Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI MOBILISASI DINI PADA PASIEN POST LAPARATOMI

DI ICU-CCU RSUP DR KARIYADI SEMARANG

Persiapan Praktek Ruang : ICU-CCU


Tanggal Praktek : 17 Juni 2019- 29 Juni 2019
Nama Mahasiswa : Puji Pangesti Rahayu
NIM : G2A014046
Nama Pembimbing : Faizal, S.Kep, Ns.
Tanda Tangan Pembimbing :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 1997). Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang
mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien
post laparatomi adalah nyeri akut dan disfungsi motilitas gastrointestinal.
Disfunsi motilias gastrointestinal adalah peningkatan, penurunan,
ketidakefektifan atau kurang aktifitas peristaltic di dalam gastrointestinal.
Terapi komplementer yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian mobilisasi
dini. Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Pergerakan dini dapat ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi
otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga menstimulasi gerakan
peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar laparotomi
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan post
laparotomi
3. Untuk mengetahui hasil aplikasi mobilisasi dini pada pasien post
laparotomi
BAB II
KONSEP TEORI

I. KONSEP PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik
sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan
tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi
adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan
operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,
radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
B. TUJUAN
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk
mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila
diindikasikan.
C. INDIKASI
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis
yaitu:
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya
lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi
total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat
pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus),
Volvulus (usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri
dengan demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang
lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang
ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,
2008):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah
terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas,
hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain:
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen
dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy.
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan
sianosis. Anak yang lebih besardengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada.
Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dindingdada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensinafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas
melemah, dan ronkhi (Mansjoer, 2000).
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
parumeradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, dan40 kali permenit atau lebih pada anak
usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Padaanak dibawah usia 2 bulan,
tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia beratditandai dengan
adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak
ataupenarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2
bulan sampaikurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan
gejala batuk, kesukaran bernapasdisertai gejala sianosis sentral dan tidak
dapat minum.
3. Menurut Muttaqin (2008), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapiselanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulenkekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering
kali berbau busuk.Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan
nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas dan nyeri kepala.
H. KOMPLIKASI YANG MUNCUL
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi
dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus
aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Mansjoer, 2012).
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut
2. Disfungsi motilitas usus
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Risiko infeksi
5. Hambatan mobilitas fisik
III. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Pain Management
Indikator: Aktivitas:
a. Mengenal faktor penyebab a. Menkaji tingkat nyeri,meliputi:
b. Mengenal reaksi serangan lokasi, karakteristik, dan onset,
nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
c. Mengenali gejala nyeri intensitas/ beratnya nyeri,
d. Melaporkan nyeri terkontrol faktor-faktor presipitasi
b. Mengontrol faktor-faktor
Tingkat Nyeri lingkungan yang dapat
Indikator mempengaruhi respon pasien
a. Frekuensi nyeri terhadap ketidaknyamanan
b. Ekspresi akibat nyeri c. Memberikan informasi tentang
nyeri
d. Mengajarkan teknik relaksasi
e. Meningkatkan tidur/ istirahat
yang cukup
f. Menurunkan dan hilangkan
faktor yang dapat meningkatkan
nyeri
g. Melakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri

Analgetic Administration
Aktivitas:
a. Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
b. Memonitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik
c. Memberikan analgetik yang
tepat sesuai dengan resep
d. Mencatat reaksi analgetik dan
efek buruk yang ditimbulkan
e. Mengecek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi
2. Kerusakan Penyembuhan luka: Primer Perawatan luka
integritas Indikator: Aktivitas :
jaringan a. Purulent a. Buka balutan
b. Pembentuka bekas luka b. Monitor karakteristik luka
c. Bau busuk termasuk drainase, warna, dan
d. Kemerahan sekitar luka bau
c. Bersihkan luka dengan normal
saline
d. Berikan perawatan di tempat
insisi
e. Berikan balutan sesuai tipe luka
f. Pertahankan teknik steril selama
perawatan luka
g. Secara regular bandingkan dan
catat adanya perubahan pada
luka
h. Reposisi pasien minimal 2 jam
sekali, jika perlu
i. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang sesuai
j. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda gejala infeksi
3. Risiko Kontrol resiko Kontrol infeksi
infeksi Kriteria hasil: Aktivitas:
a. Klien bebas dari tanda- a. Mencuci tangan sebelum dan
tanda infeksi sesudah memberi perawatan dan
b. Klien mampu menjelaskan pengobatan
tanda dan gejala infeksi b. Menggunakan sarung tangan
c. Klien menunjukkan saat melakukan perawatan
kemampuan untuk c. Membatasi pengunjung bila
mencegah timbulnya perlu
infeksi. d. Mendorong klien untuk
meningkatkan intake nutrisi,
cairan dan istirahat
e. Menekankan memperbanyak
intake protein untuk
pembentukan sistem imun
f. Mengkaji suhu klien, dan
melaporkan jika suhu lebih dari
38° C
g. Mengkaji warna kulit, tekstur
dan turgor
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny J
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa//Indonesia
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kaliwungu, Kendal
Ditanggung oleh : Suami

I. PENGKAJIAN KONDISI/KESAN UMUM


Saat dilakukan pengkajian klien kesadaran composmentis keadaan umum lemah.

II. PENGKAJIAN KESADARAN


Saat dilakukan pengkajian kesadarannya composmentis GCS =.E 4 M 6 V 5

III. PENGKAJIAN PRIMER


A. Airway (jalan napas) dengan kontra servikal
Tidak terdapat sumbatan jalan napas baik parsial maupun total dan tidak ada
kemungkinan fraktur cervical.

B. Breathing dan Ventilasi


Frekuensi napas 22 x/mnt, pergerakan dinding dada simetris dan tidak ada
bunyi napas tambahan.
C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Nadi 104 x/mnt, kulit klien terlihat pucat dan tidak ada perdarahan eksternal
serta tidak ada tanda-tanda jejas/trauma

D. Disability
Tingkat kesadaran klien : Composmentis
GCS : Eye :4
Motorik :6
Verbal :5
Total GCS : 15
Sensorik  Pupil : isokor +/+
Keadaan ekstremitas : kemampuan motorik klien mengalami
Lemah
Refleks : normal
Adanya koordinasi gerak dan tidak ada kejang.

IV. PENGKAJIAN SEKUNDER


A. Riwayat Penyakit
Klien kiriman dari RS I dengan post op laparotomy perforasi gaster 1 minggu
yang lalu dengan kesadaran somnolen .
1. Provoled : klien mengalami nyeri abdomen karena post op laparatomy
2. Quality : nyeri yang dirasakan klien pada abdomen
3. Radian : klien merasakan nyeri pada daerah abdomen
4. Severity : nyeri klien dikategorikan nyeri sedang (skala 4)
Keterangan: 0 : Tidak nyeri
1 sampai 3 : Nyeri ringan
4 sampai 6 : Nyeri sedang
7 sampai 10 ; Nyeri berat
5. Time : nyeri timbul pada saat klien bergerak

B. Tanda-tanda Vital dengan Mengukur


1. TD : 100/63 mmhg
2. Nadi : 104 x/mnt
3. Pernafasan : 22 x/mnt
4. Suhu : 370C
5. Saturasi : 100%

C. Pengkajian Head To Toe (Kepala sampai Kaki)


1. Pengkajian Kepala, Leher dan Wajah
a. Periksa rambut dan kulit kepala, wajah
Rambut klien berwarna hitam, lurus, tidak ada luka dan tidak
perubahan pada tulang kepala, tidak ada perdarahan serta benda
asing.
b. Periksa mata, telinga, hidung, mulut, bibir
Pada ke 2 mata klien tidak ada kotoran dan tidak ada perdarahan di
telinga dan hidung klien tidak ada perdarahan, tidak ada kelainan
bentuk. Di hidung klien terpasang selang NGT, bibir klien kering.
c. Periksa leher
Tidak ada distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan
menelan.
2. Pengkajian Dada
Bentuk dada dan pergerakan dinding dada simetris, tidak ada penggunaan
otot bantu nafas, tidak ada tanda-tanda injuri atau cedera: petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi.

3. Abdomen dan Pelvis


Pada abdomen klien terpasang drain bekas operasi laparatomy, tidak
adanya distensi abdomen, laserasi, abrasi maupun jejas. Klien merasa
nyeri pada abdomennya, terdapat luka jahitan post op.
P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian yang dioperasi
S : Nyeri klien dikategorikan nyeri sedang (skala 4)
Keterangan : 0 = Tidak nyeri
1 sampai 3 = Nyeri ringan
4 sampe 6 = Nyeri sedang
7 sampe 10= Nyeri berat
T : Nyeri timbul pada saat klien bergerak.
4. Ekstremitas
Tidak ada keterbatasan pergerakan, warna kulit sawo matang, terpasang
infuse Nacl 0,9% 103tt/jam
Fasorbid 2Mg /jam/syring pump
Vascon 0,05 Micro/jam /syring pump

5. Tulang Belakang
Tidak ada kelainan pada tulang belakang, tidak ada perdarahan, lecet
maupun luka.

6. Psikososial
Klien gelisah merasakan nyeri pada abdomennya

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Hasil pemeriksaan pada tanggal 20-06-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 9,9 11.0 – 15.0 g/dl
Lekosit 9,2 4.0 – 10.5 ribu /ul
Eritrosit 3,92 4.50 – 6.00 juta/ul
Hematokrit 31,7 40 – 50 vol%
Trombosit 576 150 – 350 ribu/ul
RDW-CV 19,8 11.5 – 14.7 %

MCV, MCH, MCHC


MCV 85,6 80.0 – 97.0 fl
MCH 27,8 27.0 – 32.0 pg
MCHC 32,5 32.0 – 38.0 %
2. Rontgen
Pada tanggal 19-06-2019 MSCT Scanning Abdomen dengan contras
yaitu:
a. Massa kistik loculated-bersepta denga nada bagian solid pada cavum
abdominal pelvic berukuran ± AP 25 cm x LL 29,2 cm x CC 36,54
cm  mendukung gambaran neoplasma ovari kistik
b. Multiple limfadenopati pada regio inguinal kanan-kiri (ukuran
terbesar ± 2,23 cm x 1,43 cm)
c. Asites minimal perihepatic dan paracolica kiri
d. Spondylosis lumbalis
e. Efusi pleura kanan disertai kolaps paru segmen 7,8,9,10 kanan

3. Pengobatan
Pada tanggal 22-06-2019
- Infus RL
- Infus Nacl 0,9%
- Vascon 0,05 Micro /jam/syringe pump
- Fasorbid 2 mg/jam/syringe pump
- Morfin 0,5 mg/ j
- Ranitidin 50 mg/j
- Cefotaxim 1 g/j
- Asam tranexamat 500 mg/j
- Vit K 1 gr/j
- Ca gluconate 1 gr/j
V. ANALISA DATA
No Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah
1 DS: -Klien mengatakan nyeri pada Pembedahan Disfungsi
perut motilitas
- Klien mengatakan belum kentut gastrointestinal
setelah operasi
DO: - Bising usus 2x/menit
- TTV : TD : 100/63
mmhg, Nadi: 104 x/mnt,
Pernafasan: 22 x/mnt, Suhu:
370C, Saturasi O2: 100%

2 DS: - Klien mengalami nyeri perut Agen pencedera Nyeri (akut)


setelah operasi fisik
- Q : Nyeri yang dirasakan klien
seperti tertusuk-tusuk
- R : Klien merasakan nyeri pada
daerah perut bagian yang
dioperasi
- S : Nyeri klien dikategorikan
nyeri sedang (skala 4)
DO: - Klien tampak meringis kesakitan
- Gelisah
- TTV : TD : 100/63
mmhg, Nadi: 104 x/mnt,
Pernafasan: 22 x/mnt, Suhu:
370C, Saturasi O2: 100%

VI. INTERVENSI KEPERAWATAN


No Hari/Tgl/ Dx.
Tujuan Intervensi Keperawatan
Jam Kep.
1 Sabtu, 22 Setelah dilakukan tindakan Managemen saluran cerna
Juni 2019 keperawatan selama 3x24 jam - Monitor BAB
diharapkan ketidakefektifan termasuk frekuensi,
aktifitas peristaltic dapat diatasi konsistensi, bentuk,
dengan kriteria hasil: volume, dan warna
Gastrointestinal function - Monitor bising usus
Indikator Skala Skala - Lapor peningkatan
Awal Target frekuensi dan atau
Frekuensi 2 4 bising usus bernada
BAB tinggi
Bising usus 2 3 - Lapor berkurangnya
Nyeri perut 3 4 bising usus
Nafsu makan 2 3
-
Monitor adanya tanda
dan gejala diare,
konstipasi dan impaksi
- Lakukan mobilasasi
dini untuk membantu
peristaltic usus
kembali normal
2. Sabtu, 22 Setelah dilakukan tindakan Pain managemen
Juni 2019 keperawatan selama 3x24 jam - Kaji skala nyeri pasien
diharapkan nyeri klien berkurang - Lakukan tehnik
dengan kriteria hasil: relaksasi nyeri
Pain Level - Berikan support
Indikator Skala Skala - Berikan penkes
Awal Target - Berikan analgetik
Nyeri yang 2 4 sesuai prosedur
dilaporkan
Panjang 2 3
episode nyeri
Ekspresi nyeri 3 4
wajah

VII. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Dx. Kep.
No Hari/Tgl/Jam Tindakan Evaluasi
1 Sabtu, 22 Juni 1) Memantau tanda-tanda S: -
2019 vital dan catat
2) Mengukur haluaran O: - Klien tampak berbaring di
dan masukan tempat tidur dan terlihat
3) Memberikan cairan lemah
pengganti - TTV :
4) Menganti cairan infuse TD : 101/60 mmhg
5) Monitor BAB N : 99 x/mnt
6) Askultasi bising usus RR : 20 x/mnt
7) Pemberian intervensi S : 36,30C
mobilisasi dini - Klien belum BAB
- Bising usus: 3 kali/menit
- Pembuangan drainase  150
cc/24 jam
- Inf RL + KCL 50 Meq
- Inf jalur 2 Nacl 0,9 % Total
1500-2000 /24 jam

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Monitor BAB
- Askultasi bising usus
- Pemberian intervensi
mobilisasi dini

2 Sabtu, 22 Juni 1) Mengkaji pola istirahat S: Klien mengatakan sakit apabila


2019 2) Melakukan tehnik dia bergerak
relaksasi nyeri
3) Mensupport pasien O: - Klien terlihat gelisah
4) Memberikan analgetik - Klien terlihat meringis
sesuai prosedur - Skala nyeri 4 (nyeri sedang)
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1 : nyeri ringan
2 : nyeri sedang
3 : nyeri berat
4 : nyeri sangat berat
5 : nyeri berat sekali
(Syok neurogenik)

A: Masalah belum teratasi

P: Intervensi dilanjutkan
- Mengkaji pola istirahat
- Melakukan tehnik relaksasi
nyeri
- Mensupport pasien
- Memberikan analgetik
sesuai prosedur
BAB IV
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. IDENTITAS KLIEN
 Nama : Ny J
 Umur : 45 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan

 Agama : Islam

 Suku/Bangsa : Jawa//Indonesia

 Bahasa : Indonesia
: SD
 Pendidikan
: Ibu Rumah Tangga
 Pekerjaan
: Kaliwungu, Kendal
 Alamat
: Suami
 Ditanggung oleh

B. DATA FOKUS PASIEN


No Data Subjektif & Objektif
1 DS:  Klien mengatakan nyeri pada perut
 Klien mengatakan belum kentut setelah operasi
DO:  Bising usus 2x/menit
 TTV : TD: 100/63 mmhg, Nadi: 104 x/mnt,
Pernafasan: 22 x/mnt, Suhu: 370C, Saturasi O2:
100%

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan
D. EVIDANCE BASED NURSING YANG DITERAPKAN
Mobilisasi dini dengan judul jurnal “Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap
Waktu Pemulihan Peristaltik Usus Pada Pasien Pasca Operasi Abdomen Di Ruang
ICU BPRSUD Labuang Baji Makasar”

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI

Pembedahan Abdomen

Prosedur pembedahan &  Anestesi/


Tindakan pembiusan pembiusan
 Immobilisasi
 Masukan oral
 Nyeri perut Peristaltic usus yang dikurangi
 Bising usus < abdnormal
6x/menit
 Tidak flatus
Disfungsi motilitas
Ileus paralitik
gastrointestinal

Mobilisasi dini
v

↑Tonus saluran
Stimulasi kontraksi
gastrointestinal
otot2 dinding abdomen
v
& otot polos usus

Stimulasi gerakan
perislaltik usus
F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDANCE BASED
NURSING
Pencernaan atau digesti merupakan perombakan partikel besar dari makanan
tak larut menjadi partikel larut oleh kerja enzim. Sebelum diabsorbsi makanan ini
berlangsung di dalam saluran pencernaan. Sistem pencernaan pada manusia
meliputi sistem saluran yang menerima makanan, menyerap sari makanan, hingga
mengeluarkan sisa-sisa dari proses pencernaan tersebut (Darwis, 2012).
Sistem pencernaan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses penghancuran
makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses
penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian proses
pengeluaran sisa-sisa makanan melalui anus. Proses pencernaan pada manusia
dibedakan menjadi 2 yaitu: pencernaan mekanik dan pencernaan kimiawi. Alat
pencernaan pada manusia terdiri dari: mulut – kerongkongan – lambung – hati –
kelenjar pankreas – usus halus – usus besar – anus (Aryulia,2007) dalam
(Handayana, 2011).
Pembedahan abdomen (laparotomi) akan mencederai jaringan yang dapat
menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan akan mempengaruhi organ tubuh
lainnya. Hal ini disebabkan oleh prosedur pemberdahan seperti anestesi/
pembiusan yang dapat menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot usus,
immobilisasi, dan masukan oral yang dikurangi dapat mempengaruhi fungsi usus.
Setelah laparatomi terjadi ileus adinamik atau ileus paralitik yaitu suatu keadaan
di mana usus gagal atau tidak mampu melakukan konstraksi peristaltik untuk
mengeluarkan isinya (Corwin, 2009)
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Mobilisasi dini bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi
kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga fungsi
fisiologisnya dapat kembali secara penuh. Mobilisasi pasca operasi dapat
mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada struktur anatomi
kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke atas menuju
fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun kebagian kiri bawah
menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus dan pasien akan lebih cepat
kentut atau flatus (Kiik, 2013).
BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN


EVIDANCE BASED NURSING
Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Pergerakan dini dapat ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi
otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga menstimulasi gerakan
peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh.

B. MEKANISME PENERAPAN EVIDANCE BASED NURSING PADA


KASUS
Penerapan ini melibatkan satu subjek. Subjek diobservasi sebelum
dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Sampelnya
adalah pasien pasca operasi abdomen (laparotomi) yang menjalani
pembedahan di RSUP DR Karyadi Semarang tanggal 21 Juni 2019. Pemberian
intervensi mobilisasi dini dilakukan pada tanggal 22 Juni 2019 dan 23 Juni
2019. Adapun pergerakan mobilisasi dini meliputi:
1. Menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan,
2. Mengkontraksikan otot-otot termasuk juga menggerakkan badan lainnya,
seperti miring ke kiri atau ke kanan setiap 2 jam sekali

C. HASIL YANG DICAPAI


Pemulihan Perlakuan mobilisasi dini
peristaltik usus Sebelum Sesudah
Peristaltik usus Hari 3 kali/menit 3 kali/menit
ke-1
Peristaltik usus Hari 4 kali/menit 6 kali/menit
ke-2
D. KELEBIHAN DAN KEURANGAN SELAMA APLIKASI EVIDANCE
BASED NURSING
Kelebihan : Pada saat pemberian intervensi mobilisasi dini difasilitasi oleh
perawat penanggung jawab asuhan pasien, terdapat alat bantu seperti bantal
untuk membantu mempermudah mobilisasi dini dengan gerakan miring kanan-
kiri, pasien kooperatif saat diberikan penjelasan terkait intervensi dan bersedia
diberikan intervensi.
Kekurangan : Intervensi tidak dapat dilakukan 4 jam penuh post operasi,
intervensi tidak dapat dilakukan secara penuh selama 24 jam post operasi.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di
tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara
bertahab. Mobilisasi dini bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal
serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga
fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh. Mobilisasi pasca operasi
dapat mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada struktur
anatomi kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke
atas menuju fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun
kebagian kiri bawah menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus
dan pasien akan lebih cepat kentut atau flatus.
Adapun pergerakan mobilisasi dini meliputi: menggerakkan tangan dan
kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk
juga menggerakkan badan lainnya, seperti miring ke kiri atau ke kanan setiap
2 jam sekali. Aplikasi mobilisasi dini pada pasien post laparatomi selama 2 hari
dapat mengembalikan funsgi peristaltic usus, sebelum dirikan bising usus
sekitar 3xm dan setelah diberikan intervensi menjadi 6x/m.

B. Saran
1. Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin setelah 4 jam post op
2. Pemberian intervensi selama 24-72 jam
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, C. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC: Jakarta


Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., dan Wagner, C.M. (Eds).
2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri:
Elsevier
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dorland, W. A. N. 2002. Kamus Kedokteran. EGC: Jakarta
Herdman, T. H. dan Kamitsuru, S. (Eds). 2014. NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions and Classification 2015 – 2017. Oxford: Wiley
Blackwell
Kiik, S.M., 2013. Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Waktu Pemulihan
Peristaltik Usus Pada Pasien Pasca Operasi Abdomen Di Ruang Icu Bprsud
Labuang Baji Makassar. Jurnal kesehatan
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. (Eds). 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Measurements of Health Outcomes Fifth
Edition. Missouri: Elsevier
Effendi, N. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC: Jakarta
Smeltzer, S. C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai