OLEH
KELOMPOK 3 / KELAS B12-B
1
KATA PENGANTAR
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami
mampu menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aspek Legal Dan Etik
Keperawatan Lansia” untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah
Keperawatan Gerontik di Stikes Wira Medika PPNI Bali.
Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Gerontik.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat
banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami
sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami
bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga
tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami
menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu
pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................. 3
BAB II Pembahasan
2.1 Standar Gerontologi.............................................................................. 5
2.2 Pengertian Etik Keperawatan Lansia.................................................... 5
2.3 Prinsip Etik............................................................................................ 8
2.4 Informed Consent.................................................................................. 10
2.5 Peraturan Yang Berkaitan Dengan Kesejahteraan Lansia.................... 12
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 15
3.2 Saran..................................................................................................... 16
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tetapi beberapa orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho
(2006), gerontik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia
dengan segala permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
Menurut para ahli, istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada
lansai adalah gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada
kesehatan ketimbang penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik
adalah praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua.
Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang
mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian
kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.
Etika adalah kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika juga merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan
yang benar. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak
baik dan dengan kewajiban moral. Etika berhubungan dengan peraturan
untuk perbuatan atau tindakan yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta
prinsip oralitas karena etika mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang
dari kode etik berarti tidak memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki
moral yang baik. Etika bisa diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan
pertimbangan keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada
undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.
Etika berbagai profesi digariskan dalam kode etik yang bersumber dari
martabat dan hak manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan
dari profesi. Profesi menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai
dan situasi individu yang dilayani. Kadang-kadang perawat dihadapkan pada
situasi yang memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan. Perawat
memberi asuhan kepada klien, keluarga dan masyarakat; menerima tanggung
jawab untuk membuat keadaan lingkungan fisik, sosia dan spiritual
yang memungkinkan untuk penyembuhan dan menekankan pencegahan
penyakit serta meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan kesehatan. Karena
beberapa fenomena daitas sebagai seorang perawat yang profesional wajib
mengetahui fungsi dan perannya sebagai seorang perawat, dan juga mengenal
2
etika-etika dan konsep hukum yang berlaku dalam prosfesinya supaya
dapat terhindar dari tindakan-tindakan yang menyalahi etika profesinya yang
akan berujung kepada malpraktik atau kelalaian yang merugikan klien, perawat
itu sendiri dan profesinya dalam memberikan asuhan pada klien dari baru lahir
hingga klien yang sudah lanjut usia.
Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat
diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Secara umum orang
lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam
sifat. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang
mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi
hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau
menerima realita yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa saja standar gerontologi?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan etik keperawatan lansia?
1.2.3 Apa saja prinsip etik?
1.2.4 Apa yang dimaksud informed consent?
1.2.5 Apa saja peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui apa saja standar gerontologi.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etik keperawatan lansia.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja prinsip etik.
1.3.4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan informed consent.
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja peraturan yang berkaitan dengan
kesejahteraan lansia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa
memperoleh pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan
wawasan mengenai aspek legal dan etik keperawatan lansia.
1.4.2 Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca
mengetahui bagaimana cara untuk menyusun sebuah makalah
3
mengenai aspek legal dan etik keperawatan lansia dan dapat
menerapkannya dalam melakukan tindakan keperawatan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
perencanaan perawatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien, perawat
dapat mengunakan terapeutik, preventif, restoratif dan rehabilitasif.
Perencanaan peraatan ini bermanfaat untuk membantu klien dalam mencapai
dan mempertahankan tingkat kesehatan, kejahtera, kualitas hidup yang yang
tinggi (optimal ) dan serta mati dalam keadaan damai.
6. Standar VI : Intervensi
Perencanaan pelayanan yang telah ada digunakan sebagai petunjuk dalarn
membenkan intervensi untuk mengembalikan fungsi dan mencegah terjadinya
komplikasi dan ‘excess disability’ pada klien.
7. Standar VII: Evaluasi
Perawat harus melakukan evalusai secara terus menerus terhadap respon klien
dan keluarga terhadap intervensi yang telah diberikan. Disamping itu evaluasi
juga digunakan untuk menentukan . tingkat keberhasilannya dan mengevaluasi
kembali data dasarnya, diagnosanya dan perencanaannya.
8. Standar VIII: Kolaborasi Interdisipliner
Kolaborasi perawat dengan disiplin ilmu yang lain (team kesehatan) sangat
penting dilakukan dalam membenkan pelayanan kesehatan terhdap klien
( lansia). Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang rutin
untuk menentukan perencanaan yang tepat sesuai dengan perubahan kebutuhan
yang ditemukan pada klien.
