PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan
Jong, 2009). Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang
mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Masalah keperawatan yang muncul pada pasien
post laparatomi adalah nyeri akut dan disfungsi motilitas gastrointestinal.
Disfunsi motilias gastrointestinal adalah peningkatan, penurunan,
ketidakefektifan atau kurang aktifitas peristaltic di dalam gastrointestinal.
Terapi komplementer yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian mobilisasi
dini. Mobilisasi dini pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat
tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara bertahab.
Pergerakan dini dapat ↑Tonus saluran gastrointestinal serta stimulasi kontraksi
otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga menstimulasi gerakan
peristaltic usus dan fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar laparotomi
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan post
laparotomi
3. Untuk mengetahui hasil aplikasi mobilisasi dini pada pasien post
laparotomi
1
BAB II
KONSEP DASAR
I. Konsep Penyakit
A. Pengertian
Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 2009). Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik
sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada
bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan bedah digestif yang sering
dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi,
apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan
tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi
adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada tuba fallopi, dan
operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik histerektomi total,
radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
B. Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami
nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang
mengalami trauma abdomen. Laparatomy eksplorasi digunakan untuk
mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila
diindikasikan.
C. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2009). Dibedakan atas 2 jenis
yaitu:
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier.
Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis
(SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh
perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale,
perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses
pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai
usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan
(lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang
mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah
dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan pada dinding usus).
3
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis
adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran
darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
D. Penatalaksanaan/Jenis-Jenis Tindakan
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist,
2009):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong
ligamen dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah
terjadinya hernia cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas,
hepar, dan lien serta di bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
Sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi
lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta
plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain:
4
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen
dan saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
Insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan
splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
Insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum: adanya darah menunjukkan kelainan pada usus
besar; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan
kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran
kencing.
2. Laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik: bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
5
4. IVP/sistogram: hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.
5. Parasentesis perut: tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut
yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan
menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat
dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal: pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium.
G. Manifestasi Klinis
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan
sianosis. Anak yang lebih besardengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lututtertekuk karena nyeri dada.
Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dindingdada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan
frekuensinafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas
melemah, dan ronkhi (Mansjoer, 2009).
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena
parumeradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, dan40 kali permenit atau lebih pada anak
usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Padaanak dibawah usia 2 bulan,
tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia beratditandai dengan
adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak
ataupenarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2
bulan sampaikurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga
pneumonia sangat berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan
6
gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak
dapat minum.
3. Menurut Muttaqin (2009), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif,
tapiselanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus
purulenkekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering
kali berbau busuk.Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi
dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan
nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemas dan nyeri kepala.
H. Komplikasi Yang Muncul
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki, ambulasi
dini post operasi.
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilococus
aurens, organisme gram positif. Stapilococus mengakibatkan peranahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
4. Ventilasi paru tidak adekuat.
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Mansjoer, 2012).
7
II. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut
2. Disfungsi motilitas usus
3. Kerusakan integritas jaringan
4. Risiko infeksi
5. Hambatan mobilitas fisik.
8
III. Penatalaksanaan Keperawatan
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri akut Kontrol Nyeri Pain Management
Indikator: Aktivitas:
a. Mengenal faktor penyebab a. Menkaji tingkat nyeri,meliputi:
b. Mengenal reaksi serangan lokasi, karakteristik, dan onset,
nyeri durasi, frekuensi, kualitas,
c. Mengenali gejala nyeri intensitas/ beratnya nyeri,
d. Melaporkan nyeri terkontrol faktor-faktor presipitasi
b. Mengontrol faktor-faktor
Tingkat Nyeri lingkungan yang dapat
Indikator mempengaruhi respon pasien
a. Frekuensi nyeri terhadap ketidaknyamanan
b. Ekspresi akibat nyeri c. Memberikan informasi tentang
nyeri
d. Mengajarkan teknik relaksasi
e. Meningkatkan tidur/ istirahat
yang cukup
f. Menurunkan dan hilangkan
faktor yang dapat meningkatkan
nyeri
g. Melakukan teknik variasi untuk
mengurangi nyeri
Analgetic Administration
Aktivitas:
a. Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian
obat
9
b. Memonitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik
c. Memberikan analgetik yang
tepat sesuai dengan resep
d. Mencatat reaksi analgetik dan
efek buruk yang ditimbulkan
e. Mengecek instruksi dokter
tentang jenis obat,dosis,dan
frekuensi
2. Kerusakan Penyembuhan luka: Primer Perawatan luka
integritas Indikator: Aktivitas :
jaringan a. Purulent a. Buka balutan
b. Pembentuka bekas luka b. Monitor karakteristik luka
c. Bau busuk termasuk drainase, warna, dan
d. Kemerahan sekitar luka bau
c. Bersihkan luka dengan normal
saline
d. Berikan perawatan di tempat
insisi
e. Berikan balutan sesuai tipe luka
f. Pertahankan teknik steril selama
perawatan luka
g. Secara regular bandingkan dan
catat adanya perubahan pada
luka
h. Reposisi pasien minimal 2 jam
sekali, jika perlu
i. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk diet yang sesuai
10
j. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda gejala infeksi
3. Risiko Kontrol resiko Kontrol infeksi
infeksi Kriteria hasil: Aktivitas:
a. Klien bebas dari tanda- a. Mencuci tangan sebelum dan
tanda infeksi sesudah memberi perawatan dan
b. Klien mampu menjelaskan pengobatan
tanda dan gejala infeksi b. Menggunakan sarung tangan
c. Klien menunjukkan saat melakukan perawatan
kemampuan untuk c. Membatasi pengunjung bila
mencegah timbulnya perlu
infeksi. d. Mendorong klien untuk
meningkatkan intake nutrisi,
cairan dan istirahat
e. Menekankan memperbanyak
intake protein untuk
pembentukan sistem imun
f. Mengkaji suhu klien, dan
melaporkan jika suhu lebih dari
38° C
g. Mengkaji warna kulit, tekstur
dan turgor
11
BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS
1. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Umur : 51 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Mranggen, Demak
2. Penanggung jawab
Nama : Ny. S
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dgn pasien : Istri
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Mranggen, Demak.
B. STATUS KESEHATAN
1. Status kesehatan saat ini
a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama : mengalami nyeri abdomen post
operasi laparatomi.
P : pasien mengatakan nyeri post operasi laparatomi
D. DATA PENUNJANG
Laboratorium (29 juli 2019)
Obat – obatan
Oral
Paracetamol 3x500 mg/8 jam
Injeksi
Ranitidin 2x50 mg/12 jam
Ondansentron 3x4 mg/8 jam
Ketorolac 2x30 mg/8 jam
Kalnex 3x5 mg/8 jam
Gentamisin 2x1 mg/12 jam
Dexketo 3x1 mg/12 jam
Metronidazole 3x500 mg/8 jam
Omeprazole 2x40 mg/12 jam
Infus
RL 20 tpm
E. ANALISA DATA
Dx. Data Subjektif & Objektif Etiologi Masalah
I DS: - Klien mengatakan nyeri pada perut Pembedahan Disfungsi
- Klien mengatakan belum kentut motilitas
setelah operasi gastrointestinal
DO: - Bising usus 2x/menit
- TTV
TD: 130/90 mmhg, HR: 96 x/mnt, RR
22 x/mnt, S : 37,5Co
II DS: - Klien mengalami nyeri perut setelah Agen cedera Nyeri (akut)
operasi fisik
- Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti
tertusuk-tusuk
- R : Klien merasakan nyeri pada
daerah perut bagian yang dioperasi
- S : Nyeri klien dikategorikan nyeri
sedang (skala 5)
DO: - Klien tampak meringis kesakitan
- Gelisah
- TTV
TD : 130/90 mmhg, HR: 96 x/mnt,
RR 22 x/mnt, S : 37,5Co
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/ Dx.
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Jam Kep.
Senin, 29 Setelah dilakukan tindakan Managemen saluran cerna
Juli 2019 I keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor tanda – tanda vital
diharapkan ketidakefektifan 2) Monitor BAB termasuk
aktifitas peristaltic dapat diatasi frekuensi, konsistensi,
dengan kriteria hasil: bentuk, volume, dan warna
Gastrointestinal function 3) Monitor bising usus
Indikator Skala Skala 4) Kaji adanya tanda dan gejala
Awal Target diare, konstipasi dan impaksi
Frekuensi 2 4
BAB
Bising usus 2 3 5) Lakukan mobilasasi dini
Nyeri perut 3 4 untuk membantu peristaltic
Nafsu makan 2 3 usus kembali normal
Senin, 29 II Setelah dilakukan tindakan Pain managemen
Juli 2019 keperawatan selama 3x24 jam 1) Monitor TTV
diharapkan nyeri klien berkurang 2) Kaji skala nyeri pasien
dengan kriteria hasil: 3) Lakukan tehnik relaksasi
Pain Level nafas dalam
Indikator Skala Skala 4) Berikan kompres hangat
Awal Target kering
Nyeri yang 2 4 5) Berikan analgetik sesuai
dilaporkan prosedur
Panjang 2 3
episode nyeri
Ekspresi nyeri 3 4
wajah
G. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dx. Kep Tgl/ Jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien Tanda
Tangan
I Senin, 29 1) Memonitor tanda – DS :Pasien bersedia dilakukan Isma
tanda vital pengukuran tanda – tanda
juli 2019
vital
11.00 WIB DO : TD : 130/90 mmHg
HR : 96x/mnt
RR : 22x/mnt
S : 37,5oC
DS : Pasien mengatakan belum
11.20 WIB 2) Memonitor BAB
BAB sehari
termasuk frekuensi,
DO :pasien tampak terbaring
konsistensi, bentuk,
lemah
volume, dan warna
DS : pasien bersedia dilakukan
3) Memonitor bising usus
11.40 WIB pemeriksaan bising usus
DO : Bising usus 2 kali/menit
DS : pasien mengatakan
4) Mengkaji adanya tanda
13.00 WIB mengalami konstipasi
dan gejala diare,
DO: -
konstipasi dan impaksi
DS : Pasien bersedia dilakukan
5) Melakukan mobilasasi
13.30 WIB mobilisasi dini
dini untuk membantu
DO : pasien kooperatif
peristaltic usus
kembali normal
II Senin, 29 1) Memonitor TTV DS : pasien bersedia dilakukan Isma
juli 2019 pengukuran TTV
11.00 WIB DO :TD : 130/90 mmHg
HR : 96x/mnt
RR : 22x/mnt
S : 37,5oC
11.20 WIB 2) Mengkaji skala nyeri DS : pasien mengatakan
pasien merasa nyeri dibagian
perut post operasi.
P : Klien mengalami
nyeri perut setelah
operasi
Q : Nyeri yang
dirasakan klien seperti
tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan
nyeri pada daerah perut
bagian yang dioperasi
S : Skala nyeri 5(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
DO : klien tampak ekspresi
menahan nyeri,
protektsi terhadap area
nyeri
3) Melakukan tehnik DS : Klien mengatakan
11.40 WIB
relaksasi nafas dalam bersedia melakukan
tehnik relaksasi nafas
dalam
DO : Pasien kooperatif
13.00 WIB 4) Memberikan kompres DS : Pasien bersedia diberikan
hangat kering kompres air hangat
kering
DO : Pasien kooperatif
5) Memberikan analgetik DS : Pasien bersedia diberikan
16.00 WIB
sesuai prosedur obat
DO : Injeksi ketorolac 2x30
mg/ 12 jam
H. EVALUASI
Dx. Tgl/Jam Respon Perkembangan Ttd
I Senin, 29 S : Isma
juli 2019 Klien mengatakan tidak BAB sehari
14.00 WIB Klien mengatakan belum kentut
O:
Klien tampak lemah terbaring ditempat tidur
Bising usus 2 kali/menit
TTV
TD : 130/90 mmHg
HR : 96x/mnt
RR : 22x/mnt
S : 37,5oC
A : Masalah disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan
pembedahan belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Monitor tanda – tanda vital
Monitor BAB
Monitor bising usus
Lakukan mobilisasi dini
II Senin, 29 S : Klien mengatakan merasa nyeri pada bagian perut post operasi Isma
juli 2019 P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
14.00 WIB Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian yang
dioperasi
S : Skala nyeri 5(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
O : Klien tampak meringis
Klien terlihat gelisah
TTV : TD : 130/90 mmHg
HR : 96x/mnt
RR : 22x/mnt
S : 37,5oC
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik belum
Teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Monitor tanda – tanda vital
Kaji skala nyeri
Lakukan tehnik relaksasi nafas dalam
Berikan kompres hangat kering
Kolaborasi pemberian terapi obat analgetik injeksi ketorolac
2x40 mg/12 jam
I Selasa, 30 S : - Isma
juli 2019 O:
Klien tampak lemah
Bising usus 6 kali/menit
TTV
TD : 120/70 mmHg
HR : 79x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan
pembedahan teratasi
P : Intervensi dihentikan
II Selasa, 30 S : Klien mengatakan merasa nyeri sudah berkurang pada bagian Isma
juli 2019 perut post operasi
P : Klien mengalami nyeri perut setelah operasi
Q : Nyeri yang dirasakan klien seperti tertusuk-tusuk
R : Klien merasakan nyeri pada daerah perut bagian yang
dioperasi
S : Skala nyeri 3(1-10)
T : Intermiten durasi 1-5
menit
O : Klien tampak meringis
Klien terlihat gelisah
TTV : TD : 120/70 mmHg
HR : 79x/mnt
RR : 20x/mnt
S : 36,5oC
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV
APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. M
Umur : 51 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Mranggen, Demak
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan pembedahan.
Pembedahan Abdomen
Mobilisasi dini
v
↑Tonus saluran
Stimulasi kontraksi gastrointestinal
otot2 dinding abdomen
v
& otot polos usus
Stimulasi gerakan
perislaltik usus
A. Kesimpulan
Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di
tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh yang dilakukan secara
bertahab. Mobilisasi dini bertujuan untuk: ↑Tonus saluran gastrointestinal
serta stimulasi kontraksi otot-otot dinding abdomen & otot polos usus sehingga
fungsi fisiologisnya dapat kembali secara penuh. Mobilisasi pasca operasi
dapat mempercepat fungsi peristaltic usus. Hal ini didasarkan pada struktur
anatomi kolon dimana gelembung udara bergerak dari bagian kanan bawah ke
atas menuju fleksus hepatic, mengarah ke fleksus spleen kiri dan turun
kebagian kiri bawah menuju rectum, yang akan merangsang peristaltic usus
dan pasien akan lebih cepat kentut atau flatus.
Adapun pergerakan mobilisasi dini meliputi: menggerakkan tangan dan
kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan, mengkontraksikan otot-otot termasuk
juga menggerakkan badan lainnya, seperti miring ke kiri atau ke kanan setiap
2 jam sekali. Aplikasi mobilisasi dini pada pasien post laparatomi selama 2 hari
dapat mengembalikan funsgi peristaltic usus, sebelum dirikan bising usus
sekitar 3xm dan setelah diberikan intervensi menjadi 6x/m.
B. Saran
1. Mobilisasi dapat dilakukan sedini mungkin setelah 4 jam post op
2. Pemberian intervensi selama 24-72 jam
DAFTAR PUSTAKA