Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN GERONTIK

ASPEK LEGAL DAN ETIK KEPERAWATAN LANSIA

OLEH KELOMPOK IV

Ni Komang Ayu Nopi Savitri (183222928)


Ni Komang Megawati (183222929)
Ni Luh Ayu Karmini (183222930)
Ni Luh Putu Eka Rasnuari (183222931)
Ni Luh Putu Very Yanthi (183222932)
Ni Luh Sutamiyanti (183222933)
Ni Made Desy Ardani (183222934)
Ni Made Heni Wahyuni (183222935)

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN

2019
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Aspek Legal dan Etik Keperawatan
Lansia”. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Gerontik.

Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan


dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan
dari semua pihak yang telah member kami bantuan dukungan kjuga semangat,
buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu
melalui media ini kelompok menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang
kelompok miliki. Oleh karena itu kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.

“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, 16 Februari 2019

Kelompok
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. ii
Daftar Isi...................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................. 2
BAB II Tinjauan Teori
2.1 Standar Gerontologi.............................................................................. 3
2.2 Pengertian Etik Keperawatan Lansia.................................................... 5
2.3 Prinsip Etik............................................................................................ 6
2.4 Informed Consent.................................................................................. 7
2.5 Peraturan Yang Berkaitan Dengan Kesejahteraan Lansia.................... 9
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 12
3.2 Saran..................................................................................................... 12
Daftar Pustaka

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Etika merupakan peraturan dan prinsip bagi perbuatan yang benar. Etika
juga merupakan kode prilaku yang memperlihatkan perbuatan yang baik bagi
kelompok tertentu. Etika berhubungan dengan hal yang baik dan hal yang tidak
baik dan dengan kewajiban moral, peraturan untuk perbuatan atau tindakan
yang mempunyai prinsip benar dan salah, serta prinsip oralitas karena etika
mempunyai tanggung jawab moral, menyimpang dari kode etik berarti tidak
memiliki prilaku yang baik dan tidak memiliki moral yang baik. Etika bisa
diartikan juga sebagai, yang berhubungan dengan pertimbangan keputusan,
benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang atau
peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan.
Etika digariskan dalam kode etik yang bersumber dari martabat dan hak
manusia (yang memiliki sikap menerima) dan kepercayaan dari profesi. Profesi
menyusun kode etik berdasarkan penghormatan atas nilai dan situasi individu
yang dilayani. Kadang-kadang perawat dihadapkan pada situasi yang
memerlukan keputusan untuk mengambil tindakan. Perawat memberi asuhan
kepada klien, keluarga dan masyarakat; menerima tanggung jawab untuk
membuat keadaan lingkungan fisik, sosia dan spiritual yang memungkinkan
untuk penyembuhan dan menekankan pencegahan penyakit serta meningkatkan
kesehatan dengan penyuluhan kesehatan. Karena beberapa fenomena daitas
sebagai seorang perawat yang profesional wajib mengetahui fungsi dan
perannya sebagai seorang perawat, dan juga mengenal etika-etika dan konsep
hukum yang berlaku dalam prosfesinya supaya dapat terhindar dari tindakan-
tindakan yang menyalahi etika profesinya yang akan berujung kepada
malpraktik atau kelalaian yang merugikan klien, perawat itu sendiri dan
profesinya dalam memberikan asuhan pada klien dari baru lahir hingga klien
yang sudah lanjut usia.

1
Proses menjadi tua menggambarkan betapa proses tersebut dapat
diinteferensi sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Secara umum orang
lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat dikategorikan dalam dua macam
sifat. Pertama, masa tua akan diterima dengan wajar melalui kesadaran yang
mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut dalam menyikapi
hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini tidak mau
menerima realita yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa saja standar gerontologi?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan etik keperawatan lansia?
1.2.3 Apa saja prinsip etik?
1.2.4 Apa yang dimaksud informed consent?
1.2.5 Apa saja peraturan yang berkaitan dengan kesejahteraan lansia?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui apa saja standar gerontologi.
1.3.2 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan etik keperawatan lansia.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja prinsip etik.
1.3.4 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan informed consent.
1.3.5 Untuk mengetahui apa saja peraturan yang berkaitan dengan
kesejahteraan lansia.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Mahasiswa dan para pembaca memperoleh pengetahuan tambahan dan
dapat mengembangkan wawasan mengenai aspek legal dan etik
keperawatan lansia.
1.4.2 Mahasiswa dan para pembaca mengetahui bagaimana cara untuk
menyusun sebuah makalah mengenai aspek legal dan etik keperawatan
lansia dan dapat menerapkannya dalam melakukan tindakan keperawatan

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Standar Gerontologi


Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan
standar praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta
dapat digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan.
Standar keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association
(ANA) adalah sebagai berikut :
1. Standar I : Organisasi Pelayanan Keperawatan Gerontologi.
Yaitu semua pelayanan keperawat gerontologi harus direncanakan,
diorganisasi dan dilakukan oleh seorang eksekutif perawat (has
baccalaureate or master’s preparation and experience in gerontological
nursing and administrasion of long- term care services or acute-care
services for older patients)
2. Standar II : Teori.
Perawat disini harus berpartisipasi dalarn rnengernbangkan dan melakukan
percobaan percobaan yang didasari oleh teori untuk mengambil keputusan
klinik. Perawat juga mengunakan konsep teontik yang digunakan sebagai
petunjuk untuk melaksanakan praktek keperawatan gerontologi yang lebih
efektif.
3. Standar III : Pengumpulan Data
Status kesehatan pada klien dikaji secara terus menerus dengan
komprehensive, akurat dan sistematis. Informasi yang didapatkan selama
pengkajian kesehatan harus dapat dipecahkan dengan mengunakan
pendekatan dan interdisipliner team kesehatan termasuk didalamnya lansia
dan keluarga.

3
4. Standar IV: Diagnosa Keperawatan.
Perawat dengan mengunakan data yang telah diperoleh untuk menentukan
diagnose keperawatan yang tepat sesuai dengan prioritasnya.
5. Standar V: Perencanaan dan Kontinuitas dan Pelayanan
Perawat mengembangkan perencanaan yang berhubungan dengan klien dan
orang lain yang berkaitan. Untuk mencapai tujuan dan prioritas dan
perencanaan perawatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh klien, perawat
dapat mengunakan terapeutik, preventif, restoratif dan rehabilitasif.
Perencanaan peraatan ini bermanfaat untuk membantu klien dalam
mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan, kejahtera, kualitas hidup
yang yang tinggi (optimal ) dan serta mati dalam keadaan damai.
6. Standar VI : Intervensi
Perencanaan pelayanan yang telah ada digunakan sebagai petunjuk dalarn
membenkan intervensi untuk mengembalikan fungsi dan mencegah
terjadinya komplikasi dan ‘excess disability’ pada klien.
7. Standar VII: Evaluasi
Perawat harus melakukan evalusai secara terus menerus terhadap respon
klien dan keluarga terhadap intervensi yang telah diberikan. Disamping itu
evaluasi juga digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilannya dan
mengevaluasi kembali data dasarnya, diagnosanya dan perencanaannya.
8. Standar VIII: Kolaborasi Interdisipliner
Kolaborasi perawat dengan disiplin ilmu yang lain (team kesehatan) sangat
penting dilakukan dalam membenkan pelayanan kesehatan terhdap klien
( lansia). Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang rutin
untuk menentukan perencanaan yang tepat sesuai dengan perubahan
kebutuhan yang ditemukan pada klien.
9. Standar IX : Research
Perawat harus ikut berpartisipasi dalam rnengernbangkan penelitian untuk
memperkuat pengetahuan dibidang keperawatan gerontologi,
menyebarluaskan hasil penelitian yang diperolehnya dan digunakan dalam
praktek keperawatan.

4
10. Standar X: Ethics
Perawat rnengunakna kode etik keperawatan (ANA) sebagai petunjuk etika
dalam mengambil keputusan didalam praktek.
11. Standar XI : Professional Development
Perawat harus mempunyai asumsi bahwa perkembangan dan kontribusi
profesionalisme keperawatan merupakan tanggung jawabnya dan sangat
berkaitan erat dengan perkembngan interdisiplin ilmu yang lain. Dalam hal
ini perawat juga harus mampu mengevaluasi perkembangan dalam praktek
kualitas yang diberikan.
Standar ini dikembangkan oleh dan untuk perawat gerontologi sendiri
sehingga perawat harus mempunyai peraturan yang jelas untuk
mengevaluasi bila terjadi pelanggaran yang menyimpang dan standar
praktek yang seharusnya diberikan. Standar ini akan memberikan kualitas
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

2.2 Pengertian Etik Keperawatan Lansia


Etik merupakan prinsip yang menyangkut benar dan salah, baik dan buruk
dalam hubungan dengan orang lain. Etik merupakan studi tentang perilaku,
karakter dan motif yang baik serta ditekankan pada penetapan apa yang baik
dan berharga bagi semua orang. Secara umum, terminologi etik dan moral
adalah sama. Etik memiliki terminologi yang berbeda dengan moral bila istilah
etik mengarahkan terminologinya untuk penyelidikan filosofis atau kajian
tentang masalah atau dilema tertentu. Moral mendeskripsikan perilaku aktual,
kebiasaan dan kepercayaan sekelompok orang atau kelompok tertentu.
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara
hidup, sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang
mempengaruhi perilaku profesional. Cara hidup moral perawat telah
dideskripsikan sebagai etik perawatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang digunakan untuk
merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain.

5
Keperawatan gerontik adalah suatu pelayanan profesional yang
berdasarkan ilmu dan kiat/tekhnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-
sosial-spritual dan kultural yang holistic yang ditujukan kepada klien lanjut
usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etik keperawatan
adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya
manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang
lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan profesional yang
berdasarkan ilmu dan kiat/tekhnik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-
sosial-spritual dan kultural yang holistic yang ditujukan kepada klien lanjut
usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu

2.3 Prinsip Etik


Prinsip etik terbagi menjadi 8 yaitu :
1. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.
2. Autonomy (hak pasien memilih)
Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.
3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/orang lain
dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya.
4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau
cidera. Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain,
jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan
membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
5. Confidentiality (hak kerahasiaan)
Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien
yang dipercayakan pasien kepada perawat.

6
6. Justice (keadilan)
Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri
berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
7. Fidelity (loyalty/ketaatan)
a. Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil.
b. Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggungjawab tidak
hanya pada satu profesi). 80% kebutuhan dipenuhi perawat.
c. Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku.
d. Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan
yang disepakati.
8. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.
a. Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-
consent
b. Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu
mengutarakan kebenaran.

2.4 Informed Consent


Informed consent adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu
tindakan, seperti operasi atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan
pemberitahuan lengkap tentang risiko, manfaat, alternatif, dan akibat
penolakan. Informed consent merupakan kewajiban hukum bagi penyelengara
pelayanan kesehatan untuk memberikan informasi dalam istilah yang
dimengerti oleh klien sehingga klien dapat membuat pilihan. Persetujuan ini
harus diperoleh pada saat klien tidak berada dalam pengaruh obat seperti
narkotika.
Secara harfiah informed consent adalah persetujuan bebas yang didasarkan
atas informasi yang diperlukan untuk membuat persetujuan tersebut. Dilihat
dari pihak-pihak yang terlibat , dalam praktek dan penelitian medis, pengertian
“informed consent” memuat dua unsur pokok, yakni:

7
1. Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan dijadikan kelinci
percobaanmedis) untuk dimintai persetujuannya bebasnya oleh dokter
(tenaga medis) dalam melakukan kegiatan medis pada pasien tersebut,
khususnya apabila kegiiatan ini memuat kemungkinan resiko yang akan
ditanggung oleh pasien.
2. Kewajiban tenaga medis untuk menghormati hak tersebut dan untuk
memberikan informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas dan
rasional dapat diberikan kapada pasien.

Dalam pengertian persetujuan bebas terkandung kemungkinan bagi pasien


untuk menerima atau menolak apa yang ditawarkan dengan disertai penjelasan
atau pemberian informasi seperlunya oleh tenaga medis.
Dilihat dari hal-hal yang perlu ada agar informed consent dapat diberikan
oleh pasien maka, seperti yang dikemukakan oleh Tom L. Beauchamp dan
James F. Childress, dalam pengertian informed consent terkandung empat
unsur, dua menyangkut pengertian informasi yang perlu diberikan dan dua
lainnya menyangkut perngertian persetujuan yang perlu diminta. Empat unsur
itu adalah: pembeberan informasi, pemahaman informasi, persetujuan bebas,
dan kompetensi untuk membuat perjanjian. Mengenai unsur pertama,
pertanyaan pokok yang  biasanya muncul adalah seberapa jauh pembeberan
informasi itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, seberapa jauh seorang dokter
atau tenaga kesehatan lainnya memberikan informasi yang diperlukan agar
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau subyek riset medis dapat disebut
suatu persetujuan informed.  Dalam menjawab pertanyaan ini dikemukakan
beberapa standar pembeberan, yakni:
1. Standar praktek profesional (the professional practice standard)
2. Standar pertimbangan akal sehat (the reasonable person standard)
3. Standar subyektif atau orang perorang (the subjective standard)

8
Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti
”persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar
penjelasan mengenai tindakanmedik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut”. Dari pengertian diatas PTM adalah persetujuan
yang diperoleh sebelum melakukan pemeriksaan ,  pengobatan atau
tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Persetujuan tersebut disebut
dengan Informed Consent hakikatnya adalah hukum perikatan, ketentuan
perdata akan berlaku dan ini sangat berhubungan dengan tanggung jawab
profesional menyangkut perjanjian perawatan dan perjanjian terapeutik. Aspek
perdata Informed Consent bila dikaitkan dengan Hukum Perikatan yang di
dalam KUH Perdata BW Pasal 1320 memuat 4 syarat sahnya suatu perjanjjian
yaitu:
1. Adanya kesepakatan antar pihak, bebas dari paksaan, kekeliruan   dan
penipuan.
2. Para pihak cakap untuk membuat perikatan
3. Adanya suatu sebab yang halal, yang dibenarkan, dan tidak dilarang oleh
peraturan perundang undangan serta merupakan sebab yang masuk akal
untuk dipenuhi.

2.5 Peraturan Yang Berkaitan Dengan Kesejahteraan Lansia


Berbagai produk hukum dan perundang-undangan yang langsung mengenai
lanjut usia atau yang tidak langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia
beberapa di antaranya adalah :
1. Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi
Orang Jompo (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32
dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai
Tenaga Kerja.
3. Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial.

9
4. Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.
5. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
6. Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
7. Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
9. Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera.
10. Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
11. Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
13. Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan.
14. Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
(Tambahan lembaran Negara nomor 3796), sebagai pengganti undang-
Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang jompo.
15. Pasal 27 UUD 45 “Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjungnya hukum dan
pemerinahannya itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaannya dan penghidupannya yang layak bagi
kemanusiaan.”
16. Pasal 34 UUD 45 “Fakir miskin dan anak–anak yang terlantar dipelihara
oleh negara.” Berpedoman pada hukum tersebut, sebagai perawat kesehatan
masyarakat bertanggung jawab dalam mencegah penganiayaan.
Penganiayaan yang dimaksud dapat berupa : penyianyiaan, penganiayaan
yang disengaja dan eksploitasi. Sedangkan pencegahan yang dapat
dilakukan adalah berupa perlindungan di rumah, perlindungan hukum dan
perawatan di rumah.
17. Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial.

10
18. UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19: Kesehatan manusia usia
lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan agar tetap
produktif dengan bantuan pemerintah dalam upaya penyelenggaraannya.
19. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut pasal 14 :
Pelayanan kesehatan dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan dan kemampuan usia lanjut agar kondisi fisik, mental,
dan sosialnya dapat berfungsi secara wajar melalui upaya penyuluhan,
penyembuhan, dan pengembangan lembaga.
20. Undang-undang No.13 tahun 1998 mengamanatkan bahwa pemerintah dan
masyarakat berkewajiban memberikan pelayanan sosial kepada lanjut usia.
Pemberikan pelayanan berlandaskan pada filosofi dan nilai budaya
masyarakat Indonesia yang berasas Three Generation in One Roof yang
mengandung arti yaitu adanya pertautan yang bernuansa antar 3 generasi,
yaitu: anak, orang tua dan kakek/nenek.
21. Keputusan Menteri Sosial No.10/HUK/1998 tentang Lembaga
Kesejahteraan Lanjut Usia.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Praktek keperawatan profesional diarahkan dengan mempergunakan
standar praktek yang merefleksikan tingkat dan harapan dan pelayanan, serta
dapat digunakan untuk evaluasi praktek keperawatan yang telah diberikan.
Standar keperawatan gerontologi menurut American Nursing Association (ANA).
Etik keperawatan adalah istilah yang digunakan untuk merefleksikan
bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang seharusnya dilakukan
seseorang terhadap orang lain khususnya dalam memberikan suatu pelayanan
profesional yang berdasarkan ilmu dan kiat/tekhnik keperawatan yang berbentuk
bio-psiko-sosial-spritual dan kultural yang holistic yang ditujukan kepada klien
lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkat individu. Prinsip etik yaitu
respect (hak untuk dihormati), autonomy (hak pasien memilih), beneficence
(bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien), non-maleficence (utamakan-tidak
mencederai orang lain), confidentiality (hak kerahasiaan), justice (keadilan),
fidelity (loyalty/ketaatan), veracity (truthfullness & honesty). Informed consent
adalah persetujuan individu terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti operasi
atau prosedur diagnostik invasif, berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang
risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan. Berbagai produk hukum dan
perundang-undangan yang langsung mengenai lanjut usia atau yang tidak
langsung terkait dengan kesejahteraan lanjut usia telah ditetapkan sebanyak 21
peraturan. .

3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa
keperawatan khusus pada mata kuliah keperawatan gerontik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi, dan Martono, Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut), Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

J. Guwandi. 2004. Informed Consent. Jakarta: FKUI.

Kiswanto, Eka A. 2009. Trend dan Isu Legal dalam Keperawatan Profesional.
Jakarta: Pro-Health.
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
R, Rully. 2002. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan Lansia di RSU dalam
Perspektif HAM. Jakarta: Harian Suara Pembaharuan.
SKM, Hardiwinoto, Stiabudi, Tony. 2005. Pandaun Gerontologi, Tinjauan Dari
Berbagai Aspek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai