OLEH:
KELOMPOK 4
“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
dengan judul “ Aplikasi Komplementer Pada Anak Sekolah”. Adapun pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan komplementer dasar.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya
sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami menyampaikan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk
menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................2
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
b. Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rheumatoid
Arthritis?
c. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid Arthritis?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis.
b. Untuk mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rheumatoid
Arthritis.
c. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid
Arthritis
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid
Arthritis
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan
diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu
monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian
dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”
yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi
yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering
belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif,
yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Karakteristik
artritis rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,
biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi,
2013).
2. Epidemologi
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan lainnya,
di Amerika Serikat dan beberapa daerah di Eropa prevalensi RA sekitar 1% pada
kaukasia dewasa, Perancis sekitar 0,3%, Inggris dan Finlandia sekitar 0,8% dan Amerika
Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan India 0,75%.
Insiden di Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa Selatan hanya 9-
24/100000. Di Indonesia dari hasil survei epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah
didapatkan prevalensi RA 0,3% sedang di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun
didapatkan prevalensi RA 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di
Poliklinik Reumatologi RSUPN 4 Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus
baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan
Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002 (Aletaha
et al, 2010).
3
Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih terbatas. Data terakhir
dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan bahwa jumlah kunjungan
penderita RA selama periode Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari jumlah seluruh
kunjungan sebanyak 1.346 pasien. Nainggolan (2009) memaparkan bahwa provinsi Bali
memiliki prevalensi penyakit rematik di atas angka nasional yaitu 32,6%, namun tidak
diperinci jenis rematik secara detail. Sedangkan pada penelitian Suyasa et al (2013)
memaparkan bahwa RA adalah peringkat tiga teratas diagnosa medis utama para lansia
yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu
wilayah pedesaan di Bali.
3. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun
yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin,
keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal
RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor
pencetus.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan menjadi
dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi:
a. Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Faktor genetik
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen yang
berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN
22 di kromosom 1. Perbedaan substansial pada faktor genetik RA terdapat
diantara populasi Eropa dan Asia. HLADRB1 terdapat di seluruh populasi
penelitian, sedangkan polimorfisme PTPN22 teridentifikasi di populasi Eropa dan
jarang pada populasi Asia. Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat dalam
keluarga dengan kejadian RA pada keturunan selanjutnya.
2) Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun penyakit ini
juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil).
Dari semua faktor risiko untuk 5 timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya
4
usia. RA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun
dan sering pada usia diatas 60 tahun.
3) Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1.
Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas. Perbedaan
pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.
b. Dapat Dimodifikasi
1) Gaya hidup
a) Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat kaitan antara
faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang
menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan
saat bekerja dengan risiko RA.
b) Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan bahwa rokok tembakau
berhubungan dengan peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan
produksi dari rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga
20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Penelitian pada perokok pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
c) Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan RA. Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai
faktor diet ini masih banyak ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar
mengenai jenis makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan daging merah
dapat 6 meningkatkan risiko RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan
memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi
kopi juga sebagai faktor risiko namun masih belum jelas bagaimana
hubungannya.
d) Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus (EBV)
karena virus tersebut sering ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien
RA. Selain itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae,
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
5
e) Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan,
dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi
terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica.
2) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada perempuan
dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia
sangat muda.
3) Bentuk tubuh Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks
Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.
5. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan
reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal, 7 mungkin infeksi
virus. Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal,
sehingga terjadi reaksi imun komplek (autoimun).
Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan
teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait,
antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral,
peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya
saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan
sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator
yang dapat menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses
keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang
terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel
mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang
pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra
dkk,2013).
Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari
pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam
darah. RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan
6
antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan
virus atau bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan
sebagai seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya
yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini RF
dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik penting RA dan mencerminkan progresifitas
penyakit (Putra dkk,2013).
Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA.
Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu
sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran
sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui
pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan
sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada
membran sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan
granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai
jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk
oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal
tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah
pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung,
osteoporosis serta mampu mempengaruhi hypothalamic-pituitaryadrenalaxis, sehingga
menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di
bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan
pembuluh darah oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas,
secara makros akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan
pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan
terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau
segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan
perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen,
tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang
mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya
Pannus (Putra dkk,2013).
7
6. Path Way
7. factor R dengan
Reaksi Kekakuan sendi Gangguan Mobilitas Fisik
antibody metabolic,
infeksi dengan
kecenderungan virus Reaksi peradangan Nyeri
Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada
kartilago artikularis Kartilago nekrosis
8
8. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat
berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
a. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
b. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut dan
kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu
sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
c. Kelainan diluar sendi
1) Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
2) Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada
autopsi RA didapatkan kelainan perikard
3) Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura
(efusi pleura, nodul subpleura)
4) Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi
berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist
drop
5) Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan
mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
6) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati,
anemia, trombositopeni, dan neutropeni
9
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
meningkat
2) Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif
tidak menyingkirkan diagnosis
3) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas
70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
b. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang sendi,
demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.
10. Penatalaksaan
a. Pencegahan
Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menekan faktor risiko:
1) Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko
peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang menggunakan
1.314 wanita penderita RA didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin
berjemur di bawah sinar UV-B.
2) Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-
gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke
belakang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin,
aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi.
3) Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat
untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan
olahraga dapat mengurang risiko terjadinya radang pada sendi.
4) Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk,
bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C, D, E juga
sebagai antioksidan yang mampu mencegah inflamasi akibat radikal bebas.
5) Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada sendi
juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam
10
jumlah yang cukup dapat memaksimalkan sisem bantalan sendi yang melumasi
antar sendi, sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang disrankan
adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
6) Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok
merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan
RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok akif maupun
pasif. (Febriana, 2015).
b. Penanganan
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan
bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah
menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan
mencegah destruksi jaringan lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
1) NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang
dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak,
dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi
dan tulang dari proses destruksi.
2) DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi
oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD
dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3) Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu. pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai
dilakukan fisioterapi.
4) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
11
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,
2014)
5) Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai
dilakukan fisioterapi.
6) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,
2014)
12
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab. Data dasar
pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
(misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode atau waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
11 Pola Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
- Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
- Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
- Riwayat keluarga dengan RA
- Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
- Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Pola Nutrisi Metabolik
- Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak
mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
- Riwayat gangguan metabolic
c. Pola Eliminasi
- Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Pola Aktivitas dan Latihan
- Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
- Jenis aktivitas yang dilakukan
- Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
- Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Pola Istirahat dan Tidur
- Apakah ada gangguan tidur?
- Kebiasaan tidur sehari
- Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
- Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Pola Persepsi Kognitif
- Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
- Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Gangguan citra diri akibat adanya perubahan struktur anatomi
13
h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
- Bagaimana hubungan dengan keluarga?
- Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Pola Reproduksi Seksualitas
- Adakah gangguan seksualitas?
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
- Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Pola Sistem Kepercayaan
- Agama yang dianut?
- Adakah gangguan beribadah?
- Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan.
11. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2) Catat bila ada krepitasi
3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
5) Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
6) Ukur kekuatan otot
7) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
8) Kaji aktivitas atau kegiatan sehari-hari
Hasil pengkajian kognitif dan mental
1. Short Porteble Mental Status Questionaire ( SPMSQ ) =
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Skor N
+ - Pertanyaan
o
+ 1. Tanggal berapa hari ini?
+ 2. Hari apa sekarang ini? (hari, tanggal, dan
tahun)
+ 3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomor telepon Anda?
+ 4 Di mana alamat Anda? (tanyakan hanya bila
a. Pasien tidak mempunyai telepon)
+ 5. Berapa usia Anda?
+ 6. Kapan Anda lahir?
- 7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
- 8. Siapa presiden sebelum Jokowi?
- 9. Siapa nama kecil ibu Anda?
14
+ 1 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
0. setiap angka baru, semua secara menurun.
Jumlah kesalahan total
Keterangan :
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10: Kerusakan intelektual berat
15
MESRA
MENGINGAT KEMBALI
5 Minta pasien untuk menyebutkan 3 objek yang 3
telah dipelajari pada pertanyaan nomer 3.
Berikan satu nilai untuk jawaban yang benar.
BAHASA
6 Tunjuk pada sebuah pulpen dan sebuah arloji 2
tangan. Minta pasien untuk menyebutkan nama
benda yang anda tunjuk.
7 Minta pasien untuk mengulang: “tanpa, bila, 0
dan, atau, tetapi.”
8 Minta pasien untuk mengikuti 3 tahap tugas : 3
“ambil lipatan kertas dengan tangan kanan
anda”
“lipat kertas menjadi dua”
“letakkan kertas diatas lantai”
9 Minta pasien membaca dan melakukan tugas 1
yang dibaca
“mohon pejamkan mata anda”
10 Minta pasien untuk menulis kalimat pilihan 1
sendiri pada dua garis (kalimat mengandung
subjek dan objek dan harus mempunyai arti)
abaikan kesalahan eja saat menilai
11 Minta pasien untuk menyalin gambar dibawah 1
ini (berikan nilai 1 bila semua sisi dan sudut
tergambar utuh dan gambar yang saling
memotong merupakan sebuah segi 4)
TOTAL SKOR YG DIPEROLEH
Keterangan :
Skor 24-30 : Status kognitif normal
Skor 17-23 : Kemungkinan gangguan kognitif
Skor 0-16 : Gangguan kognitif
16
Ya Tidak
1 Saya merasa hidup ini sangat
memuaskan
2 Saya mengalami penurunan
aktivitas dan minat
3 Saya merasa hidup tak berarti
4 Saya merasa hidup membosankan
5 Saya memiliki semangat berlebihan
sepanjang waktu
6 Saya merasakan terjadi sesuatu
yang buruk
7 Saya merasa tak berdaya
8 Secara umum saya menganggap
hidup ini indah
9 Saya merasa hidup ini bahagia
10 Saya merasa paling bahagia minggu
ini
11 Saya lebih suka tinggal dirumah
dari pada keluar melakukan hal-hal
yang baru
12 Saya memiliki banyak masalah
13 Saya merasa sangat berharga
14 Saya merasa pernah semangat
dalam memandang suatu kegiatan
15 Saya merasa orang-orang disekitar
saya baik
Total
17
- 1. Apa itu ?
+ 2. Bagaimana tanda dan gejala penderita ?
+ 3. Apa saja penyebab ?
- 4. Bagaimana cara mencegah ?
- 5. Bagaimana cara penanganan pasien ?
Total jawaban benar :
Keterangan :
0-2 :Tidak tahu penyakit yang diderita
3-4 :Cukup mengetahui penyakit yang diderita
5 : Memahami penyakit yang diderita
I. Data Penunjang
1. Laboratorium : -
2. Radiologi :-
3. EKG :-
4. USG :-
5. CT – Scan :-
6. Obat-obatan :-
2.2.3 Perencanaan
18
DIAGNOSIS NOC NIC
KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh NOC NIC
Body image
Definisi : Konfusi dalam Body image enhancement
Self esteem
gambaran mental tentang diri Kriteria Hasil : Kaji secara verbal dan
fisik individu Body image positif non verbal respon klien
Mampu
Batasan Karakteristik : terhadap tubuhnya
mengidentifikasi
Perilaku mengenali Monitor frekuensi
kekuatan personal
tubuh individu Mendiskripsikan mengkritik dirinya
Perilaku menghindari secara factual Jelaskan tentang
tubuh individu perubahan fungsi pengobatan, perawatan,
Perilaku memantau tubuh kemajuan dan prognosis
tubuh individu Mempertahankan penyakit
Respon nonverbal interaksi social Dorong klien
terhadap perubahan mengungkapkan
pada tubuh (mis, perasaannya
penampilan, struktur, Identifikasi arti
fungsi) pengurangan melalui
Respon noverbal pemakaian alat bantu
terhadap persepsi Fasilitasi kontak dengan
perubahan pada tubuh individu lain dalam
(mis, penampilan, kelompok kecil
struktur, fungsi)
Mengungkapkan
perasaan yang
mencerminkan
perubahan pandangan
tentang tubuh invidu
(mis, penampilan,
struktur, fungsi)
Mengungkapkan
19
persepsi yang
mencerminkan
perubahan individu
dalam penampilan
Objektif
Perubahan actual pada
fungsi
Perubahan actual pada
struktur
Perilaku mengenali
tubuh individu
Perilaku memantau
tubuh individu
Perubahan dalam
kemampuan
memperkirakan
hubungan special tubuh
terhadap lingkungan
Perubahan dalam
keterlibatan social
Perluasan batasan tubuh
untuk menggabungkan
objek lingkungan
Secara sengaja
menyembunyikan
bagian tubuh
Secara sengaja
menonjolkan bagian
tubuh
Kehilangan bagian
20
tubuh
Tidak melihat bagian
tubuh
Tidak menyentuh
bagian tubuh
Trauma pada bagian
yang tidak berfungsi
Subjektif
Depersonalisasi
kehilangan melalui kata
ganti yang netral
Penekanan pada
kekuatan yang tersisa
Ketakutan terhadap
reaksi orang lain
Fokus pada penampilan
masa lalu
Perasaan negative
tentang sesuatu
Fokus pada perubahan
Fokus pada kehilangan
Menolak memverifikasi
perubahan actual
Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
Factor yang berhubungan :
Biofisik, kognitif
Budaya, tahap
perkembangan
Penyakit, cedera
21
Perseptual, psikososial,
spiritual
Pembedahan, trauma
Terapi penyakit
Nyeri Akut NOC NIC
Pain level
Definisi : Pengalaman sensori Pain Management
Pain control
dan emosional yang tidak Comfort level Lakukan pengkajian
menyenangkan yang muncul Kriteria Hasil : nyeri secara
Mampu mengontrol nyeri
akibat kerusakan jaringan yang komprehensif
(tahu penyebab nyeri,
actual atau potensial atau termasuk lokasi,
mampu menggunakan
digambarkan dalam hal karakteristik, durasi,
teknik nonfarmakologi
kerusakan sedemikian rupa frekuensi, kualitas,
untuk mengurangi nyeri,
(International Association for dan factor presipitasi
mencari bantuan)
the study of pain): awitan yang Melaporkan bahwa nyeri Observasi reaksi
tiba – tiba atau lambat dari berkurang dengan nonverbal dari
intensitas ringan hingga berat menggunakan manajemen ketidaknyamanan
dengan akhir yang dapatnyeri Gunakan teknik
diantisipasi atau diprediksi dan Mampu mengenali nyeri komunikasi terapeutik
berlangsung <6 bulan (skala, intensitas, untuk mengetahui
Batasan Karakteristik : frekuensi dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
Menyatakan rasa nyaman
Perubahan selera pasien
setelah nyeri berkurang
makan Kaji kultur yang
Perubahan tekanan mempengaruhi respon
darah nyeri
Perubahan frekuensi Evaluasi pengalaman
jantung nyeri masa lampau
Perubahan frekuensi Evaluasi bersama
pernapasan pasien dan tim
Laporan isyarat kesehatan lain tentang
Diaphoresis ketidakefektifan
Perilaku distraksi (mis, control nyeri masa
22
berjalan mondar-mandir lampau
mencari orang lain, Bantu pasien dan
dana tau aktivitas lain, keluarga untuk
aktivitas yang berulang) mencari dan
Mengekspresikan menemukan dukungan
perilaku (mis, gelisah, Control lingkungan
merengek, menangis) yang dapat
Masker wajah (mis, mempengaruhi nyeri
mata kurang bercahaya, seperti suhu ruangan,
tampak kacau, gerakan pencahayaan dan
mata berpancar atau kebisingan
tetap pada satu fokus Kurangi factor
meringis) presipitasi nyeri
Sikap melindungi area Pilih dan lakukan
nyeri penanganan nyeri
Fokus menyempit (mis, (farmakologi, non
gangguan persepsi farmakologi, dan
nyeri, hambatan proses interpersonal)
berfikir, penurunan Kaji tipe dan sumber
interaksi dengan orang nyeri untuk
lain dan lingkungan menentukan intervensi
Indikasi nyeri yang Ajarkan tentang
dapat diamati teknik
Perubahan posisi untuk nonfarmakologi
menghindari nyeri Berikan analgetik
Sikap tubuh melindungi untuk mengurangi
Dilatasi pupil nyeri
Melaporkan nyeri Evaluasi
secara verbal ketidakefektifan
Gangguan tidur control nyeri
23
Factor yang berhubungan : Tingkatkan istirahat
Agen cedera (mis, Kolaborasi dengan
biologis, zat kimia, dokter jika ada
fisik, psikologis) keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
Saturday tentukan
pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
24
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesuadah
permberian analgesic
pertama kali
Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan
gejala
26
Hambatan Mobilitas Fisik NOC : NIC
Joint Movement : Exercise therapy :
Active
Definisi : Keterbatasan pada ambulation
Mobility Level
pergerakan fisik tubuh atau Self care : ADLs Monitoring vital sign
satu atau lebih ekstremitas Transfer performance sebelum/sesudah
secara mandiri terarah Kriteria Hasil : latihan dan lihat
Klien meningkat respon pasien saat
Batasan Karakteristik : dalam aktivitas fisik latihan
Mengerti tujuan dari
Penurunan waktu reaksi Konsultasikan dengan
peningkatan mobilitas
Kesulitan membolak – Memverbalisasikan terapi fisik tentang
balik posisi perasaan dalam rencana ambulasi
Melakukan aktivitas lain meningkatkan sesuai dengan
sebagai pengganti kekuatan dan kebutuhan
pergerakan (mis, kemampuan Bantu klien untuk
meningkatkan perhatian berpindah menggunakan tongkat
pada aktivitas orang lain, Memperagakan saat berjalan dan
mengendalikan perilaku, penggunaan alat cegah terhadap cedera
Bantu untuk mobilitas
fokus pada aktivitas Ajarkan pasien atau
(walker)
sebelum sakit tenaga kesehatan lain
Dyspnea stelah tentang tehnik
beraktifitas ambulasi
Perubahan cara berjalan Kaji kemampuan
Gerakan bergetar pasien dalam
Keterbatasan kemampuan mobilisasi
melakukan keterampilan Latih pasien dalam
motoric halus pemenuhan kebutuhan
Keterbatasan kemampuan ADLs secara mandiri
melakukan keterampilan sesuai kemampuan
motoric kasar Dampingi dan bantu
Keterbatasan rentang pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
27
pergerakan sendi kebutuhan ADLs
Tremor akibat pergerakan pasien
Ketidakstabilan postur Berikan alat bantu
Pergerakan lambat jika klien memerlukan
Perubahan metabolisme
selular
Ansietas
Indeks masa tubuh diatas
parental ke-75 sesuai
umur
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
Fisik tidak bugar
Penurunan ketahanan
tubuh
Penurunan kendali otot
Penurunan massa otot
Malnutrisi
Gangguan
musculoskeletal
Gangguan neuromskular,
nyeri
28
Agens obat
Penurunan kekuatan otot
Kurangpengetahuan
tentang aktivitas fisik
Keadaan mood depresif
Keterlambatan
perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, kaku sendi
Kurang dukungan
lingkungan
Keterbatasan ketahanan
kardiovaskuler
Kerusakan integritas
struktur tulang
Program pembatasan
gerak
Keenggan memulai
pergerakan
Gaya hidup monoton
Gangguan sensori
perseptual
Defisit Perawatan Diri NOC : NIC :
Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Definisi : Gangguan Daily Living (ADLs) Monitor kemempuan
kemampuan untuk melakukan klien untuk perawatan
ADL pada diri Kriteria Hasil: diri yang mandiri.
Klien terbebas dari bau Monitor kebutuhan
badan klien untuk alat-alat
Batasan karakteristik : Menyatakan kenyamanan bantu untuk kebersihan
29
Ketidakmampuan untuk terhadap kemampuan diri, berpakaian,
mandi, untuk melakukan ADLs berhias, toileting dan
Ketidakmampuan untuk Dapat melakukan ADLS makan.
berpakaian, dengan bantuan Sediakan bantuan
Ketidakmampuan untuk sampai klien mampu
makan, secara utuh untuk
Ketidakmampuan untuk melakukan self-care.
toileting Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
Faktor yang berhubungan : sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
Kelemahan, dimiliki.
2.2.4 Implementasi
Menurut Aziz Alimul (2009), implementasi adalah proses kepeawaratan dengan
melaksanakan berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit.
Pemulihan kesehatan dan memfasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat
dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi
terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir yang merupakan perbandingan sistematis
yang terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan serta kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Pada evaluasi, menggunakan SOAP (Subyektif,
Objektif, Assessment, Planning). Komponen SOAP yaitu data S (subjektif) dimana perawat
menulis keluhan pasien yang masih dirasakan setelah di lakukan tindakan keperawatan, O
(objektif) dimana adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
33
langsung pada pasien dan yang di rasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(assesment) adalah interpretasi dari data subjektif dan objektif, P (planning) dalah
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah
dari rencana tindakan keperwatan yang telah ditemukan sebelumnya (Rohmah & Saiful,
2012).
34
C. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
I. Identitas
1. Identitas Diri Klien
Nama : Ny. JW
Tanggal masuk RS : 04 April 2011
Tempat/Tgl. Lahir : Manado, 20 Juni 1956
Sumber Informasi : Keluarga
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Tuminting
Diagnose Medis : Reumatoid Athritis
2. Identitas Wali pasian
Nama : Tn.W
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Suku : Sanger
Pekerjaan : Tukang
Pendidikan : SMA
Alamat : Kec. Tuminting
Pekerjaan : IRT
Lama Bekerja : 25 tahun
35
3. Riwayat dirawat di rumah sakit :
Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
II. Pola Aktivitas Sehari-Hari
1. Pola Persepsi Kesehatan – Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan dirinya mulai mengeluh nyeri sendi dari 6 bulan yang
lalu, pasien mengetahui dirinya memiliki reumatiod arthritis karena
keluarga sempat mengajak pasien untuk berobat ke dokter. Namun saat
nyeri di rasakan kembali pasien jarang memeriksakannya lagi ke dokter
pasien hanya melakukan pengobatan teradisional yang disarankan oleh
tetangnganya dan memberi kompres hangat pada tanggannya sendiri di
rumah.
2. Pola Nurtisi :
Sebelum dirawat pasien mengatakan biasa makan 3 kali sehari. Pasien
biasa makan nasi lengkap dengan lauk pauk dalam porsi cukup. Pasien
mengatakan makanan yang disukai adalah pisang goring. Berat badan
pasien sebelum dirawat adalah 59 kg dengan tiggi badan 160 cm. Selama
dirawat di rumah sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan. Merasa
mual dan memiliki sariawan di mulut. Berat badan pasie turun 3 kg
menjadi 56 kg
3. Pola Eliminasi :
Sebelum dirawat di rumah sakit pasien mengatakan buang air besar teratur
1 kali sehari. Buang air kecil 3-4 kali dalam sehari warna kekuningan.
Selama dirawat di rumah sakit pasien mengatakan buang air besar tidak
tertur, buang air kecil 3-4 kali dalam sehari warna kekuningan.
4. Pola tidur dan istirahat
Sebelum dirawat pasien mengatakan biasa tidur jam 10 malam dan bangun
jam 6 pagi. Pasien memiliki kesulitan dalam tidur yaitu mudah terbangun
saat tidur apalagi saat nyeri di tangan dirasakan. Selama dirawat pasien
mengatakan masih memiliki gangguan tidur karena situasi lingkungan
kamar yang bersebelahan dengan tempat tidur pasien. Di rumah sakit
pasien lebih banyak tidur. Tidur siang pukul 12.00 – 13.00 dan malam hari
tidur pukul 22.00 – 06.00
5. Pola Aktifitas dan Latihan
Pasien mengatakan sebelum dirawat dirumah sakit aktivitas yang biasanya
dilakukan pasien di rumah adalah bersih-bersih rumah, untuk kegiatan di
36
waktu luang pasien biasanya memonton tv bersama keluarga. Pasein
mengatakan selama nyeri ditangannya dirasakan sejak 4 hari yang lalu
pasien mengalami kesulitan saat menggerakkan tangannya dan merasa
tidak nyaman saat menggerakkan tangannya karena nyeri saat digerakkan.
6. Pola Persepsi Kognitif
Pasien mengatakan nyeri sendi dirasakan saat digerakkan, pasien
mengatakan sendi terasa kaku di jari-jari tangan dan sulit digerakkan.
Pasien mengatakn nyeri yang dirasakn seperti di tusuk-tusuk. Skala nyeri 6
dari 0-10. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan di satu titik. Nyeri
dirasakan setiap saat apalagi saat cuaca dingin. Raut wajah pasien tampak
meringis
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien dan keluarga mengatakan berharap agar pasien cepat sembuh
8. Pola Peran dan Hubungan Sesama
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga sangat baik.
9. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan reproduksi dan seksualitas
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres
Pasien mengatakan merasa takut dengan penyakit yang dideritanya, pasien
juga merasa cemas apabila penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan.
Selain itu pasien merasa tidak nyaman saat akan melakukan aktivitas
karena sendi-sendi di jari-jari tangannya terasa nyeri dan kaku sehingga
sulit untuk digerakkan.
11. Pola Sistem Kepercayaan
Pasien meganut agama Kristen. Pasien menyerahkan sepenuhnya kepada
Tuhan tentang penyakit apa yang sedang dialami.
VI. Riwayat Keluarga
Genogram :
Pasien Atritis
reumatoid
37
VII. Pengkajian Fisik
Kesan Utama : Pasien tampak Lemas
Tingkat Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda Vital Saat Pasien Masuk Rumah Sakit
- Suhu tubuh : 370 C
- Denyut Nadi : 60 kali /menit
- Pernafasan : 18 kali /menit
- Tekanan Darah : 90/70 mmHg
3. Hidung:
Reaksi Alergi : bersin bila berdebu
Cara mengatasinya dibiarkan saja
Pernah mengalami flu : Pasien pernah mengalami influensa
Bagaimana frekwensinya dalam setahun sering
Sinus normal perdarahan tidak ada
38
Gigi geligi Kerusakan gigi pada molar 3 dan 2 superior dekstra
Kesulitan/gangguan berbicara tidak
Kesulitan menelan tidak
Pemeriksaan gigi terakhir tidak pernah
5. Pernafasan:
Suara paru : Bronkhial
Pola Nafas : Vesikuler
Batuk kadang-kadang
Sputum: tidak ada
Nyeri: tidak ada
Kemampuan melakukan aktifitas normal
Batuk darah tidak
Rontgen Foto terakhir tidak dilakukan Hasil tidak ada
6. Sirkulasi:
Nadi Perifer: 70 kali/detik
Capilary Refilling : 3 detik
Distensi Vena Jugularis Tampak
Suara Jantung tunggal
Suara Jantung tambahan Tidak ada
Irama jantung (monitor) Tidak dilakukan
Nyeri : pada bagian sendi jari
Edema : ada
Palpitasi Tidak ada
Baal: tidak
Perubahan warna (kulit, Kuku, Bibir, dll) : Ekstremitas atas (sendi-sendi
pada digiti manus) nyeri dan sulit di gerakkan.
Clubbing tidak ada
7. Keadaan Ekstremitas :(mobilitas berkurang)
Syncobe Tidak
Rasa pusing : ada
Monitoring Hemodinamik : CVP Tidak dilakukan mm H2O
39
8. Neurologis :
Tingkat kesadaran sadar
Orientasi : pasien dapat berorientasi terhadap waktu
Koordinasi : pasien dapat berkoordinasi dengan anggota
gerak tubuh
Riwayat epilepsi/kejang/parkinson tidak ada
Refleks tidak ada
Kekuatan menggenggam : pasien sulit menggenggam karna pengaruh
penyakit
Pergerakan Ekstremitas : ekstremitas atas ( digiti manus) pasien terasa
kaku
9. Muskuloskeletal:
Nyeri pada bagian digiti manus dan pergelanggan tangan
Kekakuan pergelanggan tangan
10. Kulit :
Warna : kemerahan pada sendi digiti manus
Integritas : kering
Turgor : jelek
Data Laboratorium
Laboratorium :
Tes serologi (diagnostik imunologis):
ESR : meningkat
FR : >1:80 Positif (80%)
JDL : Anemia sedang
LED: 85 mm/h
40
41
B. ANALISA DATA
42
kesulitan saat menggerakkan kecenderungan virus
tangannya dan merasa tidak
nyaman saat menggerakkan Reaksi peradangan
tangannya karena nyeri saat
digerakkan. Kekakuan sendi
DO:
Pasien tampak meringis Hambatan
Mobilitas Fisik
43
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur
4. INTERVENSI
DIAGNOSIS NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan asuhan NIC
dengan agen cedera (mis, keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
NOC
biologis, zat kimia, fisik, Lakukan
Pain level
psikologis) Pain control pengkajian nyeri
Comfort level secara
Kriteria Hasil :
Mampu mengontrol nyeri komprehensif
(tahu penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu menggunakan karakteristik,
teknik nonfarmakologi durasi, frekuensi,
untuk mengurangi nyeri, kualitas, dan factor
mencari bantuan) presipitasi
Melaporkan bahwa nyeri Observasi reaksi
berkurang dengan nonverbal dari
menggunakan manajemen ketidaknyamanan
nyeri Gunakan teknik
Mampu mengenali nyeri
komunikasi
(skala, intensitas, frekuensi
terapeutik untuk
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman mengetahui
44
masa lampau
Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi factor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, dan
interpersonal)
Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
45
Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
Evaluasi
ketidakefektifan
control nyeri
Tingkatkan
istirahat
Kolaborasi dengan
dokter jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
46
pemberian lebih dari
Saturday tentukan
pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan
sesuadah
permberian
analgesic pertama
kali
Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan
gejala
5. IMPLEMENTASI
Hari/ Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
49
Senin, 26 1 Melakukan pengkajian Pasien mengeluh nyeri
Januari nyeri secara dan kaku di bagian sendi
2019 komprehensif termasuk jari-jari tangan dan
Pukul 10.30
lokasi, karakteristik, pergelanggan tangan rasa
WITA
durasi, frekuensi, seperti di tusuk-tusuk,
kualitas, dan factor sulit digerakan, nyeri
presipitasi sendi dirasakan saat
Mengobservasi reaksi digerakkan.Pasien
nonverbal dari mengatakn nyeri yang
ketidaknyamanan dirasakn seperti di tusuk-
Menggunakan teknik tusuk. Skala nyeri 6 dari
komunikasi terapeutik 0-10.
Pasien kelihatan meringis
untuk mengetahui
dan keadaan Lemas
pengalaman nyeri pasien
Pasien mampu
Mengajarkan tentang berkomunikasi dengan
teknik nonfarmakologi, perawat, mengatakan
relaksasi nafas dalam nyeri yang dirasakan di
Memberikan analgetik satu titik. Nyeri dirasakan
untuk mengurangi nyeri setiap saat apalagi saat
Mengevaluasi cuaca dingin.
ketidakefektifan control Pasien melakukan tekik
nyeri relaksasi nafas dalam
Pasien istirahat setelah
Meningkatkan istirahat
diberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
50
2 Monitoring vital sign Suhu tubuh : 370C, Nadi :
sebelum/sesudah latihan 60 kali/menit, Pernafasan
dan lihat respon pasien : 18 kali/menit, Tekanan
saat latihan Darah : 90/70 mmHg
Membantu klien untuk Pasien selalu ditemani
menggunakan alat bantu keluarga apabila
ketika beraktifitas beraktifitas
Pasien mengatakan nyeri
Mengkaji kemampuan
sendi dirasakan saat
pasien dalam mobilisasi
digerakkan, pasien
Mendampingi dan
mengatakan sendi terasa
membantu pasien saat
kaku di jari-jari tangan
mobilisasi dan bantu
dan sulit digerakkan.
penuhi kebutuhan ADLs
Pasien selalu ditemani
pasien
keluarga maupun
Mengajarkan pasien perawat apabila
bagaimana merubah beraktifitas
posisi dan berikan Pasien mampu miring
bantuan jika diperlukan kanan kiri mandiri serta
duduk diatas Kasur
Selasa, 27 1 Melakukan pengkajian Pasien mengatakan nyeri
Januari nyeri secara dan kaku di bagian sendi
2019 komprehensif termasuk jari-jari tangan dan
Pukul 10.30
lokasi, karakteristik, pergelanggan tangan
WITA
durasi, frekuensi, rasa sudah menurun,
kualitas, dan factor pasien mampu
presipitasi menggerakkan sedikit
Menggunakan teknik tetapi masih ada rasa
komunikasi terapeutik nyeri seperti di tusuk-
untuk mengetahui tusuk. Skala nyeri 4 dari
pengalaman nyeri pasien 0-10.
Pasien mengatakan nyeri
Mengevaluasi
51
pengalaman nyeri masa dan kaku di bagian sendi
lampau jari-jari tangan dan
Mengkontrol lingkungan pergelanggan tangan
yang dapat rasa sudah menurun
Pasien kelihatan
mempengaruhi nyeri
meringis dan keadaan
seperti suhu ruangan,
masih sedikit
pencahayaan dan
Privasi pasien tampak
kebisingan
terjaga dan tidak
Mengajarkan tentang
terdapat kebisingan
teknik nonfarmakologi, Pasien rutin melakukan
relaksasi nafas dalam teknik relaksasi nafas
Memberikan analgetik dalam
untuk mengurangi nyeri
Meningkatkan istirahat
2 Monitoring vital sign Suhu tubuh : 36,30C,
sebelum/sesudah latihan Nadi : 70 kali/menit,
dan lihat respon pasien Pernafasan : 20
saat latihan kali/menit, Tekanan
Membantu klien untuk Darah : 100/70 mmHg
menggunakan alat bantu Pasien selalu ditemani
ketika beraktifitas keluarga apabila
Mengkaji kemampuan beraktifitas
Pasien mengatakan nyeri
pasien dalam mobilisasi ,
sendi dirasakan saat
melatih pasien dalam
digerakkan, pasien
pemenuhan kebutuhan
mengatakan sendi terasa
ADLs secara mandiri
kaku di jari-jari tangan
sesuai kemampuan
dan sulit digerakkan.
Mendampingi dan
Pasien selalu ditemani
membantu pasien saat
keluarga maupun
mobilisasi dan bantu
perawat apabila
penuhi kebutuhan ADLs
52
pasien beraktifitas
Pasien mampu miring
Mengajarkan pasien
kanan kiri mandiri serta
bagaimana merubah
duduk diatas Kasur
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
6. EVALUASI
Hari/ Diagnosa Evaluasi Paraf
Tanggal
Kamis 6, 1 S:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
Desember
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
2018.
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Pukul 18.00
Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
WITA.
menggunakan manajemen nyeri
Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) dan menjelaskannya
kepada petugas
Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
O : pasien tampak mampu mengontrol nyeri dan
ekspresi wajah pasien lebih baik. Suhu tubuh :
36,30C, Nadi : 70 kali/menit, Pernafasan : 20
kali/menit, Tekanan Darah : 100/70 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan dengan motifasi keluarga lebih
mendalam.
2 S:
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Pasien mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
O : pasien tampak berusaha meningkatkan aktivitas
fisik sehari-hari. Suhu tubuh : 36,30C, Nadi : 70
kali/menit, Pernafasan : 20 kali/menit, Tekanan
53
Darah : 100/70 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan dengan motifasi keluarga lebih
mendalam.
54
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif, yang
cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Karakteristik artritis
rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya
menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun
yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan,
dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering
faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan menjadi dua
yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Tidak Dapat Dimodifikasi : Faktor genetik, Usia, Jenis kelamin. Dapat Dimodifikasi : Gaya
hidup; Status sosial ekonomi, Merokok, Diet, Infeksi, Pekerjaan. Faktor hormonal, Bentuk
tubuh.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh
mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit Artritis Reumatoid
(AR). Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik dan
bermanfaat bagi kita semua.
55
DAFTAR PUSTAKA
Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham III CO et al. (2010). Rematoid
Arthritis Classification Criteria An American College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis Rheum, vol.62, pp.2569 – 81.
Bresnihan B. (2002). Rheumatoid Arthritis: Principles of Early Treatment. The Journal of
Rheumatology, vol.29, no.66, pp.9-12
Candra K. (2013). Teknik Pemeriksaan Genu Pada Kasus Osteoarthritis Dengan Pasien Non
Koperatif. Academia Edu
Choy E. (2012). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In The Pathogenesis Of
Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on behalf of the British Society for
Rheumatology, vol. 51, pp.3-11
Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle Billateral
Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Kapita Selekta Kedokteran/editor. Chris Tanto, et al. Ed.4.(2014). Jakarta: Media Aesculapius, pp
835-839
McInnes, I.B., Schett, G. (2011). The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J Med, vol.
365, pp. 2205-19
Nainggolan,Olwin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia. Maj
Kedokt Indon, vol.59, no.12, pp.588-594
Pradana,S.Y. (2012). Sensitifitas Dan Spesifisitas Kriteria ACR 1987 dan ACR/EULAR 2010
pada Penderita Artritis Reumatoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan Artritis
Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN
Rudan, I., et al. (2015). Prevalence Of Rheumatoid Arthritis In Low– And Middle–Income
Countries: A Systematic Review And Analysis. Journal of Global Health, vol.5, no.1, pp.1-10
Suarjana, I.N. (2009). Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta,
pp.2495-508
56
Sumariyono, H.I. (2010). Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis. Indonesian Journal
of Rheumatology, vol.03, no.02, pp. 15-20
Tobon, G.J., Youinou, P., Saraux, A. (2009). The Environment, GeoEpidemiology, and
Autoimmune Disease: Rheumatoid Arthritis, Elsevier, doi:10.1016/j.autrev.2009.11.019
57
https://tandyyonoputrajaya.wordpress.com/2016/12/01/laporan-pendahuluan-pada-pasien-
dengan-rematik-atritis-reumatoid/
58