Anda di halaman 1dari 30

HUBUNGAN KEPATUHAN DIIT DENGAN LAMA HARI

RAWAT PASIEN DEMAM TIFOID DI RUANG RAWAT INAP


BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD LINGGAJATI
KABUPATEN KUNINGAN

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh :
DEDI SUDIANA
NIM : 214.C.1034

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARDIKA
CIREBON
2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu target pencapaian MDGs adalah mengendalikan

penyakit menular dan penyakit tidak menular serta mengendalikan

lingkungan. Hal ini seiring dengan tujuan pembangunan Indonesia yaitu

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Derajat

kesehatan yang optimal dapat dilihat melalui terciptanya masyarakat,

bangsa dan negara Indonesia yang ditandai penduduknya hidup dalam

lingkungan dan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya di seluruh wilayah

Republik Indonesia (Menkes, 2010).

Di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan masalah utama

bidang kesehatan dimana penyakit pada gangguan saluran cerna

merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari

pertolongan medik (Soedarto, 2012). Walaupun gangguan saluran

pencernaan bukan merupakan penyebab langsung kematian seperti

gangguan kardiovaskuler, namun gangguan pencernaan juga bisa berujung

kematian. Penyakit infeksi ganggun saluran pencernaan yang sering

menyebabkan kematian adalah demam tifoid (Menkes, 2010).


Menurut Nursalam (2005) Demam tifoid (entric fever) adalah

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan

gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan

gangguan kesadaran. Demam tifoid atau Typhus Abdominalis merupakan

suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh

kuman Salmonella Typhi, dengan masa tunas 6-14 hari. Demam tifoid

yang terbesar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan

perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun

lingkungan hidup umumnya baik (Widodo, 2006). Menurut World Health

Organization (WHO) penyakit Typhus Abdominalis merupakan masalah

kesehatan yang penting di berbagai Negara sedang berkembang

(WHO,2006).

Data WHO , 2006 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus

demam tifoid diseluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian

tiap tahun. Dinegara berkembang kasus demam tifoid dilaporkan sebagai

penyakit endemis dimana 95 % merupakan kasus rawat jalan sehingga

insidensi yang sebenarnya adalah 15 25 kali lebih besar dari laporan

rawat inap dari sakit. Di Indonesia diperkirakan insiden demam tifoid

adalah 300-810 kasus per 100.000 penduduk pertahun, dengan angka

kematian 2%. Demam tifoid merupakan salah satu dari penyakit infeksi

terpenting (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak., di Paseh (Jawa

Barat) tahun 2009, insidens rate demam tifoid pada masyarakat di daerah
semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden demam

tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi

lingkungan; di daerah Jawa Barat, terdapat 157 kasus per 100.000

penduduk sedangkan di daerah urban di temukan 760-810 per 100.000

penduduk.

Data yang diperoleh pada saat studi pendahuluan di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Linggajati Kabupaten Kuningan, pada tahun 2012

jumlah, penderita penyakit demam tifoid khususnya pasien rawat inap

sebanyak 66 orang. Pada tahun 2013 jumlah penderita penyakit Demam

tifoid meningkat menjadi 82 orang, dan pada tahun 2014 (Januari-April)

penderita penyakit Demam tifoid berjumlah 44 orang (Profil RSUD

Linggajati, 2014).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan

padat dini, yaitu nasi tim dengan lauk pauk rendah selulosa seperti protein

nabati dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Pada masa

lampau pasien demam tifoid diberi bubur saring, bubur kasar, akhirnya

nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur sering

dimasudkan untuk menghindari komplikasi pendarahan atau porforasi

usus. Pemilihan diit ini diserahkan pada pasien sendiri apakah mau makan

bubur saring, bubur kasar atau nasi dengan lauk pauk (Suntoso dan

Angelia, 2005).

Menurut Utami (2010) diit demam tifoid adalah diit makanan

lunak rendah lemak yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan makan


penderita tifoid dalam bentuk makanan lunak rendah serat. Tujuan utama

diit demam tifoid adalah memenuhi kebutuhan nutrisi penderita demam

tifoid dan mencegah kekambuhan. Penderita penyakit demam tifoid

selama menjalani perawatan haruslah mengikuti menu diit yang dianjurkan

oleh tenaga kesehatan antara lain makan yang cukup cairan, kalori,

vitamin, dan protein, tidak mengandung banyak serat, tidak pedas, tidak

asam dan tidak mengandung banyak gas, makanan lunak diberikan selama

fase istirahat. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan perawat yang

bertugas di ruang Rawat Inap Penyakit dalam RSUD Linggajati Kuningan

dikemukakan bahwa masa perawatan penderita tifoid bervariasi antara 3

sampai 18 hari. Diit yang biasa diberikan di Rumah Sakit berupa makanan

lunak seperti bubur nasi dan makanan yang serba di rebus. Oleh karena itu,

peneliti ingin mengetahui Hubungan Kepatuhan Diit Dengan Lama Hari

Rawat Pada Pasien Demam Tifoid di Ruang Rawat Inap Penyakit dalam

RSUD Linggajati Kuningan Tahun 2015".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

peneliti ini ialah Bagaimana Hubungan Kepatuhan Diit Dengan Lama

Hari Rawat Pasien Tifoid di Ruang Rawat Inap Bagian Penyakit dalam

RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan Tahun 2015 ?"

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui hubungan kepatuhan diit dengan lama hari

rawat pasien demam tifoid di Ruang Rawat Inap Bagian Penyakit

Dalam RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan Tahun 2015.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kepatuhan diit pasien demam tifoid di Ruang

Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSUD Linggajati Kabupaten

Kuningan Tahun 2015.

b. Mengidentifikasi lama hari rawat pasien demam tifoid di Ruang

Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSUD Linggajati Kabupaten

Kuningan Tahun 2015.

c. Mengidentifikasi hubungan kepatuhan diit dengan lama hari rawat

pasien demam tifoid di Ruang Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam

RSUD Linggajati Kabupaten Kuningan Tahun 2015.

D. Urgensi Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

sarana pelayanan kesehatan dan instansi terkait dalam memberikan

pelayanan kesehatan khususnya diit yang berhubungan dengan lama hari

rawat pasien demam tifoid.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Tifoid

1. Definisi

Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus dengan

gejala demam satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan

pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran, disebabkan oleh

Salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada manusia (Rampengan,

2007).

Demam Tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang

disebabkan oleh kuman salmonella typhosa (Nugroho, 2011). Demam

Tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan

oleh Salmonella typhi dan salmonella paratyphi A, B, dan C

(Widoyono, 2008).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa demam

tifoid adalah infeksi akut yang menyerang pada saluran pencernaan

yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi, yaitu sejenis bakteri

gram negatif yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan

terkadang disertai dengan gangguan kesadaran pada klien.

2. Etiologi

Demam Tifoid disebabkan oleh kuman salmonella typhosa, basil

gram negatif, tidak berkapsul yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora. Terdapat 3 bioserotipe Salmonella typhosa, yaitu paratyphi

A, paratyphi B, dan paratyphi C. Kuman ini mempunyai tiga antigen

yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu Antigen O

(somatik), Antigen H (flagela), dan Antigen V1 (kapsul) (Ngastiyah,

2005).

3. Gejala

Masa tunas 10 sampai 20 hari, selama masa inkubasi ditemukan

gejala prodromal yaitu, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat nafsu makan berkurang, menyusul

gambaran klinik yang biasa ditemukan :

a. Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris reminten dan

suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, dan malam hari. Minggu ke 2

pasien terus dalam keadaan demam pada minggu ke tiga, suhu

berangsur-angsur turun dan normal kembali akhir minggu ke tiga

(Rampengan, 2007).

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada nafas berbau tidak sedap bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor. Pada abdomen

ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa


membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi

tetapi juga dapat diare, atau normal (Rampengan, 2007).

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak

berada dalam apatis atau somnolen, jarang terjadi sopor, koma,

atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dan dapat

ditemukan rosella : yaitu bintik - bintik kemerahan karena emboli

basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu

pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan

epistaksis pada anak besar (Rampengan, 2007).

d. Relaps (kambuh)

Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam

organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun

oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan

tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan kuman Salmonela

typhi masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air

yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam larnbung,

sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid

plaque peyeri di illeum terminalis yang mengalami hipertrofi di

tempat ini. Komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat

terjadi, kuman Salmonella typhi masuk aliran darah melalui ductus

thoracicus.
Kuman kuman Salmonella typhi lain mencapai di plaque

peyeri, limpa, hati dan bagian bagian lain sistem

retikuloendotelial, semula disangka demam dan gejala gejala

toksernia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksernia, tapi

kemudian berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan

bahwa endotoksin Salmonella typhi berperan pada patogenesis

demam tifoid karena membantu proses terjadinya implamasi lokal

pada jaringan tempat Salmonella typhi berkembang biak. Demam

pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya

merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada

jaringan yang meradang (Sylvia, 2012)

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tifoid menurut Ngastiyah, 2005 sampai saat ini

masih menganut trilogi , yaitu :

a. Istirahat dan perawatan profesional.

Perawatan ini bertujuan mencegah komplikasi dan

mempercepat proses penyembuhan minimal 7 hari bebas demam.

Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan kondisi kekuatan

pasien.

b. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Makanan tidak boleh yang mengandung serat dan tidak


merangsang dan menimbulkan gas. Bila kesadaran menurun,

diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Pada penderita

yang akut, dapat diberi bubur saring.

c. Pemberian Obat-obatan.

Untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman,

antibiotik yang dapat digunakan (Brunner& Sudat, 2002).

1) Klorampenikol

Klorampenikol adalah antibiotik yang dipilih dalam

pengobatan demam tifoid. Efeknya mengurangi lama rawat dari

penyakit dan menekan angka kematian. Dosis yang dianjurkan

50 sampai 100 mg / kgBB /hari, selama 10 sampai 14 hari

(Stewart, 2005).

2) Kotrimoksazol

Kelebihan kotrimoksazol antara lain dapat digunakan untuk

kasus yang resisten terhadap klorampenikol, penyerapan di

usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya kekambuhan

pengobatan lebih kecil dibandingkan klorampenikol.

Kelemahannya adalah dapat terjadi skin rash ( 1 sampai 15% ).

B. Kepatuhan

1. Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap

intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang
ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji

pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007).

Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari

perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati

peraturan (Green dalam Notoatmodjo, 2003). Kepatuhan adalah

tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan perilaku yang

disarankan (Smet, 1994). Kepatuhan ini dibedakan menjadi dua yaitu

kepatuhan penuh (total compliance) dimana penderita patuh secara

sungguh-sungguh terhadap diet, dan penderita yang tidak patuh (non

compliance) dimana penderita tidak melakukan diet.

2. Faktor faktor yang mendukung kepatuhan

Menurut Feuer Stein ada beberapa faktor yang mendukung sikap

patuh, diantaranya (Faktul, 2009) :

a. Pendidikan

usaha manusia meningkatkan kepribadian atau proses

perubahan perilaku menuju kedewasaan dan penyempurnaan

kehidupan manusia dengan jalan membina dan mengembangkan

potensi kepribadiannya, yang berupa rohni (cipta, rasa, karsa) dan

jasmani.

b. Akomodasi

Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri

kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan.


c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial.

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman

teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk untuk

membantu memahami kepatuhan terhadap program pengobatan.

d. Perubahan model terapi. Program pengobatan dapat dibuat

sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan

program tersebut.

e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.

f. Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik pada

pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.

3. Faktor-faktor Kepatuhan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya :

a. Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun mematuhi instruksi jika dirinya salah

paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Kadang kadang

hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesalahan dalam

memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis

dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat.

b. Tingkat pendidikan.

Dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa

pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang


diperoleh secara mandiri, (Gunarso (1990 dalam Suparyanto,

2010)).

c. Kesakitan dan pengobatan.

Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis

(karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko

yang jelas).

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian.

Kepribadian antara orang yang patuh dengan orang yang

gagal berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang

mengalami depresi, ansietas, sangat memperhatikan kesehatannya,

memiliki kekuatan ego yang lebih lemah dan memiliki kehidupan

sosial yang lebih, memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri.

Kekuatan ego yang lebih ditandai dengan kurangnya penguasaan

terhadap lingkunganya.

e. Dukungan Keluarga

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan

mengenai perawatan anggota keluarga yang sakit. Derajat dimana

seseorang terisolasi dari pendampingan orang lain, isolasi sosial,

secara negatif berhubungan dengan kepatuhan.

f. Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk

memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya

seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja namun biasanya


ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai

semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu

tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi

ketidakpatuhan.

g. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari

anggota keluarga teman, waktu, dan uang merupakan faktor

penting dalam.

4. Kepatuhan Diit Tifoid

Kepatuhan diet merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku

pasien tifoid yang tidak mentaati peraturan ke perilaku pasien tifoid

yang mentaati peraturan. Kepatuhan diit sangat penting untuk proses

penyembuhan pasien diit karena pasien membutuhkan nutrisi dengan

tekstur lembut serta mengandung tinggi kalori dan tinggi protein.

Perilaku pasien yang tidak patuh dapat mengakibatkan kondisi

yang memburuk sehingga memerlukan perawatan lebih lanjut. Diit

pada pasien demam tifoid berupa bubur dan akhirnya nasi sesuai

dengan tingkat kesembuhan pasien. Kadang kala pasien tidak patuh

terhadap diit yang diberikan karena tidak menyukai bubur tidak sesuai

dengan selera mereka yang akan mempengaruhi keadaan umum dan


status gizi pasien yang mana dapat berakibat masa perawatan menjadi

lama.

C. Tinjauan Tentang Lama Hari Rawat

1. Definisi

Lama Hari Rawat = LOS (Length of Stay) adalah menunjukkan

berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu periode

perawatan. Satuan untuk lama rawat adalah hari, sedangkan cara

menghitung lama rawat adalah dengan menghitung selisish antara

tanggal pulang (keluar dari rumah sakit, baik hidup ataupun meninggal)

dengan tanggal masuk rumah sakit. Umumnya data tersebut tercantum

dalam formulir ringkasan masuk dan keluar di Rekam Medik.

Untuk menentukan apakah penurunan lama hari rawat itu

meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat, dibutuhkan

pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas penyakit

dan hasil dari perawatan (Indradi, 2007).

2. Faktor-faktor

Beberapa faktor baik yang berhubungan dengan lamanya rawat inap

pasien tifoid (Dinarto, Murjinah,2002) :

a. Keadaan klinis pasien,

Pemecahan protein yang mengakibatkan respon terhadap

terapi menjadi menurun


Daya tahan tubuh juga menurun

Sistem imunoglobulin dan seluler berespon lambat terhadap

antigen yang masuk menyebabkan pasien beresiko terkena

penyakit Lain

b. Tindakan medis,

c. Pengelolaan pasien di ruangan maupun

d. Masalah adminstrasi rumah sakit

3. Kecukupan nutrisi pada pasien tifoid

Kecukupan energi dan protein akan mempengaruhi status gizi

pasien yang kemudian akan berpengaruh pada lama masa rawat di RS,

pemberian diit yang tepat pada penderita demam thypoid diharapkan

dapat membantu mempercepat proses penyembuhan (Sudoyo, Aru W,

2006).

Nutrisi sebagai dasar pokok penyembuhan hal ini dapat dilihat

dengan adanya kaitan antara nutrisi dalam proses penyembuhan dan

lama hari rawat dapat dilukiskan pada skema dibawah ini:


Bagan : Skema Nutrisi (Hardjodisastro , 2006)

Dari bagan tersebut dapat diidentifikasi bahwa cakupan nutrisi jauh

lebih luas dibandingkan dengan terapi farmakologis atau terapi dengan

obat yang hanya terbatas pada proses defenisi dan imunitas, sebagian

dalam proses enzimatik, tetapi terapi farmakologis hanya efektif bila

nutrisi tercukupi, karena proses defense dan enzimatik sangat

tergantung pada asupan (intake) (Hartono, 2000). Hal yang sangat

menentukan pemulihan pasien tifoid adalah :

1) Status Nutrisi

Status nutrisi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok

yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik, energi dan zat-zat gizi

lainnya yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak

fisiknya diukur secara antropometri (Hardjodisastro, 2006)

Nutrisi mempunyai peranan yang cukup besar dalam proses

penyembuhan pasien termasuk pasien yang menderita demam tifoid

dimana bahwa cakupan nutrisi jauh lebih luas dibandingkan dengan


terapi farmakologis atau terapi dengan obat yang hanya terbatas

pada proses defenisi dan imunitas dengan ini masa perawatan

menjadi singkat, sebagian dalam proses enzimatik, lagi pula terapi

farmakologis hanya efektif bila nutrisi tercukupi, karena proses

defense dan enzimatik sangat tergantung pacia asupan (intake)

(Hartono, 2000).

2) Istirahat

Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas

demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring

adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau

erforasi usus (Hardjodisastro dkk, 2006). Pasien demam tifoid perlu

dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan.

Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan

pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun,

posisi tubuhnya harus di ubah-ubah pada waktu-waktu tertentu

untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus

(Patricia, 2005).

Kerangka Konsep
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan "cross

sectional study dimana waktu pengukuran variabel independen dan

variabel dependen hanya satu kali yang dinilai secara stimultan pada

waktu yang sama (Nursalam, 2003).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1) Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien tifoid yang

dirawat di Ruang Rawat Inap Bagian Penyakit Dalam RSUD

Linggajati Kuningan pada Juli 2015, dimana rata rata pasien Demam

tifoid yang dirawat tiap bulannya sekitar 40 orang.

2) Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

acidental sampling teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan

peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang

kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2004).

Dalam teknik ini penentuan jumlah sampel tidak ditetapkan lebih

dahulu. Berdasarkan teori tersebut maka sampel dalam penelitian ini


adalah seluruh pasien Demam tifoid yang dirawat di Ruang Penyakit

Dalam RSUD Linggajati Kuningan pada Bulan Juli 2015.

C. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dengan

menggunakan daftar observasi dalam bentuk check list berupa daftar

pengamatan terhadap lama hari rawat, kepatuhan pasien dalam

menjalankan program diit yang diberikan, status nutrisi, dan istirahat

pasien

D. Prosedur Pengumpulan Data

1) Mengurus kelengkapan surat pengantar dari institusi STIKES

Mahardika yang ditujukan ke RSUD Linggajati Kuningan untuk

melaksanakan penelitian.

2) Setelah mendapat persetujuan, peneliti mengambil data awal.

3) Penjelasan inform consent, tentang penelitian dan tujuannya bagi

mereka yang setuju diminta menandatangani infomed consent atau

surat pernyataan persetujuan yang telah disiapkan oleh peneliti.

4) Kepada responden dibuatkan lembar untuk kemudian dianalisis.

E. Rancangan Analisa Data

1. Pengolahan Data

a) Editing
Setelah lembar check list diisi, kemudian dikumpulkan

dalam bentuk data, data tersebut dilakukan pengecekan dan

memeriksa kelengkapan data, kesinambungan, dan memeriksa

keseragaman data.

b) Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, semua data atau

jawaban disederhanakan dengan memberikan simbol simbol

tertentu untuk setiap jawaban.

c) Tabulasi

Data dikelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat

sifat yang dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik.

d) Pembersihan data

Data yang telah di entry, diperiksa kembali untuk

memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan baik waktu

pengkodean maupun membaca kode.

2. Analisa Data

a) Analisa Univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Analisis data dilakukan dengan mentabulasi data,

kemudian di susun dalam table distribusi frekuensi sesuai variabel

yang diteliti dan dihitung presentasinya dengan rumus:

f
p x 100%
N
Keterangan :

P = Presentasi (%)

F = Frequensi

n = Jumlah responden (Arikunto, 2002)

b) Analisis bivariat

dilakukan untuk melihat hubungan tiap-tiap variabel bebas

dan variabel terikat. Data yang diperoleh melalui kuesioner

selanjutnya dilakukan uji chi-square untuk menghubungkan kedua

variabel.

Keterangan :

= nilai Chi-square

fo = frequensi yang di observasi (frequensiempiris )

fe = frequensi yang di harapakan ( frequensiteoritis )


BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

A. Biaya

Kebutuhan anggaran penelitian ini didanai oleh institusi Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Mahardika Cirebon melalui lembaga Penelitian dan

Pengabdian masyarakat. Rincian anggaran penelitian dijabarkan dalam

table

No Kegiatan Rincian Jumlah

1 Honor penelitian 30% 1 Rp. 1.500.000,-

2 Lembaga penelitian 5% 1 Rp. 250.000,-

3 Operasionak Kegiatan

Perjanjian 1 x Rp. 500.000,- Rp. 500.000,-

Transportasi 10 x Rp. 50.000,- Rp. 500.000,-

Pengumpulan Data 8 x Rp 150.000,- Rp. 1.200.000,-

Sosialisasi hasil 1 x 1.050.000,- Rp. 1.050.000,-

penelitian di Yayasan

Rp. 5.000.000,-

B. Jadwal Penelitian

Terlampir
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Sunddart.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC: Jakarta.

Depkes RI, 2010. Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Dinarto, Murjinah. 2002. Gizi Medik Indonesia . Jakarta : Tim Nutrisi.

Hardjodisastro dkk, 2006, Dukungan Nutrisi Pada Kasus Penyakit Dalam., WC:
Jakarta. Hal-3.

Hariyanti, 2005. Tingkat kecukupan energi dan protein dengan lama rawat
http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 5 Mei 2015

Hartono, A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit, EGC: Jakarta. Hal-1.

Indradi, Rano, 2007, Antara Lama Rawat dan Hari Perawatan,


www.ranocenter.net.

Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kemenkes RI

Nirawati.R.W.2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Diit dengan


Kepatuhan Diit Penderita Demam Tifoid di Klinik 24 Jam Mardi Mulya
Semarang. http://digilib.unimus.ac.id/. Diakses tanggal 5 Mei 2015

Ngastiyah. 2005.Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta

Notoatmodjo, S, 2003, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

Nuqul, Fathul Lubaibin. 2009. Perbedaan intensitas kepatuhan terhadap aturan


ditinjau dari tipe kepribadian introvert-ekstroverrt, jenis kelamin dan tahun
angkatan. Malang : Laporan Penelitian.

Nursalam.2003.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Salemba Medika:
Jakarta.

Nursalam dkk.2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, , Salemba Medika.


Jakarta

Nugroho, Susilo.2011. Pengobatan Demam Tifoid. Nuha Medika. Yogyakarta


Patricia, A. P, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan
Praktek, Vol 2, EGC: Jakarta

RSUD Linggajati. 2014. Profil RSUD Linggajati

Santoso.M&Angelia Angelia.2005. Pola pengobatan pada pasien demam tifoid di


RSUD koja periode juni 2001-2005

Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan


Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran

Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC

Soedarto, 2002, Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia, Widya Medika: Jakarta.

Stanley et al. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed 2. EGC. Jakarta.

Stewart and J. G. Collee. The Journal of Pathology and Bacteriology.

Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Sugiono. 2004, Statistika Untuk Penelitian. Cetakan VI, Alfabeta: Bandung.

Suparyanto.2010. Artikel: Rancangan Penelitian Ilmiah. diakses 28 Juni 2015

Sylvia.A.P, 2002, Patofisiologi, Ed 4. Penerbit Buku Kedokteran, EGC: Jakarta.

Rampengan, T.H.2007. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.EGC. Jakarta

Utami, 2010. Diet bagi penderita demam typhoid. http:/creasoft. Wordpress.Com.


Diakses tanggal tanggal 5 Mei 2015

Widodo 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi iv. EGC. Jakarta

Widoyono. 2008. Penyakit Tropik, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta

WHO. 2006. Thypoid Fever. http://www.WHO.int. diakses tanggal 8 Mei 2015

Yusran Haska, dkk.2012. Faktor yang Berhubungan Dengan lama Hari Rawat
Pasien Demam Tifoid di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep.
http://library.stikesnh.ac.id. diakses tanggal 5 Mei 2015.
Jadwal Kegiatan

BULAN
KEGIATAN April Mei Juni Juli Agustus September Oktober LOKASI
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsul Judul Skripsi
2 Pengajuan Outline
3 Konsul BAB I
4 Revisi BAB I dan
Konsul BAB II, III, STIKes
IV Mahardika
5 Revisi BAB I IV
6 Acc BAB I IV
7 Seminar Proposal
8 Revisi BAB IV
9 Persiapan penelitian RSUD
10 Penelitian Linggajati
Kuningan
11 Revisi BAB V VI
12 Acc Sidang
STIKes
Penelitian (Skripsi)
13 Sidang Penelitian Mahardika
(Skripsi)
14 Penutup

Lampiran 1 (jadwal kegiatan)


Lembar observasi

NAMA LAMA HARI RAWAT


NO BB (kg) TB (cm) KOMPLIKASI PENGOBATAN
RESPONDEN >7 8 9 10 11 12 13 14 >14 HARI KE

Lampiran 2 (lembar observasi)


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : DEDI SUDIANA

TTL : Garawangi,08 Mei 1986

Agama : Ilam

Suku : Sunda

Alamat Rumah : Desa Taraju RT.14 RW.03 Dusun Wage Kec.Sindang

Agung Kab.Kuningan Jawa Barat

No.HP : 087724138208

Alamat email : dedisudiana1986@gmail.com

Motto Hidup : Belajar ikhlas dan pantang mennyerah

Anak ke : 5 dari 5 bersaudara

Riwayat Pendidikan :

Institusi Tempat Tahun Lulus


SDN 1 Taraju Desa Taraju 1999
SMPN 4 Kuningan Kuningan 2002
SMAN 1 Kuningan Kuningan 2005
AKPER
Cirebon 2009
MUHAMMADIYAH
STIKES MAHRADIKA Cirebon 2015

Anda mungkin juga menyukai