9. Standar IX : Research
Perawat harus ikut berpartisipasi dalam rnengernbangkan penelitian untuk
memperkuat pengetahuan dibidang keperawatan gerontoogi, menyebarluaskan
hasil penelitian yang diperolehnya dan digunakan dalam praktek keperawatan.
10. Standar X: Ethics
Perawat rnengunakna kode etik keperawatan (ANA) sebagai petunjuk etika
dalam mengambil keputusan didalam praktek.
11. Standar XI : Professional Development
Perawat harus mempunyai asumsi bahwa perkembangan dan kontribusi
profesionalisme keperawatan merupakan tanggung jawabnya dan sangat
berkaitan erat dengan perkembngan interdisiplin ilmu yang lain. Dalam hal ini
6
perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam praktek
kualitas yang diberikan.
Standar ini dikembangkan oleh dan untuk perawat gerontologi sendiri
sehingga perawat hams mempunyai peraturan yang jelas untuk mengevaluasi
bila terjadi pelanggaran yang menyimpang dan standar praktek yang
seharusnya diberikan. Standar ini akan memberikan kualitas pelayanan yang
terbaik bagi masyarakat.
7
lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan profesional yang
berdasarkan ilmu dan kiat/tekhnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-
sosial-spritual dan kultural yang holistic yang ditujukan kepada klien lanjut
usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu
8
d. Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang
disepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
a. Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent
b. Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan
kebenaran.
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia
lanjut adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
Empati : istilah empati menyangkut pengertian : ”simpati atas dasar
pengertian yang dalam”. Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan
geriatri harus memandang seorang lansia yang sakit denagn pengertian,
kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita
tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas-
kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatrik harus memahami peroses
fisiologis dan patologik dari penderita lansia.
Yang harus dan yang ”jangan” : prinsip ini sering dikemukakan
sebagai non-maleficence dan beneficence. Pelayanan geriatri selalu
didasarkan pada keharusan untuka mngerjakan yang baik untuk pnderita
dan harus menghindari tindakan yang menambah penderita (harm) bagi
penderita. Terdapat adagium primum non nocere (”yang penting jangan
membuat seseorang menderita”). Dalam pengertian ini, upaya pemberian
posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian
analgesik (kalau perlu dengan derivat morfina) yang cukup, pengucapan
kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah
dan praktis untuk dikerjakan.
Otonomi : yaitu suatu prinsip bahwa seorang inidividu mempunyai hak
untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri.
Tentu saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri
hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat
9
putusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran, seringakali hal
ini dibantu (atau menjadi semakin rumit ?) oleh pendapat keluarga dekat.
Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita
yang fungsional masih kapabel (sedanagkan non-maleficence dan
beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang inkapabel). Dalam
berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme,
dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu
keputusan (mis. Seorang ayah membuat keuitusan bagi anaknya yang
belum dewasa).
Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatri harus memberikan
perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk
memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan
pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua
janji yang diberikan pada seorang penderita.
10
medis) dalam melakukan kegiatan medis pada pasien tersebut, khususnya
apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan ditanggung oleh
pasien.
2. Kewajiban tenaga medis untuk menghormati hak tersebut dan untuk
memberikan informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas dan rasional
dapat diberikan kapada pasien.
Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi pasien
untuk menerima atau menolak apa yang ditawarkan dengan disertai penjelasan
atau pemberian informasi seperlunya oleh tenaga medis.
Dilihat dari hal-hal yang perlu ada agar informed consent dapat diberikan
oleh pasien maka, seperti yang dikemukakan oleh Tom L. Beauchamp dan
James F. Childress, dalam pengertian informed consent terkandung empat
unsur, dua menyangkut pengertian informasi yang perlu diberikan dan dua
lainnya menyangkut perngertian persetujuan yang perlu diminta. Empat unsur
itu adalah: pembeberan informasi, pemahaman informasi, persetujuan bebas,
dan kompetensi untuk membuat perjanjian. Mengenai unsur pertama,
pertanyaan pokok yang biasanya muncul adalah seberapa jauh pembeberan
informasi itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, seberapa jauh seorang dokter
atau tenaga kesehata lainnya memberikan informasi yang diperlukan agar
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau subyek riset medis dapat disebut
suatu persetujuan informed. Dalam menjawab pertanyaan ini dikemukakan
beberapa standar pembeberan, yakni:
1. Standar praktek profesional (the professional practice standard)
2. Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
3. Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)
Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti
”persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakanmedik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut”. Dari pengertian diatas PTM adalah persetujuan
yang diperoleh sebelum melakukan pemeriksaan , pengobatan atau
tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Persetujuan tersebut disebut
11
dengan Informed Consent Informed. Consent hakikatnya adalah hukum
perikatan, ketentuan perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan
tanggung jawab profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian
terapeutik. Aspek perdata Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum
Perikatan yang di dalam KUH Perdata BW Pasal 1320 memuat 4 syarat sahnya
suatu perjanjjian yaitu:
1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan dan
penipuan.
2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan
3. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh
peraturan perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal untuk
dipenuhi.
12
9. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan keluarga Sejahtera.
10. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
11. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
14. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang-Undang
nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo.
15. Pasal 27 UUD 45 “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjungnya hukum dan
pemerinahannya itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaannya dan penghidupannya yang layak bagi kemanusiaan.”
16. Pasal 34 UUD 45 “Fakir miskin dan anak–anak yang terlantar dipelihara oleh
negara.” Berpedoman pada hukum tersebut, sebagai perawat kesehatan
masyarakat bertanggung jawab dalam mencegah penganiayaan. Penganiayaan
yang dimaksud dapat berupa : penyianyiaan, penganiayaan yang disengaja dan
eksploitasi. Sedangkan pencegahan yang dapat dilakukan adalah berupa
perlindungan di rumah, perlindungan hukum dan perawatan di rumah.
Jenis-jenis penyiksaan (Gelles & Straus, 1988)
a. Penyiksaan suami-istri
b. Penyiksaan terhadap anak fisik dan seksual)
c. Penyiksaan terhadap lansia
d. Peniksaan terhadap orang tua
e. Penyiksaan terhadap sibling
17. Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial.
13
18. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia
lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap
produktif dengan bantuan pemerintah dalam upaya penyelenggaraannya.
19. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut pasal 14 : Pelayanan
kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
dan kemampuan usia lanjut agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat
berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan, penyembuhan, dan
pengembangan lembaga.
20. Undang-undang No.13 tahun 1998 mengamanatkan bahwa pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia.
Pemberikan pelayanan berlandaskan pada filosofi dan nilai budaya masyarakat
Indonesia yang berasas Three Generation in One Roof yang mengandung arti
yaitu adanya pertautan yang bernuansa antar 3 generasi, yaitu: anak, orang tua
dan kakek/nenek.
21. Keputusan Menteri Sosial No.10/HUK/1998 tentang Lembaga Kesejahteraan
Lanjut Usia.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegiatan asuhan keperawatan dasar bagi lansia dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan
kepada lanjut usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah /
lingkungan keluarga, Panti Werda maupun Puskesmas, yang diberikan oleh
perawat. Dalam keperawatan lanjut usia diperlukan pendekatan baik fisik, psikis,
social maupun spiritual. Keperawatan lanjut usia berfokus pada peningkatan
kesehatan (helth promotion), pencegahan penyakit (preventif), mengoptimalkan
fungsi mental, dan mengatasi gangguan kesehatan yang umum. Praktek
keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan standar praktek yang
merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta dapat digunakan untuk
evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan. Standar keperawatan
gerontologi menurut American Nursing Association (ANA).
Etik keperawatan adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan
profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat/tekhnik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosial-spritual dan kultural yang holistic yang ditujukan kepada klien
lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu. Prinsip etik yaitu
respect (hak untuk dihormati), autonomy (hak pasien memilih), beneficence
(bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien), non-maleficence (utamakan-tidak
mencederai orang lain), confidentiality (hak kerahasiaan), justice (keadilan),
fidelity (loyalty/ketaatan), veracity (truthfullness & honesty). Informed consent
adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi
atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang
risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan. Berbagai produk hukum dan
perundang-undangan yang langsung mengenai Lanjut Usia atau yang tidak
langsung terkai dengan kesejahteraan Lanjut Usia telah diterbitkan sejak 1965.
15
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis dapat berikan bagi pembaca, khususnya
mahasiswa keperawatan diharapkan mampu mengetahui, dan memahami
mengenai standar gerontology, pengertian etik keperawatan lansia, prinsip etik,
informed consent, dan peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia serta
dapat diaplikasikan pada praktik lapangan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut), Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Kiswanto, Eka A. 2009. Trend dan Isu Legal dalam Keperawatan Profesional.
Jakarta: Pro-Health.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
R, Rully. 2002. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Lansia di RSU dalam
Perspektif HAM. Jakarta: Harian Suara Pembaharuan.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. 2005. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari
Berbagai Aspek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
17