Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Laparatomy

1.1.1 Defenisi
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan

suatu insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen

(Sjamsurihidayat dan Jong, 1997). Ditambahkan pula bahwa laparatomi

merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang

dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah

digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah

herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi,

splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi.

Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan

laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba

fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik

histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.


Tujuan: Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri

abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma

abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau

akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):

a. Midline incision Metode insisi yang paling sering digunakan, karena

sedikit perdarahan, eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup,

serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis

insis ini adalah terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi

gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi

ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.

b. Paramedian yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang

(12,5 cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan

indikasi pada jenis operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis,

usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi. Paramedian insicion

memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi anatomis dan

fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas

ke arah atas dan bawah

c. Transverse upper abdomen incision yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya

pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

d. Transverse lower abdomen incision yaitu; insisi melintang di bagian

bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi

appendectomy

1.1.2 Indikasi
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur

yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).

Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.

 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga

peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,

ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).

b. Peritonitis

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa

rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan

tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial

peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder

disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit

ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),

sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.

c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)

Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun

penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi

usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan

perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru

mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan

gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan

darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa

perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh

secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),

Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian

lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus


(usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan

demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan

usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area

yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor

(tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor

diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).

d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks

Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada

bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari

apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak

suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

e. Tumor abdomen

f. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)

g. Abscesses (a localized area of infection)

h. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)

i. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the

intestines)

j. Intestinal perforation

k. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

l. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)

m. Internal bleeding

1.2 Post Op Laparatomi

1.2.1 Defenisi
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah

proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry

dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam
2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah

fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post

laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan

yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan

abdomen.

1.3.2 Tujuan perawatan post laparatomi


1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum

operasi.

4. Mempertahankan konsep diri klien.

5. Mempersiapkan klien pulang.

1.3.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :

1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan

2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.

3. Kelemahan

4. Mual, muntah, anoreksia

5. Konstipasi

1.3.4 Komplikasi
1. Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai

dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.

Manifestasi Klinis :

a. Pucat

b. Kulit dingin dan terasa basah

c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

e. Nadi cepat, lemah dan bergetar

f. Penurunan tekanan nadi

g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.

2. Hemorrhagi

a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan

b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika

kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang

tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat

c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur

slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi

terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.

Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus,

kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat

dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

1.3 Konsep Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian ini meliputi obyektif dan subyektif.
a. Data subyektif meliputi; Nyeri yang sangat pada daerah perut.
b. Data obyektif meliputi : Napas dangkal, Tensi turun, Nadi lebih
cepat, Abdomen tegang, Defense muskuler positif, Berkeringat,
Bunyi usus hilang, Pekak hati hilang.
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi
bedah.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka
operasi laparatomi.
3) Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas
dari anggota tubuh.
1.3.3 Tindakan keperawatan (intevensi keperawatan) pre operatif :
1. Pertahankan pasien untuk bedrest sampai diagnosa benar-benar
sudah ditegakkan.
2. Tidak memberikan apapun melaui mulut dan beritahukan pasien
untuk tidak makan dan minum.
3. Monitoring cairan intra vena bila diberikan.
4. Mencatat intake dan output.
5. Posisi pasien seenak mungkin.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan.
7. Ajarkan pasien hal-hal yang perlu dilakukan setelah operasi
selesai.
8. Monitoring tanda-tanda vital.

1.3.4 Tindakan keperawatan post operasi:


1. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
2. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
3. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,
jangan sampai drain tercabut.
4. Perawatan luka operasi secara steril.

No. Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi


Keperawatan hasil
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Ansiety Anxiety Reduction
dengan Fear leavel (penurunan
dilakukannya Sleep deprivation kecemasan)
tindakan insisi Comfort, readines for1. Identifikasi tingkat
bedah. enchanced kecemsan
Kriteria Hasil: 2. Bantu klien
Mampu mengontrol mengenal situasi
kecemasan yang menimbulkan
Mengontrol nyeri kecemasan
Kualitas tidur dan 3. Kaji karakteristik
istirahat adekuat nyeri
Status kenyamanan 4. Instruksikan pasien
meningkat menggunakan
tehnik rekasasi
5. Berikan posisi
nyaman sesuai
kebutuhan
6. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
2. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan Immune status Infection Control
dengan adanya Knowledge : (kontrol infeksi)
sayatan / luka infection control 1. Monitor tanda dan
operasi Risk control gejala infeksi
laparatomi. Kriteria hasil sistemik dan lokal
Klien bebas dari 2. Bersihkan luka
tanda dan gejala 3. Ajarkan cara
infeksi menghindari infeksi
Menunjukkan 4. Instruksikan pasien
kemampuan untuk untuk minum obat
mencegah timbulnya antibiotik sesuai
infeksi resep
Jumlah leukosit 5. Berikan terapi
dalam batas normal antibiotik IV bila
perlu
3. Gangguan NOC NIC
imobilisasi Joint movement : Exercise therapy :
berhubungan active ambulation
dengan Mobility level 1. Monitor vital sign
pergerakan Self care : ADLs sebelum/sesudah
terbatas dari Transfer performance latihan dan lihat
anggota tubuh. Kriteria hasil respon pasien saat
Klien meningkjat latihan
dalam aktivits fisik 2. Latih pasien dalam
Mengerti dari tujuan pemenuhan
dari peningkatan kebutuhan ADLs
mobilitas secara mandiri
Memeragakan sesuai kebutuhan
penggunaan alat 3. Kaji kemampuan
Bantu untuk pasien dalam
mobilisasi (walker) mobilisasi
4. Konsultasi dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai kebutuhan
5. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan
jika diperlukan

1.3.5 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

1.3.6 Evaluasi
Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai
keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan
keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang
tampil.

Tujuan evaluasi antara lain :


1. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien.
2. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4. Mendapatkan umpan balik
5. Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan.

1.4 Konsep Penyakit


1.4.1 Definisi

Menurut (Dorland, 2002 : 2111; Sjamsuhidayat, 1997), trauma


adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional, kekerasan yang mengakibatkan cedera.

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga
abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah
abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa


trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 ).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap


struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh
luka tumpul atau yang menusuk.

1.4.2 Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang


terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul.Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang
tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika
tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak


yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka
tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan
tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal
diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :

1. Paksaan /benda tumpul


Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum.Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman.Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum.Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.

Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga


peritonium).Disebabkan oleh :
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium). Disebabkan oleh :
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
1.4.3 Klasifikasi

Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.

a. Trauma penetrasi
- Trauma Tembak
- Trauma Tumpul
b. Kompresi
- Hancur akibat kecelakaan
- Sabuk pengaman
- Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.

1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,


kemungkinanterjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapatmenyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
ronggaabdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi
karena trauma penetrasi.
1.4.4 Pemeriksaan Laboratorium

Menurut Salomone & Salomone (2011), pemeriksaan laboratorium


yang direkomendasikan untuk korban trauma biasanya termasuk glukosa
serum, darah lengkap, kimia serum, amylase serum, urinalisis, pembekuan
darah, golongan darah, arterial blood gas (ABG), ethanol darah, dan tes
kehamilan (untuk wanita usia produktif).

1. Pemeriksaan darah lengkap


Hasil yang normal untuk kadar hemoglobin dan hematokrit tidak bisa
dijadikan acuan bahwa tidak terjadi perdarahan. Pasien pendarahan
mengeluarkan darah lengkap.Hingga volume darah tergantikan dengan
cairan kristaloid atau efek hormonal (seperti adrenocorticotropic
hormone [ACTH], aldosteron, antidiuretic hormone [ADH]) dan
muncul pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat meningkat.
Jangan menahan pemberian transfusi pada pasien dengan kadar
hematokrit yang relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok,
cidera berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah
yang signifikan.
Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan trombositopenia
berat (jumlah trombosit<50,000/mL) dan terjadi perdarahan. Beberapa
penelitian menunjukkan hubungan antara rendahnya kadar hematokrit
(<30%) dengan cidera berat. Peningkatan sel darah putih tidak spesifik
dan tidak dapat menunjukkan adanya cidera organ berongga.
2. Kimia serum
Banyak korban trauma kecelakaan lebih muda dari 40 tahun dan
jarang menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi elektrolit
(seperti diuretik, pengganti potassium). Jika pengukuran gas darah
tidak dilakukan, kimia serum dapat digunakan untuk mengukur serum
glukosa dan level karbon dioksida. Pemeriksaan cepat glukosa darah
dengan menggunakan alat stik pengukur penting pada pasien dengan
perubahan status mental.
3. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma tumpul abdomen
penting dilakukan, namun temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi
oleh beberapa alasan (contohnya penggunaan alkohol). Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa kadar aspartate aminotransferase
(AST) atau alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130
U pada koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar
Lactate Dehydrogenase (LDH) dan bilirubin tidak spesifik menjadi
indikator trauma hepar.
4. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian menunjukkan
tidak sensitif dan tidak spesifik untuk cidera pankreas. Namun,
peningkatan abnormal kadar amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki
keakuratan yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera pankreas
dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera setelah trauma,
semua dapat teridentifikasi jika scan diulang 36-48 jam. Peningkatan
amylase atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat
hipotensi sistemik yang menyertai syok.
5. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen
dan atau panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan
hipotensi, dan mekanisme deselerasi yang signifikan. Gross hematuri
merupakan indikasi untuk dilakukannya cystografi dan IVP atau CT
scan abdomen dengan kontras.
6. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien dengan
trauma mayor.Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan
ventilasi (PCO2) dapat digunakan untuk menilai pasien dengan
kecurigaan asidosis metabolic hasil dari asidosis laktat yang menyertai
syok. Defisit kadar basa sedang (>-5 mEq) merupakan indikasi untuk
resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk meningkatkan
pengantaran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang adekuat
(>90%) dan pemberian volume cairan resusitasi dengan cairan
kristaloid, dan jika diindikasikan, dengan darah.
7. Skrining obat dan alkohol
Pemeriksaan skrining obat dan alkohol pada pasien trauma dengan
perubahan tingkat kesadaran.Nafas dan tes darah dapat
mengindentifikasi tingkat penggunaan alkohol.
1.4.5 Penatalaksanaan Trauma Abdomen
1. Airway dan Breathing
Ini diatasi terlbih dahulu. Selalu ingat bahwa cedera bisa lebih
daris atu area tubuh, dan apapun yang ditemukan, ingat untuk
memprioritaskan airway dan breathing terlebih dahulu.
2. Circulation
Kebanyak trauma abdomen tidak dapat dilakukan tindakan apa-
apa pada fase pra-RS, namun terhadap syok yang menyertainya
perlu penanganan yang agresif. Seharusnya monitoring urin
dilakukan dengan pemasangan DC (katetr urin), namun
umumnya tidak diperlukan pada fase pra-RS karena masa
transportasi yang pendek
3. Disability
Tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis.
Selalu periksa tingkat kesadaran (dengan GCS) dan adanya
lateralisasi (pupil anisokor dan motorik yang lebih lemah satu
sisi). Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup
dengan menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya
usus tidak kering. Apabila ada benda menancap, jangan
dicabut, tetapi dilakukan fiksasi benda tersebut terhadap
dinding perut.

1.4.6 Analisa Data

DS : Adanya kekuatan, tenaga, dan gaya dari Nyeri akut


luar tubuh (menabrak gerobak)
Klien mengeluh nyeri
di perut bagian kanan ↓

Klien mengatakan Dinding abdomen


bahwa 2 jam yang lalu

mengalami kecelakaan
ketika mengendarai Injury abdomen

sepeda motornya, ↓
menabrak gerobak
Trauma abdomen
yang menyeberang dan
dia jatuh dengan posisi ↓
dada dan perut kanan
Terdapat luka lecet, jejas pada perut
membentur aspal
sebelah kanan klien
DO :

RR 26x/menit),
Nyeri Akut
terdapat luka lecet,
jejas pada perut
sebelah kanan klien
Ds: Adanya kekuatan, tenaga, dan gaya dari Ketidakefektifan
luar tubuh (menabrak gerobak) pola nafas
Klien mengatakan
bahwa 2 jam yang lalu ↓
mengalami kecelakaan
Dinding abdomen
ketika mengendarai
sepeda motornya, ↓

menabrak gerobak Injury abdomen


yang menyeberang dan

dia jatuh dengan posisi
dada dan perut kanan Trauma abdomen
membentur aspal

Klien merasa perutnya
Menekan dinding dada diperberat dengan
“ampeg” dan sesak
adanya penyakit paru sebelumnya
Psien mengatakan

pernah menderita
Sesak nafas
penyakt paru
sebelumnya ↓

Do: Ketidakefektifa pola nafas

RR 26x/menit

Ds Adanya kekuatan, tenaga, dan gaya dari Resiko Infeksi


luar tubuh (menabrak gerobak)
klien mengatakan
bahwa 2 jam yang lalu ↓
mengalami kecelakaan
Dinding abdomen
ketika mengendarai
sepeda motornya, ↓

menabrak gerobak Injury abdomen


yang menyeberang dan

jatuh dengan posisi
dada dan perut kanan Trauma abdomen
membentur aspal ↓

Do: Leukosit meningkat

Leukosit : 12,1 ↓
103/ul
RIsiko infeksi
Terdapat luka lecet,
jejas pada perut
sebelah kanan klien
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi


Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth


Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim Muncul

Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai