Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN LAPARATOMI RUANGAN ICU

RSUD RADEN MATTAHER


TAHUN 2022

DISUSUN OLEH
DINA OKTAVINA
NPM. PO 71201210075

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES
KEMENKES JAMBI
TAHUN 2022
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan
dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi,
kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi,
hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang
sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi
pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi
hissterektomi, baik histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic,
salpingooferektomi bilateral.

2. TUJUAN
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami
trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber
nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

3. INDIKASI
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan
atas 2 jenis yaitu :
1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier.
Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis
(SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh
perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale,
perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses
pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai
usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah
dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
e. Tumor abdomen
f. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
g. Abscesses (a localized area of infection)
h. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
i. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
j. Intestinal perforation
k. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
l. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
m. Internal bleeding

4. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi

5. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,
2008):
a. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit
perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta
tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis
ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster,
pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi
ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
b. Paramedian
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada
jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian
bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki
keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis,
tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas
dan bawah
c. Transverse upper abdomen incision
yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy
dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision
yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior
spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy.

6. PATHOFISIOLOGI
Rongga abdoment memuat baik organ-organ yang padat maupun yang
berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan kerusakan yang
serius bagi organ-organ padat, dan trauma penetrasi sebagian besar melukai
organ-organ berongga. Kompensasi dan perlambatan dari trauma tumpul
menyebabkan fraktur pada kapsula dan parinkim organ padat. Sementara
organ berongga dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Usus yang
menempati sebangian besar rongga abdoment rentan untuk mengalami trauma
penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan
perdarahan, organ-organ berongga pecah dan mengeluarkan isinya kedalan
rongga peritoneal menyebabkan peradangan dan infeksi.
Pasien memperlihatkan adanya cedera abdoment, penetrasi fasia dalam
peritoneal. Ketidak stabilan hemodinamik atau tanda-tanda dengan gejala-
gejala abdoment akut dilakukan eksplorasi dengan pembedahan. Pada
kebanyakan kasus abdomen lainnya dilakukan lavase peritoneal diagnostik
(LPD). LPD yang positif juga mengharuskan dilakukan pembedahan
eksplorasi pembedahan dan pasien-pasien trauma dengan hasil negatif harus di
observasi. Pengobatan nyeri ditunda sehingga tidak mengaburkan tanda-tanda
dan gejala yang potensial. Masukan peroral juga ditunda untuk berjaga-jaga
jika diperlukan pembedahan. Pasien dikaji untuk mengetahuan tanda-tanda
abdoment akut; distensi, rigiditas, gurding, dan nyeri lepas. Eksplorasi
pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap tanda-tanda dan
gejala-gejala yang menindikasikan cedera.

7. PATHWAY
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
c. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
d. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
e. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
f. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.

9. KOMPLIKASI
a. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
1) Pucat
2) Kulit dingin dan terasa basah
3) Pernafasan cepat
4) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
5) Nadi cepat, lemah dan bergetar
6) Penurunan tekanan nadi
7) Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
1) Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
3) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur
slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi
terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa
haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat
dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

10. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Menggurangi komplikasi akibat pembedahan, dengan perawatan pasca
operasi:
a. Monitor kesadaran, TTV, CVP, intake ooutput
b. Observasi dan catat produksi drain (warna dan jumlah produksi drainage)
c. Dalam mengatur dan mengerakan posisi pasien harus hati-hati jangan
sampe drain tercabut
d. Perawatan luka operasi harus steril

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway, meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
sumbatan atau penumpukan sekret. Adakah suara wheezing atau
krekles.
2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang
baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diagfragma
dan perlu diperhatikan; sesak dengan aktifitas ringan atau pada saat
istirahat, RR lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, adakah
ronchi, krekles, ekspansi dada tidak penuh, apakah menggunakan otot
bantu nafas.
3) Circulation
Observasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu; kesadaran
pasien, gelisah, akral dingin, warna kulit pucat, sianosis, adakah edema,
TD meningkat atau menurun, nadi lemah atau tidak teratur, takikardi,
dan apakah output urine menurun.
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
5) Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan
lebih jelas, apakah ada nyeri dada spontan dan menjalar.

b. Pengkajian sekunder
1) Full Set Of Vital Sign
a) Tekanan darah bisa normal atau naik turun (perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri)
b) Nadi dapat normal atau penuh atau tidak kuat atau lemah atau kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
c) RR lebih dari 20 x/menit
d) Suhu hipotermi atau normal
2) Give Comfort Measure
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan
b) Nyeri dada
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas (krekles,
mengi) sputum
d) Pelebaran batas jantung
e) Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal
jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel

3) History and Head to Toe


a) Hystory
 S : keluhan nyeri dada
 A : obat-obat anti hypertensi apa ada alergi
 M : makan-makanan selama ini yang dikomsumsi
 P : adakah penyakit penyerta seperti DM, hypertensi
 L : makanan yang terakhir dicerna
 E : kapan terakhir masuk atau dirawat di RS
b) Head to Toe
 Leher : apakah ada peningkata vena jugularis.
 Dada : disritmia dapat menunjukan tidak mencakupinya oksigen
didalam miocard, bunyi jantung S3 dapat menjadi tanda dini
menjadi ancaman gagal jantung
 Abdoment : kaji motilitas usus, trombosis arteri, mesentrika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
 Ekstremitas : periksa adanya edema pada ekstremitas bawah dan
refek untuk mengetahui kelemahan pada ekstremitas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak nyamanan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi

3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan luka post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan
hilang dengan kriteria hasil;
NOC :
1) Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
2) Ekspresi wajah pasien rileks atau tenang
3) Skala nyeri 0-3
4) TTV dalam batas normal : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60-100 x/menit,
RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36°-37°C
NIC :
1) Pertahankan tirah baring dengan posisi yang nyaman
2) Kaji tingkat nyeri klien (kwalitas, durasi, skala)
3) Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
4) Monitor TTV tiap jam
5) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan membatasi
pengunjung
6) Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan ketidak
nyamanan
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Klien dapat
meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
dengan kriteria hasil:
1) dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan
kekuatan/fungsi yang sakit
2) mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang
memampukan melakukan aktivitas
NIC :
1) Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran,
kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
3) Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai
indikasi.
4) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
5) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
6) Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
7) Berikan diet TKTP.
8) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
9) Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi resiko infeksi pada
luka post operasi
NOC :
1) Immune status
2) Knowledge : infection control
3) Risk control
Dengan kriteria hasil :
1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Mendiskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang
mempengaruhi penularan sertapenatalaksananaannya
3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4) Jumlah leukosit dalam batas normal
5) Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :
Infection control (kontrol infeksi)
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Batasi pengunjung
3) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan
5) Gunakan APD
6) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
7) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
8) Pantau hasil leukosit
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.


Jakarta : EGC

Mansjoer,Arif. (2000). Kapita Selecta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Muttaqin & Kumala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction

Silvia A. Price. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ECG


; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai