Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KMB

POST OP LAPARATOMI

DIRUANG KENANGA RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

Disusun Oleh :

SOFFIA PRAMESTIAN(2001040)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI

TAHUN 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN POST OP LAPARATOMI

A. KONSEP DASAR POST OP LAPARATOMI


1. Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada
dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).
Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan
pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi,splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan
fistuloktomi.
Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan
laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi,
dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total, radikal,
eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Arif Mansjoer,
2010).Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi(Lakaman2011).Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui
sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):
1) Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya
hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar,dan lien
serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan
organ dalam pelvis.
2) Paramedian
Yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain :
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan
saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
3) Transverse upper abdomen incision
Yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4) Transverse lower abdomen incision
Yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy.
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan
Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2
tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah
fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post
laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen

2. Etiologi
Laparatomy dilakukan adalah karena disebabkan oleh beberapa hal :
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2) Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi
appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon
(paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan
penyebab peritonitis tersier.
3) Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya
dapat berupa perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang
sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan
penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi),
hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas
kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding
usus).
4) Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah
obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan
mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
5) Tumor abdomen

3. Patofisiologis
Rongga abdoment memuat baik organ-organ yang padat maupun yang berongga.
Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang serius bagi
organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai organ-organ
berongga. Kompensasi dan perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur
pada kapsula dan parinkim organ padat. Sementara organ berongga dapat kolaps
dan menyerap energi benturan. Usus yang menempati sebangian besar rongga
abdoment rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ
padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan, organ-organ berongga pecah
dan mengeluarkan isinya kedalan rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan
infeksi.
Pasien memperlihatkan adanya cedera abdoment, penetrasi fasia dalam peritoneal.
Ketidak stabilan hemodinamik atau tanda-tanda dengan gejala-gejala abdoment
akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus abdomen
lainnya dilakukan lavase peritoneal diagnostik (LPD). LPD yang positif juga
mengharuskan dilakukan pembedahan eksplorasi pembedahan dan pasien-pasien
trauma dengan hasil negatif harus di observasi. Pengobatan nyeri ditunda sehingga
tidak mengaburkan tanda-tanda dan gejala yang potensial. Masukan peroral juga
ditunda untuk berjaga-jaga jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk
mengetahuan tanda-tanda abdoment akut; distensi, rigiditas, gurding, dan nyeri
lepas. Eksplorasi pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-
tanda dan gejala-gejala yang menindikasikan cedera.
4. Patways
5. Manifestasi klinik
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya
• Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
• Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
• Kelemahan
• Mual, muntah, anoreksia
• Konstipasi

6. Pemeriksaan penunjang
Pemerikasaan rektum :
adanya darah menunjukan kelaina pada usus besar; kuldosentesi,kemungkinan
adanya darah dalam lambung; dan katerisasi, adanya darah menunjukan adanya
lesi pada saluran kencing.
 Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit, analisis urine.
 Radiologik: bila diindikasikan untuk dilakukan laparatomi
 IVP / sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan pada trauma saluran
kencing.
Parasentesis perut:
tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan
pada rongga perut yang disertai denga trauma kepala yang berat, dilakukan
dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukan melalui dinding
perut di daerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan
menggosokan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal:
fungsi dan aspirasi atau bilasan rongga perut dengan memasukan cairan garam
fisiologis melului kanula yang dimasukan kedalam rongga peritoneum.
Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomi adalah :
a. Respiratory: bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan,bunyi
pernapasan.
b. Sirkulasi: tensi, nadi, respirasi, dan suhu waran kulit, refil kapiler.
c. Persyarafan: tingkat kesadaran.
d. Balutan: apakan ada drainase? apakah ada tanda-tanda infeksi,bagaimana
proses penyembuhanya?
e. Peralatan: monitor yang terpasang, cairan infus dan transfusi.
f. Rasa nyaman:rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien dan status ventilasi.
g. Psikologis : kecemasan, suasana hati setelah operasi

7. Penatalakanaan medis dan keperawatan


Menggurangi komplikasi akibat pembedahan, dengan perawatan pasca operasi:
 Monitor kesadaran, TTV, CVP, intake ooutput
 Observasi dan catat produksi drain (warna dan jumlah produksi drainage)
 Dalam mengatur dan mengerakan posisi pasien harus hati-hati jangan
sampe drain tercabut
 Perawatan luka operasi harus steril
 Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
 Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
 Pemantauan status pernafasan dan CV.
 Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul
jika diindikasikan.
 Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid
(ex:komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
 Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah
sakit, nomor register dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama.
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri abdomen
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah
diambil sebelum akhirnya klien dibawah ke rumahsakit untuk
mendapatkan penanganan secara medis.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Ada riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah
sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi,diabetes melitus , atau riwayat stroke dari generasi
terdahulu.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Peran pasien dalam keluarga, status emosional meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan,hubungan dengan tetangga tida harmonis , status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin melakukan ibadah
sehari-hari
4) Pengkajian pola fugsional
a) Kebutuhan bernfas dengan normal
Bagaimana irama, kedalaman, frekuensi, keteraturan bernafas,
menggunakan alat bantu pernafasan atau tidak adakah retraksi
intercosta, adakah faktor pencetus, faktor lingkungan yang
mempengaruhi dalam bernafas, adakah sesak nafas, hal-hal yang
dapat mengurangi atau memperberat sesak nafas.
b) Kebutuhan nutrisi adekuat
Bagaimana pola makan klien, kebiasaan makan, frekuensi,
komposisi, jenis makanan yang disukai dan tidak disukai, jumlah
porsi makan, kebiasaan asupan nutrisi ( sumber kalori, lemak, cair
atau biasa), adakah keluhan/ gangguan yang muncul berhubungan
dengan makan.
Bagiamana pola minum klien, jumlah asupan tiap hari (setiap kali
minum), jenis minuman yang dikonsumsi, adakah
keluhan/gangguan yang muncul berhubungan dengan minum.
c) Kebutuhan eliminasi
Bagaimana pola eliminasi BAB klien, konsistensi feces, bau,
warna, frekuensi BAB tiap hari, kebiasaan waktu BAB, ada
kelainan feces atau tidak, ada darah/tidak, ada lender/tidak,
konstipasi?
Bagaimana eliminasi BAK klien, frekuensi, warna, volume,
terpasang DC/tidak, adakah gangguan dalam BAK (dysuria,
hematuria).
d) Kebutuhan keseimbangan dan gerak
Bagaiman pla keseimbangan gerak dan aktivitas klien (ADL:
Activity Daily Living), skala ketergantungan ada atau tidak,
mobilitas dikaji : berapa kekuatan otot, apakah klien ada gangguan
berjalan, menggunakan bantuan alat berjalan atau tidak adakah
atropi otot, dislokasi sendi, nyeri tulang, sendi hipertropi, nyeri
sendi, atropi otot.
e) Kebutuhan istirahat dan tidur
Jumlah dan kualitas tidur klien, adakah gangguan tidur (seperti:
insomnia, hipersomnia, narkolepsi, dll ), jam berapa klien tidur,
bagaimana jam tidur siang dan malam, apa kebiasaan menjelang
klien tidur.
f) Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh
Kebiasaan klien mempertahankan temperatur tubuh, seperti
memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
g) kebutuhan personal hygine
Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygine klien(mandi,
gosok gigi, keramas, potong kuku) berapa kali sehari/ berapa
minggu sekali.
h) Kebutuhan berkomunikasi
Bagaimana komunikasi klien dengan orang lain, jenis komunikasi
yang dilakukan, intensitas komunikasi kuat/lemah.
i) Kebutuhan spiritual
Bagaimana klien dalam menjalankan ibadahnya, agama atau
kepercayaan yang dianut oleh klien, adakah kepercayaan klien
yang bertentangan dengan prinsip kesehatan.
j) Kebutuhan berpakaian dan memilih pakaian
Bagaimana pola berpakaian klien, jenis pakaian yang disukai atau
yang tidak disukai.
k) Kebutahan rasa aman dan nyaman
Hal- hal yang membuat klien merasa aman dan nyaman. Jika
terdapat nyeri jelaskan hasil pengkajian nyeri PQRST dan data
obyek.
l) Kebutuhan bekerja
Apa pekerjaan klien, apakah klien mampu melakukan
pekerjaannya, kapan waktu kerja.
m) Kebutuhan rekreasi
hal-hal yang dilakukan klien untuk menghilangkan kebosanan atau
kejenuhan, apa yang dilakukan klien mengisi waktu luang.
n) Kebutuhan belajar
Belajar dalam hal adalah bagaimana persepsi klien tehadap
kesehatannya, sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya.
5) Pemeriksaan fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.
Kesadaranpasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea,
nadimeningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir
karenakekurangannutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena
kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau
ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi pericarditis
2. Dianogsa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Tujuan dan kriteria hasil keperawatan
a. Menajemen nyeri (I.08238)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka ekspetasi
membaik dengan kriteria hasil :
• Tingkat Nyeri
• Kontrol nyeri
• Status kenyamanan
b. Dukungan mobilisasi (I.05173)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam maka ekspetasi
membaik dengan kriteria hasil :
• Mobilitas Fisik
• Toleransi Aktivitas
4. Intervensi keperawatan
Nyeri akut(I.08238)
a. Observasi
- Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
b. Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi Istirahat dan tidur
c. Edukasi
- Jelaskan penyebab , periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu
Gangguan mobilitas fisik
1.Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
2. Terapeutik
Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)
Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, A (2007). Kapita Selekta Kedokteran. jilid I. Edisi ke-3. FKU,Jakarta: Media
Aesculapius

Sjamsuhidajat,R. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : BukuKedokteran


Indonesia : EGC.

King, L.A. (2010).Psikologi Umum. Jakarta:Salemba Humanika.

Perry,P.G dan Potter. P.A , (2015). Buku Ajar Fundemental Keperawatan;Konsep Dasar,
Proses, Dan Praktik, Edisi 8 Jakarta: EGC

Jitowiyono S. (2010). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta :Muha Medika.

Doenges, M E.(2010). Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untukperencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai