Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE-NERS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


CEDERA KEPALA SEDANG DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARMASIN
CT: Julianto.Ns., M.Kep
CI: M.Heru Januar S.Kep.Ners

Disusun Oleh:
NUR ALISA PEBRIANTI
1714201110097
Kelompok 2

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2020
A. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
B. Anatomi & Fisiologi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks dan pelvis.
Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-
otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai adalah
pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan
vertikal. Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah
(regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan iga
kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri
dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum
inguinale. Daerah-daerah itu adalah:
1) hypocondriaca dextra
2) epigastrica
3) hypocondriaca sinistra
4) lateralis dextra
5) umbilicalis
6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra
8) pubica
9) inguinalis sinistra

Gambar 1. Bidang bayang pembagian abdomen

Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme

utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi

(compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal

terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang
salah (seat belt injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan

sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan

peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.

Pengeluaran darah yang banyak dapat berlangsung di dalam kavum abdomen tanpa atau

dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh pemeriksa, dan akhir-akhir ini kegagalan

dalam mengenali perdarahan intraabdominal adalah penyebab utama kematian dini pasca

trauma. Selain itu, sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu

tindakan segera dalam menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.20

C. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam
rongga peritonium).
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)

D. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri
spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase

awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium
(FKUI, 1995).
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

F. Manifestasi Klinis
1. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
 Kehilangan darah.
 Memar/jejas pada dinding perut.
 Kerusakan organ-organ.
 Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut
 Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

2. Penatalaksanaan Medis
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing Pembedahan/laparatomi
(untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ;
bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam
lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ;
cairan bebas dalam rongga perut)
e. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
f. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
g. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
h. Pemberian O2 sesuai indikasi
i. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
j. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
k. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
l. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
m. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

3. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai


indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status
neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah
penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada
waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya
udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

G. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1. Trauma tumpul abdomen


Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau
salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :

- Metode cedera.
- Waktu awitan gejala.
- Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa
atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
- Waktu makan atau minum terakhir.
- Kecenderungan perdarahan.
- Penyakit dan medikasi terbaru.
- Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
- Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah
yang mengancam kehidupan.

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

H. DIAGNOSA

Rencana keperawatan
Diagnosa
No Tujan & kreteria
keperawatan Intervensi Rasional
hasil
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit dan - mengetahui
integritas tindakan identifikasi pada sejauh mana
kulit keperawatan selama tahap perkembangan
berhubungan ± 3x24 jam perkembangan luka
dengantrauma Mencapai luka. mempermudah
tumpul penyembuhan luka 2. Kaji lokasi, dalam
abdomen pada waktu yang ukuran, warna, melakukan
sesuai. bau, serta jumlah tindakan yang
Kriteria Hasil : dan tipe cairan tepat.
- tidak ada tanda- luka. - mengidentifikasi
tanda infeksi 3. Pantau tingkat
seperti pus. peningkatan suhu keparahan luka
- luka bersih tidak tubuh. akan
lembab dan tidak 4. Berikan mempermudah
kotor. perawatan luka intervensi.
- Tanda-tanda vital dengan tehnik - suhu tubuh yang
dalam batas aseptik. Balut meningkat dapat
normal atau dapat luka dengan kasa diidentifikasikan
ditoleransi. kering dan steril, sebagai adanya
gunakan plester proses
kertas. peradangan.
5. Jika pemulihan - tehnik aseptik
tidak terjadi membantu
kolaborasi mempercepat
tindakan lanjutan, penyembuhan
misalnya luka dan
debridement. mencegah
6. Kolaborasi terjadinya
pemberian infeksi.
antibiotik sesuai
- agar benda asing
indikasi.
atau jaringan
yang terinfeksi
tidak menyebar
luas pada area
kulit normal
lainnya.
- antibiotik
berguna untuk
mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
berisiko terjadi
infeksi.
2 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara - pilihan/
berhubungan tindakan komprehensif pengawasan
dengan keperawatan selama meliputi lokasi, keefektifan
adanya 2 x 10 menit karakteristik, intervensi.
trauma diharapkan nyeri durasi, frekuensi, - Petunjuk non-
abdomen atau yang dialami pasien qualitas, intensitas verbal dari nyeri
luka penetrasi terkontrol nyeri dan faktor atau
abdomen. Dengan kriteria presipitasi ketidaknyaman
hasil: 2. Evaluasi memerlukan
- Pasien peningkatan intervensi
melaporkan iritabilitas, - Tindakan
nyeri berkurang tegangan otot, alternative untuk
- Pasien tampak gelisah, mengontrol nyeri
rileks perubahan tanda-
- Memfokuskan
- TTV dalam batas tanda vital.
kembali
normal (TD 110- 3. Berikan tindakan perhatian,
90/70-90 mmHg, kenyamanan,
meningkatkan
nadi 60-100 misalnya
rasa kontrol dan
x/menit, RR : 16- perubahan posisi,
dapat
24 x/menit, suhu masase meningkatkan
36, 5 – 37, 50 C) 4. Ajarkan kekuatan otot;
menggunakan dapat
- Pasien dapat
teknik non- meningkatkan
menggunakan
analgetik harga diri dan
teknik non-
(relaksasi kemampuan
analgetik untuk
menangani nyeri. progresif, latihan koping.
napas dalam,
- Menurunkan
imajinasi
stimulus nyeri
visualisasi,
sentuhan - Dibutuhkan
terapeutik, untuk
akupresure) menghilangkan
5. Berikan spasme/nyeri
lingkungan yang otot.
nyaman
6. Kolaborasi
Berikan obat
sesuai indikasi :
relaksan otot,
misalnya :
dantren; analgesik
3 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- - mengidentifikasi
infeksi tindakan tanda vital. tanda-tanda
keperawatan selama 2. Lakukan peradangan
3 jam infeksi tidak perawatan luka terutama bila
terjadi / terkontrol. dengan teknik suhu tubuh
Kriteria hasil : aseptik. meningkat.
- tidak ada tanda- 3. Lakukan - mengendalikan
tanda infeksi perawatan penyebaran
seperti pus. terhadap prosedur mikroorganisme
- luka bersih tidak invasif seperti patogen.
lembab dan tidak infus, kateter, - untuk
kotor. drainase luka, dll. mengurangi
- Tanda-tanda vital 4. Jika ditemukan risiko infeksi
dalam batas tanda infeksi nosokomial.
normal atau dapat kolaborasi untuk
- penurunan Hb
ditoleransi. pemeriksaan
dan peningkatan
darah, seperti Hb
jumlah leukosit
dan leukosit.
dari normal bisa
5. Kolaborasi untuk
terjadi akibat
pemberian
terjadinya proses
antibiotik.
infeksi.
- antibiotik
mencegah
perkembangan
mikroorganisme
patogen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC


2. Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC.
3. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
6. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI :
Media Aesculapius
7. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
8. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.
9. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai