Anda di halaman 1dari 24

PROGRAM PEMERINTAH TENTANG KESEHATAN LANSIA SERTA

KOMUNIKASI DENGAN LANSIA

Oleh: Kelompok 3

Dewa Ayu Agung Ari Dwijayanti 17.321.2659


Dewa Ayu Rolya Dewi 17.321.2661
Dewa Ayu Septianti Dewi 17.321.2662
I Gede Angga Putrawan 17.321.2666
I Gede Krisnata Subagio 17.321.2668
Ni Kadek Ririn Cahyanti 17.321.2685
Ni Luh Dita Candra A.D 17.321.2689
Ni Luh Putu Dewi Astuti 17.321.2692
Ni Putu Chandrawati 17.321.2699

STIKES WIRA MEDIKA BALI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan “Program Pemerintah
Tentang Kesehatan Lansia Serta Komunikasi Dengan Lansia”.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi pembaca, supaya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepanya dapat lebih baik lagi dan semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan.

Makalah ini kami sadari masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan- masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 05 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR….………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………….2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………….. 2
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Program Pemerintah tentang Kesehatan Lansia………………………………..3
2.1.1 Kebijakan-kebijakan Program Kesehatan Lansia………………………3
2.1.2 Strategi dan Kegiatan untuk Promosi Kesehatan dan
Kesejahteraan Lansia…………………………………………………10
2.1.3 Dukungan Keluarga terhadap Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia…11
2.2 Komunikasi dengan Lansia……………………………………………………12
2.2.1 Komunikasi dengan Kelompok……………………………….………12
2.2.2 Masalah-masalah Umum yang Terjadi pada Lansia dengan Komunikasi….13
2.2.3 Prinsip Gerontologi untuk Komunikasi…………………………………….18
2.2.4 Teknik Komunikasi pada Lansia…………………………………………...18
2.2.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Berkomunikasi dengan Lansia…….19

BAB III PENUTUP


3.1 Simpulan…………………………………………………………………………..20
3.2 Saran……………………………………………………………………................20

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..........21

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Salah satu keberhasilan pembangunan nasional dibidang kesehatan adalah


menurunnya angka kelahiran dan meningkatnya umur harapan hidup (UUH). Namun
peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan struktur demografi yaitu
peningkatan populasi lanjut usia (lansia). Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-
Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi
lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang
diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045
adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia
terjadi peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada
tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011
menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%).
Dengan bertambahnya umur, terjadi proses penuaan akan berdampak pada aspek
kehidupan baik sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Dari aspek kesehatan fungsi
fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit
tidak menular yang banyak muncul pada usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif
menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit
tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang
sendi atau rematik. Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare,
pneumonia dan hepatitis.
Perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kesakitan pada
lansia. Angka kesakitan pada lansia adalah proporsi lansia yang mengalami masalah
kesehatan hingga mengganggu aktifitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Angka
kesakitan lansia di Indonesia pada tahun 2012 yaitu sebesar 52,03%. Tidak ada perbedaan
yang berarti antara lansia perempuan (49,67%) dan laki-laki (49,30%).
Dalam rangka peningkatan kualitas hidup lansia dan menjadikan lansia sehat dan
mandiri pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia
lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk

1
mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
sesuai dengan keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada
kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia seperti
Posyandu lansia dan Puskesmas santun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang dapat dirumuskan dalam penulisan makalah ini sebagai
berikut:

1. Bagaimana Program Pemerintah tentang Kesehatan Lansia?


2. Bagaimana Komunikasi dengan Lansia?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan.
Jawaban dari pertanyaan tersebut sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Program Pemerintah tentang Kesehatan Lansia
2. Untuk mengetahui Komunikasi dengan Lansia
1.4 MANFAAT PENULISAN
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.
1. Manfaat bagi penulis
a. Untuk menambah wawasan pembaca agar lebih mengetahui mengenai Program
Pemerintah tentang Kesehatan Lansia serta Komunikasi dengan Lansia.
2. Bagi pembaca:
a. Untuk menambah wawasan pembaca agar lebih mengetahui mengenai Program
Pemerintah tentang Kesehatan Lansia serta Komunikasi dengan Lansia.
b. Sebagai media informasi.

2
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Program Pemerintah tentang Kesehatan Lansia
2.1.1 Kebijakan- kebijakan Program Kesehatan Lansia
1. Kebijakan Kesejahteraan Sosial pada Lansia
Adapun kebujakan atau peraturan yang menjadi pedoman kesejahteraan sosial
pada Lansia adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 Tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia:
- Pasal 1
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik
material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan,
dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan
sosial yang sebaik baiknya bagi diri, keluarga. serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan
Pancasila.
- Pasal 4
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan untuk memperpanjang
usia harapan hidup dan masa produktif. Terwujudnya kemandirian dan
kesejahleraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan
bangsa Indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
- Pasal 5
1. Lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bemasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2. Sebagai penghormatan dan penghargaan kepada lanjut usia diberikan
hak untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yang meliputi :
a. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual;
b. Pelayanan kesehatan;
c. Pelayanan kesempatan kerja;
d. Pelayanan pendidikan dan pelatihan;

3
e. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum;
f. Kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum;
g. Perlindungan sosial;
h. Bantuan sosial.
3. Bagi lanjut usia tidak potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kecuali huruf “c”, huruf “d”, dan huruf “h”.
4. Bagi lanjut usia potensial mendapatkan kemudahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kecuali huruf “g”.
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial
- Pasal 4
Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
- Pasal 5
(1) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
perseorangan, keluarga, kelompok; dan/atau , masyarakat.
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diprioritaskan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang
tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial:
kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial
dan penyimpangan perilaku, korban bencana; dan/atau korban tindak
kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
- Pasal 6
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi: rehabilitasi sosial, jaminan
sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial lanjut usia, Departemen Sosial melalui
Direktorat Bina Pelyanan Sosial Lanjut Usia, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial mengembangkkan berbagai kebijakan yaitu:

1. Meningkatkan dan memperkuat peran keluarga dan masyarakat dalam


penyelenggaraan kegiatan pelayanan soaial bagi lanjut usia
2. Meningkatkan koordinasi intra dan intersektoral antar berbagai instansi
3. Membangun dan mengembangkan sistem jaminan dan perlindungan sosial bagi lanjut
usia
4. Meningkatkan dan memperluas aksesibilitas bagi kesejahteraan lanjut usia

4
Dalam melaksanankan kebijakan tersebut ditempuh melalui
1. Pemberdayaan
2. Kemitraan
3. Partisipasi
4. Desentralisasi
5. Meningkatkan jaringan kerja dan kemitraan
6. Membangun dan mengembangkan partisipasi dan advokasi atas dasar kesetiakawanan
sosial.
Program yang dilakukan yaitu:
1. Pelayanan sosial bagi lanjut usia dilaksanakan departemen sosial melalui 2
sistem yaitu :
a. Pelayanan melalui luar panti/non panti
b. Pelayanan melalui panti/di dalam panti
2. Pemberdayaan sosial
Program ini dilaksanakan dengan pemberian pelatihan keterampilan dan
bantuan modal usaha dalam bentuk bentuk kelompok kelompuk usaha
bersama (KUBE) bagi lansia yang potensial
3. Bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
 Pemberi bantuan berupa jaminan makan yang ditukan bagi lansia yang
keadaan ekonomi nya lemah, tetapi tidak tertampung dalam panti sosiak
Tresna Werdha.
 Memberikan bantuan yangbersifat akumulatif berupa bantuan paket usaha
ekonomis produktif bagi lansia yang masih produktif.
2. Kebijakan Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan Pada Lansia
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
- Pasal 138 tentang penyediaan pelayanan dan fasilitas kesehatan pada
lansia
(1)Upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk
menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun
ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan.

5
(2)Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan
dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri
dan produktif secara sosial dan ekonomis.
- Pasal 139
(1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan
untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial,
ekonomis, dan bermartabat.
(2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap
hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Selain Undang undang tersebut diatas juga terdapat UU lain yang memperkuat
tentang pelayanan kesehatan pada lansia yaitu Undang undang No 9 tahun 1960 tentang
pokok pokok kesehatan yaitu:
- Pasal 8
1. Pemerintah mengusahakan pengobatan dan perawatan untuk masyarakat diseluruh
wilayah Indonesia secara merata, agar tiap-tiap orang sakit dapat memperoleh
pengobatan dan perawatan dengan biaya yang seringan-ringannya.
2. Dalam istilah sakit termasuk cacat, kelemahan dan usia lanjut.
3. Untuk memungkinkan hal yang termaktub dalam ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah
mengadakan balai pengobatan, pusat kesehatan, sanatorium, rumah sakit dan
lembaga-lembaga lain yang diperlukan.
4. Pemerintah melakukan usaha-usaha khusus untuk menjamin kesehatan pegawai,
buruh dan golongan golongan karya lain beserta keluarganya sesuai dengan fungsi
dan lingkungan hidupnya.
5. Pemerintah mengatur dan menggiatkan usaha-usaha dana sakit.
Adanya Undang undang tersebut Tentang Kesehatan dan pokok pokok kesehatan
menjadi pedoman untuk penyediaan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan pada lansia
yaitu:
(1) Puskesmas Santun Lansia
(2) Rujukan ke Rumah Sakit (Poli Geriatri)
(3) Pelayanan Kesehatan Jiwa Lansia
(4)Pelayanan Home Care (Perkesmas)
(5) Posyandu Lansia
(6) POSBINDU PTM
6
1. Puskesmas Santun Lansia
Puskesmas Santun Usia Lanjut adalah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kepada lansia dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif di samping aspek kuratif
dan rehabilitatif, secara proaktif, baik dan sopan serta memberikan kemudahan dan dukungan
bagi lansia. Puskesmas Santun Usia Lanjut menyediakan loket, ruang tunggu dan ruang
pemeriksaan khusus bagi lansia serta mempunyai tenaga yang sudah terlatih di bidang
kesehatan lansia dengan target Rencana Strategis Kesehatan tahun 2012 adalah 352 dan tahun
2014 sebanyak 602.
Puskesmas Santun Lansia mempunyai cirri-ciri seperti berikut:
1. Pelayanan yang baik berkualitas dan sopan
2. Memberukan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut.
3. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia
lanjut dari keluarga miskin atau tidak mampu
4. Memberikan dukungan atau bimbingan pada lansia dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatanya agar tetap sehat dan mandiri
5. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin
sasaran usia lanjut yang ada di wilayah kerja puskesmas.
6. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait di tingkat
kecamatan dengan asa kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.
2. Rujukan ke Rumah Sakit (Poli Geriatri)
Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia melalui pengembangan Poliklinik
Geriatri di Rumah Sakit. Saat ini baru ada 8 Rumah Sakit Umum tipe A dan B yang memiliki
Klinik Geriatri Terpadu yaitu RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta; RSUP Karyadi,
Semarang; RSUP Sardjito, Yogyakarta; RSUP Sanglah, Denpasar; RSUP Hasan Sadikin
Bandung; RSUP Wahidin, Makassar; RSUD Soetomo, Surabaya dan RSUD Moewardi, Solo.
3. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lansia
Suatu wadah pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) untuk
melayani penduduk lansia, yang proses dan pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat dengan menitikberatkan pelayanan
kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan posyandu
lansia juga memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, keterampilan, olahraga, seni

7
budaya, dan pelayanan lain yang dibutuhkan para lansia dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
Tujuan pembentukan dari posyandu lansia secara garis besar adalah untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya
guna dalam kehidupan keluarga dan masyakat sesuaidengan keberadaannya dalam strata
kemasyarakatan.
Penyelenggaraan posyandu lansia dilaksanakan oleh kader kesehatan yang terlatih, tokoh
dari PKK, tokoh masyarakat dibantu oleh tenaga kesehatan dari puskesmas setempat, baik
seorang dokter, bidan atau perawat.
Dalam kegiatan penyelenggaraan posyandu lansia dibagi menjadi 10 tahap pelayanan,
yaitu:
1. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari / activity of daily living, meliputi kegiatan
dasar dalamkehidupan, seperti makan / minum, berjalan, mandi,berpakaian, naik turun
tempat tidur dan buang air.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan iniberhubungan dengan mental emosional,
denganmenggunakan pedoman metode 2 menit.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan beratbadan dan pengukuran tinggi
badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh.
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakantensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyutnadi selama satu menit.
5. Pemeriksaan hemoglobin.
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagaideteksi awal adanya penyakit gula.
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur / protein dalamair seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
8. Pelaksaan rujukan ke puskemas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan
padapemeriksaan pada nomor 1 hingga 7.
9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluarkelompok dalam rangka kunjungan
rumah dankonseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalahkesehatan yang
dihadapi oleh individu dan ataukelompok usia lanjut.
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak
datang, dalamrangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima
terhadap usia lanjut dikelompok, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan
adalah sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut:
8
1. Tahap pertama: pendaftaran anggota Kelompok Usia Lanjut sebelum pelaksanaan
pelayanan.
2. Tahap kedua: pencatatan kegiatan sehari-hari yang dilakukan usila, serta
penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.
3. Tahap ketiga: pengukuran tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, dan pemeriksaan
status mental
4. Tahap keempat: pemeriksaan air seni dan kadar darah (laboratorium sederhana)
5. Tahap kelima: pemberian penyuluhan dan konseling.

Berikut adalah skema sistem 5 meja di Posyandu lansia:

Gambar1. Skema sistem 5 meja di posyandu Lansia

4. POSBINDU (Pos Pembinaan Pelayanan Terpadu)


Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini
dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan
periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok, konsumsi minuman
beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas, stres, hipertensi,
hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini faktor risiko yang ditemukan
melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker, penyakit jantung dan
pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan gangguan akibat
kecelakaan dan tindak kekerasan.
Tujuannya adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan
penemuan dini faktor risiko PTM.

9
Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia
15 tahun ke atas.

2.1.2 Strategi dan Kegiatan untuk Promosi Kesehatan dan Kesejahteraan Lansia
a. Masyarakat sehat 2010 dan lansia
Masyarakat sehat 2010 telah menetapkan suatu tujuan yaitu
meningkatkan kualitas dan kelangsungan hidup sehat bagi seluruh warga
Amerika ( USDHHS, 1998 ). Dokumen ini mengindikasikan bahwa aspek
terpenting dalam promosi kesehatan lansia adalah mempertahankan kesehatan
dan kemandirian fungsional. Banyak tujuan yang ditetapkan untuk masyarakat
sehat 2000 ( USDHHS, 1991 ) yang dicakupkan ke dalam tujuan Masyarakat
sehat 2010. Ketika merencanakan program promosi kesehatan untuk
komunitas lansia perawat komunitas harus memasukkan area prioritas dan
tujuan spesifik yang terdapat dalam masyarakat sehat 2010. Salah satu tujuan
masyarakat sehat 2010 yang dapat diarahkan pada lansia adalah meningkatkan
setidaknya 90 % proporsi individu berusia 65 tahun atau lebih yang telah
berpartisipasi pada tahun sebelumnya pada setidaknya satu program promosi
kesehatan terorganisasi.
b. Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan
Promosi kesehatan dan proteksi kesehatan adalah dua elemen
pencegahan primer. Promosi kesehatan menekankan pada upaya membantu
masyarakat mengubah gaya hidup mereka dan bergerak menuju kondisi
kesehatan yang optimum sedangkan fokus proteksi kesehatan adalah
melindungi individu dari penyakit dan cedera dengan memberikan imunisasi
dan menurunkan pemajanan terhadap agens karsinogenik toksin dan hal –
hal yang membahayakan kesehatan di lingkungan sekitar. Konsep kesehatan
lansia harus ditinjau kembali dalam upaya merencanakan intervensi promosi
kesehatan. Filner dan Williams ( 1997 ) mendefinisikan kesehatan lansia
sebagai kemampuan lansia untuk hidup dan berfungsi secara efektif dalam
masyarakat serta untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan otonomi sampai
pada tahap maksimum, tidak hanya terbebas dari penyakit. Apabila
dibandingkan dengan kelompok usia lainnya di Amerika lansia lebih aktif
dalam mencari informasi mengenai kesehatan dan mempunyai kemauan
untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirinya. Promosi kesehatan

10
harus benar – benar berfokus pada perilaku beresiko yang dapat
dimodifikasi yang disesuaikan dengan masalah kesehatan utama menurut
usia ( USDHHS, 1998 ). Secara umum, pelayanan kesehatan untuk lansia
memiliki tiga tujuan
1. Meningkatkan kemampuan fungsional
2. Memperpanjang usia hidup
3. Meningkatkan dan menurunkan penderita ( O’Malley dan Blakeney,
1994 )
Dalam memaksimalkan promosi kesehatan lansia di komunitas
dibutuhkan suatu pendekatan multiaspek. Target intervensi harus
mengarah pada individu dan keluarga serta kelompok dan komunitas.
2.1.3 Dukungan Keluarga terhadap Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga memandang bahwa orang
yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Kane dalam Friedman (1998) mendefenisikan dukungan keluarga sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial. Ketiga dimensi
interaksi dukungan sosial keluarga tersebut bersifat reprokasitas (sifat dan hubungan
timbal balik), advis atau umpan balik (kuantitas dan kualitas komunikasi) dan
keterlibatan emosional (kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Kaplan ( 1978) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis
dukungan, yaitu :
1) Dukungan Informasi
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi tentang dunia
yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari
dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi
yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.
Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk, dan
pemberian informasi.
2) Dukungan Penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan
menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga,
diantaranya: memberikan support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.
11
3) Dukungan Instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya:
bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana.
Manfaat dukungan ini adalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan
semangat yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian
atau kepedulian dari lingkungan terhadap seseorang yang sedang mengalami
kesusahan atau penderitaan.
4) Dukungan Emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Manfaat dari dukungan
ini adalah secara emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun
wanita) akan selalu terjaga kerahasiaannya dari keingin tahuan orang lain. Aspek-
aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta
didengarkan.

2.2 Komunikasi pada Lansia


2.2.1 Komunikasi dengan Kelompok Keluarga dengan Lansia
Komunikasi teraupetik adalah hubungan kerja sama yang ditandai
dengn tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman guna
membina hubungan intim teraupetik. Komunikasi dengan lansia harus
mempertimbangkan faktorfisik, psikologis, lingkungan dan situasi individu
harus mengaplikasikan keterampilan komunikasi yang tepat, disamping itu
juga memerlukan pemikiran penuh erta memperhatikan waktu yang tepat
(Stuard & Sundeen, 2013)
Komunikasi dengan lansia adalah proses penyampaian pesan atas
gagasan dari petugas perawat kepada lansia dan diperoleh tanggapan
(feedback) sehingga diperoleh kesepakatan tentang isi pesan komunikasi.
Komunikasi yang baik pesannya singkat, jelas, lengkap, dan sederhana. Sarana
komunikasi meliputi panca indra manusia dan buatan manusia (media cetak,
media radio, media TV, dll). Penyampaian pesan pada lansia juga haru dalam
jarak dekat suara jelas dan tidak terlalu cepat dengan bahasa yang sederhana
dan yang dapat dimengerti lansia.

12
Faktor yang menghambat proses komunikasi dengan lansia proses komunikasi
antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan terganggu apabila ada sikap agresif
dan sikap non asertif:
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku
dibawah ini:
- berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
- meremehkan orang lain
- mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
- menonjolkan diri sendiri
- memperlakukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun
tindakan
2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah:
- menarik diri bila diajak berbicara
- merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
- merasa tidak berdaya
- tidak berani mengungkapkan keyakinan
- membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
- tampil diam atau pasif
- mengikuti kehendak orang lain
- mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan
orang lain.
2.2.2 Masalah- masalah Umum yang Terjadi pada Lansia dengan Komunikasi
tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang seperti ini. Bahkan
meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa
ia mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga
terus melakukan penyerangan pada lawan bicaranya.
1. Acuh tak acuh
Acuh tak acuh oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak
berbicara atau berkomunikasi. Sikap seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan
menyepelekan orang lain. Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan
orang yang lebih muda dibandingkan dengan dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia
dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik diri dari pembicaraan.
13
2. Kondisi fisik
Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik yang
membuatnya menjadi kesulitan dalam berkomunikasi. Banyak masalah yang timbul
akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki
masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi.
Lansia tersebut akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi
dengan baik dan lancar. Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan
bicaranya harus menggunakan suara keras untuk bisa berbicara dengan lansia
tersebut. Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk
penghinaan dengan membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari
itu sangat dibutuhkan pengertian dan pemahaman yang baik oleh lawan bicara
terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif dapat berjalan dengan baik dan
lancar.
3. Stress
Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi atau
tingkat stres yang dialami oleh lansia. Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik
akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor lainnya. Jika seorang lansia sudah
menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau mendengar apapun
yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari
beban pikirannya telah diatasi.
4. Mempermalukan orang lain di depan umum
Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu hal
yang banyak dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang
selalu merasa benar dan tahu segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang
lain di depan umum. Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang
terdapat dalam diri mereka sendiri. Jika sudah terjadi, maka biasanya komunikasi
akan langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara sudah merasa
tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini
dan tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.
5. Tertidur
Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak
dari mereka yang mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara. Kelelahan yang amat
sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam berbicara, tiba-
tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi
14
pada lansia yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan
riwayat penyakit tersebut biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan
sekalipun.
6. Lupa
Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-kali
menanyakan hal yang sama meskipun sudah dijawab berulang kali. Jika lawan
bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar.
Menjadi sebuah kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga sangat
dibutuhkan pengertian dan kesabaran dari lawan bicara dalam menghadapi lansia.
7. Gangguan penglihatan
Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan penglihatan
pada lansia. Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh, dekat, atau
bahkan sulit melihat. Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin
tidak akan terlalu dimengerti jika lansia dalam kondisi seperti ini, maka dari itu
diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia yang diajak
berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar
komunikasi berjalan lancar. Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi
dengan memberikan kacamata yang sesuai dengan kondisi matanya. Dengan bantuan
alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau komunikasi non verbal
yang digunakan oleh lawan bicaranya.
8. Lebih banyak diam
Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya
merupakan jenis lansia yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan
menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah komunikasi pada lawan
bicaranya. Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak
mengiyakan dan mengikuti apa yang dipikirkan oleh lawan bicara.
9. Cerewet
Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk
diajak bicara. Beberapa lansia memang terkesan sangat cerewet. Hal ini tidak terlepas
dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang lebih muda. Keinginan
untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang
mereka rasakan. Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan
bicara ini adalah dengan berusaha menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat

15
sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia katakan, maka ia pun akan ikut
memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.
10. Mudah marah
Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang
dirasakan tentu saja akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah,
bahkan meskipun tidak ada penyebabnya. Rasa mudah marah ini membuat banyak
orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi dengan baik dengan lansia
karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.
11. Pasien dengan Defisit Sensorik
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait
dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian
mengindikasikan bahwa 16% – 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami
pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi. Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60%.
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai
presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara
berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien
diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning
(Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien
dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi
hari)”. Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter
pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan
panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan
elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan
cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami
penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi
macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua
berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi
melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu. Bagi mereka yang
berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu
12. Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk
berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya
diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang . Sebagai
16
akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan
pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau
perawat nonformal lain (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada
setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver).
Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver. Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki
berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah
untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-
kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”, dan “anda tahu”. Pada
demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau
bisa hanya berdiam diri. Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan
dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan
memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian
pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk
tetap berada dalam satu topik tertentu
13. Pasien yang Ditemani oleh Caregiver
Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan
seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai
peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus,
caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya.
Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak
hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga,
pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver
membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi
keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri. Juga merupakan hal penting
untuk memperlakukan pasien lanjut usia dalam konteks atau sudut pandang caregiver-
nya agar didapatkan hasil terbaik bagi keduanya
- Gangguan yang sering dijumpai pada lansia
1. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan
berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-
lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
17
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal
tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama
panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling
percaya.
6. Gangguan syaraf dalam pendengarannya
7. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan - pesan non-
verbal.
8. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau
banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
9. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan
misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara
yang tidak enak, dan lain-lain.
10. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena
depresi atau dimensia, gangguan kontak dengan realita. Hambatan dalam
suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara,
peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
2.2.3 Prinsip Gerontologi Untuk Komunikasi
Menurut Wahyudi (2008) lansia mengalami penurunan daya ingat mngalami kesulitan
untuk mengerti apa yang dikatakan orang lain. Hal ini sangat membingungkan lansia
dan perawat oleh karena itu perlu diciptakan komunikasi yang mudah antara lain :
1. Buat percakapan yang akrab
a. Sebutkan nama orang tersebut untuk menarik perhatiannya
b. Bicara langsug kepada orang tersebut dan bertatap muka dan fokus
kepada matanya
c. Sentuh lengan atau tangan agar ia terfokus kepada pembicara
2. Pakailah kalimat yang pendek dan sederhana
a. Gunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti
b. Bicara dengan singkat dan jelas
3. Ulangi kalimat secara tepat

18
a. Apabila orang tersebut tidak mengerti suatu kata dapat diganti dengan
kata lainnya dan diulang
4. Beri pilihan yang sederhana
a. Ajukan pertanyan yang memerlukan jawaban “iya” atau “tidak”
b. Batasi pilihan dalam pertanyaan seperti, “Apakah kakek mau teh?”
bukan, “Apakah kakek mau mium sesuatu?”
2.2.4 Teknik Komunikasi pada Lansia
1. Kenali segera reaksi penolakan manusia
2. Membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu
3. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
2.2.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan lansia
1. Tunjukan rasa hormat, seperti “Bapak” atau “Ibu” atau panggilan sebelumnya.
2. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3. Pertahankan kontak mata denga pasien
4. Pertahankan langkah yang tidak tergesa-tega dan mendengarkan adalah kunci
komunikasi efektif
5. Beri kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
6. berbicara dengan jelas, intonasi jelas dan tidak tergesa-gesa serta sederhana
7. Mnggunakan bahasa yang dimengerti pasien
8. gunakan sentuhan lembut sebagai wujud kehangatan
9. Jangan mengabaikan pasien ketika berinteraksi

19
BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perlindungan kesehatan dan promosi kesehatan merupakan hal yang
mendesak dan juga merupakan kerangka kerja yang tepat untuk merawat lansia.
Perawat profesional untuk lansia mengenal bahwa pencegahan untuk orang yang
berusia 65 tahun yang dapat diharapkan hidup 20 tahun lagi merupakan komponen
penting dalam perawatan kesehatan.

Lanjut usia adalah proses penurunan dalam segala aspek kehidupan, mencakup
fisiologis, biologis, dan psikologis. Penurunan ini kemudian ditandai dengan
kesulitan berkomunikasi yang disebabkan berbagai faktor, seperti gangguan
pendengaran, gangguan penurunan kognitif, dan penurunan kesehatan. Gangguan
komunikasi ini dapat menjadi hambatan dalam menyampaikan pesan antara
perawat dengan pasien lansia.

Penurunan komunikasi yang dialami lansia perlu diperhatikan perawat agar


proses penyampaian pesan dapat diterima dengan baik. Dengn teknik pendekatan
yang baik serta mengetahui kelemahan pasien lansia, kita akan dengan mudah
untuk menyeimbangkan diri dalam berkomunkasi dengan lansia.

3.2 Saran

Sebagai perawat kita perlu memahami penurunan keterampilan komunikasi


bagi lensia. Maka daripada itu kita perlu melakukan pendekatan secara hangat
serta menjalin kepercayaan dengan pasien agar pasien menjadi percaya dan mudah
untuk berkomunikasi. Hambatan dalam komunikasi dengan lansia dapat diatasi
dengan teknik-teknik khusus seperti, teknik sentuhan hangat, memanggil dengan
nama yang disukai dan pandangan terfokus dengan pasien.

Demikian makalah yang telah kami buat, kami menyadari masih terdapat
banyak kekurangan pada makalah yang kami susun. Atas kekurangan dan kelebihan
kami mohon maaf yang sebesar – besarnya.Kami juga memohon untuk saran dan
kritik untuk makalah kami apabila ada yang kurang berkenan

20
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak,Wahit Iqbal. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba Medika

Mickey Stanley, Patricia Gauntleff Seare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi


2.Jakarta:ECG

Anderson, Elizabeth T.2006.Keperawata Komunitas Teori dan Praktik.Jakarta: EGC

Nugroho, Wahyudi, 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatri. Jakarta : EGC

Azizah, Lilik. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graba Ilmu

Kushariyadi. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika

Indrawati. 2016. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai