Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“LEGAL DAN ETIK DALAM KONTEKS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA “

DISUSUN OLEH :

1. HAIRURRIF’AH
2. HENDRA PRATAMA YUDHA
3. HERI KUSWANDI PUTRA
4. HULFA SUFIANI
5. I PUTU INDRAWAN ADINATA
6. IRMA ZULHAFNI TRIANTARI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah tentang “ Legal dan Etika dalam Konteks Asuhan Keperawatan Jiwa “,
dalam mata kuliah keperawatan jiwa. Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan
terima kasih kepada dosen, khususnya ibu Desty Emilyani, M.Kep. dosen keperawatan jiwa
yang telah memberi pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat tersusun.
Semoga keberadaan makalah ini dapat menunjang pengetahuan kita dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran kita.
Kami sendiri menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan sehingga
dapat menjadi tolok ukur kami dalam penyusunan makalah yang akan datang.

wassalamu’alaikum wr. wb

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 3
A. Latar Belakang....................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................................5
D. Manfaat.................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 6
A. Konsep Lega dan Etik........................................................................................................6
B. Prinsip-prinsip Legal dan Etik Keperawatan....................................................................7
C. Masalah Legal Dalam Keperawatan.................................................................................8
D. Pertimbangan legal dan etik keperawatan jiwa...............................................................9
E. Hospitalisasi involunter...........................................................................................................9
F. Keluar dari rumah sakit........................................................................................................10
G. Hak-hak klien.....................................................................................................................10
H. Konservator........................................................................................................................13
I. Lingkungan yang kurang restriktif.......................................................................................13
J. Peran Legal Perawat............................................................................................................14
K. Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan................................................................15
L. Pertanggung Jawaban Pidana Terkait Dengan Kondisi Jiwa Seseorang.....................15
BAB III PENUTUP...............................................................................................................16
A. Kesimpulan........................................................................................................................16
B. Saran..................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan
melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu
pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana
ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji
kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat
langsung(Kozier, 2010).
Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk
implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada
individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta
menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa
pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak
diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering
menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan
(Kozier, 2010).
Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak baik dan dengan kewajiban
moral. Etika merupakan metode penyelidikan yang membantu orang memahami
moralitas perilaku manusia (yaitu ilmu yang mempelajari moralitas), praktik atau
keyakinan kelompok tertentu (misalnya, kedokteran, keperawatan, dan sebagainya),
dan standar perilaku moral yang diharapkan dari kelompok tertentu sesuai dalam
kode etik profesi kelompok tersebut (Kozier, 2010).
Pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi utama perawat dan
dasar adanya profesi keperawatan. "kebutuhan pelayanan keperawatan adalah
universal. Pelayanan profesional berdasarkan kebutuhan manusia) karena itu tidak
membedakan kebangsaan, warna kulit, politik, status sosial dan lain-lain.
Keperawatan adalah pelayanan vital terhadap manusia yang menggunakan manusia

3
juga, yaitu perawat. Pelayanan ini berdasarkan kepercayaan bahwa perawat akan
berbuat hal yang benar, hal yang diperlukan, dan hal yang menguntungkan pasien
dan kesehatannya. Oleh karena manusia dalam interaksi bertingkah laku berbeda-
beda maka diperlukan pedoman untuk mengarahkan bagaimana harus bertindak.
Asuhan keperawatan jiwa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan klien
dan kemandirian klien serta membantu dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya baik fisik maupun psikologis, baik pada individu, keluarga maupun
kelompok masyarakat (komunitas). Dalam upaya penanganan masalah kesehatan
jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan
jiwa adalah berupa terapi kelompok atau therapeutic community. Oleh akrenaitulah
asuhan keperawatan harus bersifat holistik. Selain bersifat holistik, pendekatan
humanistik dalam mengimplementasikan berbagai terapi harus benar-benar
diperhatikan. Dengan demikian, siapapun yang melakukan terapi keperawatan,
khususnya psychoterapiharus mempunyai kemampuan dalam mengatasi masalah
pasien secara ilmiah, memperhatikan legasl dan etis agar tindakannya tidak
bertentangan dengan norma yang ada baik dalam menjalankan standar
asuhan,dalam berhubungan dengan profesi lain dan juga secara humanistik dalam
memperlakukan pasien sebagai subjek dan objek dalam pelaksanaan asuhan
(Stuart. G. W, 2013).
Setelah tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era
globalisasi, pada tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak
tenaga professional keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi
suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan
masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu
menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat
khususnya aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran,
kecelakaan, disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang
berhubungan dengan infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi
penduduk. Pergeseran pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang
meningkat juga menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok
lanjut usia serta penyakit degeneratif (Direja, 2011).
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami mengenai aspek
legal dan etik keperawatan jiwa serta trend issue yang sedang marak di kalangan
masyarakat yaitu seklusi pada pasien dengan gangguan jiwa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka ditemukan beberapa rumusan
masalah adalah sebagai berikut :

4
1. Apa itu legal dan etik dalam keperawatan jiwa?
2. Apa saja prinsip legal dan etik keperawatan jiwa? ?
3. Apa saja hak-hak pasien keperawatan jiwa?
4. Bagaimana peran dan fungsi perawat dalam keperawatan jiwa?
5. Bagaimana peran legal dalam asuhan keperawatan jiwa?
6. Apa saja pertanggung jawaban pidana terkait kondisi jiwa seseorang?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami dan mengetahui issue dan legal etik keperawatan jiwa
b. Untuk memahami dan mengetahui prinsip etik keperawatan jiwa
c. Untuk memahami dan mengetahui dilema etik dan proses pengambilan
keputusan etik dalam keperawatan jiwa
d. Untuk memahami dan mengetahui hak-hak pasien keperawatan jiwa
e. Untuk memahami dan mengetahui peran dan fungsi perawat dalam
keperawatan jiwa
f. Untuk memahami dan mengetahui peran budaya dalam asuhan
keperawatan jiwa
g. Untuk memahami dan mengetahui trend dan issue keperawatan jiwa :
seklusi di Indonesia
D. Manfaat
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik penyusun maupun pembaca adalah untuk
menambah wawasan tentang teori aspek legal etik keperawatan jiwa

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Lega dan Etik


Pengertian Etika keperawatan (nursing ethic) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur
dalam kode etik keperawatan.
Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya
pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur
dalam undang-undang keperawatan.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik
sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat
sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja
membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah-masalah
kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan.
International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja
kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional,
Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang
Professional Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama,
yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen
intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan
yang penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI
2006)
Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan
legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan,
pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat.
Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri
dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai
dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara
pelayanan keperawatan yang profesional.

6
B. Prinsip-prinsip Legal dan Etik Keperawatan
1. Autonomi ( Otonomi )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir
logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang
sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi
merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
2. . Beneficience ( Berbuat Baik )
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.
3. Justice ( Keadilan )
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang
lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai
inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk
terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar
untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. d. Nonmal eficience ( Tidak
Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien.
4. Veracity ( Kejujuran )
Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan
untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
5. Fidellity (Metepati Janji)
Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia pasien.

7
6. Confidentiality ( Kerahasiaan )
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien.
7. Accountability ( Akuntabilitas )
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
8. Informed Consent
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung
pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi.
Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan
yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko
yang berkaitan dengannya.
C. Masalah Legal Dalam Keperawatan
Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara.
Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk
menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari
seorang perawat :
1. Kelalaian
Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan
cara tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak
melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan
cedera.
2. Pencurian
Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena
mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang
tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian.
3. Fitnah
Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang
tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda
menyatakan secara verbal atau tertulis.
4. False imprisonment
Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan
pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau

8
bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa
juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus
digunakan sesuai dengan perintah dokter
5. Penyerangan dan pemukulan
Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang
lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara
nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas
ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan
menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan.
6. Pelanggaran privasi
Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan
pribadinya.Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan
itu adalah tindakan yang melawan hukum.
7. Penganiayaan
Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat
secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta
perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap
orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling
rentan. Biasanya,pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab
terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang
menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa
orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua
penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai
seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.
D. Pertimbangan legal dan etik keperawatan jiwa
Klien psikiatri memiliki hak legal, sama seperti klien ditempat lain. Isu legal dan etik
yang dibahas pada bagian ini terutama berkaitan dengan topik klien yang
menunjukkan sikap bermusuhan dan agresif, tetapi berlaku untuk semua klien di
lingkungan kesehatan jiwa.
E. Hospitalisasi involunter
1. Seharusnya klien masuk ketempat rawat inap atas dasar sukarela
2. Keinginan klien untuk tidak mau dirawat dirumah sakit dan diobati harus di
hargai, kecuali mereka membahayakan diri mereka sendiri atau orang lain
3. Klien dengan kondisi seperti ini dimasukan ke rs untuk perawatan psikiatri
sampai mereka tidak lagi berbahaya bag diri mereka sendiri atau orang lain.

9
4. Seseorang dapat ditahan difasilitas psikiatri selama 48 sampai 72 jam karena
keadaan darurat sampai dapat dilakukan pemeriksaan untuk menentukan
kondisi klien.
5. Negara memiliki komitmen untuk menangani klien dengan masalah
penyalahgunaan zat yang berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.
6. Komitmen sipil atau hospitalisasi involunter mengurangi hak klien untuk bebas
atau meninggalkan rs ketika ia menginginkanya. Hak klien yang lain tetap utuh.
F. Keluar dari rumah sakit
1. Klien masuk rs secara sukarela memiliki hak untuk meninggakan rs jika
mereka tidak lagi berbahaya dengan mendatangani sesuatu permintaan
tertulis.
2. Apabila klien masih berbahaya bagi dirinya maupun orang lain ingin pulang,
psikiater dapat menahan klien sampai kondisinya benar-benar aman
3. Studi yang di lakukan Weinberger et al. (1998) menunjukkan bahwa
pengadilan menerima kurang dari 50% petisi profesional kesehatan jiwa
untuk tindakan hospitalisasi pada klien psikiatri yang berbahaya. Perhatian
pengadilan adalah klien psikiatri memiliki hak sipil dan tanpa alasan yang
kuat tidak boleh ditahan di rumah sakit jika mereka tidak menginginkannya
ketika mereka tidak lagi berbahaya. Masyarakat menentang dengan
menuntut bahwa mereka patut dilindungi dari individu yang berbahaya.
G. Hak-hak klien
Klien kesehatan jiwa tetap memiliki semua hak sipil yang diberikan kepada
semua orang, kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit dalam kasus komitmen
involunter. Klien memiliki hak untuk menolak terapi, mengirim dan menerima surat
yang masih tertutup, dan menerima atau menolak pengunjung. Setiap larangan
( misalnya : surat, pengunjung, pakaian) harus ditetapkan oleh pengadilan atau
instruksi dokter untuk alasan yang dapat diverifikasi dan didokumentasikan.
Contohnya sebagai berikut :
1. Klien yang pernah berupaya bunuh diri tidak diizinkan menyimpan ikat
pinggang, tali sepatu, atau gunting, karena benda tersebut dapat digunakan
untuk membahayakan dirinya.
2. Klien yang menjadi agresif setelah kunjungan seseorang dilarang dikunjungi
orang tersebut selama suatu periode waktu.
3. Klien yang mengancam orang lain di luar rumah sakit melalui telepon
diizinkan menelepon hanya jika diawasi sampai kondisinya membaik.

10
Hak-hak Pasien Berdasarkan American Hospital Association (1992) :
1. Pasien memiliki hak untuk mendapatkan perawatan yang penuh rasa hormat
dan perhatian.
2. Pasien memiliki hak dan dianjurkan untuk memperoleh informasi yang dapat
dipahami, terkini, dan relevan tentang diagnosa, terapi, dan prognosis dari
dokter dan pemberi perawatan langsung lainnya.
3. Pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang rencana perawatan
sebelum dan selama proses terapi dan menolak terapi yang
direkomendasikan atau rencana perawatan sejauh yang diperbolehkan oleh
hukum dan kebijakan rumah sakit dan diinformasikan tentang konsekuensi
medis tindakan ini. Bila pasien menolak terapi, pasien berhak memperoleh
perawatan dan pelayanan lain yang tepat, yang disediakan rumah sakit, atau
dipindahkan ke rumah sakit lain. Rumah sakit harus memberi tahu pasien
tentang setiap kebijakan yang dapat memengaruhi pilihan pasien di dalam
institusi tersebut.
4. Pasien memiliki hak untuk meminta petunjuk lanjutan tentang terapi
( misalnya living will, perwalian perawatan kesehatan, atau menunjuk
pengacara untuk mengatur perawatan kesehatan selama waktu tertentu),
dengan harapan bahwa rumah sakit akan menerima maksud petunjuk
tersebut sejauh yang diperbolehkan oleh hukum dan kebijakan rumah sakit.
5. Pasien memiliki hak terhadap setiap pertimbangan privasi. Diskusi kasus,
konsultasi, pemeriksaan, dan terapi harus dilaksankan agar privasi setiap
pasien terlindungi.
6. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa semua komunikasi dan catatan
yang berhubungan dengan perawatannya akan dijaga kerahasiannya oleh
rumah sakit, kecuali pada kasus seperti kecurigaan tentang penganiayaan
dan bahaya kesehatan masyarakat, ketika pelaporan kasus tersebut diizinkan
atau diwajibkan oleh hukum. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa
rumah sakit akan menegaskan kerahasiaan informasi ini ketika memberi tahu
pihak lain yang berhak meninjau informasi dalam catatan tersebut.
7. Pasien memiliki hak untuk meninjau catatan yang berhubungan dengan
perawatan medisnya dan meminta penjelasan atau interpretasi informasi
sesuai kebutuhan, kecuali jika dilarang oleh hukum.
8. Pasien memiliki hak untuk berharap bahwa dalam kapasitas dan
kebijakannya, rumah sakit akan merespon dengan baik permintaan pasien
untuk memperoleh perawatan dan pelayanan yang tepat dan diindikasikan
secara medis.

11
9. Pasien memiliki hak untuk bertanya dan diinformasikan tentang adanya
hubungan bisnis antara rumah sakit, institusi pendidikan, pemberi perawatan
kesehatan lain, atau pihak pembayar yang dapat memengaruhi terapi dan
perawatan pasien.
10. Pasien memiliki hak untuk menyetujui atau menolak partisipasi dalam studi
penelitian yang diajukan atau eksperimen pada manusia yang memengaruhi
perawatan dan terapi atau memerlukan keterlibatan pasien secara langsung,
dan meminta penjelasan sepenuhnya tentang studi tersebut sebelum
memberi persetujuan. Pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam
penelitian atau eksperimen tetap berhak mendapat perawatan yang paling
efektif, yang dapat diberikan rumah sakit.
11. Pasien memiliki hak untuk menharapkan kontinuitas perawatan yang layak
jika tepat dan mendapat informasi dan dokter dan pemberi perawatan lain
tentang pilihan perawatan pasien yang realistis dan tersedia ketika perawatan
rumah sakit tidak lagi tepat.
12. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang kebijakan dan praktik
di rumah sakit yang berhubungan dengan perawatan pasien, terapi, dan
tanggung jawab. Pasien memiliki hak untuk mendapat informasi tentang
sumber yang tersedia untuk mengatasi perselisihan, keluhan, dan konflik,
misalnya komite etik, perwakilan pasien, dan mekanisme lain yang tersedia di
instusi. Pasien memiliki hak mendapat informasi tentang biaya rumah sakit
untuk pelayanan yang diberikan dan metode pembayaran yang digunakan.

Hak pasien jiwa secara umum (Stuart & Laraia, 2001) :


1. Hak untuk berkomunikasi dengan orang lain di luar RS dengan
berkorespondensi, telepon dan mendapatkan kunjungan
2. Hak untuk berpakaian
3. Hak untuk beribadah
4. Hak untuk dipekerjakan apabila memungkinkan
5. Hak untuk menyimpan dan membuang barang
6. Hak untuk melaksanakan keinginannya
7. Hak untuk memiliki hubungan kontraktual
8. Hak untuk membeli barang
9. Hak untuk pendidikan
10. Hak untuk habeas corpus
11. Hak untuk pemeriksaan jiwa atas inisiatif pasien
12. Hak pelayanan sipil

12
13. Hak mempertahankan lisensi hukum; supir, lisensi profesi
14. Hak untuk memuntut dan dituntut
15. Hak untuk menikah dan bercerai
16. Hak untuk tidak mendapatkan restrain mekanik yang tidak perlu
17. Hak untuk review status secara periodic
18. Hak untuk perwalian hukum
19. Hak untuk privasi
20. Hak untuk informend consent
21. Hak untuk menolak perawatan
H. Konservator
Pengangkatan konservator atau pelindung hukum merupakan proses yang terpisah
dari komitmen sipil. Individu yang mengalami disabilitas berat terbukti tidak kompeten
tidak dapat menyediakan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi diri mereka
sendiri walaupun sumber-sumber tersedia dan tidak dapat bertindak sesuai
keinginan mereka sendiri, dapat memerlukan pengangkatan seorang konservator.
Pada kasus ini, pengadilan menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai pelindung
hukum. Petugas ini memiliki banyak tanggung jawab untuk individu tersebut, seperti
memberi persetujuan tindakan, menulis cek, dan membuat kontrak. Klien yang
memiliki pelindung hukum tidak lagi memiliki hak untuk membuat kontrak atau
persetujuan hukum (misal, pernikahan atau penggadaian) yang memerlukan tanda
tangan : hal ini mempengaruhi banyak aktivitas sehari-hari yang kita anggap benar.
Karena konservator atau pelindung hukum berbicara atas nama klien, perawat harus
mendapat persetujuan atau izin dari konservator klien.
I. Lingkungan yang kurang restriktif
Klien memiliki hak untuk menjalani terapi di lingkungan yang kurang restriktif
yang tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini berarti bahwa klien tidak
harus dirawat di rumah sakit jika ia dapat diobati di lingkungan rawat jalan atau group
home. Hal ini juga berarti bahwa klien harus bebas dari restrein atau seklusi kecuali
hal tersebut dibutuhkan.
Restrein adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa izin
individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini dapat
menggunakan tenga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya. Restrein
dengan tenaga manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik mengendalikan klien
dan memindahkannya ke ruang seklusi. Restrein mekanis adalah peralatan,
biasanya restrein pada pergelangan kaki dan pergelangan tangan, yang diikatkan ke
tempat tidur untuk mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang, dan
menjambak rambut.

13
Seklusi adalah pengurungan involunter individu dalam ruangan terkunci yang
dibangun secara khusus serta dilengkapi dengan jendela atau kamera pengaman
untuk memantau klien secara langsung (JCAHO, 2000). Ruangan tersebut sering
kali dilengkapi dengan tempat tidur yang diikatkan ke lantai dan sebuah kasur untuk
keamanan. Setiap benda tajam atau berpotensi berbahaya seperti pena, kacamata,
ikat pinggang, dan korek api dijauhkan dari klien sebagai tindakan kewaspadaan
keselamatan. Seklusi membuat stimulasi berkurang, melindungi orang lain dari klien,
mencegah perusakan properti, dan memberi privasi kepada klien. Tujuan seklusi
ialah memberi klien kesempatan untuk memperoleh kembali pengendalian diri
secara fisik dan emosional.
Perawat juga harus menawarkan dukungan kepada keluarga klien. Keluarga
mungkin marah atau malu ketika klien direstrein atau diseklusi. Penting untuk
memberi penjelasan yang menyeluruh dan cermat tentang perilaku klien dan
penggunaan restrein atau seklusi selanjutnya. Akan tetapi, apabila klien adalah
orang dewasa, diskusi tentang hal ini memerlukan persetujuan pemberian informasi
yang ditanda tangani. Pada kasus anak-anak, persetujuan yang ditanda tangani tidak
diperlukan untuk menginformasikan orang tua atau pelindung tentang penggunaan
restrein atau seklusi. Dengan memberi informasi kepada keluarga dapat membantu
menghindari kesulitan legal atau etik dan membuat keluarga tetap terlibat dalam
terapi klien.
Hirarki Dalam Membatasi Pasien Jiwa (Stuart & Laraian, 2001), Pembatasan bisa
dalam makna dibatasi secara fisik atau dibatasi pilihannya. Hirarki dari yang paling
restriktif ke yang kurang restriktif.
1. Ekstrimitas tubuh
2. Batasan ruang gerak ( kamar isolasi)
3. Batasan dalam aktivitas sehari-hari, misal acara TV, waktu merokok,
komunikasi
4. Aktivitas yang bermakna, misal akses untuk ikut rekreasi
5. Pilihan perawatan
6. Kontrol sumber keuangan
7. Ekspresi verbal dan emosional
J. Peran Legal Perawat
Perawat jiwa memiliki hak dan tanggung jawab dalam tiga peran legal:
1. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
2. Perawat sebagai pekerja
3. Perawat sebagai warga Negara.

14
Perawat mungkin mengalami konflik kepentingan antara hak dan tanggung jawab ini.
Penilaian keperawatan profesional memerlukan pemeriksaan yang teliti dalam
konteks asuhan keperawatan, kemungkinan konsekuensi tindakan keperawatan, dan
alternative yang mungkin dilakukan perawat.
K. Masalah Legal Dalam Praktek Keperawatan
1. Dapat terjadi bila tidak tersedia tenaga keperawatan yg memadai tidak
tersedia standar praktek dan tidak ada kontrak kerja.
2. Perawat profesional perlu memahami aspek legal untuk melindungi diri dan
melindungi hak-hak pasien dan memahami batas legal yang mempengaruhi
praktek keperawatan.
3. Pedoman legal Undang-undang praktek, peraturan Kep Men Kes No 1239
dan Hukum adat.
L. Pertanggung Jawaban Pidana Terkait Dengan Kondisi Jiwa Seseorang
1. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh seseorang yang diduga memiliki
kelainan jiwa perlu mendapatkan penyelididkan dari seorang ahli kesehatan
jiwa ( Visum et repertum psikiatrikum; VER)
2. Argumen yang menyebutkan bahwa seseorang yang didakwa melakukan
tindakan kriminal dianggap tidak bersalah karena orang tersebut tidak bisa
mengontrol perbuatannya atau tidak mengerti perbedaan antara benar dan
salah yang dikenal sebagai Peraturan M’Naghten.
3. Saat orang tersebut memenuhi kriteria, dia dapat dinyatakan tidak bersalah
karena mengalami gangguan jiwa
.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aspek etik dan legal ini digunakan dengan memperhatikan dan menghormati hak-
hak dan kewajiban individu/ klien sebagai bagian dari sistem baik keluarga,
kelompok maupun komunitas dalam menjawab permasalahan dan dilema etik yang
muncul dalam terapi komunitas. Dan dalam upaya penanganan masalah kesehatan
jiwa salah satu terapi spesialis yang dapat diberikan pada klien dengan gangguan
jiwa
B. Saran
Dengan berpedoman pada aturan perundang-undangan dan standar keperawatan
serta etik, diharapkan pelaksanaan terapi komunitas mampu memfasilitasi klien dan
komunitas mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal. Dengan demikian terapi
diberikan dapat dilandasi oleh aspek etik dan legal yang menghormati komunitas
yang hak-hak individu dan keluarga sebagai penerima asuhan kperawatan dalam
ikut berpartisipasi dan menentukan asuhan keperawatan yang komprehensif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail W. (2007).Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Suliswati, (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Vidbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psychiatric mental health nursing.
Jakarta : EGC.

Boyd, M.A. (1998). Psychiatric nursing: contemporary practice. Philadelphia: Lippincott

Ellis, J.R. (1998). Nursing in today's world: challenges, issues, and trend. (6th ed).
Philadelphia: Lippincott

Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2000). Kode etik keperawatan,
lambang, panji PPNI, dan ikrar keperawatan. Jakarta

Staunton, P. & Whyburn, B. (2000). Nursing and the law. (4th ed). Philadelphia: Harcourt

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2001). Principles and practice of psychiatric nursing. (7th
edition). St.Louis : Mosby

Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (1995). Buku saku keperawatan jiwa: pocket guide to
psychiatric nursing. alih bahasa: Achir Yani S.Hamid.(ed.3). Jakarta: EGC

Townsend, M.C. (2005). Essentials of psychiatric mental health nursing. (3rd ed.)
Philadelphia: F.A.Davis Company

17

Anda mungkin juga menyukai