman sejawat dan diri sendiri.
f. Memperhatikan syarat-syarat umum praktek klinis yang berlaku di rumah sakit.

Pasal 78
Pemberhentian Staf Medis Fungsional
(1) Pemberhentian staf medis fungsional sebagai Anggota KSM berupa pemberhentian sementara atau
pemberhentian menetap .
(2) Pemberhentian menetap apabila:
a. Kondisi fisik dan atau mental SMF yang bersangkutan tidak mampu lagi secara menetap melakukan
tindakan medis, berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh Tim Kesehatan yang
berwenang; atau

H o s p i t a l B y L a w s | 40
b. Melakukan pelanggaran hukum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
c. Melakukan pelanggaran disiplin dan etika yang telah diputuskan oleh MKEK/MKDKI dengan sanksi
tidak dapat menjalankan profesi secara tetap/selamanya; atau
d. Berakhir masa perjanjian kerja dan tidak diperpanjang; atau
e. Tidak disetujui untuk diangkat kembali sebagai anggota KSM.
(3) Pemberhentian sementara apabila :
a. Kondisi fisik staf medis fungsional yang bersangkutan tidak mampu melakukan tindakan medis lebih
dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun; atau
b. Melakukan pelanggaran disiplin dan etika yang telah diputuskan oleh MKEK/MKDKI dengan sanksi
tidak dapat menjalankan profesi sementara; atau
c. Berulang-ulang melakukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran/peraturan lain yang terkait; atau
d. Dicabut kewenangan klinisnya; atau
e. Ijin praktek di RS MSB sudah tidak berlaku sesuai dengan peraturan perundangan yang ada; atau
f. Tidak memenuhi standar kompetensi sesuai dengan profesinya; atau
g. Staf medis purna waktu yang memasuki usia pensiun, yang dalam proses pengangkatan kembali
sebagai Anggota KSM; atau
h. Berakhir masa perjanjian kerja dan belum diperpanjang; atau

Pasal 79
Pengangkatan Kembali Staf Medis Fungsional
(1) Pengangkatan kembali staf medis fungsional sebagai Anggota KSM diberlakukan bagi staf medis
fungsional yang selesai menjalani pemberhentian sementara.
(2) Staf medis fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan:
a. surat permohonan dari yang bersangkutan atau rekomendasi tertulis dari Ketua KSMF terkait;
b. foto copi Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia;
c. foto copi Surat Ijin Praktek;
d. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki SIP;
e. surat pernyataan sanggup mematuhi dan melaksanakan etika profesi;
f. surat pernyataan sanggup mematuhi segala peraturan yang berlaku di lingkungan RS MSB
(3) Bila diperlukan dapat diminta kajian dan rekomendasi dari Komite Medik untuk pengangkatan kembali
anggota KSM;
(4) Direktur Utama dalam waktu 30 hari kerja harus mengeluarkan keputusan persetujuan atau penolakan.

Bagian Kelima
Pembinaan dan Pengawasan SMF

Pasal 80
Pembinaan dan Pengawasan SMF
(1) Pembinaan dan pengawasan merupakan tindakan korektif terhadap staf medis fungsional yang dilakukan
oleh Direktur Utama berdasarkan rekomendasi Wakil Direktur Pelayanan dan atau Komite Medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 41
(2) Pembinaan dan pengawasan terhadap staf medis fungsional meliputi pembinaan dan pengawasan
kewenangan klinis, kendali mutu, disiplin profesi, etika profesi, kendali biaya, disiplin pegawai dan
motivasi kerja.
(2) Pembinaan dan pengawasan kewenangan klinis, mutu, disiplin dan etika profesi dilakukan Komite Medik.
(3) Pembinaan dan pengawasan mutu pelayanan, kendali biaya, disiplin pegawai dan motivasi kerja dilakukan
oleh Wakil Direktur Pelayanan.
(4) Pembinaan dan pengawasan terkait kewenangan klinis dilakukan dengan investigasi.
(5) Rekomendasi hasil investigasi sebagaimana ayat (4), berupa:
a. penjatuhan teguran tertulis atau/dan pembatasan kewenangan klinis selama-lamanya 3 bulan untuk
pelanggaran ringan;
b. pembatasan kewenangan klinis selama-lamanya 6 bulan untuk pelanggaran sedang;
c. pembatasan kewenangan klinis selama-lamanya 1 (satu) tahun untuk pelanggaran berat.
(5) Pembinaan dan pengawasan terkait mutu, disiplin dan etika profesi dilakukan dengan audit medis, yang
diarahkan untuk :
a. meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan, etika dan disiplin pelayanan oleh staf medis;
b. melindungi masyarakat atau pasien atas tindakan yang dilakukan oleh staf medis.
(6) Tata cara pembinaan, pengawasan, pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap staf medis fungsional
ditetapkan oleh Direktur Utama.

Bagian Keenam
Mitra Bestari

Pasal 81
Mitra Bestari (Peer Group)
(6) Mitra bestari (Peer Group) merupakan sekelompok staf medis fungsional dengan reputasi dan kompetensi
profesi untuk menelaah segala hal yang terkait dengan profesi medis termasuk evaluasi kewenangan klinis
(7) Staf medis dalam Mitra Bestari pada ayat (1) tidak terbatas dari staf medis fungsional yang ada di rumah
sakit, yaitu perhimpunan dokter spesialis (Kolegium) perhimpunan dokter spesialis/dokter gigi spesialis,
kolegium dokter/dokter gigi, kolegium dokter spesialis/dokter gigi spesialis, dan / atau institusi
pendidikan kedokteran/kedokteran gigi (Fakultas Kedokteran).
(8) Direktur rumah sakit bersama Komite Medis dapat membentuk panita Adhoc yang terdiri dari Mitra
Bestari sesuai pada ayat (2) untuk menjalankan fungsi kredensial, penjagaan mutu profesi, maupun
menegakan disiplin dan etika profesi di rumah sakit.
(9) Penetapan Mitra Bestari sebagai Panitia Adhoc sebagaimana ayat (3) ditetapkan dengan keputusan
Direktur Utama atas usulan Ketua Komite Medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 42
Bagian Keempat
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)

Pasal 82
Penjelasan Umum DPJP
(1) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan adalah staf medis fungsional yang bertanggung jawab atas
pengelolaan asuhan medis seorang pasien di rumah sakit.
(2) Seluruh staf medis fungsional dapat menjadi DPJP sesuai tempat tugasnya

Pasal 83
Jenis-jenis DPJP
(1) DPJP terdiri dari DPJP pada pelayanan gawat darurat, DPJP pada pelayanan rawat jalan dan DPJP pada
pelayanan rawat inap.
(2) DPJP pada pelayanan gawat darurat adalah staf medis fungsional yang bertugas pada Instalasi Gawat
Darurat dan berdasarkan ketentuan yang diberlakukan.
(3) DPJP pada pelayanan rawat jalan adalah staf medis fungsional yang bertugas pada pelayanan rawat jalan
dan berdasarkan ketentuan yang diberlakukan.
(4) DPJP pada pelayanan rawat inap adalah staf medis fungsional yang bertugas pada pelayanan rawat inap
dan berdasarkan ketentuan yang diberlakukan.
(5) DPJP pada pelayanan rawat inap sudah harus ditentukan sebelum pasien masuk rawat inap.
(6) Dalam hal kondisi pasien memerlukan penanganan lebih lanjut di luar kompetensi DPJP, pengaturannya
dilakukan oleh Wakil Direktur pelayanan.
(7) Ketentuan DPJP ditetapkan oleh Direktur Utama.

