Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MENGANALISIS KONDISI TERJADINYA MALPRAKTIK

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan SDM

Dosen Pengampu : Ibu Dini Afriani S,ST.,M.Kes

Disusun Oleh :

Dwi Maharani 2010104614

Fanny Siti Farhanah 2010104618

Putri Rahmawati 2010104638

Shinta Amelia 2010104646

Syafiq Reihan 2010104648

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SEBELAS APRIL

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Menganalisis Kondisi Terjadinya Malpraktik”, tepat pada waktunya. Tak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Ibu Dini Afriani
S,ST.,M.Kes , yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk
menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas


dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu, kami
mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini,
sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Sumedang, 01 Desember 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................. ii

BAB I PENDAHULIAN ............................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 3
2.1 Malpraktik ...................................................................................... 3
2.2 Hak dan Kewajiban Pasien ............................................................. 8
BAB III PENUTUP ....................................................................... 21
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 21
3.2 Saran ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malpraktik medik mempunyai arti yang lebih komprehensif dibandingkan
kelalaian. Istilah malpraktik medik memang tidak diketahui secara sempurna dalam
suatu aturan Hukum Positif Indonesia. Dalam malpraktik medik pun terdapat suatu
pelayanan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan oleh sebab itu berimpikasi
terjadinya suatu aturan ketentuan Undang-Undang yang terlanggar, sedangkan arti
kelalaian lebih menikberatkan kepada ketidak sengajaan (Culpa), kurang hati-hati,
kurang teliti, acuh tak acuh, sembronoh, tak peduli terhadap kepentingan orang lain,
namun akibat yang timbul memang bukanlah tujuannya. Malpraktik medik tercipta
untuk menurunkan system pengembangan Kesehatan medis padabagian Standar
Oprasional Prosedur (SOP), Standar Profesi Kedokteran (SPK) dan Informed
Consent.
Pada hakekatnya kesalahan dan kelalaian petugas Kesehatan dalam
melaksanakan suatu profesi medis, merupakan bentuk interpretasi yang amat
penting untuk diulas secara bersama-sama, hal ini dipengaruhi karena timbulnya
kesalahan dan kelalaian yang mengidentifikasi dampak merugikan. Selain tercela
dan mengurangi bentuk amanah Masyarakat terhadap petugas Kesehatan, juga
menimbulkan suatu kerugian terhadap pasien. Oleh sebab itu seeloknya harus juga
memperhatikan indikator-indikator seperti aspek hukum yang mendasari terjadinya
suatu hubungan hukum antara dokter dengan pasien yang bersumber pada
perjanjian terpeutik atau transaksi terpeutik.
Pasien adalah orang yang berdasarkan pemeriksaan dokter dinyatakan
menderita mengidap penyakit baik di dalam tubuh maupun didalam jiwannya.
Dalam perkembangannya maka pasien juga diartikan secara luas yaitu termasuk
juga orang yang dating kepada dokter untuk chek up, untuk konsultasi tentang
sesuatu masalah Kesehatan dan lain-lain. Sementara hak pasien selalu

1
dibandingkan dengan pemeliharaan Kesehatan maka hak utama dari pasien
tentunya adalah hak untuk mendapatkan pemeliharaan (the right to health core).
Hak untuk memdaptkan pemelihaaan Kesehatan yang memenuhi kriteria tertentu,
yaitu agar pasien mendapatkan Upaya Kesehatan, sarana Kesehatan, dan bantuan
dari tenaga Kesehatan yang memenuhi standar pelayanan Kesehatan yang optimal.
Hak pasien atas informasi menjadi kewajiban Tenaga Kesehatan untuk
memenuhinya. Tenaga Kesehatan terutama tenaga medis dan tenaga keperawatan
yang berhadang dengan pasien wajib memberikan penjelasan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan kondisi pasien. Penjelasan wajib diberikan
dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, dan bukan dalam bahasa medis yang
menggunakan istilah-istilah teknis.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya malpraktik medik ?
2. Bagaimana mencegah terjadinya malpraktik medik?
3. Bagaimana penuhan hak-hak dan kewajiban para pasien ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka tujuan
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
malpraktik medik.
2. Untuk mengetahui bagaimana mencegah terjadinya malpraktik medik.
3. Untuk mengetahui bagaimana pemenuhan hak-hak dan kewajiban para
pasien

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malpraktik
Malpraktek (malapraktek) atau malpraktik terdiri dari suku kata mal dan
praktik atau praktek. Mal berasal dari kata Yunani, yang berarti buruk. Praktik
(Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, 1976) atau praktik (Kamus
Dewan Bahasa dan Pustaka kementrian Pendidikan Malaysia, 1971) berarti
menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan
(profesi). Pengertian Malapraktik
Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktik”
mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktik
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Definisi malpraktik profesi
kesehatan adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk
mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan
merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang
terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Pengertian
malpraktik medik menurut WMA (World Medical Associations)
adalah Involves the physician’s failure to conform to the standard of care
for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or negligence in
providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the
patient (adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi
terhadap pasien, atau kurangnya keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien,
yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien).
Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya,
tidak lege artis (menurut aturan), tidak tepat. Malpraktik tidak hanya terdapat
dalam bidang kedokteran, tetapi juga dalam profesi lain seperti perbankan,
pengacara, akuntan publik, dan wartawan. Dengan demikian, malpraktik medik

3
dapat diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter atau tenaga medis
untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran di
lingkungan yang sama. Kelalaian tersebut tidak hanya berfokus kepada profesi
dokter saja, akan tetapi berlaku juga untuk tenaga medis lainnya, dalam skripsi
ini yang dibahas adalah bidan yang sebagai salah satu tenaga medis yang
berprofesi.

2.1.1 Bentuk-Bentuk Malapraktik


Adapun bentuk-bentuk malpraktek ditinjau dari segi etika profesi dan segi
hukum dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu malpraktek etik (ethical
malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice).
1. Malpraktek Etik
Yaitu tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang
bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika
kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik
Bidanmerupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma
yang berlaku untuk seluruh bidan.

2. Malpraktek Yuridis

Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu


malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal
malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice).

a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)


Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang
menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi)
didalamtransaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga
menimbulkan kerugian kepada pasien. Dalam malpraktek perdata
yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh

4
kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena
apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka
seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana.
Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang
melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam
tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal
kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang
tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh
dokter dapat diperbaiki dan tidakmenimbulkan akibat negatif yang
berkepanjangan terhadap pasien.
b. Malpraktek Pidana
Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau
mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau
kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien
yangmeninggal dunia atau cacat tersebut.
c. Malpraktek Administratif
Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan
melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara
yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi
atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
lisensi atau izinnya, menjalankan praktek dengan izin yang sudah
kadaluarsa, danmenjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

2.1.2 Contoh Kasus Malpraktik


Peristiwa nahas menimpa seorang bocah laki-laki berinisial MI (9).
Ujung alat vitalnya tak sengaja terpotong dan tidak bisa disambung lagi saat
sedang menjalani proses khitan. Kejadian ini berlangsung di Kabupaten
Pekalongan, Jawa Tengah. Menurut laporan penyidik, kala itu pelaku
menggunakan ala khitan laserdan mengaku idak memiliki izin resmi sebagai
perawat medis, termasuk sebagai juru khitan.

5
Tak terima dengan nasib malang yang menimpa sang anak, pihak
keluarga langsung melaporkan seorang tersangka berinisial B atas dugaan
malpraktik. Pihakkepolisian menjelaskan, selama ini tersangka tidak pernah
memasan papan praktik khitan di kediamannya. Kendati demikian, nama B
cukup populer di kalangan warga sebagai juru khitan. Ia juga kerap terlibat
dalam acara sunatan massal.

2.1.3 Pencegahan Kasus Malapraktik


Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan. Dengan
adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena
adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu
bertindak hati-hati, yakni:
1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan
upayanya,karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning
verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed
consent.
3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga danmasyarakat
sekitarnya.

2.1.4 Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak
memuaskansehingga perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga
kesehatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang
aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan.

6
Apabila tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice,
maka tenaga kesehatan dapatmelakukan
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/
menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya perawatmengajukan
bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko
medik (risk of treatment), atau mengajukan alasanbahwa dirinya tidak
mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimanadisyaratkan dalam
perumusan delik yang dituduhkan.
b. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan
atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau
melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung
jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat menggunakan jasa
penasehat hukum, sehinggayang sifatnya teknis pembelaan diserahkan
kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana
perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah
mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam lain pasien
atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa
tergugat (perawat) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat. Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah
mudah,utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res
ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan
menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan
langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya
kesehatan (damage),sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-
orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
perawatan.

7
2.2 Hak dan Kewajiban Pasien
Kata pasien berasal dari bahasa Indonesia analog dengan Patient dari
bahasa inggris. Patient di turunkan dari bahasa Latin yaitu Patiens yang
memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yaitu menderita. Pasien adalah
seorang yang meneriman perawatan medis. Pasien adalah orang yang
berdasarkan pemerikasaan dokter dinyatakan menderita mengidap penyakit
baik di dalam tubuh maupun di dalam jiwanya. Dalam perkembangannya
maka pasien juga diartikan secara luas yaitu termasuk juga orang yang datang
kepada dokter hanya untuk chek- up, untuk konsultasi tentang sesuatu masalah
kesehatan dan lain-lain.
Senada dengan pengertian pedoman itu, dalam Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, pasal 1 ayat 10
disebutkan pengertian pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi
masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
Menurut Surat Edaran yanmed No.YM.0204.3.5.2504 tahun 1997, pasien
adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam keadaan
sehat maupun sakit.
Secara umum hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang
merupakan kebutuhan pribadinya, sesuai dengan keadilan, moralitas dan
legalitas. Sudikno Martokusumo dalam bukunya Mengenal Hukum Suatu
Pengantar menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah
kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti
tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang
pemenuhannya dilindungi oleh hukum. Janus Sidabalok dalam bukunya
Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada 3 (tiga)
macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni :
1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita
lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak ini tidak boleh

8
diganggu gugat oleh negara dan bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada
warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum.
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada
perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.

Sementara hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan


maka hak utama dari pasien tentunya adalah hak untuk mendapatkan
pemeliharaan kesehatan (the right to health core). Hak untuk mendapatkan
pemeliharaan kesehatan yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu agar pasien
mendapatkan upaya kesehatan, sarana kesehatan, dan bantuan dari tenaga
kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan yang optimal.

Dalam pandangan hukum, pasien adalah subjek hukum mandiri yang


dianggap dapat mengambil keputusan untuk kepantingan dirinya. Oleh karena
itu adalh suatu hal yang keliru apabila menganggap pasien selalu tidak dapat
mengambil keputusan karena sakit. Dalam pergaulan hidup normal sehari-
hari, biasanya pengungkapan keinginan atau kehendak dianggap sebagi titik
tolak untuk mengambil keputusan. Dengan demikian walaupun seorang pasien
sedang sakit, kedudukan hukumnya tetap sama seperti orang sehat. Jadi, secara
hukum pasien juga berhak mengambil keputusan terhadap pelayanan
kesehatan yang akan dilakukan terhadapnya, karena hal ini berhubungan erat
dengan hak asasinya sebagai manusia. Kecuali apabila dapat dibuktikan bahwa
keadaan mentalnya tidak mendukung untuk mengambil keputusan yang
diperlukan.

Hubungan antara dokter dan pasien selain hubungan medik, terbentuk


pula hubungan hukum. Pada hubungan medik, hubungan dokter dan pasien
adalah hubungan yang tidak seimbang, dalam arti pasien adalah orang sakit
yang awam dan dokter adalah orang sehat yang lebih tahu tentang medis.
Namun dalam hukum terdapat hubungan yang seimbang, yakni hak pasien

9
menjadi kewajiban dokter dan hak dokter menjadi kewajiban pasien dan
keduanya merupakan subyek hukum.

Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1)


adalah ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan
perseorangan dan keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat
adalah ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan


nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu serta
merata dan nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung
jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan
kesehatan. Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-
ketentuan yang berlaku menurut Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan
tersebut dapat terlindungi.

Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah


mencoba untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,
hal ini untuk menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi
yang sangat cepat sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi
kepuasan masyarakat. Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat
menginginkan adanya perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan,
meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat ini membuatmasyarakat
merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009


tentang Kesehatan ini diharapkan akan membawa perubahan dalam bidang

10
pelayanan kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat, serta
memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat.

Hak pasien atas informasi menjadi kewajiban Tenaga Kesehatan untuk


memenuhinya. Tenaga Kesehatan terutama tenaga medis dan tenaga
keperawatan yang berhadapan dengan pasien wajib memberikan penjelasan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan kondisi pasien. Penjelasan
wajib diberikan dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, dan bukan dalam
bahasa medis yang menggunakan istilah-istilah teknis.

Penjelasan tersebut misalnya, bila dokter memberikan obat penghilang gatal


gatal yang mempunyai efek samping menyebabkan kantuk, efek samping ini
harus disampaikan dengan jelas. Jangan sampai pasien mengalami kecelakaan
karena ia bekerja sebagai tukang ojek atau operator mesin pabrik. Perubahan
warna air kencing ( urine ) atau tinja karena obat tertentu juga seringkali lupa
disampaikan.

Pasien kadang kadang takut untuk bertanya dan menghentikan pengobatan


bila terjadi sesuatu yang tidak dijelaskan sebelumnya. Hal ini jelas sangat
merugikan pasien maupun keluarganya. Apabila pasien menghentikan terapi
tuberkulosis karena urinenya berwarna merah setelah minum salah satu obat
misalnya, maka penyakitnya akan terus berproses dan ia tetap menjadi sumber
penularan bagi orang orang disekitarnya. Hal yang sangat penting juga adalah
menerangkan adanya kemungkinan alergi (tidak tahan) terhadap obat tertentu.
Bentuk alergi sangat bervariasi, mulai dari sekedar gatal gatal sampai syok
anafilaktik yang bisa mengakibatkan kematian10

Oleh karena itu agar tidak merusak hubungan antar sesama Tenaga
Kesehatan maka hak atas Second Opinion dapat diberikan secara obyektif,
tanpa komentar yang tidak perlu. Keadaan pasien pada saat ia minta Second
Opinion boleh jadi sudah berbeda dengan keadaan pada saat ia mendapatkan
informasi tentang penyakitnya.

11
Perbedaan ini jelas sangat mempengaruhi pendapat kedua yang akan
diberikan. Akan sangat baik apabila Anda berkesempatan bertemu dengan
sejawat yang menangani pasien pertamakali, sehingga diskusi ilmiah dapat
dilakukan secara langsung dan terbuka. Hal ini dimungkinkan apabila ada
hubungan yang baik dan kemampuan berkomunikasi yang santun antar
sejawat, baik dari disiplin ilmu yang sama ataupun dari disiplin ilmu yang
berbeda.

Mengenai hak pasien memberikan persetujuan merupakan sesuatu yang


harus dipahami, misalnya apakah seorang pasien yang sudah datang ke suatu
sarana kesehatan dan menceritakan kondisinya, berarti ia sudah setuju
terhadap apa yang akan dilakukan terhadapnya? Dalam Hukum memang
terdapat pengertian bahwa persetujuan dapat diberikan secara diam diam.
Misalnya polisi memberi isyarat kepada pengendara motor untuk berhenti.
Tanpa mengatakan apa apa pengendara motor berhenti dan menepi.
Sikapnyamerupakan persetujuan secara diam diam. Namun untuk tindakan
medis, terutama yang mempunyai risiko tinggi, persetujuan harus diberikan
secara tertulis, setelah pasien diberikan informasi sejelas jelasnya.

Gabungan kedua hak pasien ini (Hak Informasi dan Hak untuk memberikan
Persetujuan) dikenal sebagai Informed Consent. Intinya pasien memberikan
persetujuan terhadap suatu tindakan medik terhadap dirinya, setelah
mendapatkan informasi yang jelas dari pemberi pelayanan kesehatan.

2.2.1 Hak- Hak Pasien

Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah
dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.Ketentuan
mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi ini tidak berlaku dalam
hal :

1) Perintah undang-undang;

2) Perintah pengadilan;

12
3) Izin yang bersangkutan;

4) Kepentingan masyarakat; atau

5) Kepetingan orang tersebut.

Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga


kesehatan, dan/atau peyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian
akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang di terimanya.
Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud ini tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat. Ketentuan mengenai tata cara
pengajuan tuntutan ini diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2.2.2 Hak dan Kewajiban Pasien UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik


Kedokteran
Hak dan kewajiban pasien adalah :

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,


mempunyai hak :

a. Mendapat penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis


sebagimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3);
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapat pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak
tindakan medis; dan
d. Mendapat isi rekam medis.

Pasal 53

Pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,


mempunyai kewajiban :

13
a. Memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau doketr gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

2.2.3 Kewajiban dan Kewajiban Pasien Menurut UU No 44 Tahun 2009


Tentang Rumah Sakit
Kewajiban Pasien (Pasal 31)
1) Setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap Rumah Sakit atas
pelayanan yang diterimanya.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pasien diatur dengan
Peraturan Menteri.

Hak Pasien (Pasal 32)

Setiap pasien mempunyai hak:

1) memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang


berlaku di Rumah Sakit;
2) memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
3) memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
4) memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
5) memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi
6) mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
7) memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;

14
8) meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit;
9) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
10) mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
11) memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
12) didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
13) menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
14) memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit; o. mengajukan usul, saran, perbaikan
atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
15) menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya;
16) menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana; dan
17) mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2.4 Hak yang Dimiliki Oleh Pasien,
Hak yang dimiliki oleh pasien antara lain :
1. Hak atas informasi
adalah hak untuk mendapatkan informasi dari dokter tentang hal-hal
yang berhubungan dengan kesehatannya, dalam hal terjadi hubungan

15
dokter-pasien. Idealnya isi minimal informasi yang harus disampaikan,
yaitu :
a) Diagnosis (analisis penyakit menurut pengetahuan kedokteran)
b) Risiko dari tindakan medis
c) Alternatif terapi, termasuk keuntungan dan kerugian dari setiap
alternatif terapi terapi 4) Prognosis (upaya penyembuhan)
d) Cara kerja dokter dalm proses tindakan medis
e) Keuntungan dan kerugian tiap alternatif terapi secara luas
f) Semua resiko yang mungkin terjadi
g) Kemungkinan rasa sakit
2. Hak atas persetujuan

Dihubungkan dengan tindakan medis maka hak untuk menentukan


diri sendiri diformulasikan dengan apa yang dikenal sebagai persetujuan
atas dasar informasi (informed consent). Hak ini adalah hak asasi pasien
untuk menerima atau menolak tindakan medis yang ditawarkan oleh
dokter setelah dokter memberi informasi, seperti dalam pasasl 2 ayat (1)
Permenkes No. 585/1989 yang berbunyi “semua tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan”

3. Hak atas rahasia kedokteran

Keterangan yang diperoleh dokter dalam melaksanakan profesinya


dikenal dengan nama rahasia kedokteran. Dokter berkewajiban untuk
merahasiakanketerangan tentang pasien dan penyakit pasien. Kewajiban
dokter ini menjadi hak pasien. Hak atas rahasia kedokteran adalah hak
individu dari pasien. Hak individu akan dikesampingkan jika
masyarakat menuntut.

4. Hak atas pendapat kedua


Kenyataan menjadi bukti kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat
antar dokter pertama dan dokter kedua. Bisa saja seorang pasien
diamdiam pergi sendiri ke dokter kedua tnap sepengetahuan dokter

16
pertama. Yang dimaksud dengan pendapat kedua adalah adanya kerja
sama antara dokter pertama dan kedua. Dokter pertama akan
memberikan seluruh hasil kerjanya kepada dokter kedua. Kerja sama ini
bukan atas inisiatif pasien.
Dengan dilembagakannya hak atas pendapat kedua ini sebagai hak
pasien maka keuntungan yang didapat pasien sangat besar. Pertama,
pasien tidak perlu mengulangi pemeriksaan rutin lagi. Kedua, dokter
pertama dapat berkomunikasi dengan dokter kedua sehingga dengan
keterbukaan dari para pakar yang setingkat kemampuannya dapat
menghasilkan yang lebih baik.
5. Hak untuk melihat rekam medis
Membuat rekam medik menjadi kewajiaban dari dokter/rumah sakit
sejak diundangkannya Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Rekam
Medik Nomor 749a Tahun 1989. Pengertian rekam medik dalam
Permenkes Nomor 749a Tahun 1989 disebutkan adalah berkas yang
berisi cacatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan. Dalam pasal 2 ditetapkan bahwa setiap sarana
pelayanan kesehatan yang melakukan pelayanan rawat jalan ataupun
rawat inap wajib membuat rekam medik.

Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA (World
Medical Association) memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:

1) Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien,


kondisi medis, diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua
informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan
setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai
hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai
resiko kesehatan mereka.
2) Informasi rahasia hanya boleh dibeberkan jika pasien memberikan ijin
secara eksplisit atau memang bisa dapat diberikan secara hukum kepada

17
penyedia layanan kesehatan lain hanya sebatas “apa yang harus diketahui”
kecuali pasien telah mengijinkan secara eksplisit (tersurat dengan jelas).
3) Semua data pasien harus dilindungi. Perlindungan terhadap data harus
sesuai selama penyimpanan. Substansi manusia dimana data dapat
diturunkan juga harus dilindungi.

Deklarasi ini juga menyatakan adanya perkecualian terhadap kewajiban


menjaga kerahasiaan apabila terdapat beberapa hal relatif tidak masalah.

2.2.5 Kewajiban Pasien

Kewajiban pasien menurut Surat Edaran Dirjen yanmed No.YM.02.04.3.5.2504


tahun 1997 adalah sebagai berikut :

1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk menaati segala peraturan


dan tatatertib rumah sakit.
2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala intruksi dokter dan perawat
dalam pengobatannya.
3. Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan
selengkapnya tentang penyakit yang diderita kepada dokter yang
merawat.
4. Pasien dan/atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua
imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit/dokter.
5. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang
telah disepakati/perjanjian yang telah dibuat

Sudah menjadi kewajiban Kami dalam memberikan pelayanan untuk memenuhi


hak pasien yang berarti menjalankan kewajiban kami.

Demikian juga dengan pasien, untuk mempermudah Kami memberikan


pelayanan seyogyanya pasien dan keluarga memahami pula kewajibannya.

18
Maka kewajiban pasien adalah:

1) Mematuhi peraturan yang berlaku;


2) Menggunakan fasilitas rumahsakit/puskesmas secara bertanggung jawab;
3) Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan
serta petugas lain;
4) Memberikan informasi yang jujur,lengkap dan akurat sesuai dengan
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
5) Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan
kesehatan yang dimilikinya;
6) Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikanoleh tenaga kesehatan dan
disetujui oleh pasien yang bersangkutansetelah mendapatkan penjelasan
sesuai peraturan perundang-undangan;
7) Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan atau tidak
mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam rangka
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya; dan
8) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima
9) Pasien berkewajiban mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
10) Pasien berkewajiban menggunakan fasilitas Puskesmas secara
bertanggungjawab;
11) Pasien berkewajiban menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak
tenaga kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas;
12) Pasien berkewajiban memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat
sesuai kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya;
13) Pasien berkewajiban memberikan informasi mengenai kemampuan
financial dan jaminan kesehatan yang dimilikinya;
14) Pasien berkewajiban mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh
Tenaga Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan perundang-
undangan;

19
15) Pasien berkewajiban membayar retribusi pasien sesuai dengan peraturan
yang berlaku;
16) Pasien berkewajiban menerima konsekuensi atas keputusan pribadinya
untuk menolak rencana terapi yang direomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dan atau tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh Tenaga
Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah
kesehatannya.

20
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan malpraktik berarti


menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis (menurut
aturan), tidak tepat. Malpraktik terdapat 2 jenis yaitu malpraktik etik dan
malpraktk yuridis terdiri dari malpraktek perdata (civil malpractice),
malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif
(administrative malpractice).

Hak pasien selalu dihubungkan dengan pemeliharaan kesehatan maka


hak utama dari pasien tentunya adalah hak untuk mendapatkan
pemeliharaan kesehatan. Kewajiban pasien memahatuhi peraturan dan tata
tertib yang berlaku di fasilitas kesehatan. Hak dan kewajiban pasien
tercantum dalam UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal
52, UU No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 31 Pasal 32. Terdapat
hak persetujuan pasien yang disebut informed consert.

3.2 Saran
1. Bagi dokter atau tenaga kesehatan yang lain, diharapkan dapat
menjalankan tugasnya lebih hati-hati dan mematuhi etika atau standar
profesinya. Selain itu, penyuluhan hukum pun perlu diikuti supaya lebih
memahami dan mengerti hukum. Peran lembaga pengawasan terhadap
pelanggaran kode etik perlu ditingkatkan dan diharapkan bertindak
secara objektif.
2. Bagi pasien, diharapkan dapat mengikuti berbagai penyuluhan hukum
dan kesehatan supaya menambah pengetahuannya dan lebih bisa
memahami hak dan kewajibannya. Masyarakat pun harus aktif dalam
membantu aparat penegak hukum, seperti dengan memberi dukungan
kepada pasien yang mengalami tindakan malpraktek supaya penegakan
hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya

21
DAFTAR PUSTAKA

Sang Gede Purnama, Modul Etika dan Hukum Kesehatan, Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana,
September 2017

Universitas Esa Unggul. 2011. Hak dan Kewajiban Pasien. Jakarta. https://lms-
paralel.esaunggul.ac.id/mod/resource/view.php?id=272457 Diakses pada 1
Desember 2023 pukul 08.55

Soekanto, S. (1990). Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Hukum


Kesehatan. Jurnal Hukum & Pembangunan, 20(2), 121-132.

Pitono Soeparto.,dkk.,Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Airlangga University


Press,Surabaya, 2006, hlm.42.

Achadiat, Crisdiono M. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam


TantanganZaman.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wiriadinata, W. (2014). Dokter, Pasien dan Malpraktik. Mimbar Hukum-Fakultas


Hukum Universitas Gadjah Mada, 26(1), 43-54.

Mudakir Iskandar Syah, S. H. M. H. (2019). Tuntutan Hukum Malpraktik Medis.


Bhuana Ilmu Populer.

22

Anda mungkin juga menyukai