Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN

PERNAFASAN

Mata Kuliah : Keperawatan Gerontik


Dosen : Ns. Lily Herlinah, M.Kep., Sp.Kep

Disusun oleh
Kelompok 5
1. Aminatuz Zanah (2017720111)
2. Jihan nabillah (2017720086)
3. Silvi Zakia (2017720111)
4. Tazkia Aulia Rizka (201772014)
5. Windi Sisniah (2017720118)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan
Pernafasan ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Gerontik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat menambah wawasan serta memperluas ilmu
pengetahuan terkait konsep asuhan keperawatan lanisa. Kami menyadari bahwa dalam menyusun
makalah ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun
penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun,
khususnya dari dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Gerontik guna menjadi acuan dalam
bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi - fisiologi dan dapat timbul pula penyakit -
penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hiduplansia di Indonesia semakin meningkat
karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun
2010 jumlah warga lanjut usia (lansia)di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa
(BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan berjumlah 22.202.200 jiwa atau
9,6% dari total penduduk dan pada tahun2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan
tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar
dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan
atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah
meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage (sebagai
"dinding") dan diafragma (sebagai "lantai"). Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap
paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut
pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga
diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan meluas
hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit,
yang menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi
atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus
superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobussuperior, dan inferior.
Dasar setiap paru terletak diatas permukaan diagfragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografiyaitu perubahan
pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan
tuberkulosis paru menduduki penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan
sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya
Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO
pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi
ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun
2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia
dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh
dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230
anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di
seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun
(10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi
lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah
terbesar kasus insiden padatahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan
Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia juga dikaitkan dengan
penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung,
malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan
penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal
jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga
kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasienyang sebelumnya sering
mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami
aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut
menekanrangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO. 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang
lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan
kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi
pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap
antibiotika. Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani
gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan
kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan
memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai
indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat
untuk lansia dengan gangguan sistem pernafasan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep lansia
b. Untuk mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia
c. Untuk mengetahui asuhan kepera"atan pada lansia dengangangguan sistem respirasi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Lanjut Usia


Lanjut usia merupakan bagian dan proses tumbuh kembang manusia. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anakanak, dewasa, dan akhirnya
menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha
Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimana seseorang pads umumnya akan mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011)

1. Batasan Lanjut Usia


Umur yang dijadikan patokan sebagai lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara
60 - 65. Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai batasan umur :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO ada 4 tahap yaitu,
1) Usia pertengahan (Middle age) (45 – 59 tahun)
2) Lanjut usia (elderly) (60 – 74 tahun)
3) Lanjut usia tua (old) (75 – 90 tahun)
4) Usia sangat tua (Very old) (diatas 90 tahun)
b. Menurut Prof DR. Ny sumiati Ahmad Mohammad (alm). Guru Besar Universitas
Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodesasi biologis perkembangan manusia dibagi
sebagai berikut :
1. Usia 0 – 1 tahun (Masa bayi)
2. Usia 1 – 6 tahun (Masa pra sekolah)
3. Usia 6 – 10 tahun (Masa sekolah)
4. Usia 10 – 20 tahun (Masa pubertas)
5. Usia 40 – 65 tahun (Masa setengah umur, prasenium)
6. Usia 65 tahtm keatas (Masa lanjut usia, senium)
c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia).
Lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasakedewasaan dapat dibagi menjadi 4
bagian yaitu :
1) Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun
2) Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun
3) Fase praesennun, antara usia 55 – 65 tahun
4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia

2. Proses Penuaan Menua (aging)


Merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994 dalam Darmojo dan Martono 2004).

3. Teori Penuaan
Proses menua melibatkan berbagai sistem di dalam tubuh yang akan
mengakibatkan berkurangnya fungsi sistem-sistem tersebut. Menurut Darmojo dan
Martono (2004) hal tersebut dapat dijelaskan melalui teori-teori berikut:
1) Teori Error Catastrophe (Mutasi Somatik)
Kegagalan regulasi genetik menyebabkan menurunnya fungsi genetika pada usia
lanjut. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak cukupnya perbaikan DNA yang rusak
secara spontan, mutasi dalam sel somatik dan besarnya kesalahan dari DNA sendiri.
2) Teori Imunologis
Proses penuaan disebabkan kerusakan secara perlahan pada proses imunologis. Hal
ini dibuktikan dengan menurunnya sintesa antibodi dalam tubuh dan pembentukan
antibodi.
3) Teori Sintesa Protein
Proses penuaan disebabkan karena gangguan mekanisme sintesa protein. Tahapan
sintesa protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan aktivitas enzim
menyebabkan gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal.
4) Teori Molekul Radikal Bebas
Radikal bebas terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh terutama saat respirasi.
Reaksi antara radikal bebas dengan asam lemak tidak jenuh pada membran sel untuk
membentuk produk peroksidasi dapat menghalangi ke luar masuknya zat makanan
melalui membran sel sehingga mempercepat kerusakan dan kematian sel. Tubuh
manusia mampu menghasilkan enzim untuk menangkal radikal bebas, namun
sebagian besar radikal bebas tetap lolos. Bertambahnya usia selaras dengan
bertambahnya radikal bebas dalam tubuh, sehingga proses kerusakan dan kematian
sel makin meningkat.

4. Masalah pada Lansia


Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang disebutnya sebagai a series of I‟s,
yang meliputi immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence
(inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi),
impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation
(depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency
(menurunnya kekebalan tubuh) (Nugroho, 2008).

B. Pernapasan
1. Pengertian Pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut
inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006). Pernapasan
merupakan proses ganda terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan (pernapasan dalam),
maupun proses yang terjadi di dalam paru-paru yang disebut pernapasan luar. Pernapasan
melalui paru-paru atau respirasi eksternal, oksigen (O2) dihisap melalui hidung dan
mulut. Waktu bernapas, oksigen masuk melalui batang tenggorokan atau trakea dan pipa
bronkial ke alveoli serta erat hubungannya dengan darah di dalam kapiler pulomonaris
(Kus Irianto, 2008).

2. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan


Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung
dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat
(connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan
menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut
(fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang
masuk. (Narwanto, 2009).
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya bermula dari
dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan
(kartilago) krikoid (Nurwanto, 2009). Laring sering disebut dengan „voice box‟ dibentuk
oleh struktur epiteliumlined yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di
bawah), sedangkan trakhea merupakan perpanjangan laring pada ketinggian tulang
vertebra torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus (Nurwanto, 2009).
Paru-paru merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia.
Fungsinya sebagai bagian utama dari sistem respirasi tubuh memegang peranan yang
cukup besar, terutama dalam proses homeostasis tubuh. Semua orang memilki kecepatan
pernapasan dan kedalaman pernapasan berbeda-beda. Hal ini sangat erat kaitannya
dengan penyeimbangan kondisi tubuh atau homeostasis. (Nurwanto, 2009).
Udara masuk ke paru-paru mammalia melalui lubang hidung yang berfungsi
sebagai saringan dan juga memanaskan udara pernapasan, dari rongga hidung masuk
faring dan juga terbuka ke rongga mulut. Setelah masuk faring kemudian masuk ke
trakea. Epiglotis melindungi agar makanan tidak masuk ke laring (larynk) dan trakea
waktu menelan. Laring merupakan pangkal tengkorak dan dapat menghasilkan suara
karena terjadi getaran pada vocal cord (Guyton and Hall, 2014).
Selama inspirasi rongga intratoraks bertambah besar. Gerakan diafragma
menyebabkan 75% bertambah besar pada napas biasa. Manusia ketika melakukan
inspirasi, diafragma turun 1-5 Cm menyebabkan rongga dada bertambah dan terjadi
perbedaan tekanan lebih besar antara udara luar dan di rongga intratoraks. Paru-paru
mengembang karena mengisap udara kira-kira 500 ml. Saat Ekspirasi, tekanan intratoraks
bertambah karena diafragma dan tulang rusuk kembali kepada kedudukan semuala. Hal
ini menyebabkan udara di paru-paru didorong ke luar karena tekanan intratoraks
bertambah dan elastisitas paru-paru itu sendiri (Guyton and Hall, 2014).

3. Frekuensi Pernapasan Respiration rate (RR)


Adalah jumlah frekuensi napas ratarata dalam satu menit. RR digunakan sebagai angka
rujukan keadaan sistem pernapasan yang merupakan salah satu komponen tanda vital
pada manusia. Komponen yang dinilai pada pemeriksaan pernapasan adalah tipe
pernapasan, frekuensi, kedalaman dan suara napas. Respirasi normal disebut eupnea,
dengan freukensi normal orang dewasa usia produktif adalah 12 – 20 x/ menit untuk laki-
laki dan 16-20 x/ menit untuk perempuan. Kondisi abnormal frekuensi pernapasan
disebut dengan istilah takipnea dan bradipnea. Jika angka RR> 24 x/ menit maka kondisi
tersebut disebut takipnea dan jika RR< 10 x/ menit disebut bradipnea. Kondisi frekuensi
pernapasan bersifat multifaktorial. Jumlah pernapasan permenit juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia (infant dan anak-anak memiliki frekeunsi RR
yang lebih tinggi), kondisi fisik, kebiasaan pola exercises, gangguan pernapasan, dan
kondisi psikis (Elizabeth, 2009).

4. Pernapasan Pada Lansia


Perubahan pulmonal yang terjadi pada lansia meliputi penurunan pada massa dan
tonus otot yang menyebabkan penurunan ekspansi paru serta penurunan kompliansi
dinding dada yang akibat keadaan osteoporosis dan klasifikasi tulang rawan kosta (Perry,
2005). Penelitian yang dilakukan oleh Enright et al dan Kertjens et al, menyatakan bahwa
penurunan pada fungsi pernapasan yang ditinjau dari nilai forced expiratory volume in
one second (FEV1) memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat usia, jumlah
penurunan rata-rata FEV1 adalah 25-30 ml/ tahun dimulai sejak usia antara 35 sampai 40
tahun dan dapat meningkat menjadi 60 ml/ tahun pada usia di atas 70 tahun (Goodwin,
2006).
Fungsi paru yang menurun akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigenasi
pada lansia. Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan
aktivitas berbagai organ tubuh. Cara sederhana untuk mengetahui status pernapasan
seseorang adalah dengan mengukur respiration rate atau frekuensi pernapasan dan aliran
puncak ekspirasi (APE). Perubahan frekuensi dan irama pernapasan pada lansia yaitu
dapat menjadi lebih cepat atau lebih lambat dan terengah-engah. Kecepatan aliran puncak
ekspirasi (APE) adalah titik aliran tertinggi yang dapat dicapai selama ekspirasi
maksimal. Nilai yang diperoleh pada APE besarnya tergantung pada diameter jalan
napas, usia, jenis kelamin dan tinggi badan serta harus disesuaikan dengan nilai normal.
Kondisi lansia menyebabkan nilai APE cenderung menurun (Maryam, 2010).

5. Perubahan terkait pada fungsi respirasi lansia


Banyak perubahan terkait usia yang diperkirakan meningkatkan risiko infeksi
saluran pernapasan bawah pada orang tua. Ini termasuk penyakit sistemik, seperti
diabetes atau gangguan rematologi; penyakit paru struktural; atau penyakit jantung.
Berbagai perubahan struktur dan fungsi paru yang terkait usia ini juga disertai oleh
perubahan imunitas. Meskipun immunosenescence mungkin memiliki peran yang sangat
penting, ada variasi cukup besar pada fungsi kekebalan tubuh orang tua yang mungkin
tidak hanya ditentukan oleh genetik namun juga dipengaruhi oleh perubahan epigenetik
acak dalam ekspresi gen yang terjadi selama hidup seseorang.
Silent aspiration umum terjadi pada orang tua dan dikaitkan dengan inflamasi
kronis bronkial. Refleks protektif, klirens rongga mulut, dan pembersihan mukosiliar
harus intak untuk mencegah patogen potensial di saluran napas bagian atas atau untuk
mencegah bahan asing sampai ke tracheobronchial tree. Klirens rongga mulut oleh air
liur dan gerakan menelan memungkinkan individu normal untuk membersihkan lebih dari
90% dari basil gram negatif dari orofaring. Pasien dengan penyakit Alzheimer atau
gangguan saraf pusat lainnya, seperti stroke, yang sangat berisiko aspirasi dari saluran
napas bagian atas. Koordinasi menelan dan mekanisme protektif saluran napas
tampaknya tetap baik pada orang tua yang tidak memiliki gangguan neurologis yang
memengaruhi fungsi menelan meskipun dibutuhkan volume cairan lebih besar untuk
merangsang penutupan pharyngoglottal pada lansia dibandingkan dengan subyek yang
lebih muda.
Orang tua kurang dapat melakukan batuk yang efektif karena efek usia pada
kekuatan otot pernapasan dan closing volume yang lebih besar. Pembersihan mukosiliar
lebih lambat dan kurang efektif, dan pemulihan pembersihan mukosiliar setelah adanya
jejas (biasanya infeksi virus) melambat seiring dengan usia. Pada orang tua,
berkurangnya pembersihan saluran napas tidak hanya terjadi pada saluran napas besar
namun juga pada saluran napas kecil.
Orang tua memiliki respons yang lebih rendah terhadap hipoksemia, hiperkapnia,
dan beban mekanis, dorongan dari pusat untuk otot-otot pernapasan juga menurun. Usia
meningkatkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi karena saluran napas pada daerah
dependent yaitu daerah yang lebih baik perfusinya daripada tempat lain, menutup selama
seluruh atau sebagian dari siklus pernapasan.
Perubahan fungsi paru terkait usia mungkin tidak menunjukkan manifestasi pada
ketinggian permukaan laut namun pada high altitude dapat menimbulkan hipoksia.
Penurunan PaO2 sedikit lebih besar pada wanita dibandingkan pria.

6. Faktor risiko gangguan resfirasi pada lansia


Telah diketahui bahwa efisiensi pernapasan berkurang dengan penambahan usia. Saat
sistem respiratorik yang menua terpajan faktor lain seperti polusi dan merokok maka jejas
yang terjadi bersifat kumulatif dan kelainan sistem respiratorik yang muncul lebih jelas
dan berat. Faktor risiko yang paling sering menyebabkan gangguan pernapasan adalah
pajanan lingkungan, termasuk asap rokok, infeksi pernapasan, polusi udara (indoor dan
outdoor), dan debu kerja. Pada individu yang rentan, pajanan lingkungan ini dapat
menyebabkan keradangan pada paru dan pada gilirannya penurunan fungsi paru.

7. Konsekwensi perubahan sistem respirasi pada lansia :


a. Paru-paru kecil dan kendur.
b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital : penurunan Pa02 dan residu
d. Kelenjar mucus kurang produktif.
e. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensif.
f. Penurunan sensivitas sfingter esovagus.
g. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan
h. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Penurunan sensivitas
kemorseptor.

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma,


peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema),
peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode
remisi (asthma)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :
bronchodilator
c. TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema
e. FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma
f. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun
pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma)
g. Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
h. Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil
(asthma)
i. Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada
emfisema primer
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi
k. ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),
axis QRS vertikal (emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

2. Rencana asuhan keperawatan pada klien COPD


Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing Intervention
Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

Diagnoa Keperawatan Perencanaan


No
(NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) & Rasional
1 Bersihan jalan nafas tak Status Respirasi : Kepatenan a. Manajemen jalan nafas
efektif yang berhubungan Jalan nafas # dengan Rasional : untuk
dengan : skala…….. (1 – 5) setelah menghindari terjadi
Bronchospasme diberikan perawatan nya obtruktif jalan
Peningkatan produksi selama……. Hari, dengan nafas yang disebabkan
sekret (sekret yang kriteria : oleh peningkatan
tertahan, kental)  Tidak ada demam sekret
Menurunnya  Tidak ada cemas b. Latih batuk efektif
energi/fatique  RR dalam batas normal Rasional : bertujuan
Data-data  Irama nafas dalam batas untuk mengeluarkan
Klien mengeluh sulit normal sekrek
untuk bernafas  Pergerakan sputum keluar c. Terapi oksigen
Perubahan dari jalan nafas Rasional : untuk
kedalaman/jumlah  Bebas dari suara nafas memenuhi kebutuhan
nafas, penggunaan otot tambahan oksigen
bantu pernafasan d. Pemberian posisi
Suara nafas abnormal Rasional : mengatur
seperti : wheezing, posisi dapat
ronchi, crackles meningkatkan sirkulasi
Batuk (persisten) e. Monitoring tanda vital
dengan/tanpa produksi Rasional : untuk
sputum. mengetahui keadaan
umum pasien
menghindari
komplikasi
2 Kerusakan Pertukaran gas Status Respirasi : a. Manajemen asam dan
yang berhubungan dengan : Pertukaran gas # dengan skala basa tubuh
Kurangnya suplai ……. (1 – 5) setelah diberikan Rasional : mencegah
oksigen (obstruksi jalan perawatan selama……. Hari komplikasi akibat
nafas oleh sekret, dengan kriteria : penurunan atau
bronchospasme, air  Status mental dalam batas peningkatan PCO2
trapping) normal b. Manajemen jalan nafas
Destruksi alveoli  Bernafas dengan mudah Rasional : untuk
Data-data :  Tidak ada cyanosis memfasilitasi
Dyspnea  PaO2 dan PaCO2 dalam kepatenan jalan nafas
Confusion, lemah batas normal c. Terapi oksigen
Tidak mampu  Saturasi O2 dalam Rasional : memberikan
mengeluarkan secret rentang normal oksigen dan memantau
Nilai ABGs abnormal aktivitas
(hipoxia dan d. Monitoring tanda vital
hiperkapnia) Rasional : untuk
Perubahan tanda vital mengetahui keadaan
Menurunnya toleransi umum pasien
terhadap aktifitas. menghindari
komplikasi
3 Ketidakseimbangan nutrisi Status Nutrisi : Intake cairan a. Manajemen cairan
Kurang dari kebutuhan tubuh dan makanan gas # dengan Rasional : membantu
yang berhubungan dengan : skala ……. (1 – 5) setelah kebutuhan cairan tubuh
Dyspnea, fatique diberikan perawatan b. Monitoring cairan
Efek samping selama……. Hari dengan Rasional : menghindari
pengobatan kriteria : kelebihan atau
Produksi sputum  Asupan makanan skala (1 kekurangan cairan
Anorexia, – 5) (adekuat) c. Manajemen gangguan
nausea/vomiting.  Intake cairan peroral (1– makan
Data : 5) (adekuat) Rasional : untuk
Penurunan berat badan  Intake cairan (1 – 5) mencari alternatif
Kehilangan masa otot, (adekuat) untuk memenuhi
tonus otot jelek Status Nutrisi : Intake Nutrien kebutuhan nutrisi
Dilaporkan adanya gas # dengan skala ……. (1 – d. Terapi nutrisi
perubahan sensasi rasa 5) setelah diberikan perawatan Rasional : memenuhi
Tidak bernafsu untuk selama……. Hari dengan kebutuhan nutrisi
makan. kriteria : e. Kontroling nutrisi
 Intake kalori (1 – 5) Rasional :
(adekuat) mempertahankan
 Intake protein, intake dan output
karbohidrat dan lemak (1 f. Manajemen berat
– 5) (adekuat) badan.
Kontrol Berat Badan gas # Rasional : untuk
dengan skala ……. (1 – 5) apakah terapi diet yang
setelah diberikan perawatan diberikan berhasil
selama……. Hari dengan
kriteria :
 Mampu memeliharan
intake kalori secara
optimal (1 – 5)
 Mampu memelihara
keseimbangan cairan (1 –
5)
 Mampu mengontrol
asupan makanan secara
adekuat (1 – 5).

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Seorang laki-laki berusia 67 tahun tinggal bersama keluarga.Klien mengeluh nafas agak sesak,
batuk berdahak, lemah dan banyak mengeluarkan keringat.Hasil pengkajian klien mengatakan
batuk lebihdari 3 minggu, selama dirumah klien pernah batuk bercampur darah, mual dan tidak
nafsu makan.Hasil pemeriksaan frekuensi nafas 26 kali permenit, frekuensI nadi 88 kali
permenit, tekanan darah 130/80 mmHg

1. Pengkajian
Do :
 Klien mengeluh sesak nafas
 Klien mengeluh batuk berdahak
 Klien mengeluh banyak mengeluarkan keringat
 Hasil pemeriksaan RR 26x/menit
 Nadi 88x/menit
 TD 180/80 mmhg
Ds :
 Klien mengatakan batuk lebih dari 3 minggu
 Klien mengatakan pernah batuk bercampur darah
 Klien mengatakan tidak nafsu makan
 Klien mengatakan mual

2. Diagnose
 Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekresi
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan tidak
nafsu makan.

3. Intervensi/perencanaan
No Diagnose Tujuan Intervensi Rasional
keperawatan
1. Jalan nafas tidak Mengefektifkan jalan 1. Auskultasi bunyi 1. Beberapa derajat bronkus
efektif nafas nafas, catat adanya terjadi dengan obstruksi
berhubungan bunyi nafas, misal: jalan nafas dan tidak
dengan adanya Hasil yang diharapkan: mengi, rongki dimanifestasikan adanya
sekresi  Mempertahanka bunyi nafas adventisius.
n jalan nafas 2. Takipnea ada pada
paten dengan beberapa derajat dan
bunyi nafas 2. Kaji/ pantau dapat ditemukan pada
bersih/ jelas frekuensi penerimaan/ selama
 Menunjukkan pernafasan, catat stress/ adanya proses
perilak uuntuk rasio inspirasi infeksiakut.
memperbaiki mengi (emfisema). 3. Peninggian kepala tempat
bersihan jalan tidur mempermudah
nafas fungsi pernafasan dengan
Misal: batuk 3. Kaji pasien untuk menggunakan gravitasi,
efektif dan posisi yang nyaman namun pasien dengan
mengeluarkan missal: peninggian slifres beratakan mencari
sekret kepala tempat tidur, posisi yang paling mudah
duduk dan sandaran untuk bernafas.
tempat tidur. 4. Pencetus tipe reaksi alergi
pernafasan yang dapat
mentrigen episode akut
5. Memberikan pasien
beberapa cara untuk
mengatasi dan
4. Pertahhankan mengontrol dyspnea dan
polusi lingkungan menurunkan jebakan
minimum debu, udara.
asap dll 6. Batuk dapat menetap
tetapi efektif khususnya
5. Bantu latihan nafas bila pada lansia, sakit
abdomen/ bibir akut, atau kelemahan
7. Membantu dalam
6. Ajarkan teknik Proses penyembuhan.
nafas dalam batuk
efektif
7. Berikan obat sesuai
indikasi

2 Perubahan nutrisi Tujuan: memenuhi 1. Berikan makanan 8. Makan sedikit-


kurang dari kebutuhan nutrisi klien sedikit demi sedikit sedikit
kebutuhan tubuh secara adekuat. tapi sering, evaluasi memberikan
berhubungan BB dan ukuran kesempatan
dengan mual dan Kriteria hasil yang tubuh. pada lambung
tidak nafsu diharapkan: untuk
makan. - Menunjukkan mengosongkan
peningkatan sehingga tidak
nafsu makan terjadi perasaan
menuju tujuan penuh pada
yang tepat. lambung
- Menunjukkan
perilaku 2. Dorong 9. Menurunkan
perubahan pola keseimbangan konsumsi/
hidup untuk antara aktifitas dan kebutuhan
meningkatkan istirahat. keseimbangan
dan oksigen dan
mempertahanka memeperbaiki
n berat yang pertahanan
tepat. pasien terhadap
infeksi,
meningkatkan
penyembuhan.

10. Monitor status


3. kolaborasi dengan
nutrisi
dokter monitor hasil
lab, seperti glukosa,
elektrolit, albumin,
hemoglobin.

4. Evaluasi
No. Tgl/Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
1. - S : Klien mengatakan merasa nyaman
dengan menambahkan peninggian kepala
tempat tidue dan duduk dengan sandaran
tempat tidur
O : TD :180/80 mmhg, RR : 26x / menit,
nadi : 88x / menit
A : Masalah tidak efektifnya jalan napas
belum teratasi
P:
a. Anjurkan pasien untuk
mempertahankan posisi yang nyaman
b. monitor TTV
c. pertahankan jalan nafas yang paten

2. - S : Klien mengatakan makan bubur, serta


sayur-sayuran yang berkuah dan terkadang
memakan nasi dan tempe serta Buah
O : klien tampak tenang tampak berbaring
ditempat tidur
A : masalah teratasi sebagian
P : Motifasi klien untuk mengonsumsi
vitamin c dan protein

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai
usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup
dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah "beranjak jauh" dari
periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan
manfaat (Hurlock, 2000).Menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan
yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua
(Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun. Proses
penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun
proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi
beban. Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut seperti penurunan kondisi fisik,
penurunan fungsi dan potensiseksual, perubahan aspek sosial, perubahan yang berkaitan
dengan pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial dimasyarakat. Perubahan anatomi
fisiologi sistem pernapasan pada lansia yaitu perubahan anatomik pada respirasi, perubahan
fisiologik pada pernapasan, faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru, dan penyakit
pernapasan pada usia lanjut. Gangguan pada sistem pernafasan pada lansia seperti
pneumonia, tb paru, asma, bromkiektaksis, dan epusi pleura.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan penulis dan pembaca menjadi tahu tentang sistem
pernapasan dan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan pernapasan. Diharapkan
agar institusi lebih mengembangkan pendidikan keperawatan gerontik, khususnya gangguan
sistem pernapasan pada lansia serta asuhan keperawatan yang tepat pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/19972848/asuhan_keperawatan_lansia_dengan_gangguan_pernafasan
http://jrpatrickgaskins.blogspot.com/2011/05/makalah-gerontik-asuhan-keperawatan.html
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/10698/6.BAB%20II.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai