TRAUMA ABDOMEN
DISUSUN OLEH :
SHEILA CLARITA SARI
PO.71.20.2.19.030
III A
DOSEN PEMBIMBING :
NI KETUT SUJATI M.KES
TAHUN 2021/2022
A. Definisi
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland,
2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
- Luka akibat terkena tembakan
- Luka akibat tikaman benda tajam
- Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
- Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
- Hancur (tertabrak mobil)
- Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
- Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)
C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra
abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai
penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium
cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri
spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis
umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ;
kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya
darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
2. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
3. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
4. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran
kencing.
5. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan
adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan
trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau
20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
6. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan
cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium
(FKUI, 1995).
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
E. Manifestasi Klinis
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium)
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
F. Terapi
1. Penanganan awal
Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah
luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah :
1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
2. Sirkulasi
Data Obyektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi.
4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen
6. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh
7. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas
9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
B. DIAGNOSA
Rencana keperawatan
N Diagnosa
Tujan & kreteria
o keperawatan Intervensi Rasional
hasil
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit dan - mengetahui sejauh
integritas tindakan identifikasi pada mana
kulit keperawatan selama tahap perkembangan
berhubungan ± 3x24 jam perkembangan luka
dengantraum Mencapai luka. mempermudah
a tumpul penyembuhan luka 2. Kaji lokasi, dalam melakukan
abdomen pada waktu yang ukuran, warna, tindakan yang
sesuai. bau, serta jumlah tepat.
Kriteria Hasil : dan tipe cairan - mengidentifikasi
- tidak ada tanda- luka. tingkat keparahan
tanda infeksi 3. Pantau luka akan
seperti pus. peningkatan mempermudah
- luka bersih tidak suhu tubuh. intervensi.
4. Berikan
lembab dan tidak
perawatan luka - suhu tubuh yang
kotor. meningkat dapat
dengan tehnik
- Tanda-tanda aseptik. Balut diidentifikasikan
vital dalam batas luka dengan kasa sebagai adanya
normal atau kering dan steril, proses peradangan.
dapat ditoleransi. gunakan plester - tehnik aseptik
kertas. membantu
5. Jika pemulihan mempercepat
tidak terjadi penyembuhan luka
kolaborasi dan mencegah
tindakan terjadinya infeksi.
lanjutan, - agar benda asing
misalnya atau jaringan yang
debridement. terinfeksi tidak
6. Kolaborasi menyebar luas
pemberian pada area kulit
antibiotik sesuai normal lainnya.
indikasi. - antibiotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang
berisiko terjadi
infeksi.
2 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara - pilihan/
berhubungan tindakan komprehensif pengawasan
dengan keperawatan selama meliputi lokasi, keefektifan
adanya 2 x 10 menit karakteristik, intervensi.
trauma diharapkan nyeri durasi, frekuensi, - Petunjuk non-
abdomen yang dialami pasien qualitas, verbal dari nyeri
atau luka terkontrol intensitas nyeri atau
penetrasi Dengan kriteria dan faktor ketidaknyaman
abdomen. hasil: presipitasi memerlukan
- Pasien 2. Evaluasi intervensi
melaporkan peningkatan
iritabilitas, - Tindakan
nyeri berkurang alternative untuk
- Pasien tampak tegangan otot,
gelisah, mengontrol nyeri
rileks - Memfokuskan
perubahan tanda-
- TTV dalam tanda vital. kembali perhatian,
batas normal 3. Berikan tindakan meningkatkan rasa
(TD 110-90/70- kenyamanan, kontrol dan dapat
90 mmHg, nadi misalnya meningkatkan
60-100 x/menit, perubahan posisi, kekuatan otot;
RR : 16-24 masase dapat
x/menit, suhu 4. Ajarkan meningkatkan
36, 5 – 37, 50 menggunakan harga diri dan
C) teknik non- kemampuan
- Pasien dapat analgetik koping.
menggunakan (relaksasi - Menurunkan
teknik non- progresif, latihan stimulus nyeri
analgetik untuk napas dalam, - Dibutuhkan untuk
menangani imajinasi menghilangkan
nyeri. visualisasi, spasme/nyeri otot.
sentuhan
terapeutik,
akupresure)
5. Berikan
lingkungan yang
nyaman
6. Kolaborasi
Berikan obat
sesuai indikasi :
relaksan otot,
misalnya :
dantren;
analgesik
3 Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- -mengidentifikasi
infeksi tindakan tanda vital. tanda-tanda
keperawatan selama 2. Lakukan peradangan
3 jam infeksi tidak perawatan luka terutama bila suhu
terjadi / terkontrol. dengan teknik tubuh meningkat.
Kriteria hasil : aseptik. -mengendalikan
- tidak ada tanda- 3. Lakukan penyebaran
tanda infeksi perawatan mikroorganisme
seperti pus. terhadap patogen.
- luka bersih tidak prosedur invasif
seperti infus, -untuk mengurangi
lembab dan tidak risiko infeksi
kotor. kateter, drainase
luka, dll. nosokomial.
- Tanda-tanda 4. Jika ditemukan -penurunan Hb dan
vital dalam batas tanda infeksi peningkatan jumlah
normal atau kolaborasi untuk leukosit dari
dapat ditoleransi. pemeriksaan normal bisa terjadi
darah, seperti Hb akibat terjadinya
dan leukosit. proses infeksi.
5. Kolaborasi untuk -antibiotik mencegah
pemberian perkembangan
antibiotik. mikroorganisme
patogen.
DAFTAR PUSTAKA