Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegawatdaruratan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Sudah menjadi tugas dari

petugas kesehatan untuk menangani masalah tersebut. Walaupun begitu, tidak menutup

kemungkinan kondisi kegawatdaruratan dapat terjadi pada daerah yang sulit dijangkau oleh

petugas kesehatan. Peran serta masyarakat untuk membantu korban sebelum ditemukan oleh

petugas kesehatan menjadi sangat penting. Kegawatdaruratan dapat didefiniskan sebagai

situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba – tiba dan tidak terduga serta

membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa atau nyawa (Ayu, 2018).

Kejadian kecelakaan biasanya terjadi sangat cepat dan tiba – tiba sehingga sulit

diprediksi kapan dan dimana terjadi. Kejadian kecelakaan dapat terjadi karena kebakaran,

tertusuk benda tajam, karena bencana alam, dan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas

adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan

dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau

kerugian harta benda (UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1).

Kecelakaan lalu lintas bisa berupa kecelakaan tunggal (single) atau tabrakan yang bisa

disebabkan oleh 2 pihak (double), triple atau multiple. Berbagai bentuk kecelakaan lalu lintas

ini dapat mengakibatkan berbagai cedera sampai kematian, seperti cedera kepala, patah

tulang, pecah limpa, dan bentuk perlukaan atau cedera lainnya (Cho, 2015). Kecelakaan

merupakan suatu kejadian yang tidak terjadi secara kebetulan melainkan disertai suatu
penyebab yang dapat dicari tahu guna melakukan tindakan pencegahan. Dampak yang

ditimbulkan dari ringan sampai berat baik berupa materi maupun non materi (Sumakmur,

2009). Sedangkan lalu lintas merupakan pergerakan kendaraan dan orang di ruang lalu lintas

jalan (Iryanto, 2013).

Kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat untuk penyakit

tidak menular. Cedera lalu lintas jalan raya merupakan penyebab utama beban kesehatan

secara global dan diproyeksikan akan menjadi penyebab kematian nomor lima pada tahun

2030.

Global Status Report on Road Safety (WHO, 2015), menyatakan kecelakaan lalu lintas

dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan

tuberkulosis, sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, pada

usia 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah usia 25 tahun yang meninggal

di jalan raya dengan rata – rata angka kematian 1.000 anak – anak dan remaja setiap harinya.

Kecelakaan lalu lintas juga menjadi penyebab utama kematian anak – anak di dunia, dengan

rentang 10 – 24 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI,

2019), menyatakan angka kecelakaan lalu lintas pada tahun 2017 sebanyak 103.228 kejadian

dengan korban meninggal 30.568, luka berat 14.395, luka ringan 119.945 korban. Dari data

tersebut dapat disimpulkan bahwa kecelakaan lalu lintas di dunia maupun di Indonesia

menjadi salah satu faktor kematian seseorang yang relatif cukup tinggi.

Berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Bali 2018, menyatakan pada semester I

terhitung dari bulan Januari – Juni 2018 terdapat 1.096 kasus kecelakaan lalu lintas, dengan

korban meninggal dunia sebanyak 242 jiwa, luka berat sebanyak 101, sedangkan luka ringan

1.521. Pada semester II terhitung dari bulan Juli – Desember 2018 terjadi peningkatan kasus

kecelakaan lalu lintas yaitu sebanyak 1.728 kasus, dengan korban meninggal sebanyak 280

jiwa, luka berat 162, sedangkan luka ringan 2248. Dari seluruh Kabupaten di Bali, daerah
dengan urutan pertama terjadi kasus kecelakaan lalu lintas yaitu daerah Denpasar dengan

total 537 kasus, korban meninggal dunia sebanyak 123 jiwa, dengan kerugian materiil Rp.

1,801,250.000.

Korban kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan kegawatdaruratan dapat semakin

buruk atau berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan cepat (Frame, 2010).

Keberhasilan pertolongan penderita yang mengalami kondisi gawat darurat tidak hanya

ditentukan oleh kualitas dari pelayanan gawat darurat di rumah sakit namun juga keberhasilan

pertolongan yang diberikan diluar rumah sakit (Lumangkun, 2014).

Salah satu upaya dalam meningkatkan harapan hidup korban kecelakaan adalah

pertolongan pertama. Pertolongan pertama adalah suatu perawatan yang diberikan sementara

menunggu bantuan datang atau sebelum dibawa kerumah sakit atau Puskesmas (Sumardino

& Widodo, 2014). Pertolongan pertama sangat penting perannya jika berada dalam keadaan

yang tidak diharapkan seperti kecelakaan. Masyarakat sudah banyak yang mengetahui

pentingnya pertolongan pertama namun tidak sampai pada tahap mempelajari. Selain itu

masyarakat beranggapakan bahwa pertolongan pertama berguna ketika situasi gawat darurat

yang mungkin tidak akan mereka alami. Perlu dipahami bahwa pertolongan pertama yang

diberikan ketika kecelakaan merupakan bantuan yang sangat mendesak dan sangat

dibutuhkan. Mendesak karena pada saat itu para medis tidak langsung mendatangi korban.

Meskipun demikian, tanpa didasari dengan pengetahuan yang benar tentang pertolongan

pertama, masyarakat seringkali menjadi panik dan tidak tahu harus berbuat apa ketika

menghadapi kondisi darurat tersebut. Sehingga, karena salah penanganan dari awal itulah

justru mempengaruhi situasi serta kondisi korban.

Pertolongan pertama yang dimaksud adalah Bantuan Hidup Dasar (BHD). BHD

adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada saat korban mengalami

keadaan yang mengancam nyawa (Turambi, dkk, 2016).


Bantuan Hidup Dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan nafas,

membantu pernafasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu.

Bantuan hidup dasar biasanya diberikan oleh orang – orang di sekitar korban yang

diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini diberikan secara

cepat dan tepat, sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat bahkan kematian

pada korban kecelakaan (PUSBANKES 188 DIY. 2014). Bantuan hidup dasar ditunjukan

untuk memberikan perawatan darurat bagi para korban, sebelum pertolongan yang lebih

mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya (Sudiatmoko, A, 2011).

Keterampilan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dapat diajarkan kepada siapa saja (Frame, 2010).

Sekaa Truna Truni adalah kumpulan atau wadah organisasi sosial pengembangan

generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial

dari masyarakat terutama generasi muda di wilayah banjar, desa atau kelurahan yang

bergerak di bidang kesejahteraan sosial (Peradah Indonesia, 2015). Pembelajaran melalui

pelatihan merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan keterampilan dan motivasi dalam

melakukan BHD (Roh, 2013).

Keterampilan (skill) adalah kegiatan memerlukan praktek atau dapat diartikan

seabagai implikasi dari aktivitas. Keterampilan dapat menunjukkan pada aksi khusus yang

ditampilkan atau pada sifat dimana keterampilan itu dilaksanakan. Banyak kegiatan dianggap

sebagai suatu keterampilan, terdiri dari beberapa keterampilan dan derajat penguasaan yang

dicapai oleh seseorang menggambarkan tingkat keterampilannya.

Pelatihan membantu menyiapkan diri dalam menghadapi situasi yang nyata sehingga

peserta pelatihan lebih mengetahui apa yang harus dilakukan jika menghadapi situasi yang

serupa (Hudson, 2011). Pelatihan memberikan 6 kesempatan untuk praktek klinis terkontrol

tanpa menempatkan pasien atau orang lain berisiko. Pelatih dapat memberikan umpan balik

pada peserta pelatihan yang memungkinkan untuk mengevaluasi kinerja mereka secara rinci
(Kneebone, 2005). Pelatihan BHD memberikan efek yang positif terhadap peserta pelatihan,

terdapat peningkatan keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri dalam melakukan BHD

(Cook, et al., 2012).

Berdasarkan urian diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh Pelatihan

Bantuan Hidup Dasar (BHD) di Sekaa Truna Truni (STT) terhadap Keterampilan

Memberikan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas”

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Pengaruh Pelatihan Bantuan

Hidup Dasar (BHD) di Sekaa Truna Truni (STT) terhadap Keterampilan Memberikan

Pertolongan Pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) di sekaa truna truni

(STT) terhadap keterampilan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi keterampilan STT sebelum diberikan pelatihan Bantuan Hidup

Dasar (BHD).

2. Mengidentifikasi keterampilan STT sesudah diberikan pelatihan Bantuan Hidup Dasar

(BHD).

3. Menganalisis pengaruh sebelum dan sesudah pelatihan bantuan hidup dasar (BHD)

pada sekaa truna truni (STT) terhadap keterampilan memberikan pertolongan pertama

pada kecelakaan lalu lintas.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah studi pustaka dan bahan acuan ilmu keperawatan terutama mengenai

pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar (BHD) pada sekaa truna truni (STT) terhadap

keterampilan memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Pemerintah Kota

Sebagai bahan masukan kepada pemerintah kota untuk melakukan evaluasi dan

peningkatan sistem pelayanan di bidang kelengkapan sarana dan prasarana

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

1.4.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan kepada petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan

kepada masyarakat tentang cara melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan

lalu lintas.

1.4.2.3 Bagi Sekaa Truna Truni

Sebagai bahan masukan kepada sekaa truna truni (STT) untuk memahami tentang

cara melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

1.4.2.4 Bagi Peneliti

Sebagai bahan penambah pengalaman, wawasan dan pengetahuan bagi peneliti

sendiri dalam melaksanakan penelitian tentang pengaruh pelatihan bantuan hidup

dasar (BHD) pada sekaa truna truni (STT) terhadap keterampilan memberikan

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

1.5 Keaslian Penelitian


Penelitian – penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan penelitian ini

adalah :

1.5.1 Penelitian yang dilakukan Thoyyibah (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh

pelatihan bantuan hidup dasar pada remaja terhadap tingkat motivasi menolong

korban henti jantung. Penelitian tersebut merupakan penelitian quasy experiment

dengan prepost test control group design. Populasi yang digunakan dalam penelitian

tersebut adalah siswa SMA 3 Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel diambil dengan

teknik purposive sampling, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut

adalah 24 siswa SMA. Hasil penelitian tersebut adalah tingkat motivasi tinggi

berkurang dari 52,6% menjadi 47,4% dan tingkat motivasi sedang bertambah dari

47,4% menjadi 52,6%. Analisa yang dilakukan menggunakan wilcoxon menunjukkan

p value = 0,395. Berdasarkan uji kolerasi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa tidak

terdapat pengaruh pelatihan bantuan hidup dasar pada remaja terhadap tingkat

motivasi menolong korban henti jantung. Perbedaan dengan penelitian ini terletak

pada judul, tempat, waktu dan variabel yang akan diteliti. Peneliti ingin mengetahui

pengaruh sebelum dan sesudah diberikan peltihan bantuan hidup dasar (BHD) pada

sekaa truna truni (STT) terhadap keterampilan penanganan memberikan pertolongan

pertama pada kecalakaan lalu lintas.

1.5.2 Penelitian yang dilakukan Pamaya Emilia Lumangkun (2014) dengan judul :

Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas Dengan Tingkat Pengetahuan Bantuan

Hidup Dasar (BHD) di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Utara. Desain

penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Sampel

penelitian menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 39 orang. Data yang

dikimpulkan diolah dengan menggunakan komputer program SPSS (Statistical

Program For Social Science) menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan
95% (α ≤ 0.05). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang

signifikan dari masing-masing karakteristik polisi lalu lintas dengan tingkat

pengetahuan BHD di Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi 9 Utara. Perbedaan

dengan penelitian ini adalah judul, waktu, tempat dan variabel yang akan diteliti, jika

Pamaya Emilia (2014) meneliti hubungan karakteristik polisi lalu lintas dengan

tingkat pengetahuan bantuan hidup dasar di Direktorat lalu lintas Polda Sulawesi

Utara sedangkan peneliti akan melakukan penelitian pengaruh pelatihan bantuan

hidup dasar (BHD) pada sekaa truna truni (STT) terhadap keterampilan memberikan

pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.


DAFTAR PUSTAKA

Cho. 2015. Hand Book P3K: Pertlongan Pertama pada Kecelakaan. Yogyakarta: Pustaka

Cerdas

Lumangkun, P., dkk, 2014, Hubungan Karakteristik Polisi Lalu Lintas dengan Tingkat

Pengetahuan Pemberian Bantuan Hidup Dasar di Direktorat Lalu Lintas Polda

Sulawesi Utara, (online), available:

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/5269, (2018, December 18).

Pusbankes 118. 2013. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).Edisi X.

Yogyakarta: Tim Pusbankes 118 – PERSI DIY

Sudiatmoko, A. 2011. Tindakan Awal Sebelum Medis. Cetakan I. Yogyakarta: Rona Pancaran

Ilmu

Turambi, D., dkk (2016) Pengaruh Pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD) Terhadap

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Siswa Kelas XI dan XII SMA Negeri 2

Langowan. Available at:

http://jurnal.unsrittomohon.ac.id/index.php/jurnalprint/article/view/222, (Accessed: 6

January 2018).

World Health Organization. 2015. Global Status Report on Road Safety. Available:

www.bin.go.id

Anda mungkin juga menyukai