Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN
DI RUANG IGD BEDAH RSUP SANGLAH DENPASAR

Oleh

MARIA RAMBU KUBA LONGA

NIM. 1502116015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR,2017
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

A. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)

C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri
spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium
(FKUI, 1995).
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.

E. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).

F. Terapi
1. Penanganan awal
Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah
luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit

2. Penanganan dirumah sakit


a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain
pemberantasan syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang
keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui
luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ;
lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free
air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

3. Penatalaksanaan Kedaruratan

1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai


indikasi.
a) Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat
menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan
menimbulkan hemoragi masif.
b) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
c) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
d) Gunting baju dari luka.
e) Hitung jumlah luka.
f) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
2. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
3. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan
memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
4. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
5. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan
muntah.
6. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan
pantau haluaran urine.
7. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan
tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status
neurologik.
8. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
9. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus
luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah
penetrasi peritonium telah dilakukan.
10. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
11. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan
infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada
waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
12. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah,
adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

G. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :


1. Trauma Tembus abdomen
- Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan; kekuatan tumpul
(pukulan).
- Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar, dan tempat
keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior abdomen, punggung,panggul,
dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan adanya pendarahan, maka
perawat harus menggunakan petunjuk cullens sign yaitu perdarahan pada umbilicus
bila terjadi truma panggul dan Turners sign yaitu perdarahan retroperitoneal bila
terjadi perdarahan pada dinding abdomen.
- Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat
dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal; jika
ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan
kedalam rongga abdomen).
- Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani yang
berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang mengindikasikan
adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup, maka perawat menduga
terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus besar dan lambung.
- Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi akumulasi
cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan mengalami distensi.
- Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan, kekakuan otot
atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
- Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera
yang berkaitan.
- Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2. Trauma tumpul abdomen


Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau
salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
- Metode cedera.
- Waktu awitan gejala.
- Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa
atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
- Waktu makan atau minum terakhir.
- Kecenderungan perdarahan.
- Penyakit dan medikasi terbaru.
- Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
- Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang
mengancam kehidupan:
a. Airway
Periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya
pernapasan). pada kasus trauma tumpul abdomen dapat ditemukan pernafasan cepat akibat
perdarahan yang banyak pada rongga abdomen.
c. Circulation
Pada pasien dengan trauma abdomen biasanya ditemukan masalah sirkulasi akibat perdarahan
berupa nadi cepat, kecil dan lemah, tensi menurun bahkan tak terukur, CRT menurun, pucat,
didapatkan tanda-tanda syock hipovolemik.
d. Disability
Ada tidaknya perubahan tingkat kesadaran, GCS, perubahan staus mental. Pasien trauma
tumpul abdomen dengan kondisi syock dapat terjadi perubahan kesadaran.
E. Eksposure
Ada tidaknya jejas pada daerah abdomen, distensi abdomen, nyeri tekan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan trauma abdomen adalah:

1. Defisit Volume cairan berhubungan dengan perdarahan.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.

3. Risiko infeksi b/d cedera abdomen (Luka penetrasi).


C. INTERVENSI

Rencana keperawatan
Diagnosa
No Tujan & kreteria
keperawatan Intervensi Rasional
hasil
1 Defisit - Setelah dilakukan 1) Kaji tentang - untuk
Volume tindakan cairan perdarahan mengidentifikasi
cairan keperawatan yang keluar adakah defisit volume
berhubungan selama gambaran klinik cairan
dengan 1xjam Terjadi hipovolemic - Mengurangi
perdarahan. keseimbangan kecemasan
volume cairan. 2) Jelaskan pasien/keluarga
Kriteria hasil: tentang sebab
- -Kebutuhan akibat dari
cairan terpenuhi kekurangan cairan
- Tidak ada tanda / perdarahan serta - Pemantauan
syock tindakan yang akan adanya syock
- Akral hangat kita lakukan. hipovolemik
- Vital sign dalam
baas normal 3) Observasi
gejala gejala vital,
suhu, nadi, tensi,
respirasi dan - Mencegah
kesadaran pasien perdarahan lebih
setiap 15 menit atau banyak
30 menit.

4) Batasi - Penangan
pergerakan yang terhadap
tidak berguna dan kekurangan
menambah cairan dan syock
perdarahan yang
keluar.

5) Kolaborasi
dengan tim medis
dalam
pelaksanaan :

Pemberian cairan
infus (RL) sesuai
dengan kondisi.

Menghentikan
perdarahan bila
didapat trauma
tajam dengan jalan
didrug (ditekan)
atau diklem / ligasi.
- Pemeriksaan
Pemasangan untuk
magslang dan memastikan
katheter + uro organ yang
bag. mengalami
trauma
Pemberian - Pemantauan
transfusi bila Hb kehilangan
kurang dari 8 gr %. cairan dan darah
dari hasil
Pemasangan
laboratorium
lingkar abdomen.
- Dokumentasi
Pemeriksaan dan pemantauan
EKG. segala tindakan
yang diberikan
6) Kolaborasi - Pemantauan
dengan tim ketat kondisi
radiology dalam pasien
pemeriksaan (BOF)
dan foto thoraks.

7) Kolaborasi
dengan tim analis
dalam pemeriksaan
(DL : darah
lengkap) (Hb serial)
dan urine lengkap.

8) Monitoring
setiap tindakan
perawatan / medis
yang dilakukan
serta catat dilembar
observasi.

9) Monitoring
cairan yang masuk
dan keluar serta
perdarahan yang
keluar dan catat
dilembar observasi.

2 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara - pilihan/


berhubungan tindakan komprehensif pengawasan
dengan keperawatan selama meliputi lokasi, keefektifan
adanya 2 x 10 menit karakteristik, intervensi.
trauma diharapkan nyeri durasi, frekuensi, - Petunjuk non-
abdomen atau yang dialami pasien qualitas, intensitas verbal dari nyeri
luka penetrasi terkontrol nyeri dan faktor atau
abdomen. Dengan kriteria presipitasi ketidaknyaman
hasil: 2. Evaluasi memerlukan
- Pasien peningkatan intervensi
melaporkan iritabilitas, - Tindakan
nyeri berkurang tegangan otot, alternative untuk
- Pasien tampak gelisah, mengontrol nyeri
perubahan tanda-
rileks - Memfokuskan
tanda vital.
- TTV dalam batas kembali
3. Berikan tindakan
normal (TD 110- perhatian,
kenyamanan,
90/70-90 mmHg, meningkatkan
misalnya
nadi 60-100 rasa kontrol dan
perubahan posisi,
x/menit, RR : 16- dapat
masase
24 x/menit, suhu meningkatkan
4. Ajarkan
36, 5 37, 50 C) kekuatan otot;
menggunakan
- Pasien dapat teknik non-
dapat
menggunakan meningkatkan
analgetik
teknik non- harga diri dan
(relaksasi
analgetik untuk kemampuan
progresif, latihan
menangani nyeri. koping.
napas dalam,
imajinasi - Menurunkan
visualisasi, stimulus nyeri
sentuhan - Dibutuhkan
terapeutik, untuk
akupresure) menghilangkan
5. Berikan spasme/nyeri
lingkungan yang otot.
nyaman
6. Kolaborasi
Berikan obat
sesuai indikasi :
relaksan otot,
misalnya :
dantren; analgesik
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- - mengidentifikasi
b/d cedera tindakan tanda vital. tanda-tanda
abdomen keperawatan selama 2. Lakukan peradangan
3 jam infeksi tidak perawatan luka terutama bila
terjadi / terkontrol. dengan teknik suhu tubuh
Kriteria hasil : aseptik. meningkat.
- tidak ada tanda- 3. Lakukan - mengendalikan
tanda infeksi perawatan penyebaran
seperti pus. terhadap prosedur mikroorganisme
- luka bersih tidak invasif seperti patogen.
infus, kateter,
lembab dan tidak - untuk mengurangi
kotor. drainase luka, dll.
risiko infeksi
4. Jika ditemukan
- Tanda-tanda vital nosokomial.
dalam batas tanda infeksi - penurunan Hb dan
normal atau dapat kolaborasi untuk peningkatan
ditoleransi. pemeriksaan jumlah leukosit
darah, seperti Hb dari normal bisa
dan leukosit. terjadi akibat
5. Kolaborasi untuk terjadinya proses
pemberian infeksi.
antibiotik. - antibiotik mencegah
perkembangan
mikroorganisme
patogen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. Jakarta: EGC


2. Carpenito, 1998 Buku saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis,
Edisi 6. Jakarta: EGC.
3. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.
4. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
5. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
6. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1.FKUI :
Media Aesculapius
7. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
8. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. : Jakarta: EGC.
9. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai