Anda di halaman 1dari 61

Keperawatan Gerontik

Asuhan Keperawatan pada pasien Arthritis Rheumatoid

OLEH:
KELOMPOK 4

1 NI KOMANG AYU NOPI SAVITRI 18.322.2928


2 NI KOMANG MEGAWATI 18.322.2929
3 NI LUH AYU KARMINI 18.322.2930
4 NI LUH PUTU EKA RASNUARI 18.322.2931
5 NI LUH PUTU VERY YANTHI 18.322.2932
6 NI LUH SUTAMIYANTI 18.322.2933
7 NI MADE DESY ARDANI 18.322.2934
8 NI MADE HENI WAHYUNI 18.322.2935

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2018
KATA PENGANTAR

“Om Swastyastu”
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini
dengan judul “ Aplikasi Komplementer Pada Anak Sekolah”. Adapun pembuatan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan komplementer dasar.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya
sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami menyampaikan
ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk
menyempurnakan makalah ini.
“Om Santih, Santih, Santih Om”

Denpasar, 23 Januari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis......................................................3
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid Arthritis........................14
C. Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid Arthritis......................................38

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................58
3.2 Saran.....................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................59

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan semakin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada
semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem
muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya
beberapa golongan reumatik.
Salah satu golongan penyakit reumatik yang menimbulkan gangguan
muskuloskeletal adalah rheumatoid arthritis. Reumatik dapat mengakibatkan perubahan
otot hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih
guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnnya usia menjadi tua fungsi otot
dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita
rematik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu
sindrom. Golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semua menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para
ahli dibidang rematologi, rematik dapat terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari
kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu:
nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan serta adanya tiga tanda utama yaitu:
pembengkakan sendi, kelemahan otot dan gangguan gerak. (sonarto,1982)
Dari berbagai masalah ksehatan itu ternyata gangguan muskuloskletal menempati
urutan kedua 14,5 % setelah pnyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia
>55 tahun (Household Survey on Health,1996) dan berdasarkan WHO di jawa ditemukan
bahwa rheumatoid arthritis menempati urutan pertama ( 49% ) dari pola penyakit lansia
(Boedhi Darmojo et.al, 1991).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis?

1
b. Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rheumatoid
Arthritis?
c. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid Arthritis?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui Konsep Dasar Penyakit Rheumatoid Arthritis.
b. Untuk mengetahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Rheumatoid
Arthritis.
c. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid
Arthritis
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada pasien Rheumatoid
Arthritis
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat dipahami dan
diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang etiologinya belum
diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai

2
keterlibatan jaringan ekstraartikular. Perjalanan penyakit RA ada 3 macam yaitu
monosiklik, polisiklik dan progresif. Sebagian besar kasus perjalananya kronik kematian
dini (Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia,2014).
Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan “itis”
yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan
Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana,2015).
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi
yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa dini sering
belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang sejalan dengan
waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan yang adekuat
(Febriana,2015).
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif,
yang cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Karakteristik
artritis rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten,
biasanya menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi,
2013).
2. Epidemologi
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu dengan lainnya,
di Amerika Serikat dan beberapa daerah di Eropa prevalensi RA sekitar 1% pada
kaukasia dewasa, Perancis sekitar 0,3%, Inggris dan Finlandia sekitar 0,8% dan Amerika
Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar 0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan India 0,75%.
Insiden di Amerika dan Eropa Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa Selatan hanya 9-
24/100000. Di Indonesia dari hasil survei epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah
didapatkan prevalensi RA 0,3% sedang di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun
didapatkan prevalensi RA 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di
Poliklinik Reumatologi RSUPN 4 Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus
baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan
Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002 (Aletaha
et al, 2010).

3
Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih terbatas. Data terakhir
dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan bahwa jumlah kunjungan
penderita RA selama periode Januari sampai Juni 2007 sebanyak 203 dari jumlah seluruh
kunjungan sebanyak 1.346 pasien. Nainggolan (2009) memaparkan bahwa provinsi Bali
memiliki prevalensi penyakit rematik di atas angka nasional yaitu 32,6%, namun tidak
diperinci jenis rematik secara detail. Sedangkan pada penelitian Suyasa et al (2013)
memaparkan bahwa RA adalah peringkat tiga teratas diagnosa medis utama para lansia
yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu
wilayah pedesaan di Bali.
3. Etiologi
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun
yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin,
keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal
RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor
pencetus.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan menjadi
dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi:
a. Tidak Dapat Dimodifikasi
1) Faktor genetik
Faktor genetik berperan 50% hingga 60% dalam perkembangan RA. Gen yang
berkaitan kuat adalah HLA-DRB1. Selain itu juga ada gen tirosin fosfatase PTPN
22 di kromosom 1. Perbedaan substansial pada faktor genetik RA terdapat
diantara populasi Eropa dan Asia. HLADRB1 terdapat di seluruh populasi
penelitian, sedangkan polimorfisme PTPN22 teridentifikasi di populasi Eropa dan
jarang pada populasi Asia. Selain itu ada kaitannya juga antara riwayat dalam
keluarga dengan kejadian RA pada keturunan selanjutnya.
2) Usia
RA biasanya timbul antara usia 40 tahun sampai 60 tahun. Namun penyakit ini
juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (Rheumatoid Arthritis Juvenil).
Dari semua faktor risiko untuk 5 timbulnya RA, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya RA semakin meningkat dengan bertambahnya

4
usia. RA hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada usia dibawah 40 tahun
dan sering pada usia diatas 60 tahun.
3) Jenis kelamin
RA jauh lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki dengan rasio 3:1.
Meskipun mekanisme yang terkait jenis kelamin masih belum jelas. Perbedaan
pada hormon seks kemungkinan memiliki pengaruh.
b. Dapat Dimodifikasi
1) Gaya hidup
a) Status sosial ekonomi
Penelitian di Inggris dan Norwegia menyatakan tidak terdapat kaitan antara
faktor sosial ekonomi dengan RA, berbeda dengan penelitian di Swedia yang
menyatakan terdapat kaitan antara tingkat pendidikan dan perbedaan paparan
saat bekerja dengan risiko RA.
b) Merokok
Sejumlah studi cohort dan case-control menunjukkan bahwa rokok tembakau
berhubungan dengan peningkatan risiko RA. Merokok berhubungan dengan
produksi dari rheumatoid factor(RF) yang akan berkembang setelah 10 hingga
20 tahun. Merokok juga berhubungan dengan gen ACPA-positif RA dimana
perokok menjadi 10 hingga 40 kali lebih tinggi dibandingkan bukan perokok.
Penelitian pada perokok pasif masih belum terjawab namun kemungkinan
peningkatan risiko tetap ada.
c) Diet
Banyaknya isu terkait faktor risiko RA salah satunya adalah makanan yang
mempengaruhi perjalanan RA. Dalam penelitian Pattison dkk, isu mengenai
faktor diet ini masih banyak ketidakpastian dan jangkauan yang terlalu lebar
mengenai jenis makanannya. Penelitian tersebut menyebutkan daging merah
dapat 6 meningkatkan risiko RA sedangkan buah-buahan dan minyak ikan
memproteksi kejadian RA. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi
kopi juga sebagai faktor risiko namun masih belum jelas bagaimana
hubungannya.
d) Infeksi
Banyaknya penelitian mengaitkan adanya infeksi Epstein Barr virus (EBV)
karena virus tersebut sering ditemukan dalam jaringan synovial pada pasien
RA. Selain itu juga adanya parvovirus B19, Mycoplasma pneumoniae,
Proteus, Bartonella, dan Chlamydia juga memingkatkan risiko RA.
5
e) Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang meningkatkan risiko RA adalah petani, pertambangan,
dan yang terpapar dengan banyak zat kimia namun risiko pekerjaan tertinggi
terdapat pada orang yang bekerja dengan paparan silica.
2) Faktor hormonal
Hanya faktor reproduksi yang meningkatkan risiko RA yaitu pada perempuan
dengan sindrom polikistik ovari, siklus menstruasi ireguler, dan menarche usia
sangat muda.
3) Bentuk tubuh Risiko RA meningkat pada obesitas atau yang memiliki Indeks
Massa Tubuh (IMT) lebih dari 30.

5. Patofisiologi
Patogenesis terjadinya proses autoimun, yang melalui reaksi imun komplek dan
reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal, 7 mungkin infeksi
virus. Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu antibodi terhadap antibodi abnormal,
sehingga terjadi reaksi imun komplek (autoimun).
Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum tuntas diketahui, dan
teorinya masih berkembang terus. Dikatakan terjadi berbagai peran yang saling terkait,
antara lain peran genetik, infeksi, autoantibodi serta peran imunitas selular, humoral,
peran sitokin, dan berbagai mediator keradangan. Semua peran ini, satu sam lainnya
saling terkait dan pada akhirmya menyebabkan keradangan pada sinovium dan kerusakan
sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin merupakan local protein mediator
yang dapat menyebabkan pertumbuhan, diferensiasi dan aktivitas sel, dalam proses
keradangan. Berbagai sitokin berperan dalam proses keradangan yaitu TNF α, IL-1, yang
terutama dihasilkan oleh monosit atau makrofag menyebabkan stimulasi dari sel
mesenzim seperti sel fibroblast sinovium, osteoklas, kondrosit serta merangsang
pengeluaran enzim penghancur jaringan, enzim matrix metalloproteases (MMPs) (Putra
dkk,2013).
Proses keradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan dari
pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor) dan anti-CCP dalam
darah. RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari IgG. Jadi terdapat pembentukan

6
antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri, akibat paparan antigen luar, kemungkinan
virus atau bakteri. RF didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan
sebagai seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan spesifisitasnya
yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal penyakit. Pada saat ini RF
dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik penting RA dan mencerminkan progresifitas
penyakit (Putra dkk,2013).
Sel B, sel T, dan sitokin pro inflamasi berperan penting dalam patofisiologi RA.
Hal ini terjadi karena hasil diferensiasi dari sel T merangsang pembentukan IL-17, yaitu
sitokin yang merangsang terjadinya sinovitis. Sinovitis adalah peradangan pada membran
sinovial, jaringan yang melapisi dan melindungi sendi. Sedangkan sel B berperan melalui
pembentukan antibodi, mengikat patogen, kemudian menghancurkannya. Kerusakan
sendi diawali dengan reaksi inflamasi dan pembentukan pembuluh darah baru pada
membran sinovial. Kejadian tersebut menyebabkan terbentuknya pannus, yaitu jaringan
granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai
jenis sel radang. Pannus tersebut dapat mendestruksi tulang, melalui enzim yang dibentuk
oleh sinoviosit dan kondrosit yang menyerang kartilago. Di samping proses lokal
tersebut, dapat juga terjadi proses sistemik. Salah satu reaksi sistemik yang terjadi ialah
pembentukan protein fase akut (CRP), anemia akibat penyakit kronis, penyakit jantung,
osteoporosis serta mampu mempengaruhi hypothalamic-pituitaryadrenalaxis, sehingga
menyebabkan kelelahan dan depresi (Choy, 2012).
Pada keadaan awal terjadi kerusakan mikrovaskular, edema pada jaringan di
bawah sinovium, poliferasi ringan dari sinovial, infiltrasi PMN, dan penyumbatan
pembuluh darah oleh sel radang dan trombus. Pada RA yang secara klinis sudah jelas,
secara makros akan terlihat sinovium sangat edema dan menonjol ke ruang sendi dengan
pembentukan vili. Secara mikros terlihat hiperplasia dan hipertropi sel sinovia dan
terlihat kumpulan residual bodies. Terlihat perubahan pembuluh darah fokal atau
segmental berupa distensi vena, penyumbatan kapiler, daerah trombosis dan pendarahan
perivaskuler. Pada RA kronis terjadi kerusakan menyeluruh dari tulang rawan, ligamen,
tendon dan tulang. Kerusakan ini akibat dua efek yaitu kehancuran oleh cairan sendi yang
mengandung zat penghancur dan akibat jaringan granulasi serta dipercepat karena adanya
Pannus (Putra dkk,2013).

7
6. Path Way

7. factor R dengan
Reaksi Kekakuan sendi Gangguan Mobilitas Fisik
antibody metabolic,
infeksi dengan
kecenderungan virus Reaksi peradangan Nyeri

Synovial menebal Pannus Kurangnya informasi tentang


proses penyakit

Infiltrasi dengan os. Subcondria Defisit pengetahuan


Nodul

Deformitas sendi
Hambatan nutrisi pada
kartilago artikularis Kartilago nekrosis

Gangguan citra tubuh

Kerusakan kartilago dan Erosi kartilago


tulang

Adhesi pada permukaan


Tendon dan ligament sendi
Mudah luksasi dan
melemah
subluksasi
Ankilosis fibrosa
Resiko cidera Hilangnya kekuatan otot

Keterbatasan gerakan sendi Kekuatan sendi Ankilosis tulang

Gangguan mobilitas fisik


Defisit perawatan diri

8
8. Manifestasi Klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut dapat
berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi (Putra dkk,2013).
a. Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan menurun,
peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
b. Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan tangan, lutut dan
kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena seperti sendi siku, bahu
sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki. Kelainan tulang belakang terbatas pada
leher. Keluhan sering berupa kaku sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
c. Kelainan diluar sendi
1) Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
2) Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun 40% pada
autopsi RA didapatkan kelainan perikard
3) Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan kelainan pleura
(efusi pleura, nodul subpleura)
4) Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering terjadi
berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan gejala foot or wrist
drop
5) Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa kekeringan
mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
6) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali, limpadenopati,
anemia, trombositopeni, dan neutropeni

9
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP)
meningkat
2) Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif
tidak menyingkirkan diagnosis
3) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan sensitivitas
70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
b. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang sendi,
demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau subluksasi sendi.

10. Penatalaksaan
a. Pencegahan
Etiologi untuk penyakit RA ini belum diketahui secara pasti, namun berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menekan faktor risiko:
1) Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengurangi risiko
peradangan oleh RA. Oleh penelitian Nurses Health Study AS yang menggunakan
1.314 wanita penderita RA didapatkan mengalami perbaikan klinis setelah rutin
berjemur di bawah sinar UV-B.
2) Melakukan peregangan setiap pagi untuk memperkuat otot sendi. Gerakan-
gerakan yang dapat dilakukan antara lain, jongkok-bangun, menarik kaki ke
belakang pantat, ataupun gerakan untuk melatih otot lainnya. Bila mungkin,
aerobik juga dapat dilakukan atau senam taichi.
3) Menjaga berat badan. Jika orang semakin gemuk, lutut akan bekerja lebih berat
untuk menyangga tubuh. Mengontrol berat badan dengan diet makanan dan
olahraga dapat mengurang risiko terjadinya radang pada sendi.
4) Mengonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, jeruk,
bayam, buncis, sarden, yoghurt, dan susu skim. Selain itu vitamin A,C, D, E juga
sebagai antioksidan yang mampu mencegah inflamasi akibat radikal bebas.
5) Memenuhi kebutuhan air tubuh. Cairan synovial atau cairan pelumas pada sendi
juga terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam

10
jumlah yang cukup dapat memaksimalkan sisem bantalan sendi yang melumasi
antar sendi, sehingga gesekan bisa terhindarkan. Konsumsi air yang disrankan
adalah 8 gelas setiap hari. (Candra, 2013)
6) Berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa merokok
merupakan faktor risiko terjadinya RA. Sehingga salah satu upaya pencegahan
RA yang bisa dilakukan masyarakat ialah tidak menjadi perokok akif maupun
pasif. (Febriana, 2015).

b. Penanganan
Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan
bila diperlukan, serta edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah
menghilangkan inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan
mencegah destruksi jaringan lebih lanjut (Kapita Selekta,2014).
1) NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Diberikan sejak awal untuk menangani nyeri sendi akibat inflamasi. NSAID yang
dapat diberikan atara lain: aspirin, ibuprofen, naproksen, piroksikam, dikofenak,
dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan sendi
dan tulang dari proses destruksi.
2) DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari proses destruksi
oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD yaitu: hidroksiklorokuin,
metotreksat, sulfasalazine, garam emas, penisilamin, dan asatioprin. DMARD
dapat diberikan tunggal maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
3) Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-7,5mg/hari sebagai
“bridge” terapi untuk mengurangi keluhan pasien sambil menunggu efek
DMARDs yang baru muncul setelah 4-16 minggu. pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai
dilakukan fisioterapi.
4) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
11
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,
2014)
5) Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya dapat
dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui pemakaian tongkat,
pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya. Setelah nyeri berkurang, dapat mulai
dilakukan fisioterapi.
6) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka
dapat dipertimbangkan pembedahan yang bersifat ortopedi, contohnya
sinovektomi, arthrodesis, total hip replacement, dan sebagainya. (Kapita Selekta,
2014)

12
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab. Data dasar
pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya
(misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode atau waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
3. Pola Aktivitas Sehari-hari
11 Pola Gordon
a. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
- Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
- Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
- Riwayat keluarga dengan RA
- Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
- Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Pola Nutrisi Metabolik
- Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak
mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
- Riwayat gangguan metabolic
c. Pola Eliminasi
- Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Pola Aktivitas dan Latihan
- Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
- Jenis aktivitas yang dilakukan
- Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
- Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Pola Istirahat dan Tidur
- Apakah ada gangguan tidur?
- Kebiasaan tidur sehari
- Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
- Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Pola Persepsi Kognitif
- Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
- Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
- Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
- Gangguan citra diri akibat adanya perubahan struktur anatomi
13
h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
- Bagaimana hubungan dengan keluarga?
- Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Pola Reproduksi Seksualitas
- Adakah gangguan seksualitas?
j. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
- Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Pola Sistem Kepercayaan
- Agama yang dianut?
- Adakah gangguan beribadah?
- Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan.
11. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2) Catat bila ada krepitasi
3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
5) Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
6) Ukur kekuatan otot
7) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
8) Kaji aktivitas atau kegiatan sehari-hari
Hasil pengkajian kognitif dan mental
1. Short Porteble Mental Status Questionaire ( SPMSQ ) =
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Skor N
+ - Pertanyaan
o
+ 1. Tanggal berapa hari ini?
+ 2. Hari apa sekarang ini? (hari, tanggal, dan
tahun)
+ 3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomor telepon Anda?
+ 4 Di mana alamat Anda? (tanyakan hanya bila
a. Pasien tidak mempunyai telepon)
+ 5. Berapa usia Anda?
+ 6. Kapan Anda lahir?
- 7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
- 8. Siapa presiden sebelum Jokowi?
- 9. Siapa nama kecil ibu Anda?

14
+ 1 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari
0. setiap angka baru, semua secara menurun.
Jumlah kesalahan total

Keterangan :
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10: Kerusakan intelektual berat

2. Mini - Mental State Exam ( MMSE ) =


No PENILAIAN NILAI
TES
TOTAL
ORIENTASI
1 Sekarang ini Tahun berapa?
Bulan apa?
Tanggal berapa?
Hari apa? Selasa
Musim apa? Hujan
2 Kita dimana Negara mana? Indonesia
Provinsi mana? Bali
Kota mana? Gianyar
Desa mana? Ds.Ketewel

Banjar apa? Br Tengah


PENCATATAN
3 Sebutkan 3 objek dengan waktu 1 detik tiap
objek. Kemudian minta pasien menyebutkan
3 objek tersebut. Ulangi jawaban pasien
sampai dapat menyebutkan ketiganya.
ATENSI DAN KALKULASI
4 Seri 7, minta pasien untuk menghitung mundur 0
dengan selisih 7 dimulai dari angka 100.
Berikan satu nilai untuk tiap jawaban yang
benar. Hentikan setelah lima jawaban.
Alternative lain: eja secara mundur kata

15
MESRA
MENGINGAT KEMBALI
5 Minta pasien untuk menyebutkan 3 objek yang 3
telah dipelajari pada pertanyaan nomer 3.
Berikan satu nilai untuk jawaban yang benar.
BAHASA
6 Tunjuk pada sebuah pulpen dan sebuah arloji 2
tangan. Minta pasien untuk menyebutkan nama
benda yang anda tunjuk.
7 Minta pasien untuk mengulang: “tanpa, bila, 0
dan, atau, tetapi.”
8 Minta pasien untuk mengikuti 3 tahap tugas : 3
“ambil lipatan kertas dengan tangan kanan
anda”
“lipat kertas menjadi dua”
“letakkan kertas diatas lantai”
9 Minta pasien membaca dan melakukan tugas 1
yang dibaca
“mohon pejamkan mata anda”
10 Minta pasien untuk menulis kalimat pilihan 1
sendiri pada dua garis (kalimat mengandung
subjek dan objek dan harus mempunyai arti)
abaikan kesalahan eja saat menilai
11 Minta pasien untuk menyalin gambar dibawah 1
ini (berikan nilai 1 bila semua sisi dan sudut
tergambar utuh dan gambar yang saling
memotong merupakan sebuah segi 4)
TOTAL SKOR YG DIPEROLEH

Keterangan :
Skor 24-30 : Status kognitif normal
Skor 17-23 : Kemungkinan gangguan kognitif
Skor 0-16 : Gangguan kognitif

3. Inventaris Depresi GDS short fom =


No Pertanyaan Jawaban Poin

16
Ya Tidak
1 Saya merasa hidup ini sangat
memuaskan
2 Saya mengalami penurunan
aktivitas dan minat
3 Saya merasa hidup tak berarti
4 Saya merasa hidup membosankan
5 Saya memiliki semangat berlebihan
sepanjang waktu
6 Saya merasakan terjadi sesuatu
yang buruk
7 Saya merasa tak berdaya
8 Secara umum saya menganggap
hidup ini indah
9 Saya merasa hidup ini bahagia
10 Saya merasa paling bahagia minggu
ini
11 Saya lebih suka tinggal dirumah
dari pada keluar melakukan hal-hal
yang baru
12 Saya memiliki banyak masalah
13 Saya merasa sangat berharga
14 Saya merasa pernah semangat
dalam memandang suatu kegiatan
15 Saya merasa orang-orang disekitar
saya baik
Total

0-10 = not depressed


11-20 = mil depression
21.30 = severe depression

4. Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit yang Diderita


Tabel 1d.Pengukuran Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit yang Diderita
Tingkat Pengetahuan tentang Penyakit yang Diderita
Skor
No Pertanyaan Jawaban
+ -

17
- 1. Apa itu ?
+ 2. Bagaimana tanda dan gejala penderita ?
+ 3. Apa saja penyebab ?
- 4. Bagaimana cara mencegah ?
- 5. Bagaimana cara penanganan pasien ?
Total jawaban benar :
Keterangan :
0-2 :Tidak tahu penyakit yang diderita
3-4 :Cukup mengetahui penyakit yang diderita
5 : Memahami penyakit yang diderita

I. Data Penunjang
1. Laboratorium : -
2. Radiologi :-
3. EKG :-
4. USG :-
5. CT – Scan :-
6. Obat-obatan :-

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan citra tubuh b.d penyakit
2. Nyeri akut b.d agen cedera fisik
3. Resiko cidera
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur
5. Defisit perawatan diri b.d ketidaknyamanan
6. Defisiensi pengetahuan b.d perubahan dalam status kesehatan

2.2.3 Perencanaan
18
DIAGNOSIS NOC NIC
KEPERAWATAN
Gangguan Citra Tubuh NOC NIC
 Body image
Definisi : Konfusi dalam Body image enhancement
 Self esteem
gambaran mental tentang diri Kriteria Hasil :  Kaji secara verbal dan
fisik individu  Body image positif non verbal respon klien
 Mampu
Batasan Karakteristik : terhadap tubuhnya
mengidentifikasi
 Perilaku mengenali  Monitor frekuensi
kekuatan personal
tubuh individu  Mendiskripsikan mengkritik dirinya
 Perilaku menghindari secara factual  Jelaskan tentang
tubuh individu perubahan fungsi pengobatan, perawatan,
 Perilaku memantau tubuh kemajuan dan prognosis
tubuh individu  Mempertahankan penyakit
 Respon nonverbal interaksi social  Dorong klien
terhadap perubahan mengungkapkan
pada tubuh (mis, perasaannya
penampilan, struktur,  Identifikasi arti
fungsi) pengurangan melalui
 Respon noverbal pemakaian alat bantu
terhadap persepsi  Fasilitasi kontak dengan
perubahan pada tubuh individu lain dalam
(mis, penampilan, kelompok kecil
struktur, fungsi)
 Mengungkapkan
perasaan yang
mencerminkan
perubahan pandangan
tentang tubuh invidu
(mis, penampilan,
struktur, fungsi)
 Mengungkapkan
19
persepsi yang
mencerminkan
perubahan individu
dalam penampilan
Objektif
 Perubahan actual pada
fungsi
 Perubahan actual pada
struktur
 Perilaku mengenali
tubuh individu
 Perilaku memantau
tubuh individu
 Perubahan dalam
kemampuan
memperkirakan
hubungan special tubuh
terhadap lingkungan
 Perubahan dalam
keterlibatan social
 Perluasan batasan tubuh
untuk menggabungkan
objek lingkungan
 Secara sengaja
menyembunyikan
bagian tubuh
 Secara sengaja
menonjolkan bagian
tubuh
 Kehilangan bagian

20
tubuh
 Tidak melihat bagian
tubuh
 Tidak menyentuh
bagian tubuh
 Trauma pada bagian
yang tidak berfungsi
Subjektif
 Depersonalisasi
kehilangan melalui kata
ganti yang netral
 Penekanan pada
kekuatan yang tersisa
 Ketakutan terhadap
reaksi orang lain
 Fokus pada penampilan
masa lalu
 Perasaan negative
tentang sesuatu
 Fokus pada perubahan
 Fokus pada kehilangan
 Menolak memverifikasi
perubahan actual
 Mengungkapkan
perubahan gaya hidup
Factor yang berhubungan :
 Biofisik, kognitif
 Budaya, tahap
perkembangan
 Penyakit, cedera

21
 Perseptual, psikososial,
spiritual
 Pembedahan, trauma
 Terapi penyakit
Nyeri Akut NOC NIC
 Pain level
Definisi : Pengalaman sensori Pain Management
 Pain control
dan emosional yang tidak  Comfort level  Lakukan pengkajian
menyenangkan yang muncul Kriteria Hasil : nyeri secara
 Mampu mengontrol nyeri
akibat kerusakan jaringan yang komprehensif
(tahu penyebab nyeri,
actual atau potensial atau termasuk lokasi,
mampu menggunakan
digambarkan dalam hal karakteristik, durasi,
teknik nonfarmakologi
kerusakan sedemikian rupa frekuensi, kualitas,
untuk mengurangi nyeri,
(International Association for dan factor presipitasi
mencari bantuan)
the study of pain): awitan yang  Melaporkan bahwa nyeri  Observasi reaksi
tiba – tiba atau lambat dari berkurang dengan nonverbal dari
intensitas ringan hingga berat menggunakan manajemen ketidaknyamanan
dengan akhir yang dapatnyeri  Gunakan teknik
diantisipasi atau diprediksi dan  Mampu mengenali nyeri komunikasi terapeutik
berlangsung <6 bulan (skala, intensitas, untuk mengetahui
Batasan Karakteristik : frekuensi dan tanda nyeri) pengalaman nyeri
 Menyatakan rasa nyaman
 Perubahan selera pasien
setelah nyeri berkurang
makan  Kaji kultur yang
 Perubahan tekanan mempengaruhi respon
darah nyeri
 Perubahan frekuensi  Evaluasi pengalaman
jantung nyeri masa lampau
 Perubahan frekuensi  Evaluasi bersama
pernapasan pasien dan tim
 Laporan isyarat kesehatan lain tentang
 Diaphoresis ketidakefektifan
 Perilaku distraksi (mis, control nyeri masa
22
berjalan mondar-mandir lampau
mencari orang lain,  Bantu pasien dan
dana tau aktivitas lain, keluarga untuk
aktivitas yang berulang) mencari dan
 Mengekspresikan menemukan dukungan
perilaku (mis, gelisah,  Control lingkungan
merengek, menangis) yang dapat
 Masker wajah (mis, mempengaruhi nyeri
mata kurang bercahaya, seperti suhu ruangan,
tampak kacau, gerakan pencahayaan dan
mata berpancar atau kebisingan
tetap pada satu fokus  Kurangi factor
meringis) presipitasi nyeri
 Sikap melindungi area  Pilih dan lakukan
nyeri penanganan nyeri
 Fokus menyempit (mis, (farmakologi, non
gangguan persepsi farmakologi, dan
nyeri, hambatan proses interpersonal)
berfikir, penurunan  Kaji tipe dan sumber
interaksi dengan orang nyeri untuk
lain dan lingkungan menentukan intervensi
 Indikasi nyeri yang  Ajarkan tentang
dapat diamati teknik
 Perubahan posisi untuk nonfarmakologi
menghindari nyeri  Berikan analgetik
 Sikap tubuh melindungi untuk mengurangi
 Dilatasi pupil nyeri
 Melaporkan nyeri  Evaluasi
secara verbal ketidakefektifan
 Gangguan tidur control nyeri

23
Factor yang berhubungan :  Tingkatkan istirahat
 Agen cedera (mis,  Kolaborasi dengan
biologis, zat kimia, dokter jika ada
fisik, psikologis) keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika
pemberian lebih dari
Saturday tentukan
pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan dosis

24
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesuadah
permberian analgesic
pertama kali
 Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan
gejala

Risiko Cidera NOC NIC


 Risk Kontrol Environment
Definisi : Beresiko mengalami Kriteria Hasil : Management
cidera sebagai akibat kondisi  Klien terbebas dari (Manajemen lingkungan)
cidera
lingkungan yang berinteraksi  Sediakan lingkungan
 Klien mampu
dengan sumber adaptif dan yang aman untuk pasien
menjelaskan cara atau
sumber defensive individu  Identifikasi kebutuhan
metode untuk
keamanan pasien, sesuai
mencegah cidera
Faktor Resiko :  Klien mampu dengan kondisi fisik dan
Eksternal menjelaskan factor fungsi kognitif pasien
 Biologis (mis, tingkat resiko dari lingkungan dan riwayat penyakit
imunisasi komunitas, atau perilaku personal terdahulu
mikroorganisme)  Mampu memodifikasi  Menghindarkan
 Zat kimia (mis, racun, gaya hidup untuk lingkungan yang
polutan, obat, agens mencegah injury berbahaya (mis,
25
farmasi, alcohol,  Menggunakan fasilitas memindahkan
nikotin, pengawet, kesehatan yang ada perabotan)
 Mampu mengenali
kosmetik, pewarna)  Memasang side rail
perubahan status
 Manusia (mis, agens tempat tidur
kesehatan
nosocomial, pola  Menyediakan tempat
ketegangan, atau factor tidur yang nyaman dan
kognitif, afektif, dan bersih
psikomotor)  Menempatkan saklar
 Cara pemindahan atau lampu dtempat yang
transport mudah dijangkau pasien
 Nutrisi (mis, desain,  Membatasi pengunjung
struktur, dan  Menganjurkan keluarga
pengaturan komunitas, untuk menemani pasien
bangunan, dana tau  Mengontrol lingkungan
peralatan) dari kebisingan
 Memindahkan barang-
Internal barang yang dapat
 Profil darah yang membahayakan
abnormal  Berikan penjelasan pada
 Disfungsi biokimia pasien dan keluarga
 Usia perkembangan atau pengunjung adanya
 Disfungsi afektor perubahan status
 Disfungsi imun – kesehatan dan penyebab
autoimun penyakit
 Disfungsi integrative
 Malnutrisi
 Fisik
 Psikologis
 Disfungsi sensorik
 Hipoksia jaringan

26
Hambatan Mobilitas Fisik NOC : NIC
 Joint Movement : Exercise therapy :
Active
Definisi : Keterbatasan pada ambulation
 Mobility Level
pergerakan fisik tubuh atau  Self care : ADLs  Monitoring vital sign
satu atau lebih ekstremitas  Transfer performance sebelum/sesudah
secara mandiri terarah Kriteria Hasil : latihan dan lihat
 Klien meningkat respon pasien saat
Batasan Karakteristik : dalam aktivitas fisik latihan
 Mengerti tujuan dari
 Penurunan waktu reaksi  Konsultasikan dengan
peningkatan mobilitas
 Kesulitan membolak –  Memverbalisasikan terapi fisik tentang
balik posisi perasaan dalam rencana ambulasi
 Melakukan aktivitas lain meningkatkan sesuai dengan
sebagai pengganti kekuatan dan kebutuhan
pergerakan (mis, kemampuan  Bantu klien untuk
meningkatkan perhatian berpindah menggunakan tongkat
pada aktivitas orang lain,  Memperagakan saat berjalan dan
mengendalikan perilaku, penggunaan alat cegah terhadap cedera
 Bantu untuk mobilitas
fokus pada aktivitas  Ajarkan pasien atau
(walker)
sebelum sakit tenaga kesehatan lain
 Dyspnea stelah tentang tehnik
beraktifitas ambulasi
 Perubahan cara berjalan  Kaji kemampuan
 Gerakan bergetar pasien dalam
 Keterbatasan kemampuan mobilisasi
melakukan keterampilan  Latih pasien dalam
motoric halus pemenuhan kebutuhan
 Keterbatasan kemampuan ADLs secara mandiri
melakukan keterampilan sesuai kemampuan
motoric kasar  Dampingi dan bantu
 Keterbatasan rentang pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
27
pergerakan sendi kebutuhan ADLs
 Tremor akibat pergerakan pasien
 Ketidakstabilan postur  Berikan alat bantu
 Pergerakan lambat jika klien memerlukan

 Pergerakan tidak  Ajarkan pasien


terkoordinasi bagaimana merubah
posisi dan berikan
Faktor Berhubungan : bantuan jika

 Intoleransi aktivitas diperlukan

 Perubahan metabolisme
selular
 Ansietas
 Indeks masa tubuh diatas
parental ke-75 sesuai
umur
 Gangguan kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
 Fisik tidak bugar
 Penurunan ketahanan
tubuh
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan
musculoskeletal
 Gangguan neuromskular,
nyeri
28
 Agens obat
 Penurunan kekuatan otot
 Kurangpengetahuan
tentang aktivitas fisik
 Keadaan mood depresif
 Keterlambatan
perkembangan
 Ketidaknyamanan
 Disuse, kaku sendi
 Kurang dukungan
lingkungan
 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskuler
 Kerusakan integritas
struktur tulang
 Program pembatasan
gerak
 Keenggan memulai
pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensori
perseptual
Defisit Perawatan Diri NOC : NIC :
 Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Definisi : Gangguan Daily Living (ADLs)  Monitor kemempuan
kemampuan untuk melakukan klien untuk perawatan
ADL pada diri Kriteria Hasil: diri yang mandiri.
 Klien terbebas dari bau  Monitor kebutuhan
badan klien untuk alat-alat
Batasan karakteristik :  Menyatakan kenyamanan bantu untuk kebersihan

29
 Ketidakmampuan untuk terhadap kemampuan diri, berpakaian,
mandi, untuk melakukan ADLs berhias, toileting dan
 Ketidakmampuan untuk  Dapat melakukan ADLS makan.
berpakaian, dengan bantuan  Sediakan bantuan
 Ketidakmampuan untuk sampai klien mampu
makan, secara utuh untuk
 Ketidakmampuan untuk melakukan self-care.
toileting  Dorong klien untuk
melakukan aktivitas
Faktor yang berhubungan : sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
 Kelemahan, dimiliki.

 Kerusakan kognitif atau  Dorong untuk


perceptual, melakukan secara

 Kerusakan neuromuskular / mandiri, tapi beri

otot -otot saraf bantuan ketika klien


tidak mampu
melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
 Pertimbangkan usia
klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
30
sehari-hari.

Defisiensi Pengetahuan NOC : NIC :


Definisi : Tidak adanya atau  Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
kurangnya informasi kognitif process  Berikan penilaian
sehubungan dengan topic  Kowledge : health tentang tingkat
spesifik. Behavior pengetahuan pasien
Kriteria Hasil : tentang proses
Batasan karakteristik :  Pasien dan keluarga penyakit yang
 Memverbalisasikan menyatakan spesifik
pemahaman tentang  Jelaskan
adanya masalah
 Ketidakakuratan penyakit, kondisi, patofisiologi dari
mengikuti instruksi prognosis dan program penyakit dan
 Perilaku tidak sesuai.
pengobatan bagaimana hal ini
Faktor yang berhubungan :  Pasien dan keluarga berhubungan
 Keterbatasan kognitif mampu melaksanakan dengan anatomi dan
 Interpretasi terhadap prosedur yang fisiologi, dengan
informasi yang salah dijelaskan secara benar
 Kurangnya keinginan cara yang tepat.
 Pasien dan keluarga  Gambarkan tanda
untuk mencari informasi mampu menjelaskan
 Tidak mengetahui sumber- dan gejala yang
kembali apa yang biasa muncul pada
sumber informasi.
dijelaskan perawat/tim penyakit, dengan
kesehatan lainnya cara yang tepat
 Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat
 Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna
cara yang tepat
 Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan
31
cara yang tepat
 Hindari harapan
yang kosong
 Sediakan bagi
keluarga informasi
tentang kemajuan
pasien dengan cara
yang tepat
 Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit
 Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
 Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
 Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan, dengan
32
cara yang tepat
 Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas lokal,
dengan cara yang
tepat
 Instruksikan pasien
mengenai tanda dan
gejala untuk
melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan
cara yang tepat

2.2.4 Implementasi
Menurut Aziz Alimul (2009), implementasi adalah proses kepeawaratan dengan
melaksanakan berbagai strategis keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan pencegahan penyakit.
Pemulihan kesehatan dan memfasilitas koping perencanaan tindakan keperawatan akan
dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap tindakan keperawatan yang dilaksanakan dicatat
dalam catatan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi
terapeutik serta penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir yang merupakan perbandingan sistematis
yang terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan serta kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008). Pada evaluasi, menggunakan SOAP (Subyektif,
Objektif, Assessment, Planning). Komponen SOAP yaitu data S (subjektif) dimana perawat
menulis keluhan pasien yang masih dirasakan setelah di lakukan tindakan keperawatan, O
(objektif) dimana adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
33
langsung pada pasien dan yang di rasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(assesment) adalah interpretasi dari data subjektif dan objektif, P (planning) dalah
perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah
dari rencana tindakan keperwatan yang telah ditemukan sebelumnya (Rohmah & Saiful,
2012).

34
C. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
I. Identitas
1. Identitas Diri Klien
Nama : Ny. JW
Tanggal masuk RS : 04 April 2011
Tempat/Tgl. Lahir : Manado, 20 Juni 1956
Sumber Informasi : Keluarga
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kec. Tuminting
Diagnose Medis : Reumatoid Athritis
2. Identitas Wali pasian
Nama : Tn.W
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Suku : Sanger
Pekerjaan : Tukang
Pendidikan : SMA
Alamat : Kec. Tuminting
Pekerjaan : IRT
Lama Bekerja : 25 tahun

II. Status Kesehatan Saat ini


1. Keluhan Utama
Nyeri di bagian sendi jari-jari tangan dan pergelangan tangan
2. Alasan Masuk Rumah Sakit :
Pasien mengeluh yeri dan kaku di bagian sendi jari-jari tangan dan
pergelanggan tangan rasa seperti di tusuk-tusuk, sulit digerakan, kurang
nafsu makan dan mual.lamanya keluhan yang dirasakan yaitu sejak 4 hari
yang lalu timbulnya keluhan dirasakan mendadak.
I. Riwayat Kesehatan yang lalu
1. Penyakit yang pernah dialami :
Pasien mengatakan dia memiliki alergi terhadap debu. Dan pasien
mengatakan sakit yang pernah dialami seperti demam, datuk pilek, dan
diare
2. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan ibunya memiliki riwayat penyakit yang sama dengan
pasien yaitu Rematoid Athritis.

35
3. Riwayat dirawat di rumah sakit :
Pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit
II. Pola Aktivitas Sehari-Hari
1. Pola Persepsi Kesehatan – Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan dirinya mulai mengeluh nyeri sendi dari 6 bulan yang
lalu, pasien mengetahui dirinya memiliki reumatiod arthritis karena
keluarga sempat mengajak pasien untuk berobat ke dokter. Namun saat
nyeri di rasakan kembali pasien jarang memeriksakannya lagi ke dokter
pasien hanya melakukan pengobatan teradisional yang disarankan oleh
tetangnganya dan memberi kompres hangat pada tanggannya sendiri di
rumah.
2. Pola Nurtisi :
Sebelum dirawat pasien mengatakan biasa makan 3 kali sehari. Pasien
biasa makan nasi lengkap dengan lauk pauk dalam porsi cukup. Pasien
mengatakan makanan yang disukai adalah pisang goring. Berat badan
pasien sebelum dirawat adalah 59 kg dengan tiggi badan 160 cm. Selama
dirawat di rumah sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan. Merasa
mual dan memiliki sariawan di mulut. Berat badan pasie turun 3 kg
menjadi 56 kg
3. Pola Eliminasi :
Sebelum dirawat di rumah sakit pasien mengatakan buang air besar teratur
1 kali sehari. Buang air kecil 3-4 kali dalam sehari warna kekuningan.
Selama dirawat di rumah sakit pasien mengatakan buang air besar tidak
tertur, buang air kecil 3-4 kali dalam sehari warna kekuningan.
4. Pola tidur dan istirahat
Sebelum dirawat pasien mengatakan biasa tidur jam 10 malam dan bangun
jam 6 pagi. Pasien memiliki kesulitan dalam tidur yaitu mudah terbangun
saat tidur apalagi saat nyeri di tangan dirasakan. Selama dirawat pasien
mengatakan masih memiliki gangguan tidur karena situasi lingkungan
kamar yang bersebelahan dengan tempat tidur pasien. Di rumah sakit
pasien lebih banyak tidur. Tidur siang pukul 12.00 – 13.00 dan malam hari
tidur pukul 22.00 – 06.00
5. Pola Aktifitas dan Latihan
Pasien mengatakan sebelum dirawat dirumah sakit aktivitas yang biasanya
dilakukan pasien di rumah adalah bersih-bersih rumah, untuk kegiatan di

36
waktu luang pasien biasanya memonton tv bersama keluarga. Pasein
mengatakan selama nyeri ditangannya dirasakan sejak 4 hari yang lalu
pasien mengalami kesulitan saat menggerakkan tangannya dan merasa
tidak nyaman saat menggerakkan tangannya karena nyeri saat digerakkan.
6. Pola Persepsi Kognitif
Pasien mengatakan nyeri sendi dirasakan saat digerakkan, pasien
mengatakan sendi terasa kaku di jari-jari tangan dan sulit digerakkan.
Pasien mengatakn nyeri yang dirasakn seperti di tusuk-tusuk. Skala nyeri 6
dari 0-10. Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan di satu titik. Nyeri
dirasakan setiap saat apalagi saat cuaca dingin. Raut wajah pasien tampak
meringis
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien dan keluarga mengatakan berharap agar pasien cepat sembuh
8. Pola Peran dan Hubungan Sesama
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga sangat baik.
9. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan reproduksi dan seksualitas
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres
Pasien mengatakan merasa takut dengan penyakit yang dideritanya, pasien
juga merasa cemas apabila penyakitnya ini tidak dapat disembuhkan.
Selain itu pasien merasa tidak nyaman saat akan melakukan aktivitas
karena sendi-sendi di jari-jari tangannya terasa nyeri dan kaku sehingga
sulit untuk digerakkan.
11. Pola Sistem Kepercayaan
Pasien meganut agama Kristen. Pasien menyerahkan sepenuhnya kepada
Tuhan tentang penyakit apa yang sedang dialami.
VI. Riwayat Keluarga
Genogram :
Pasien Atritis
reumatoid

37
VII. Pengkajian Fisik
Kesan Utama : Pasien tampak Lemas
Tingkat Kesadaran : Kompos mentis
Tanda-tanda Vital Saat Pasien Masuk Rumah Sakit
- Suhu tubuh : 370 C
- Denyut Nadi : 60 kali /menit
- Pernafasan : 18 kali /menit
- Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Kepala, Mata, Kuping, Hidung & Tenggorokan


1. Kepala :
bentuk : simetris dan oval
Keluhan yang berhubungan : tidak ada
Pusing/sakit kepala : tidak
2. M a t a:
Ukuran pupil 5 mm, Isokor: baik
Reaksi terhadap cahaya : pupil mengecil
Akomodasi : baik
Bentuk : simetris
Konjunctiva : merah pucat
Fungsi penglihatan : baik
- Baik/kabur/tidak jelas : baik
- Rasa sakit : tidak
- Tanda-tanda radang tidak ada
Pemeriksaan mata terakhir : setahun yang lalu, Operasi tidak
Kaca mata : menggunakan kaca mata plus
Lensa Kontak pasien tidak menggunakan lensa kontak

3. Hidung:
Reaksi Alergi : bersin bila berdebu
Cara mengatasinya dibiarkan saja
Pernah mengalami flu : Pasien pernah mengalami influensa
Bagaimana frekwensinya dalam setahun sering
Sinus normal perdarahan tidak ada

4. Mulut & Tenggorokan:

38
Gigi geligi Kerusakan gigi pada molar 3 dan 2 superior dekstra
Kesulitan/gangguan berbicara tidak
Kesulitan menelan tidak
Pemeriksaan gigi terakhir tidak pernah

5. Pernafasan:
Suara paru : Bronkhial
Pola Nafas : Vesikuler
Batuk kadang-kadang
Sputum: tidak ada
Nyeri: tidak ada
Kemampuan melakukan aktifitas normal
Batuk darah tidak
Rontgen Foto terakhir tidak dilakukan Hasil tidak ada

6. Sirkulasi:
Nadi Perifer: 70 kali/detik
Capilary Refilling : 3 detik
Distensi Vena Jugularis Tampak
Suara Jantung tunggal
Suara Jantung tambahan Tidak ada
Irama jantung (monitor) Tidak dilakukan
Nyeri : pada bagian sendi jari
Edema : ada
Palpitasi Tidak ada
Baal: tidak
Perubahan warna (kulit, Kuku, Bibir, dll) : Ekstremitas atas (sendi-sendi
pada digiti manus) nyeri dan sulit di gerakkan.
Clubbing tidak ada
7. Keadaan Ekstremitas :(mobilitas berkurang)
Syncobe Tidak
Rasa pusing : ada
Monitoring Hemodinamik : CVP Tidak dilakukan mm H2O

39
8. Neurologis :
Tingkat kesadaran sadar
Orientasi : pasien dapat berorientasi terhadap waktu
Koordinasi : pasien dapat berkoordinasi dengan anggota
gerak tubuh
Riwayat epilepsi/kejang/parkinson tidak ada
Refleks tidak ada
Kekuatan menggenggam : pasien sulit menggenggam karna pengaruh
penyakit
Pergerakan Ekstremitas : ekstremitas atas ( digiti manus) pasien terasa
kaku
9. Muskuloskeletal:
Nyeri pada bagian digiti manus dan pergelanggan tangan
Kekakuan pergelanggan tangan
10. Kulit :
Warna : kemerahan pada sendi digiti manus
Integritas : kering
Turgor : jelek

Data Laboratorium
Laboratorium :
Tes serologi (diagnostik imunologis):
ESR : meningkat
FR : >1:80 Positif (80%)
JDL : Anemia sedang
LED: 85 mm/h

Hasil Pemeriksaan Diagnostik lain


Sinar x dari sendi yang sakit: Pembengkakan, erosi sendi, dan subluksasio.

40
41
B. ANALISA DATA

Nama Klien: Ny. JW Umur: 47 Tahun Ruangan : C


DATA ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA
DS: Pasien mengeluh nyeri dan Reaksi factor R Nyeri Nyeri akut
kaku di bagian sendi jari-jari dengan antibody berhubungan
tangan dan pergelanggan tangan metabolic, infeksi dengan agen
rasa seperti di tusuk-tusuk, sulit dengan cedera fisik
digerakan. Pasien mengatakan kecenderungan virus
nyeri sendi dirasakan saat
digerakkan.Pasien mengatakn Reaksi peradangan
nyeri yang dirasakn seperti di
tusuk-tusuk. Skala nyeri 6 dari 0- Nyeri
10. Pasien mengatakan nyeri
yang dirasakan di satu titik.
Nyeri dirasakan setiap saat
apalagi saat cuaca dingin.
DO:
 Pasien kelihatan meringis.
 KU: Lemah
 TTV:
- Suhu tubuh : 370 C
- Denyut Nadi : 60 kali /menit
- Pernafasan : 18 kali /menit
- Tekanan Darah : 90/70
mmHg
 Edema pada sendi digiti
manus, warna kemerahan.
 Skala nyeri 6
DS: Reaksi factor R Hambatan Hambatan
Pasein mengatakan selama nyeri dengan antibody Mobilitas mobilitas fisik
ditangannya dirasakan sejak 4 metabolic, infeksi Fisik berhubungan
hari yang lalu pasien mengalami dengan dengan kontraktur

42
kesulitan saat menggerakkan kecenderungan virus
tangannya dan merasa tidak
nyaman saat menggerakkan Reaksi peradangan
tangannya karena nyeri saat
digerakkan. Kekakuan sendi
DO:
Pasien tampak meringis Hambatan
Mobilitas Fisik

43
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur

4. INTERVENSI
DIAGNOSIS NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan asuhan NIC
dengan agen cedera (mis, keperawatan selama 3x24 jam Pain Management
NOC
biologis, zat kimia, fisik,  Lakukan
 Pain level
psikologis)  Pain control pengkajian nyeri
 Comfort level secara
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri komprehensif
(tahu penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu menggunakan karakteristik,
teknik nonfarmakologi durasi, frekuensi,
untuk mengurangi nyeri, kualitas, dan factor
mencari bantuan) presipitasi
 Melaporkan bahwa nyeri  Observasi reaksi
berkurang dengan nonverbal dari
menggunakan manajemen ketidaknyamanan
nyeri  Gunakan teknik
 Mampu mengenali nyeri
komunikasi
(skala, intensitas, frekuensi
terapeutik untuk
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman mengetahui

setelah nyeri berkurang pengalaman nyeri


pasien
 Kaji kultur yang
mempengaruhi
respon nyeri
 Evaluasi
pengalaman nyeri

44
masa lampau
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
 Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi factor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi, dan
interpersonal)
 Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
45
 Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi
ketidakefektifan
control nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasi dengan
dokter jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor
penerimaan pasien
tentang manajemen
nyeri
Analgesic
Administration
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesic ketika

46
pemberian lebih dari
Saturday tentukan
pilihan analgesic
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesic
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan
sesuadah
permberian
analgesic pertama
kali
 Berikan analgesic
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektifitas
analgesic, tanda dan
gejala

Hambatan Mobilitas Fisik setelah dilakukan asuhan NIC


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Exercise therapy :
NOC :
konstraktur ambulation
 Joint Movement :
 Monitoring vital
Active
47
 Mobility Level sign
 Self care : ADLs sebelum/sesudah
 Transfer performance
latihan dan lihat
Kriteria Hasil : respon pasien saat
 Klien meningkat
latihan
dalam aktivitas fisik
 Mengerti tujuan dari  Konsultasikan

peningkatan mobilitas dengan terapi fisik


 Memverbalisasikan tentang rencana
perasaan dalam ambulasi sesuai
meningkatkan dengan kebutuhan
kekuatan dan  Bantu klien untuk
kemampuan berpindah menggunakan
 Memperagakan
tongkat saat
penggunaan alat
 Bantu untuk mobilitas berjalan dan cegah

(walker) terhadap cedera


 Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan
lain tentang tehnik
ambulasi
 Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
 Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
 Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
48
kebutuhan ADLs
pasien
 Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
 Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan
jika diperlukan

5. IMPLEMENTASI
Hari/ Diagnosis Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal

49
Senin, 26 1  Melakukan pengkajian  Pasien mengeluh nyeri
Januari nyeri secara dan kaku di bagian sendi
2019 komprehensif termasuk jari-jari tangan dan
Pukul 10.30
lokasi, karakteristik, pergelanggan tangan rasa
WITA
durasi, frekuensi, seperti di tusuk-tusuk,
kualitas, dan factor sulit digerakan, nyeri
presipitasi sendi dirasakan saat
 Mengobservasi reaksi digerakkan.Pasien
nonverbal dari mengatakn nyeri yang
ketidaknyamanan dirasakn seperti di tusuk-
 Menggunakan teknik tusuk. Skala nyeri 6 dari
komunikasi terapeutik 0-10.
 Pasien kelihatan meringis
untuk mengetahui
dan keadaan Lemas
pengalaman nyeri pasien
 Pasien mampu
 Mengajarkan tentang berkomunikasi dengan
teknik nonfarmakologi, perawat, mengatakan
relaksasi nafas dalam nyeri yang dirasakan di
 Memberikan analgetik satu titik. Nyeri dirasakan
untuk mengurangi nyeri setiap saat apalagi saat
 Mengevaluasi cuaca dingin.
ketidakefektifan control  Pasien melakukan tekik
nyeri relaksasi nafas dalam
 Pasien istirahat setelah
 Meningkatkan istirahat
diberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

50
2  Monitoring vital sign  Suhu tubuh : 370C, Nadi :
sebelum/sesudah latihan 60 kali/menit, Pernafasan
dan lihat respon pasien : 18 kali/menit, Tekanan
saat latihan Darah : 90/70 mmHg
 Membantu klien untuk  Pasien selalu ditemani
menggunakan alat bantu keluarga apabila
ketika beraktifitas beraktifitas
 Pasien mengatakan nyeri
 Mengkaji kemampuan
sendi dirasakan saat
pasien dalam mobilisasi
digerakkan, pasien
 Mendampingi dan
mengatakan sendi terasa
membantu pasien saat
kaku di jari-jari tangan
mobilisasi dan bantu
dan sulit digerakkan.
penuhi kebutuhan ADLs
 Pasien selalu ditemani
pasien
keluarga maupun
 Mengajarkan pasien perawat apabila
bagaimana merubah beraktifitas
posisi dan berikan  Pasien mampu miring
bantuan jika diperlukan kanan kiri mandiri serta
duduk diatas Kasur
Selasa, 27 1  Melakukan pengkajian  Pasien mengatakan nyeri
Januari nyeri secara dan kaku di bagian sendi
2019 komprehensif termasuk jari-jari tangan dan
Pukul 10.30
lokasi, karakteristik, pergelanggan tangan
WITA
durasi, frekuensi, rasa sudah menurun,
kualitas, dan factor pasien mampu
presipitasi menggerakkan sedikit
 Menggunakan teknik tetapi masih ada rasa
komunikasi terapeutik nyeri seperti di tusuk-
untuk mengetahui tusuk. Skala nyeri 4 dari
pengalaman nyeri pasien 0-10.
 Pasien mengatakan nyeri
 Mengevaluasi
51
pengalaman nyeri masa dan kaku di bagian sendi
lampau jari-jari tangan dan
 Mengkontrol lingkungan pergelanggan tangan
yang dapat rasa sudah menurun
 Pasien kelihatan
mempengaruhi nyeri
meringis dan keadaan
seperti suhu ruangan,
masih sedikit
pencahayaan dan
 Privasi pasien tampak
kebisingan
terjaga dan tidak
 Mengajarkan tentang
terdapat kebisingan
teknik nonfarmakologi,  Pasien rutin melakukan
relaksasi nafas dalam teknik relaksasi nafas
 Memberikan analgetik dalam
untuk mengurangi nyeri
 Meningkatkan istirahat
2  Monitoring vital sign  Suhu tubuh : 36,30C,
sebelum/sesudah latihan Nadi : 70 kali/menit,
dan lihat respon pasien Pernafasan : 20
saat latihan kali/menit, Tekanan
 Membantu klien untuk Darah : 100/70 mmHg
menggunakan alat bantu  Pasien selalu ditemani
ketika beraktifitas keluarga apabila
 Mengkaji kemampuan beraktifitas
 Pasien mengatakan nyeri
pasien dalam mobilisasi ,
sendi dirasakan saat
melatih pasien dalam
digerakkan, pasien
pemenuhan kebutuhan
mengatakan sendi terasa
ADLs secara mandiri
kaku di jari-jari tangan
sesuai kemampuan
dan sulit digerakkan.
 Mendampingi dan
 Pasien selalu ditemani
membantu pasien saat
keluarga maupun
mobilisasi dan bantu
perawat apabila
penuhi kebutuhan ADLs
52
pasien beraktifitas
 Pasien mampu miring
 Mengajarkan pasien
kanan kiri mandiri serta
bagaimana merubah
duduk diatas Kasur
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

6. EVALUASI
Hari/ Diagnosa Evaluasi Paraf
Tanggal
Kamis 6, 1 S:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
Desember
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
2018.
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Pukul 18.00
 Pasien melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
WITA.
menggunakan manajemen nyeri
 Pasien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) dan menjelaskannya
kepada petugas
 Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
O : pasien tampak mampu mengontrol nyeri dan
ekspresi wajah pasien lebih baik. Suhu tubuh :
36,30C, Nadi : 70 kali/menit, Pernafasan : 20
kali/menit, Tekanan Darah : 100/70 mmHg

A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan dengan motifasi keluarga lebih
mendalam.
2 S:
 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
 Pasien mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
O : pasien tampak berusaha meningkatkan aktivitas
fisik sehari-hari. Suhu tubuh : 36,30C, Nadi : 70
kali/menit, Pernafasan : 20 kali/menit, Tekanan

53
Darah : 100/70 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Lanjutkan dengan motifasi keluarga lebih
mendalam.

54
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Artritis Reumatoid (AR) adalah suatu penyakit sistematik yang bersifat progresif, yang
cenderung menjadi kronis dan menyerang sendi serta jaringan lunak. Karakteristik artritis
rheumatoid adalah radang cairan sendi (sinovitis inflamatoir) yang persisten, biasanya
menyerang sendi-sendi perifer dengan penyebaran yang simetris (Junaidi, 2013).
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun
yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan,
dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering
faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan kasus RA dibedakan menjadi dua
yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
Tidak Dapat Dimodifikasi : Faktor genetik, Usia, Jenis kelamin. Dapat Dimodifikasi : Gaya
hidup; Status sosial ekonomi, Merokok, Diet, Infeksi, Pekerjaan. Faktor hormonal, Bentuk
tubuh.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami selaku penulis sangat berharap kepada seluruh
mahasiswa agar mampu memahami dan mengetahui tentang penyakit Artritis Reumatoid
(AR). Semoga dengan adanya makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik dan
bermanfaat bagi kita semua.

55
DAFTAR PUSTAKA

Aletaha D, Neogi T, Silman AJ, Funovits, Felson T, Bingham III CO et al. (2010). Rematoid
Arthritis Classification Criteria An American College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism Collaborative Initiative. Arthritis Rheum, vol.62, pp.2569 – 81.
Bresnihan B. (2002). Rheumatoid Arthritis: Principles of Early Treatment. The Journal of
Rheumatology, vol.29, no.66, pp.9-12
Candra K. (2013). Teknik Pemeriksaan Genu Pada Kasus Osteoarthritis Dengan Pasien Non
Koperatif. Academia Edu
Choy E. (2012). Understanding The Dynamics: Pathway Involved In The Pathogenesis Of
Rheumatoid Arthritis. Oxford University Press on behalf of the British Society for
Rheumatology, vol. 51, pp.3-11
Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle Billateral
Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Kapita Selekta Kedokteran/editor. Chris Tanto, et al. Ed.4.(2014). Jakarta: Media Aesculapius, pp
835-839
McInnes, I.B., Schett, G. (2011). The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J Med, vol.
365, pp. 2205-19
Nainggolan,Olwin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia. Maj
Kedokt Indon, vol.59, no.12, pp.588-594
Pradana,S.Y. (2012). Sensitifitas Dan Spesifisitas Kriteria ACR 1987 dan ACR/EULAR 2010
pada Penderita Artritis Reumatoid di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia. (2014). Diagnosis dan Pengelolaan Artritis
Reumatoid. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. ISBN
Rudan, I., et al. (2015). Prevalence Of Rheumatoid Arthritis In Low– And Middle–Income
Countries: A Systematic Review And Analysis. Journal of Global Health, vol.5, no.1, pp.1-10
Suarjana, I.N. (2009). Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta,
pp.2495-508
56
Sumariyono, H.I. (2010). Predictor Of Joint Damage In Rheumatoid Arthritis. Indonesian Journal
of Rheumatology, vol.03, no.02, pp. 15-20
Tobon, G.J., Youinou, P., Saraux, A. (2009). The Environment, GeoEpidemiology, and
Autoimmune Disease: Rheumatoid Arthritis, Elsevier, doi:10.1016/j.autrev.2009.11.019

57
https://tandyyonoputrajaya.wordpress.com/2016/12/01/laporan-pendahuluan-pada-pasien-
dengan-rematik-atritis-reumatoid/

58

Anda mungkin juga menyukai