Pasal 84
Tugas dan Tanggung Jawab DPJP
(1) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan mempunyai tugas:
a. Melakukan pemeriksaan riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, diagnose penyakit,
pemeriksaan penunjang, pemberian terapi, evaluasi keberhasilan terapi dan mendokumentasikannya
ke dalam rekam medik;
b. Memberikan informasi dan masukan tentang perkembangan kondisi pasien kepada pasien, keluarga
pasien dan tim pelayanan;
c. Memberikan edukasi kepada pasien;
d. Bila diperlukan DPJP melakukan presentasi kasus medis yang ditanganinya di hadapan Komite Medik;
e. Membantu dan memberikan bimbingan kepada mahasiswa kedokteran dalam pendidikan klinis di
rumah sakit.
f. Berkerjasama dengan Profesional pemberi asuhaan lainnya (PPA) dalam hal penangan pasien secara
pelayanan berfous pasien.
(2) DPJP wajib membuat rencana asuhan pelayanan medik dengan memperhatikan kendali biaya dan kendali
mutu.
(3) Dalam pelaksanaan Tugasnya DPJP di bantu oleh seorang Manajer pelayanan Pasien (MPP) sebagai
petugas yang mengkoordinasikan pelayanan yang di lakukan oleh DPJP

H o s p i t a l B y L a w s | 43
BAB VIII
KEWENANGAN KLINIS (CLINICAL PRIVILEGES)

Pasal 85
Penjelasan Umum Kewenangan Klinis
(1) Kewenangan Klinis (clinical privilege) seorang staf medis fungsional ditetapkan dengan keputusan
Direktur Utama setelah memperhatikan rekomendasi dari Komite Medik.
(2) Penetapan kewenangan klinis (clinical privilege) oleh Direktur Utama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melalui penerbitan penugasan klinis (clinical appointment) atas Rekomendasi Komite Medis, setelah
melalui Proses Kredensial yang dilakukan oleh SubKomite Kredensial
(3) Kewenangan klinis setiap staf medis fungsional dapat saling berbeda walaupun memiliki spesialisasi yang
sama.
(4) Tanpa kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medis fungsional tidak dapat menjadi anggota
KSM.
(5) Kewenangan Klinis adalah kewenangan dari anggota SMF untuk melaksanakan pelayanan medis sesuai
dengan kompetensi profesi dan keahliannya.
(6) Lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) untuk pelayanan medis tertentu diberikan dengan
berpedoman pada buku putih (white paper) yang disusun oleh mitra bestari (peer group) profesi
bersangkutan.
(7) Rincian kewenangan klinis dan syarat-syarat kompetensi setiap jenis pelayanan medis yang disebut buku
putih (white paper) ditetapkan oleh Komite Medik dengan berpedoman pada norma keprofesian yang
ditetapkan oleh kolegium setiap spesialisasi.
(8) Dalam hal dijumpai kesulitan menentukan kewenangan klinis dan atau apabila suatu pelayanan medis
dapat dilakukan oleh staf medis fungsional dari jenis spesialisasi yang berbeda maka untuk pelayanan
medis tertentu Komite Medik dapat meminta informasi atau pendapat dari Mitra Bestari.

Pasal 86
Jenis Kewenangan Klinis
Jenis kewenangan klinis yang berlaku di Rumah sakit, meliputi :
1. Kewenangan klinis sementara (temporary clinical privilege);
2. Kewenangan klinis dalam keadaan darurat (emergency clinical privilege); dan
3. Kewenangan klinis bersyarat (provisional clinical privilege).

Pasal 87
Pemberian Kewenangan Klinis
Kewenangan klinis (clinical privilege) diberikan kepada staf medis fungsional berdasarkan pertimbangan antara
lain:
1. clinical appraisal (tinjauan atau telaah hasil proses kredensial) berupa surat rekomendasi;
2. standar profesi dari organisasi profesi;
3. standar pendidikan;
4. standar kompetensi dari kolegium.

H o s p i t a l B y L a w s | 44
Pasal 88
Berakhirnya Kewenangan Klinis
(1) Hak Klinik diberikan kepada seorang anggota SMF untuk jangka waktu 5 tahun. Pemberian hak Klinik ulang
dapat diberikan setelah yang bersangkutan mendapat resertifikasi dari organisasi profesi.
(2) Kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medis fungsional dievaluasi secara berkala melalui
proses rekredensial untuk ditentukan apakah kewenangan tersebut dapat dipertahankan, diperluas,
dipersempit atau dicabut oleh Direktur utama.

Pasal 89
Pembatasan kewenangan Klinis
(1) Komite Medik bila memandang perlu dapat memberi rekomendasi agar anggota SMF dibatasi hak
kliniknya kepada Direktur (Utama), atas rekomendasi dari Panitia Kredensial agar anggota SMF dilakukan
pembatasan kewenangan klinisnya.
(2) Pembatasan kewenangan klinis ini dapat dipertimbangakan bila anggota SMF tersebut dalam pelaksanaan
tugasnya di RS MSB dianggap tidak melaksanakannya sesuai dengan standar pelayanan medis yang
berlaku, dapat dipandang dari sudut kinerja klinik, sudut etik profesi dan sudut hukum.
(3) Panitia Kredensial membuat rekomendasi pembatasan hak klinik anggota SMF setelah terlebih dahulu
Ketua SMF mengajukan surat untuk mempetimbangkan pencabutan kewenangan klnis dari anggota SMF
nya kepada ketua Komite Medik.
a. Komite Medik meneruskan permohonanan tersebut kepada panitia kredensial untuk meneliti kinerja
klinis dan etika profesi dan anggota SMF yang bersangkutan.
b. Panitia kredensial berhak memanggil anggota SMF yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan
dan membela diri setelah sebelumnya diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari bukti-bukti
tertulis tentang pelanggaran yang dibuatnya.
c. Panitia kredensial dapat meminta pendapat dari pihak lain yang terkait.

Pasal 90
Pencabutan Pembatasan Kewenangan Klinis
Pencabutan pembatasan kewenangan klinis dilaksanakan oleh Direktur atas usul Komite Medik bila SMF
tersebut telah melaksanakan sesuai waktu yang telah ditentukan pada saat sanksi pembatasan.

Pasal 91
Pencabutan Kewenangan Klinis
Pencabutan Hak Klinik dilaksanakan apabila :
1. Pindah dari lingkungan RS MSB
2. Meninggal dunia

H o s p i t a l B y L a w s | 45
Pasal 92
Perluasan / Penambahan Kewenangan klinis
(1) Dalam hal menghendaki agar kewenangan klinisnya diperluas maka staf medis fungsional yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Direktur Utama dengan menyebutkan alasan serta
melampirkan bukti berupa sertifikat pelatihan yang diakui oleh organisasi profesi dan atau pendidikan yang
dapat mendukung permohonannya.
(2) Sesuai dengan permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) maka Direktur Utama akan
meminta Komite Medik untuk melakukan rekredensial.
(3) Direktur Utama berwenang mengabulkan atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) setelah mempertimbangkan rekomendasi Komite Medik.
(4) Setiap permohonan perluasan kewenangan klinis yang dikabulkan dituangkan pada penugasan klinis dalam
bentuk Surat Keputusan Direktur Utama dan disampaikan kepada pemohon serta ditembuskan kepada
Komite Medik.
(5) Apabila permohonan perluasan kewenangan klinis ditolak dituangkan dalam Surat Pemberitahuan
Penolakan yang ditanda tangani oleh Direktur Utama dan disampaikan kepada pemohon serta
ditembuskan kepada Komite Medik.

Pasal 93
Pelimpahan Kewenangan Klinis
(1) Dalam kondisi tertentu kewenangan klinis dapat di delegasikan kepada dokter spesialis/dokter gigi
spesialis, dokter/dokter gigi, perawat atau bidan sesuai dengan kompetensinya.
(2) Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui usulan Komite Medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 46
BAB IX
PENUGASAN KLINIS (CLINICAL APPOINTMENT)

Pasal 94
Penjelasan Umum Penugasan Klinis
(1) Kewenangan Klinis diberikan oleh Direktur Utama berdasarkan rekomendasi Komite Medik kepada seorang
anggota SMF dengan suatu surat Penugasan Klinis (Clinical Appointment) yang berlaku 3 (tiga) tahun.
(2) Surat Penugasan Klinis (Clinical Appointment) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperbaharui
sesuai dengan kompetensi dari anggota SMF setelah dilakukan kredensial oleh Komite Medik.
(3) Kewenangan Klinis anggota SMF berstatus dokter tamu diberikan dengan suatu surat Penugasan Klinis
(Clinical Appointment) yang berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(4) Pemberian Penugasan Klinis ulang (Clinical Re-Appointment) dapat diberikan setelah yang bersangkutan
mengikuti prosedur Re-Kredensial dari Komite Medis.
(5) Pencabutan/pembatasan Kewenangan klinis yang tertuang dalam Surat Penugasan Klinis dilakukan oleh
Direktur Utama dengan memperhatikan rekomendasi Komite Medis.

Pasal 95
Syarat Penugasan Klinis
(1) Penugasan klinis seorang staf medis hanya dapat ditetapkan bila:
a. mempunyai Surat Ijin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran/Kedokteran Gigi Indonesia;
b. memenuhi syarat sebagai staf medis berdasarkan peraturan perundang-undangan kesehatan yang
berlaku dan ketentuan lain sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Internal Rumah Sakit ini;
c. memenuhi syarat-syarat umum praktik klinis yang berlaku di rumah sakit;
d. memenuhi syarat untuk menangani pasien dalam batas-batas sebagaimana ditetapkan oleh Direktur
Utama setelah mempertimbangkan daya dukung fasilitas rumah sakit;
e. bersedia memenuhi segala permintaan rumah sakit yang dianggap wajar sehubungan dengan
pelayanan dan tindakan medis dengan mengacu pada panduan praktik klinik (PPK), clinical pathway
dan prosedur operasional/ manajerial/ administrasi yang berlaku di rumah sakit; dan
f. bersedia mematuhi etika kedokteran yang berlaku di Indonesia, baik yang berkaitan dengan
kewajiban terhadap masyarakat, kewajiban terhadap pasien, teman sejawat dan diri sendiri.
(2) Penugasan klinis dapat berakhir sebelum jangka waktu berakhirnya dalam hal:
a. ijin praktik yang bersangkutan sudah tidak berlaku; atau
b. kondisi fisik atau mental staf medis yang bersangkutan tidak mampu melakukan pelayanan medis;
atau SMF tidak memenuhi kriteria dan syarat-syarat yang ditetapkan dalam kewenangan klinis
(clinical privilege) yang dicantumkan dalam penugasan klinis; atau
c. SMF telah melakukan tindakan yang tidak profesional atau perilaku menyimpang lainnya atau
diberhentikan oleh Direktur Utama karena melakukan pelanggaran disiplin kepegawaian sesuai
peraturan yang berlaku; atau
d. SMF diberhentikan oleh Direktur Utama karena yang bersangkutan mengakhiri kontrak setelah
mengajukan pemberitahuan satu bulan sebelumnya.

H o s p i t a l B y L a w s | 47
BAB X
KOMITE MEDIK

Bagian Kesatu
Pengorganisaian Komite Medis

Pasal 96
Struktur Organisasi
(1) Nama organisasi : Komite Medik adalah wadah profesional medis yang anggotanya terdiri dari Ketua-ketua
Staf Medis Fungsional dan atau yang mewakili disiplin ilmu tertentu.
(2) Komite Medik merupakan organisasi non struktural yang dibentuk dan bertanggung jawab oleh Direktur
Utama.
(3) Komite Medik berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
(4) Kebijakan, prosedur dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan tugas, fungsi dan wewenang
Komite Medik ditetapkan oleh Direktur Utama.
(5) Komite Medik mempunyai otoritas tertinggi dalam pengorganisasian staf medis.
(6) Susunan Organisasi dan kepengerusan Komite Medik terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota.
b. Wakil Ketua merangkap anggota
c. Sekertaris merangkap anggota
d. Sekretaris bukan anggota
e. Anggota
f. Sub Komite Medik yang terdiri dari:
1. Sub Komite Kredensial;
2. Sub Komite Mutu Profesi Medis;
3. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi.

Pasal 97
Ketua Komite Medik
(1) Persyaratan Ketua Komite Medik:
a. mempunyai kredibilitas yang tinggi dalam profesinya;
b. menguasai segi ilmu pofesinya dalam jangkauan, ruang lingkup, sasaran dan dampak yang luas;
c. peka terhadap perkembangan perumahsakitan;
d. bersifat terbuka, bijaksana dan jujur;
e. mempunyai kepribadian yang dapat diterima dan disegani di lingkungan profesinya; dan
f. mempunyai integritas keilmuan dan etika profesi yang tinggi.
(2) Dalam menentukan Ketua Komite Medik, Direktur Utama dapat meminta pendapat dari Dewan
Pengawas.

H o s p i t a l B y L a w s | 48
Pasal 98
Sekertaris komite medis
(1) Bertanggung jawab atas tugas kesekretariatan komite medik.
(2) Melaksanakan pekerjaan administrasi pada komite medik.
(3) Sekertaris Komite medis dapat berasl dari anggota komitemedis yang ditunjuk oleh ketua Komite Medis
(4) Untuk menjalankan fungsi harian sekertaris komitemedis dapat bersal dari bukan anggota komite medis

Pasal 99
Sub Komite Medik
(1) Sub Komite / Panitia adalah kelompok kerja khusus yang bertugas membantu pelaksanaan tugas –tugas
Klinik Bidang Medis.
(2) Sub Komite / Panitia dibentuk sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
(3) Sub Komite / Panitia kepengurusannya ditetapkan oelh Surat Keputusan Direktur Utama.
(4) Keanggotaan Sub Komite / Panitia terdiri dari anggota tetap staf medis fungsional dan tenaga lain secara
ex officio.
(5) Susunan Kepengurusan Sub Komite / Panitia terdiri :
a. Ketua Merangkap Anggota.
b. Sekretaris merangkap Anggota.
c. Anggota.
(6) Sesuai pasal 93 ayat (6) poin f, Sub Komite Medik yang terdiri dari:
1. Sub Komite Kredensial;
2. Sub Komite Mutu Profesi Medis;
3. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi.
(7) Tiap-tiap Subkomite bertanggungjawab kepada Komite Medik mengenai pelaksanaan tugas dan kewajiban
yang dibebankan kepadanya.

Pasal 100
Tata Kerja Sub Komite
Tata Kerja Sub Komite / Panitia :
1. Sub Komite / Panitia membuat kebijakan, program dan prosedur operasional.
2. Sub Komite / Panitia membuat laporan berkala dan laporan tahunan kepada Komite Medik. Laporan
tahunan berisi evaluasi kegiatan dan rencana kegiatan berikutnya.
2. Biaya operasional dibebankan pada anggaran rumah sakit.

H o s p i t a l B y L a w s | 49
Bagian Kedua
Pengangkatan Komite Medis

Pasal 101
Pengangkatan Komite Medis
(1) Kepengurusan Komite Medik dipilih melalui rapat pleno untuk memilih ketua, wakil ketua dan sekretaris.
(2) Ketua Komite Medis ditetapkan oleh Direktur Utama, dengan mempertimbangkan usulan hasil pleno
anggota Komite medis dipilih berdasarkan kesepakatan Bersama dengan suara terbanyak dari 3 (tiga) orang
calon yang diajukan.
(3) Pemilihan dilaksanakan sesuai prosedur tetap yang telah diatur di dalam Medical Staf Bylaws.
(4) Sekretaris komite medik dan ketua subkomite ditetapkan oleh Ketua Komitemedis yang terpilih
berdasarkan rekomendasi dan memperhatikan masukan dari anggota SMF yang bekerja di rumah sakit.
(5) Jangka waktu keanggotaan Komite Medis adalah 3 (tiga) tahun.

Pasal 102
Keanggotaan Komite Medik
Keanggotaan komite medik ditetapkan oleh Direktur Utama rumah sakit dengan mempertimbangkan sikap
profesional, reputasi, dan perilaku.

Bagian Ketiga
Tugas, Fungsi dan Wewenang Komite Medik

Pasal 103
Tugas Komite Medis
(1) Komite Medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis fungsional yang bekerja di
rumah sakit dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis fungsional; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis fungsional.
(2) Membantu Direksi menyusun standar pelayanan medis dan pemantau pelaksanaannya.
(3) Membantu Direksi menyusun medical staff bylaws dan memantau pelaksanaannya.
(4) Membantu Direksi menyusun kebijakan dan prosedur yang terkait medico-legal dan etiko-legal.
(5) Melakukan koordinasi dengan direksi dalam melaksanakan pemantauan dan pembinaan pelaksanaan
tugas SMF.
(6) Mengatur kewenangan profesi dan SMF.
(1) Melaksanakan pembinaan etika profesi, disiplin profesi dan mutu profesi.
(2) Melakukan pemantauan dan evaluasi mutu pelayanan medis.
(3) Meningkatkan program pelayanan, Pendidikan, pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam
bidang medis.
(4) Pedoman pelaksanaan tugas Komite Medik ditetapkan oleh Direktur Utama

H o s p i t a l B y L a w s | 50
Pasal 104
Fungsi Komite Medis
(1) Fungsi Komite Medik adalah sebagai pengarah dalam pemberian pelayanan medis, sedangkan SMF
adalah pelaksana pelayanan medis.
(2) Komite medik berfungsi untuk menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik agar
mutu pelayanan medis dan keselamatan pasien lebih terjamin dan terlindungi.
(3) Komite Medis melaksanakan tugas penapisan profesionalisme staf medis, mempertahankan
kompetensi dan profesionalisme staf medis, serta menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
(4) Pelaksanaan tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh SubKomite-SubKomite.
(5) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Komite Medik dapat dibantu oleh panitia adhoc dari mitra bestari
yang ditetapkan oleh Direktur Utama.

Pasal 105
Wewenang Komite Medis
(1) Memberikan usul rencana kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga medis.
(2) Meberikan pertimbangan tentang rencana pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan peralatan
pelayanan medis dan peralatan penunjang medis serta pengembangan pelayanan medis.

(3) Membentuk Tim Klinis yang mempunyai tugas menangani kasus-kasus pelayanan medis yang memerlukan
koordinasi lintas profesi.
(4) Memantau dan mengevaluasi penggunaan obat di Rumah sakit.
(5) Memantau dan mengevaluasi efisiensi dan efektivitas penggunan alat kedokteran di Rumah Sakit.
(6) Melaksanakan pembinaan Etika Profesi serta mengatur kewenangan profesi anggota SMF
(7) Menetapkan tugas dan kewajiban Sub Komite/Panitia dalam lingkungan Komite Medik.
(8) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Medik berwenang:
a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical privilege);
b. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment);
c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege) tertentu;
d. Memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical
privilege);
e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;
f. Memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;
g. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan
h. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
i. Memberikan rekomendasi tentang kerjasama anatara Rumah Sakit dan Fakultas Kedokteran /
Kedokteran Gigi / Instalasi pendidikan lain.

H o s p i t a l B y L a w s | 51
Bagian Keempat
Rapat Komite Medik

Pasal 106
Mekanisme Rapat Komite Medis
(1) Rapat komite medik adalah rapat yang diselenggarakan oleh Komite Medik untuk membahas hal-hal yang
berhubungan dengan keprofesian staf medis fungsional sesuai tugas dan kewajibannya.
(2) Rapat komite medik terdiri dari rapat rutin, rapat dengan Wadir Pelayanan, dan rapat khusus.
(3) Peserta rapat komite medik selain Anggota Komite Medik, apabila diperlukan dapat juga dihadiri oleh
pihak lain yang terkait dengan agenda rapat, baik internal maupun eksternal RS MSB yang ditentukan
oleh Komite Medik.
(4) Setiap rapat komite medik dibuat Undangan, Notulen/risalah rapat oleh sekertaris Komite Medis
(5) Mekanisme pelaksanaan rapat komite medik diatur dalam pedoman rapat komite medik.

Pasal 107
Rapat Rutin Komite Medik
1. Rapat rutin komite medik:
a. Rapat rutin diselenggarakan terjadual paling sedikit satu kali dalam satu bulan dengan interval yang
tetap pada waktu dan tempat yang ditetapkan oleh Komite Medik;
b. Rapat rutin merupakan rapat koordinasi untuk mendiskusikan, mengklarifikasi, mencari alternatif
solusi berbagai masalah pelayanan medis dan membuat usulan tentang kebijakan pelayanan medis;
c. Risalah rapat rutin dan rapat khusus yang lalu disampaikan pada setiap penyelenggaraan rapat rutin.
(2) Rapat komite medik dengan Wakil Direktur Pelayanan:
a. Rapat dengan Direktur Medik dan Keperawatan diselenggarakan terjadual paling sedikit satu kali
dalam satu bulan dengan interval yang tetap pada waktu dan tempat yang ditetapkan oleh Komite
Medik dan Direktur Medik dan Keperawatan;
b. Rapat bertujuan untuk menginternalisasikan kebijakan dan peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan profesi dan pelayanan medis, mendiskusikan berbagai masalah pelayanan medis, sumber daya
manusia, sarana prasarana, keuangan serta menampung usulan tentang kebijakan pelayanan medis;
c. Risalah rapat dengan Direktur Medik dan Keperawatan yang lalu disampaikan pada setiap
penyelenggaraan rapat dengan Direktur Medik dan Keperawatan.

Pasal 108
Rapat khusus komite medik
(1) Rapat khusus diselenggarakan atas permintaan yang ditandatangani oleh paling sedikit 3 (tiga) orang
anggota Komite Medik;
(2) Rapat khusus bertujuan untuk membahas masalah mendesak / penting yang segera memerlukan
penetapan/ keputusan Direktur Utama;
(3) Undangan rapat khusus disampaikan oleh Sekretaris Komite Medik kepada peserta rapat melalui telepon
sebelum rapat diselenggarakan, dengan memberitahukan agenda rapat.

H o s p i t a l B y L a w s | 52
(4) Pimpinan rapat komite medik:
a. setiap rapat komite medik dipimpin oleh Ketua Komite Medik, apabila Ketua berhalangan hadir dalam
suatu rapat, bila kuorum telah tercapai, maka Anggota Komite Medik yang hadir dapat memilih
pimpinan rapat;
b. pimpinan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4.a) berkewajiban melaporkan hasil keputusan
rapat kepada Ketua Komite Medik.

Pasal 109
Kuorum
(1) Dalam hal untuk pengambilan keputusan, rapat komite medik hanya dapat dilaksanakan bila kuorum
tercapai;
(2) Kuorum dianggap tercapai bila 50%+1 dari anggota komite medik hadir;
(3) Dalam hal kuorum tidak tercapai dalam waktu satu jam dari waktu yang telah ditentukan, maka rapat
ditangguhkan untuk dilaksanakan pada tempat, hari dan jam yang disepakati paling lambat dalam waktu
2x24 jam;
(4) Dalam hal kuorum tidak juga tercapai dalam waktu satu jam dari waktu rapat yang telah ditentukan
sebagaimana ayat (5.c), maka rapat dapat dilaksanakan dan segala keputusan yang terdapat dalam risalah
rapat disahkan dalam rapat komite medik berikutnya.

Pasal 110
Pengambilan putusan rapat
(1) Pengambilan putusan rapat komite medik berdasarkan pendekatan berbasis bukti (evidence-based);
(2) Dalam hal tidak tercapai mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak;
(3) Apabila belum mendapat kesepakatan maka pimpinan rapat menyampaikan hasil rapat kepada Direktur
Utama untuk diputuskan;
(4) Keputusan rapat Komite Medik merupakan sebuah rekomendasi yang diberikan kepada Direktur Utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 53
BAB XI
SUBKOMITE KREDENSIAL

Pasal 111
Penjelasan umum dan keanggotaan Sub Komite Kredensial
(1) Sub komite kredensial merupakan organisasi yang melaksanakan kredensial untuk menjamin agar tenaga
medis khususnya dokter berkompeten dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan
standar profesi.
(2) Subkomite kredensial berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik.
(3) Anggota/personalia subkomite kredensial terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang staf medis
fungsional yang memiliki penugasan klinis (clinical appointment) dan berasal dari disiplin ilmu yang
berbeda.
(4) Pengorganisasian subkomite kredensial terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.

Pasal 112
Tugas dan Wewenang SubKomite Kredensial
Tugas dan wewenang subkomite kredensial adalah:
(1) Penyusunan daftar kewenangan klinis dan persyaratan setiap jenis pelayanan medis berdasarkan norma
keprofesian yang berlaku dan masukan dari KSM dan atau Mitra Bestari
(2) Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi melalui kredensial dan rekredensial untuk
mendapatkan dan memastikan bahwa staf medis fungsional yang akan melakukan pelayanan medis
dirumah sakit kredible, profesional dan akuntabel;
(3) Mengevaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan (P2KB/ P3KGB) staf
medis fungsional;
(4) Mewawancarai pemohon kewenangan klinis;
(5) Penilaian dan pemberian rekomendasi pemutusan kewenangan klinis yang adekuat kemudian
melaporkan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi kewenangan klinis dan
penugasan klinis kepada Ketua Komite Medik.

Pasal 113
Mekanisme Kredensial
(1) Instrumen kredensial dan rekredensial antara lain adalah daftar rincian kewenangan klinis setiap
spesialisasi, buku putih (white paper) untuk setiap pelayanan medis dan daftar mitra bestari.
(2) Proses kredensial dan rekredensial meliputi pemeriksaan dan pengkajian elemen:
a. Kompetensi:
1) berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi yang disahkan oleh lembaga pemerintah
yang berwenang;
2) kognitif;
3) afektif;
4) psikomotor.

H o s p i t a l B y L a w s | 54
b. Kompetensi fisik;
c. Kompetensi mental/perilaku;
d. Perilaku etis (ethical standing).
(3) Proses kredensial dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur dan
terdokumentasi.
(4) Dalam melakukan pengkajian dapat membentuk panel atau panitia adhoc atau melibatkan Mitra Bestari.
(5) Hasil kredensial berupa rekomendasi Komite Medik kepada Direktur Utama tentang lingkup kewenangan
klinis seorang staf medis fungsional.

Pasal 114
Rekredensial
(1) Rekredensial terhadap staf medis fungsional dilakukan dalam hal:
a. Penugasan klinis (clinical appointment) yang dimiliki oleh staf medis fungsional telah habis masa
berlakunya;
b. Staf medis fungsional yang bersangkutan diduga melakukan kelalaian terkait tugas dan
kewenangannya;
c. Staf medis fungsional yang bersangkutan diduga terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental.
(2) Rekomendasi hasil rekredensial berupa:
a. Kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
b. Kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c. Kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d. Kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu;
e. Kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi;
f. Kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri.

H o s p i t a l B y L a w s | 55
BAB XII
SUBKOMITE MUTU PROFESI

Pasal 115
Penjelasan umum dan keanggotaan Sub komite Mutu Profesi
(1) Subkomite mutu profesi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik.
(2) Anggota/personalia subkomite mutu profesi terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang SMF yang
memiliki penugasan klinis (clinical appointment) dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
(3) Pengorganisasian subkomite mutu profesi terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.

Pasal 116
Tugas dan Wewenang SubKomite Mutu Profesi
Tugas dan wewenang subkomite mutu profesi adalah:
(1) Melakukan audit medis;
(2) Merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi staf medis fungsional;
(3) Berperan menjaga mutu profesi medis dengan memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh
staf medis fungsional melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-
going professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused
professional practice evaluation);
(4) Pendidikan dan pengembangan profesi berkelanjutan dengan memberikan rekomendasi pendidikan,
pertemuan ilmiah internal dan kegiatan eksternal; dan mengadakan pertemuan ilmiah internal Program
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan/Program Pendidikan Kedokteran Gigi Berkelanjutan (P2KB/ P2KGB)
bagi staf medis fungsional;
(5) Mengadakan kegiatan eksternal Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan/ Program Pendidikan
Kedokteran Gigi Berkelanjutan (P2KB/ P2KGB) bagi staf medis fungsional;
(6) Memfasilitasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis fungsional yang membutuhkan;
(7) Memberikan usulan untuk melengkapi kebutuhan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis.

Pasal 117
Audit Medis
(1) Audit medis dilakukan secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari
kegiatan peer-review, surveillance dan assessment terhadap pelayanan medis di rumah sakit.
(2) Pelaksanaan audit medis menggunakan rekam medis yang dibuat oleh staf medis fungsional.
(3) Hasil dari Audit medis sebagaimana pada ayat (1) berfungsi:
a. sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing SMF
b. sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai kompetensi yang dimiliki;
c. sebagai dasar bagi Komite Medik dalam merekomendasikan pencabutan atau penangguhan
kewenangan klinis (clinical privilege);
d. sebagai dasar bagi Komite Medik dalam merekomendasikan perubahan/modifikasi rincian
kewenangan klinis seorang staf medis fungsional.

H o s p i t a l B y L a w s | 56
Pasal 118
Pendidikan Berkelanjutan
(1) Memberikan rekomendasi atau persetujuan pendidikan berkelanjutan baik yang merupakan program
rumah sakit maupun atas permintaan staf medis fungsional sebagai asupan kepada Direksi;
(2) Pendidikan berkelanjutan dilakukan dengan:
a. Menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus dilaksanakan oleh masing-masing KSM;
b. Mengadakan pertemuan berupa pembahasan kasus yang meliputi kasus :
- Manager Pelayanan Pasien Case (Kasus sulit untuk kendali mutu dan biaya (MPP Case)
- Kasus kematian (death case),
- kasus langka,
c. Menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat diikuti oleh masing-masing staf medis fungsional
setiap tahun dan tidak mengurangi hari cuti tahunannya;
d. Bersama-sama dengan KSM menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang melibatkan staf medis
fungsional sebagai narasumber dan peserta aktif;
e. Bersama dengan Bagian Pendidikan & Penelitian memfasilitasi kegiatan ilmiah dan mengusahakan
satuan angka kredit dari ikatan profesi.
(3) Setiap pertemuan ilmiah yang dilakukan harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir peserta
yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.

Pasal 119
Pendampingan (proctoring)
(1) Pelaksanaan pendampingan (proctoring) dilakukan dalam upaya pembinaan profesi bagi staf medis
fungsional yang dijatuhi sanksi disiplin atau pengurangan kewenangan klinis (clinical privilege).
(2) Staf medis fungsional yang akan memberikan pendampingan (proctoring) ditetapkan dengan keputusan
Direktur Utama.
(3) Semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan (proctoring) difasilitasi dan
dikoordinasikan bersama direktur terkait.
(4) Hasil pendampingan (proctoring) berupa rekomendasi Komite Medik kepada Direktur Utama tentang
lingkup kewenangan klinis dan penugasan klinis seorang staf medis fungsional.

H o s p i t a l B y L a w s | 57
BAB XIII
SUBKOMITE ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI

Pasal 120
Pengorganisasian dan Keanggotaan SubKomite Etika dan Disiplin Profesi
(1) Subkomite etika dan disiplin profesi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Komite Medik.
(2) Anggota/personalia subkomite etika dan disiplin profesi terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang
staf medis fungsional yang memiliki penugasan klinis (clinical appointment) dan berasal dari disiplin ilmu
yang berbeda.
(3) Pengorganisasian subkomite etika dan disiplin profesi terdiri dari ketua, sekretaris, dan anggota.

Pasal 121
Tugas dan Wewenang SubKomite Etika dan Disiplin Profesi
Tugas dan wewenang subkomite etika dan disiplin profesi adalah:
(1) Melakukan pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
(2) Melakukan upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medis fungsional serta memberikan
rekomendasi pendisiplinan prilaku staf medis fungsional
(3) Memberikan nasehat dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis pasien.

Pasal 122
Mekanisme Pendisiplinan Profesi
(1) Tolok ukur yang menjadi dasar dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medis fungsional,
antara lain:
a. Pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;
b. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit;
c. Daftar kewenangan klinis di rumah sakit;
d. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medis (white paper) di rumah sakit;
e. Kode etik kedokteran Indonesia;
f. Pedoman pelayanan medik/klinik;
g. Standar prosedur operasional asuhan medis.
(2) Rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi pada staf medis fungsional berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege);
c. Bekerja di bawah supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk
pelayanan medis tersebut;
d. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) sementara atau selamanya.
(3) Mekanisme pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku profesional ditetapkan oleh Komite Medik.

H o s p i t a l B y L a w s | 58
Pasal 123
Proses Penegakan Disiplin
(1) Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua subkomite etika dan
disiplin profesi.
(2) Panel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri 3 (tiga) orang staf medis atau lebih dalam jumlah ganjil
dengan susunan sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda dari
yang diperiksa;
b. 2 (dua) orang atau lebih staf medis dari disiplin ilmu yang sama dengan yang diperiksa dapat berasal
dari dalam rumah sakit atau dari luar rumah sakit, baik atas permintaan Komite Medik dengan
persetujuan Direktur Utama atau atas permintaan Direktur Utama rumah sakit terlapor.
(3) Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit.
(4) Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit mengikuti ketentuan yang ditetapkan
oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi Komite Medik.

Pasal 124
Pembinaan Profesi dan Etika
(1) Pembinaan profesionalisme staf medik fungsional dapat diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi,
symposium atau lokakarya.
(2) Staf medis fungsional dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada suatu kasus
pengobatan di rumah sakit kepada Komite Medik melalui Ketua KSMF.
(3) Subkomite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan kasus dengan
mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan pengambilan
keputusan etis.

Pasal 125
Pertimbangan Keputusan Etis
(1) Staf medis dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis padasuatu kasus pengobatan di
rumah sakit melalui KSM kepada komite medik.
(2) Subkomite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasankasus dengan
mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan pengambilan
keputusan etis tersebut

H o s p i t a l B y L a w s | 59
BAB XIV
PENGATURAN TATA KELOLA KLINIS (CLINICAL GOVERNANCE)

Pasal 126
Pengaturan Pelaksana
(1) Tata kelola klinis merupakan penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit
klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor
hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.
(2) Kebijakan, pedoman dan standar prosedur operasional ditetapkan oleh Direktur Utama.
(3) Masing-masing unit kerja wajib membuat standar prosedur operasional dan peraturan pelaksanaan lainnya
dengan matrik keterkaitan yang jelas antar pelayanan utama dan pendukung pelayanan lainnya untuk
ditetapkan oleh Ditrektur Utama.
(4) Kebijakan teknis operasional pelayanan medis tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Internal Rumah
Sakit (Hospital ByLaws) ini.
(5) Guna melaksanakan tata kelola klinis (clinical governance) di rumah sakit maka setiap Staf Medis
berkewajiban untuk :
a. Melaksanakan keprofesian medis sesuai dengan Kewenangan Klinis dan Penugasan Klinis yang
diberikan;
b. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional yang sesuai dengan kebutuhan medis pasien;
(6) Dalam keadaan bencana alam, kegawatdaruratan akibat bencana massal, kerusuhan yang menimbulkan
banyak korban maka semua staf medis fungsional dapat diberikan penugasan klinis untuk melakukan
tindakan penyelamatan di luar kewenangan klinis yang dimiliki, sepanjang yang bersangkutan memiliki
kemampuan untuk melakukannya.
(7) Untuk menangani pelayanan medis tertentu, Direktur Utama dapat membentuk panitia atau kelompok
kerja.
(8) Setiap Ketua KSM wajib membantu Direktur Medik dan Keperawatan serta Komite Medik melakukan
bimbingan, pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya.
(9) Untuk melengkapi kebutuhan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medis, Komite Medik memberikan usulan setelah melalui penilaian tehnis
peralatan kesehatan berdasarkan Health Technical Asssesment (HTA).

Pasal 127
Konsultasi Profesi
(1) Dalam pelaksanaan tugas, wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik
dilingkungannya maupun dengan instansi lain sesuai bidang tugas masing-masing.
(2) Melakukan konsultasi kepada dokter, dokter gigi, dokter gigi spesialis, dan dokter spesialis lain dengan
disiplin yang sesuai dengan kebutuhan pasien berdasarkan indikasi medis;dan

H o s p i t a l B y L a w s | 60
Pasal 128
Sistem Rujukan Pasien
(1) Sistem rujukan adalah penyelenggaraan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab
yang timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dari unit yang
berkemampuan kurang ke unit yang lebih mamapu, atau secara horizontal dalam artian unit-unit yang
setingkat kemampuannya. Dapatpula diartikan rujukan dari profesi yang memiliki kompetensi yang
berbeda.
(2) Kewajiban melakukan konsultasi dan/atau merujuk pasien kepada tenaga medis lain yang dianggap
lebih mampu
(3) Sistem rujukan dilakukan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis
(4) Merujuk pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan lain apabila ditemukan keterbatasan kemampuan,
sarana dan prasarana dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien

H o s p i t a l B y L a w s | 61
BAB XV
AMANDEMEN/PERUBAHAN

Pasal 129
Perubahan Hospital ByLaws
(1) Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) secara berkala sekurang-kurangnya setiap 3 tahun
dievaluasi, ditinjau kembali, disesuaikan dengan perkembangan profesi medis dan kondisi rumah sakit.
(2) Direksi atas persetujuan Dewan Pengawas berhak merubah Hospital ByLaws ini melalui rapat khusus yang
diselenggarakan untuk itu.
(3) Perubahan terhadap Peraturan Internal Rumah Sakit dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan
(4) Perubahan dapat dilakukan, apabila ada permohonan secara tertulis dari salah satu Pihak yang terkait
dengan Peraturan Internal Rumah Sakit, yaitu Dewan Pengawas, Direksi dan Komite Medis.
(5) Usulan untuk merubah Hospital ByLaws sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilaksanakan
bila terdapat pemberitahuan tertulis dari salah satu pihak kepada pihak lainnya, yang disampaikan paling
lambat 3 (tiga) minggu sebelumnya.
(6) Perubahan dapat dilakukan dengan menambah pasal baru (Addendum) dan/atau mengubah pasal yang
telah ada (Amandemen) yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dari Peraturan Internal Rumah
Sakit (Hospital ByLaws) ini.
(7) Mekanisme review dan perubahan ditetapkan oleh Direktur utama.

H o s p i t a l B y L a w s | 62
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 130
Penutup dan Penetapan Hospital ByLaws
(1) Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) ini berlaku sejak tanggal 1 Februari 2021.
(2) Kebijakan teknis operasional, standar prosedur operasional dan peraturan pelaksanaan lainnya harus
disesuaikan dengan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital ByLaws) ini.
(3) Semua peraturan rumah sakit yang dilaksanakan sebelum berlakunya Peraturan Internal Rumah Sakit
(Hospital ByLaws) ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Internal
Rumah Sakit (Hospital ByLaws) ini.
(4) Penetapan peraturan rumah sakit yang masih berlaku sebagaimana diatur dalam ayat (3) diatas ditetapkan
dengan surat keputusan Dewan Pengawas.

Jakarta, 1 Februari 2021

Dr. Yanna Dwi Saptarani


Direktur RS Mitra Sehat Bersama

Ditetapkan :

R Fresley Hutapea, SH, MH, MARS


Dewan Pengawas/Pemilik PT. Mitra Persada Grup

H o s p i t a l B y L a w s | 63
2. Susunan Kebijakan, Pedoman dan SPO sesuai dengan HBL yang di buat

REGULASI RS SESUAI HOSPITAL BY LAWS

PERATURAN/KEBIJAKAN PROGRAM/PEDOMAN/PANDUAN SPO


No Judul Kebijakan No Judul Pedoman/Panduan No Judul SPO
1 Kebijakan Penetapan dan 1 Hospital ByLaws RS MSB
Pemberlakuan Hospital ByLaws RS MSB
2 Kebijakan Pendirian RS MSB
3 Kebijakan Tata naskah RS MSB 2 Pedoman Tata naskah RS MSB
4 Kebijakan Penetapan Dewan Pengawas 3 Pedoman Pengorganisasian Dewan 1 SPO Tata cara Pengangkatan dan pemberhentian
RS MSB Pengawas Dewan Pengawas RS MSB
5 SK Pengangkatan Dewan Pengawas RS
MSB
4 Panduan operasional Kegiatan Dewan 2 SPO Tata cara fungsi Pengawasan Dewas RS MSB
Pengawas RS MSB
5 Panduan Pelaporan Dewan Pengawas RS 3 SPO Tatanaskan/ Format Pelaporan Dewas RS
MSB MSB
6 Panduan Tatacara Rapat Dewan Pengawas 4 SPO Rapat Ruitin Dewan Pengawas RS MSB
5 SPO Rapat Tahuan Dewan Pengawas RS MSB
6 SPO Rapat Khusus Dewan Pengawas RS MSB
7 SPO Pembuatan Undangan Rapat Dewan
Pengawas RS MSB
8 SPO Cap Penggunaan Dewan Pengawas RS MSB
9 SPO Penggunaan Cap Resmi RS MSB
6 Kebijakan Penetapan Dewan Komisaris 7 Pedoman Pengorganisasian Dewan 10 SPO Tata cara Pengangkatan dan pemberhentian
RS MSB Komisaris RS MSB Dewan Komisaris RS MSB
7 SK Pengangkatan Dewan Komisaris RS
MSB
8 Panduan operasional Kegiatan Dewan 11 SPO Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Dewan
Komisaris RS MSB Komisaris RS MSB
9 Panduan Pelaporan Dewan Komisaris RS 12 SPO Tatanaskan/ Format Pelaporan Komisaris RS
MSB MSB
10 Panduan Tatacara Rapat Dewan Komisaris 13 SPO Rapat Ruitin Dewan Komisaris RS MSB
14 SPO Rapat Tahuan Dewan Komisaris RS MSB
14 SPO Rapat Khusus Dewan Komisaris RS MSB
15 SPO Pembuatan Undangan Rapat Dewan
Komisaris RS MSB
16 SPO Rapat Umum Pemegang Saham RS MSB
8 Kebijakan Penetapan dan operasional 11 Pedoman Pengorganisasian Direksi RS MSB 17 SPO Pengangkatan dan Pemberhentian Direksi RS
Direksi RS MSB MSB
12 Panduan Operasional Direksi RS MSB
9 Kebijakan Pengembangan dan 13 Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan
Pengelolaan RS MSB RS
10 Kebijakan Penetapan Program Kerja 14 Pedoman Pembuatan Program Kerja Tahuan 18 SPO Tatanaskah Pembuatan Program Kerja RS
Tahunan RS MSB
11 SK Pengangkatan Direktur Utama RS 14 Panduan Penetapan / Pengangkatan 19 SPO Pengangkatan dan Pemberhentian Direktur
MSB (SK Diterbitkan oleh Pemilik) Direktur RS RS MSB
12 SK Pengorganisasian / Struktur 15 Pedoman Pengorganisasian RS MSB
Organisasi RS MSB
13 Kebijakan Pola Tata Kelola (Corporate 16 Pedoman Program Kerja Tahuan RS MSB
Govrnance)
14 SK Pengangkatan Wakil Direktur 17 Program Kerja Tahunan Wakil Direktur 20 SPO Pelaporan Program Kerja Wadir Pelayanan
Pelayanan (SK DIterbitkan oleh Pemilik) Pelayanan
15 SK Pengangkatan Kabid Pelayanan 18 Program Kerja Tahunan Kabid Pelayanan 21 SPO Pelaporan Program Kerja Kabid Pelayanan
Medis Medis Medis
16 SK Pengangkatan Kabid Penunjang 19 Program Kerja Tahunan Kabid Penunjang 22 SPO Pelaporan Program Kerja Kabid Penunjang
Medis Medis Medis
17 SK Pengangkatan Kabid Keperawatan 20 Program Kerja Tahunan Kabid Keperawatan 23 SPO Pelaporan Program Kerja Kabid Keperawatan
18 SK Pengangkatan Kabid Pelayanan Non 21 Program Kerja Tahunan Kabid Pelayanan 24 SPO Pelaporan Program Kerja Kabid Pelayanan
Medis Non Medis Non Medis
19 SK Pengangkatan Wakil Direktur Umum 22 Program Kerja Tahunan Wakil Direktur 25 SPO Pelaporan Program Kerja Wadir Umum
(SK DIterbitkan oleh Pemilik) Pelayanan
20 SK Pengangkatan Kabag SDM dan Diklat 23 Program Kerja Tahunan Kabag SDM dan 26 SPO Pelaporan Program Kerja Kabag SDM dan
Diklat Diklat
21 SK Pengangkatan Kabag Administrasi 24 Program Kerja Tahunan Kabag Administrasi 27 SPO Pelaporan Program Kerja Kabag Administrasi
dan kesekertariatan dan kesekertariatan dan kesekertariatan
22 SK Pengangkatan Kabag Pemasaran 25 Program Kerja Tahunan Kabag Pemasaran 29 SPO Pelaporan Program Kerja Kabag Pemasaran
23 SK Pengangkatan Kabag Rumah Tangga 26 Program Kerja Tahunan Kabag Rumah 30 SPO Pelaporan Program Kerja Kabag Rumah
Tangga Tangga
24 SK Pengangkatan Wakil Direktur 27 Program Kerja Tahunan Wakil Direktur 31 SPO Pelaporan Program Kerja Wadir Keuangan
Keuangan (SK DIterbitkan oleh Pemilik) Keuangan
32 SPO Kordinasi antar Direksi
33 SPO Kordinasi Unit/ Instalasi …
28 Panduan Tatacara Rapat Direksi 34 SPO Rapat Ruitin Direksi RS MSB
35 SPO Rapat Tahuan Direksi RS MSB
36 SPO Rapat Khusus Direksi RS MSB
37 SPO Pembuatan Undangan Rapat Direksi RS MSB
25 Kebijakan Pembentukan Komite dan 29 Pedoman pembentukan Komite dan SPI
Satuan Pengawas Internal di RS MSB
** Kebijakan, Pedoman/Panduan, SPO Khusus Komite Medis Akan di lengkapi pada Bagian Khusus Komite Medis
26 SK Permbentukan Komite Keperawatan 30 Pedoman Pengorganisasian Komite 38 SPO Pemilihan Ketua Komite Keperawatan
RS MSB Keperawatan RS MSB
27 SK Pengangkatan Ketua Komite 31 Pedoman Pelaksanaan Operasional Komite 39 SPO Rapat Komite Keperawatan RS MSB
Keperawatan RS MSB Keperawatan RS MSB
32 Panduan Pelaksanaan Kredensial Perawat 40 SPO Pelaksanaan Kredensial perawat
33 Program Kerja Tahunan Komite
Keperawatan RS MSB
28 SK Permbentukan Komite Pencegahan 34 Pedoman Pengorganisasian Komite 41 SPO Penetapan Komite Pencegahan dan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) RS MSB Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Pengendalian Infeksi (PPI) RS MSB
RS MSB
29 SK Pengangkatan Ketua Komite 35 Pedoman Pelaksanaan Operasional Komite 42 SPO Rapat Komite Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) Infeksi (PPI) RS MSB
(PPI) RS MSB RS MSB
36 Program Kerja Tahunan Komite Pencegahan 43 SPO Pemantauan Pengendalian Infeksi di Unit/
dan Pengendalian Infeksi (PPI) RS MSB Instalasi
44 SPO 5 momen dan Tata cara Cuci Tangan
45 SPO Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
46 SPO Etika Batuk
47 SPO Cara menyuntik yang Aman
48 SPO Ketika terkena Jarum suntik
49 SPO Pemeriksaan Kesehatan rutin Khusus
Karyawan (MCU karyawan)
37 Panduan Penglolaan Linen 50 SPO Penanganan Linen Kotor / Infeksius di Unit/
Instalasi
51 SPO Penanganan Linen Kotor non Infeksius di unit/
Instalasi
52 SPO Alur / Penempatan Pasien Penyakit Menular
(Ruang Isolasi)
30 Kebijakan system Informasi PPI RS 53 SPO Survailens infeksi di RS MSB
38 Panduan Pengelolaan Limbah di RS MSB 54 SPO penanganan /Pengolahan Limbah B3
55 SPO Audit kebersihan di setiap unit/ Instalasi
39 Panduan manajemen pencegahan dan 56 SPO Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS MSB
pengendalian Infeksi di ruang perawatan
57 SPO pencegahan & penanganan infeksi Luka
Operasi (ILO)
58 SPO Pencegahan dan pengendalian Plebitis,
Infeksi Aliran Darah Perifer (IADP) di ruang
perawatan
59 SPO Pencegahan dan pengendalian Infeksi saluran
kemih di ruang perawatan
60 SPO Pencegahan & Pengendalian Hospital Acuired
Pneumonia (HAP)
31 Kebijakan Pengendaliam Kejadian Luar 40 Pedoman pengendalian dan
Biasa (KLB) penatalaksanaan KLB di RS MSB
32 SK Permbentukan Komite Farmasi dan 41 Pedoman Pengorganisasian Komite Farmasi 61 SPO Penetapan Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
Terapi (KFT) RS MSB dan Terapi (KFT) RS MSB RS MSB
33 SK Pengangkatan Ketua Komite Farmasi 42 Panduan Pelaksanaan Operasional Komite 62 SPO Rapat Komite Farmasi dan Terapi (KFT) RS
dan Terapi (KFT) RS MSB Farmasi dan Terapi (KFT) RS MSB MSB
43 Program Kerja Tahunan Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) RS MSB
34 SK Penetapan Formularium Obat RS 44 Pedoman Formularium Obat RS MSB 63 SPO Pemantauan pemakaian obat yang rasional
MSB
64 SPO Uji klinis dan pelaksanaan efek samping obat
35 SK Permbentukan Komite Pengendalian 45 Pedoman Pengorganisasian Komite 65 SPO Penetapan Komite Pengendalian &
& Pencegaha Resistensi Anti Mikroba Pengendalian & Pencegaha Resistensi Anti Pencegaha Resistensi Anti Mikroba (PPRA) RS MSB
(PPRA) RS MSB Mikroba (PPRA) RS MSB
36 SK Pengangkatan Ketua Komite 46 Panduan Pelaksanaan Operasional Komite 66 SPO Rapat Komite Pengendalian & Pencegaha
Pengendalian & Pencegaha Resistensi Pengendalian & Pencegaha Resistensi Anti Resistensi Anti Mikroba (PPRA) RS MSB
Anti Mikroba (PPRA) RS MSB Mikroba (PPRA) RS MSB
47 Program Kerja Tahunan Komite
Pengendalian & Pencegaha Resistensi Anti
Mikroba (PPRA) RS MSB
67 SPO Pemantauan penggunaan Antibiotik di RS
MSB
68 SPO pelaksanaan kultur untuk penggunaan
Antibiotika
37 SK Permbentukan Komite Etika dan 48 Pedoman Pengorganisasian Komite Etika 69 SPO Penetapan Komite Etika dan Hukum RS MSB
Hukum RS MSB dan Hukum RS MSB
38 SK Pengangkatan Ketua Komite Etika 49 Panduan Pelaksanaan Operasional Komite 70 SPO Rapat Komite Etika dan Hukum RS MSB
dan Hukum RS MSB Etika dan Hukum RS MSB
50 Program Kerja Tahunan Komite Etika dan
Hukum RS MSB
39 Kebijakan Medikolegal di RS MSB 51 Panduan Medikolegal RS MSB 71 SPO Alur Pelaporan kasus medicolegal di RS MSB
72 SPO Pendampingan staf Medis dalam kasus
medikolegal
52 Pedoman Etika Pelayanan RS MSB 73 SPO tata cara Etika Pelayanan di unit/ instalasi
53 Panduan Etik dan prilaku Code of Conduct di 74 SPO Tata cara berprilaku Code of Conduct di RS
RS MSB MSB
54 Panduan Pembuatan Visum Et Repertum RS 75 SPO Pembuatan Visum et Repertum
MSB
40 SK Permbentukan Komite Mutu dan 55 Pedoman Pengorganisasian Komite Mutu 76 SPO Penetapan Ketua Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) RS MSB dan Keselamatan Pasien (KMKP) RS MSB Keselamatan Pasien (KMKP) RS MSB
41 SK Pengangkatan Ketua Komite Mutu 56 Panduan Pelaksanaan Operasional Komite 77 SPO Rapat Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
dan Keselamatan Pasien (KMKP) RS MSB Mutu dan Keselamatan Pasien (KMKP) RS (KMKP) RS MSB
MSB
57 Program Kerja Tahunan Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) RS MSB
42 Kebijakan Peningkatan Mutu di RS MSB 58 Panduan Peningkatan Mutu RS 76 SPO tata cara Pelaporan Indikator mutu Nasional
di Sismadak
77 SPO Pelaporan Indikator Mutu di setiap Unit/
Instalasi (Sebutkan Instalasi/ unit terkait)
43 Kebijakan Penanganan Keselamatan 59 Panduan Keselamatan Pasien 78 SPO Pengisian insiden report
Pasien di RS MSB
79 SPO Alur Pelaporan Insiden Report
60 Panduan Manajemen Resiko Pasien 80 SPO Pembuatan Failure Mode Effect Analysis
(FMEA)
44 Kebijakan Pembentukan Satuan 61 Pedoman Pengorganisasian SPI 81 SPO Penetapan dan pengangkatan ketua SPI RS
Pengawas Internal (SPI) MSB
45 SK Pengangkatan Ketua SPI 62 Program Kerja Tahunan SPI 82 SPO Pelaporan Hasil Audit SPI
63 Panduan operasional pelaksanaan 83 SPO Audit Keuangan di RS MSB
Pengawasan Internal RS MSB
84 SPO Audit Manajemen operasional RS MSB
85 SPO Komunikasi dengan Auditor Eksternal
46 Kebijakan Penetapan Staf Medis 64 Pedoman Kerja Staf Medis Fungsional di RS 86 SPO peraturan internal Staf Medis Fungsional
Fungsional di RS MSB MSB
47 SK Pengangkatan & Penugasan SMF 67 Pedoman pengorganisasian Staf Medis 87 SPO Alur dan tata cara Penerimaan SMF
(sebutkan SMF terkait) Fungsional
68 Panduan Tata Naskah pembuatan SPO 88 SPO Penugasan Klinis SMF
(medis dan Tindakan Medis)
89 SPO Pemberhentian SMF
69 Panduan pembuatan Clinical pathways 90 SPO Tata cara pembuatan CP
(Panduan Praktik klinis)
70 Panduan Investigasi & Pemantauan 91 SPO Pemantauan Kewenangan klinis SMF
Kewenangan Klinis SMF
** Kebijakan, Pedoman/Panduan, SPO Medis dan Non Medis terdapat pada SPO Unit/ Instalasi terkait
48 SK Pengangkatan Kelompok Staf Medis 71 Panduan Kelompok Staf Medis Non Bedah 92 SPO Rapat Kelompok staf Medis (sebutkan KSM
(KSM) Non Bedah RS MSB Terkait)
49 SK Pengangkatan Ketua KSM Non Bedah 93 SPO Pemilihan calon ketua KSM (terkait)
50 SK Pengangkatan Kelompok Staf Medis 72 Panduan Kelompok Staf Medis Bedah 94 SPO tatacara pengangkatan Ketua KSM
(KSM) Bedah RS MSB
51 SK Pengangkatan Ketua KSM Bedah 95 SPO Pemantauan penampilan kinerja praktek
klinis SMF terkait
52 SK Pengangkatan Kelompok Staf Medis 73 Panduan Kelompok Staf Medis Umum 96 SPO Pemantauan indicator mutu klinis
(KSM) Umum RS MSB
53 SK Pengangkatan Ketua KSM Umum 97 SPO Tatanaskah Penyusunan pedoman/panduan
medis
54 SK Pengangkatan Kelompok Staf Medis 74 Panduan Kelompok Staf Medis Gigi & Mulut 98 SPO Perbaikan/ Revisi pedoman/panduan medis
(KSM) Gigi & Mulut RS MSB
55 SK Pengangkatan Ketua KSM Gigi & 99 SPO Pembuatan laporan KSM
Mulut
56 Kebijakan Penetapan Mitra Bestari (Peer 100 SPO Pembentukan Panita Adhoc
Group) sebagai Panita Adhoc
57 Kebijakan DPJP 75 Panduan DPJP 101 SPO Penetapan DPJP
58 Kebijakan Kewenangan Klinis (Clinical 76 Panduan Kewenangan Klinis (Clinical 102 SPO Pemberian Kewenangan Klinis pada SMF
Previleges) Previleges)
103 SPO Pemberian/Pelimpahan Kewenangan klinis
sementara (temporary clinical privilege)
104 SPO Pemberian/Pelimpahan Kewenangan klinis
dalam keadaan darurat (emergency clinical
privilege)
105 SPO Pemberian Kewenangan klinis bersyarat
(provisional clinical privilege)
106 SPO Pembatasan Kewenagan klinis
107 SPO Pemberhentian/Pencabutan Kewenangan
Klinis
108 SPO Perluasan/Penambahan Kewenangan Klinis
59 SK Penugasan Klinis (Clinical 77 Panduan Pemberian Penugasan Klinis 109 SPO tata cara pemberian surat penugasan klinis
Appoitment) sebutkan nama SMF (Clinical Appoitment)
terkait)
60 SK Permbentukan Komite Medis RS MSB 78 Pedoman Pengorganisasian Komite Medis 110 SPO Pemilihan Ketua Komite Medis
RS MSB
61 SK Pengangkatan Ketua Komite medis 79 Panduan Pelaksanaan Operasional Komite 111 SPO Rapat Komite Medis
Medis RS MSB
62 SK Pengangkatan Pengurus Komite 80 Program Kerja Tahunan Komite Medis 112 SPO Pembentukan Tim Klinis lintas Profesi
Medik RSMSB
113 SPO Pemberian rekomendasi rincian
kewenanganan klinis
114 SPO Pemberian rekomendasi Surat Penugasan
Klinis
63 SK Pembentukan Sub Komite Kredensial 81 Panduan Pengorganisasian Sub Komite 115 SPO Rapat Sub Komite Kredensial
Kredensial
64 SK Pengangkatan Ketua Sub Komite 82 Panduan Pelaksanaan Operasional Sub 116 SPO Alur Pelaksanaan Kredensial Dokter
Kredensial Komite Kredensial
116 SPO Alur Pelaksanaan Re-Kredensial
117 SPO Pembuaatan rekomendasi hasil kredensial
65 SK Pembentukan Sub Komite Mutu 83 Panduan Pengorganisasian Sub Komite 118 SPO Rapat Sub Komite Mutu Profesi
Profesi Mutu Profesi
66 SK Pengangkatan Ketua Sub Komite 84 Panduan Pelaksanaan Operasional Sub 119 SPO Pengajuan Pendidikan berkelanjutan/
Mutu Profesi Komite Mutu Profesi Seminar medis
85 Panduan Audit Medis 120 SPO Audit Medis
121 SPO Pertemuan ilmiah MPP case
122 SPO Pertemuan Ilmuah Death Case
123 SPO Pertemuan Ilmiah Kasus Langka
124 SPO Pendampingan (Proctoring) pada SMF
67 SK Pembentukan Sub Etika dan Disiplin 86 Panduan Pengorganisasian Sub Etika dan 125 SPO Rapat Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Profesi Disiplin Profesi
68 SK Pengangkatan Ketua Sub Etika dan 87 Panduan Pelaksanaan Operasional Sub Etika 126 SPO Proses penegakan disiplin
Disiplin Profesi dan Disiplin Profesi
88 Pedoman perilaku profesional kedokteran 127 SPO Pemberian rekomendasi pendisiplinan prilaku
SMF
89 Pedoman pelanggaran disiplin kedokteran 128 SPO Pembinaan Profesi dan Etika
129 SPO Pertimbangan pengambilan keputusan Etis
69 Kebijakan Pengaturan Tata Kelola Klinis 130 SPO Pelaksanaan Tata Kelola Klinis di RS MSB
(Clinical Governance) di RS MSB
131 SPO Pembentukan Panitia/ Kelompok kerja guna
pengaturan tata Kelola Klinis
70 Kebijakan Konsultasi Medis di RS MSB 90 Panduan Konsultasi Medis 132 SPO tatacara Konsultasi Medis
71 Kebijakan Rujukan di RS MSB 91 Panduan Rujukan di RS MSB 133 SPO Tata cara Rujukan Internal di RS MSB
92 134 SPO Tatacara Rujukan keluar RS
135 SPO Penjelasan dan persetujuan rujukan /KIE
72 Kebijakan Amandemen / perubahan 93 Panduan Amandemen / Perubahan HBL RS 136 SPO Tata cara amandemen/ Adendum/
HBL RS MSB MSB Perubahan HBL RS RS MSB
PELAYANAN MEDIS
73 Kebijakan Pelayanan Unit/ Instalasi 94 Panduan Pengorganisasian Unit/ Instalasi
(sebutkan unit/ Instalasi) (sebutkan unit/ Instalasi terkait)
74 SK Pengangkatan Kepala Unit / Instalasi 95 Program Kerja Tahunan Unit/ Instalasi
(sebutkan unit/instalasi terkait) (sebutkan unit/ Instalasi terkait)
75 SK Pengangkatan Staf unit/Instalasi 96 Panduan Pelayanan Unit/ Instalasi 136 SPO Pelayanan unit/ Instalasi (sebutkan unit/
(sebutkan unit/instalasi terkait) (sebutkan unit/ Instalasi terkait) Instalasi terkait)
97 Panduan Triase IGD 137 SPO Pelaksanaan Triase IGD
98 Panduan Transfer Pasien SPO Transfer Pasien dari unit kerja 1 ke unit kerja
lainnya (ebutkan unit kerja dari dan tujuan)
99 Panduan Pendaftaran Pasien 138 SPO tata cara pendaftaran Pasien
139 SPO Penyampainan General Concern
100 Panduan Assesment Pasien (sebutkan jenis 140 SPO tata cara Asesment pasien (sebutkan jenis
assessment) assessment)
141 SPO Komunikasi Informasi Efektif (KIE)
76 Kebijakan Persiapan Pemulangan Pasien 101 Panduan Pemulangan Pasien (Discharge 142 SPO Proses dischargee planning
(Discharge Planning) Planing)

 Terima Kasih 

Anda mungkin juga menyukai