Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN TRAUMA ABDOMEN


DI RUANG VIP RS dr. SOETARTO

OLEH
Orpian Lesli Premawoli
PN.200860

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA
YOGYAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN TRAUMA ABDOMEN
DI RUANG VIP RS dr. SOETARTO

Laporan pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada


Hari/tanggal: .................................................

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(………………………………) ( )

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

( )
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN

I. Konsep Dasar

A. Definisi

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2012). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2011).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2012).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 2011).

B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium)
 Luka akibat terkena tembakan
 Luka akibat tikaman benda tajam
 Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
 Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
 Hancur (tertabrak mobil)
 Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
 Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 2011)

C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak.
Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Mansjoer, 2011).
D. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
 Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
 Respon stres simpatis
 Perdarahan dan pembekuan darah
 Kontaminasi bakteri
 Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
 Kehilangan darah.
 Memar/jejas pada dinding perut.
 Kerusakan organ-organ.
 Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut
 Iritasi cairan usus (FKUI, 2011).
E. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi,
adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2) Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3) Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4) IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5) Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang
diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang
disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan
jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah
kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan
buli-buli terlebih dahulu.
6) Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium (FKUI, 2011).
7) Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

F. Penatalaksanaan
1. Penanganan awal
a. Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
 Stop makanan dan minuman
 Imobilisasi
 Kirim kerumah sakit.
b. Penetrasi (trauma tajam)
 Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
 Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
 Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
 Imobilisasi pasien
 Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
 Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
 Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan dirumah sakit
a) Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya.
Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b) Lakukan prosedur ABCDE.
c) Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah
aspirasi.
d) Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin
yang keluar (perdarahan).
e) Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps
visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ;
udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam
rongga perut)
f) Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang
menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri
diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan
pembedahan
g) Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h) Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i) Pemberian O2 sesuai indikasi
j) Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k) Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
l) Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi
steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh,
pasien dapat dijahit dan dikeluarkan
m) Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n) Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan (Sjamsuhidayat, 2010).
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan,
sirkulasi) sesuai indikasi (Hudak & Gallo, 2011):
 Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar
dan menimbulkan hemoragi masif.
 Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta
sistem saraf.
 Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
 Gunting baju dari luka.
 Hitung jumlah luka.
 Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera
abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan
dilakukan.
 Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan
luka dada.
 Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
 Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap
transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
 Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat
perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin
basah untuk mencegah nkekeringan visera.
 Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
 Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya
peristaltik dan muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya
hematuria dan pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran
urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai
hematokrit, dan status neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat
ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi
peritonium pada kasus luka tusuk.
 Jahitan dilakukan disekeliling luka.
 Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
 Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan
apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat
menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri
eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan
terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok,
kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau
hematuria.

G. Pathway
II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2011) adalah meliputi :

a. Trauma Tembus abdomen


 Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan;
kekuatan tumpul (pukulan).
 Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar,
dan tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior
abdomen, punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui
kemungkinan adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan
petunjuk cullen’s sign yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma
panggul dan Turner’s sign yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi
perdarahan pada dinding abdomen.
 Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
 Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani
yang berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang
mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup,
maka perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada
daerah usus besar dan lambung.
 Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi
akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan
mengalami distensi.
 Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan,
kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan
syok.
 Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi
cedera yang berkaitan.
 Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
b. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak
akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal
sebagai berikut :
1. Metode cedera.
2. Waktu awitan gejala.
3. Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita
ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe
restrain yang digunakan.
4. Waktu makan atau minum terakhir.
5. Kecenderungan perdarahan.
6. Penyakit dan medikasi terbaru.
7. Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
8. Alergi
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk
mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
c. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
d. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
e. Integritas ego
f. Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
g. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
h. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen

i. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigoData
Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
j. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
k. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
l. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.

B. DIAGNOSA
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengantrauma tumpul abdomen
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen
3. Risiko tinggi infeksi

C. RENCANA KEPERAWATAN

Rencana keperawatan
Diagnosa
No Tujan & kreteria
keperawatan Intervensi Rasional
hasil
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit dan - mengetahui
integritas tindakan identifikasi pada sejauh mana
kulit keperawatan selama tahap perkembangan
berhubungan ± 3x24 jam perkembangan luka
dengantrauma Mencapai luka. mempermudah
tumpul penyembuhan luka 2. Kaji lokasi, dalam
abdomen pada waktu yang ukuran, warna, melakukan
sesuai. bau, serta jumlah tindakan yang
Kriteria Hasil : dan tipe cairan tepat.
- tidak ada tanda- luka. - mengidentifikasi
tanda infeksi 3. Pantau tingkat
seperti pus. peningkatan suhu keparahan luka
- luka bersih tidak tubuh. akan
lembab dan tidak 4. Berikan mempermudah
kotor. perawatan luka intervensi.
dengan tehnik
- Tanda-tanda vital aseptik. Balut - suhu tubuh yang
dalam batas luka dengan kasa meningkat dapat
normal atau dapat kering dan steril, diidentifikasikan
ditoleransi. gunakan plester sebagai adanya
kertas. proses
5. Jika pemulihan peradangan.
tidak terjadi - tehnik aseptik
kolaborasi membantu
tindakan lanjutan, mempercepat
misalnya penyembuhan
debridement. luka dan
6. Kolaborasi mencegah
pemberian terjadinya
antibiotik sesuai infeksi.
indikasi.
- agar benda asing
atau jaringan
yang terinfeksi
tidak menyebar
luas pada area
kulit normal
lainnya.
- antibiotik
berguna untuk
mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
berisiko terjadi
infeksi.
2 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara - pilihan/
berhubungan tindakan komprehensif pengawasan
dengan keperawatan selama meliputi lokasi, keefektifan
adanya 2 x 10 menit karakteristik, intervensi.
trauma diharapkan nyeri durasi, frekuensi, - Petunjuk non-
abdomen atau yang dialami pasien qualitas, intensitas verbal dari nyeri
luka penetrasi terkontrol nyeri dan faktor atau
abdomen. Dengan kriteria presipitasi ketidaknyaman
hasil: 2. Evaluasi memerlukan
- Pasien peningkatan intervensi
melaporkan iritabilitas,
tegangan otot, - Tindakan
nyeri berkurang alternative untuk
- Pasien tampak gelisah,
perubahan tanda- mengontrol nyeri
rileks - Memfokuskan
tanda vital.
- TTV dalam batas 3. Berikan tindakan kembali
normal (TD 110- kenyamanan, perhatian,
90/70-90 mmHg, misalnya meningkatkan
nadi 60-100 perubahan posisi, rasa kontrol dan
x/menit, RR : 16- masase dapat
24 x/menit, suhu 4. Ajarkan meningkatkan
36, 5 – 37, 50 C) menggunakan kekuatan otot;
- Pasien dapat teknik non- dapat
menggunakan analgetik meningkatkan
teknik non- (relaksasi harga diri dan
analgetik untuk progresif, latihan kemampuan
menangani nyeri. napas dalam, koping.
imajinasi - Menurunkan
visualisasi, stimulus nyeri
sentuhan - Dibutuhkan
terapeutik, untuk
akupresure) menghilangkan
5. Berikan spasme/nyeri
lingkungan yang otot.
nyaman
6. Kolaborasi
Berikan obat
sesuai indikasi :
relaksan otot,
misalnya :
dantren; analgesik
3 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- -mengidentifikasi
infeksi tindakan tanda vital. tanda-tanda
keperawatan selama 2. Lakukan peradangan
3 jam infeksi tidak perawatan luka terutama bila
terjadi / terkontrol. dengan teknik suhu tubuh
Kriteria hasil : aseptik. meningkat.
- tidak ada tanda- 3. Lakukan -mengendalikan
tanda infeksi perawatan penyebaran
seperti pus. terhadap prosedur mikroorganisme
- luka bersih tidak invasif seperti patogen.
infus, kateter,
lembab dan tidak
drainase luka, dll. -untuk mengurangi
kotor. risiko infeksi
4. Jika ditemukan
- Tanda-tanda vital tanda infeksi nosokomial.
dalam batas kolaborasi untuk -penurunan Hb dan
normal atau dapat pemeriksaan peningkatan
ditoleransi. darah, seperti Hb jumlah leukosit
dan leukosit. dari normal bisa
5. Kolaborasi untuk terjadi akibat
pemberian terjadinya proses
antibiotik. infeksi.
-antibiotik mencegah
perkembangan
mikroorganisme
patogen.

DAFTAR PUSTAKA
Brooker, C. (2011). Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC
Doenges. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan  
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
FKUI. (2011). Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
Hudak & Gallo. (2011). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2011). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI : Media     
Aesculapius
Sjamsuhidayat. (2010). Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2011). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth  
Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai