Fistula Enterkutaneus
a Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga internal
atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar. (Smeltzer dan Bare, 2001).
b Entero-enteral atau enterocutaneous adalah petikan yang abnormal kebocoran isi perut
atau usus (usus besar atau kecil) ke organ lain, biasanya bagian dari usus (entero-
2. Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-kadang
a. Penyakit Crohn
b. Tuberkulosis
c. Divertikulitis
d. Kanker
- Penyakit diverticular
- Ischemic usus
- Malignancies.
b. Postoperative (75% hingga 85%)
- Kegagalan anastomotic
- Penutupan abdominal.
- Operasi kanker
Gejala tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari
lubang kutaneus. Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung
kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan infeksi
sistemik disertai gejala yang berhubungan.
4. Klasifikasi
Penyebab dari terbentuknya fistula pasca pembedahan sangat bervariasi tergantung pada
lokasi organ, faktor predisposisi, faktor resiko pasien dan tehnik atau prosedur pembedahan.
Jumlah output juga dapat digunakan untuk memprediksi kematian seperti tercantum dalam
seri klasik oleh Edmunds dkk. pasien yang tinggi dengan output fistulas memiliki mortality
54%, pasien dengan moderat output meninggal dalam 30% kasus sedanglan rendah output
fistulas meninggal dalam 16% kasus. Dalam seri yang lebih baru, Levy dkk. melaporkan
kematian dari 50%, 24% dan 26% di tinggi, moderat dan rendah output fistulas, masing-
masing. Kira-kira 30% semua tipe fistula akan menutup secara spontan dalam waktu 6-7
minggu.
5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus, dimana ditemukan satu
atau lebih pembukaan fistula atau teraba adanya fistula di bawah permukaan. Sebuah alat
penguji bisa dimasukan untuk menentukan kedalaman dan arahnya. Ujung dalamnya bisa
ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskop yang dimasukkan ke dalam rectum.
6. Penatalaksanaan
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan.
Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah dievakuasi
secara seksama dengan enema yang diprogramkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya atau
dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar atau
dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon dengan
kasa.
Sebuah studi menelan kontras, di mana radio-kekusaman dye adalah ditelan oleh
pasien dan diambil foto sinar-x dan CT scan, sering menunjukkan anatomi dari hiliran. Jika
hiliran melibatkan titik dua, yang kontras enema (kontras dye diberikan melalui dubur) dapat
bermanfaat. Parcel merupakan sistem kantong yang digunakan pada bentuk dan ukuran luka
lebih luas dengan menggabungkan hidrokoloid sheet dan double tape. Wound drain
merupakan tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengalirkan cairan yang cenderung
terakumulasi pada lokasi yang dilakukan pembedahan. Penggunaan wound drain dapat
digunakan jika cairan yang keluar melalui luka dan fistula terlalu banyak biasanya lebih dari
500 ml/24 jam. (Haryanto, 2009).
7. Komplikasi
b. Dehidrasi
c. Masalah kulit
d. keracunan darah
B. Konsep Asuhan Keperawatan
melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan. Proses
keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan
dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual dan muntah
e. Keamanan
Gejala : Demam
f. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Rencana pembedahan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan
tidak adekuat.
e. Gangguan pemenuhan perawatan diri b/d keterbatasan gerak akibat nyeri
3. Perencanaan
a Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan ubuh, proses
pembedahan
3) Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45
derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
1) Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
1) Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganannya.
4) Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganannya.
Rasional
1) Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi
3) Pola koping yang efektif diasa lalu mungkin potensial destruktif ketika
memandang pembatasan yang ditetapkan.
tidak adekuat.
Tujun : menunjukkan berat badan stabil atau penigkatakan berat badan sesuai sasaran
5) Memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan unutk memilih makanan
yang diingikan, dapat meningkatkan masukan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam merawat dirinya
diri klien.
Rasional :
3) Memberi keyakinan pada klien bahwa ia dapat merawat diri tanpa bantuan orang
lain
7) Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, mis teknik mengatasi stres.
Rasional
1) Stres dapat terjadi sebagai akibat gejala fisik kondisi, juga reaksi lain.
2) Membuka hubungan terapeutik. Membantu dalam meng-indentifikasi masalah
Intervensi
1) Tentukan persepsi pasien/ keluarga tentang proses penyakit.
2) Kaji ulang proses penyakit, penyebab/ efek hubungan faktor yang menimbulkan
faktor pendukung.
3) Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping.
4) Tekankan pentingnya perawatan kulit, mis, teknik cuci tangan dengan baik dan
Rasional
1) Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kebutuhan belajar individu.
2) Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk membuat
keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan kontrol penyakit.
5) Pasien dengan inflamasi beresiko untuk kanker dan evaluasi diagnostik teratur
dapat diperlukan.
Rasional :
1) Membantu dalam mengidentifikasi intervensi yang tepat
2) Aktifitas siang hari dapat membantu pasien menggunakan energi dan siap untuk
tidur pada malam hari
anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertujuan untuk mengatasi masalah masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan keperawatan.
Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang diberikan. Di
rumah sakit, catatan perawat ditulis minimal setiap shift dan diagnosa keperawatan
dicatat di rencana asuhan keperawatan. Setiap klien harus dikaji dan dikaji ulang sesuai
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil hasil yang diamati dengan kriteria hsil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila
kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil
belum tercapai. Komponen tahap evaluasi terdiri dari pencapaian kriteria hasil,
keefektifan tahap tahap proses keperawatan dan revisi atau terminasi rencana asuhan
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Peter, DMD, dkk..2000. Kompleks Enterocutaneus Hiliran: Penutupan dengan Rectus
Enterocutaneoushiliran.http://www.ptolemy.ca/members/archives/2006/Fistula/evenson 2006.pdf
diakses tanggal 26 Agustus 2009
Haryanto. 2009. Penggunaan Parcel Dressing dan Wound Drain dengan Kantong Ostomi pada
Pasien Fistel Enterocutaneus.
http://gibyantowoundostomicontinent.blogspot.com/2009/02/penggunaan-parcel-dressing-dan-
wound.html diakses tanggal 26 Agustus 2009
http://www.imeem.com/people/51vqZE_/blogs/2009/03/04/0_Ph7hDf/enterocutaneous-
fistulasurgeryenterocutaneous-fistula. diakses tanggal 26 Agustus 2009
Mansjoer, Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2, Medika Aesculapius FKUI : Jakarta
Medeiros, Aldo Cunha.,dkk. 2004. Perawatan Postoperative Enterocutaneous Fistulas oleh High-
komplikasi dari tindakan bedah digestif yang menjadi tantangan dalam kasus bedah salah satunya
yakni Fistula enterkutaneus. Fistula enterkutaneus merupakan ostium abnormal, berliku-liku antar
dua organ berongga internal atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar. Pada bulan
desember 2013 sampai bulan November 2015 dilakukan penelitian Dirumah Sakit Basaveshwar
India. Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan menganalisa secara komprehensif dari etiologi
dan faktor resiko dari fistula enterkutaneus. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi khort
prospektif. Didapat kan 30 kasus terdiri dari 23 laki-laki dan 7 perempuan dengan usia rata-rata
pasien 38 tahun dengan insiden fistula lebih banyak terjadi pada laki-laki sekitar 76,67% dan pada
wanita 23,33%. Dengan operasi perforasi duodenum menjadi penyebab paling banyak dan dirawat
menggunakan teknik konserfasi dan pembedahan. Nutrisi yang diberikan pada enam kasus, pasien
mengalami pemulihan dengan baik, pemberian nutrisi Total Parental Nutrisi (TPN) sebanyak 20
orang dan 3 meninggal.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi khort prospektif. Populasi pada penelitian ini adalah
pasien fistula enterkutenus sebanyak 30 kasus terdiri dari 23 laki-laki dan 7 perempuan dengan
usia rata-rata pasien 38 tahun dengan insiden fistula lebih banyak terjadi pada laki-laki sekitar
76,67% dan pada wanita 23,33%. Yang sedang dirawat dirumah Sakit Basaveshwar India selama
periode Desember 2013-November 2015.
Besar sampel ditetap kan sebesar 30 sampel dengan tehnik total sampling. Cara pengumpulan data
diambil dari riwayat penyakit pasien untuk mengetahui faktor resiko yang memengaruhi terjadi
fistula enterkutaneus. Semua pasien ditangani oleh peneliti dengan empat fase yaitu
jejunostomy
4. lanjutkan terapi gizi sampai fistul menutup atau jika gagal dilakukan sampai operasi ulang.
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI JURNAL
A. Hasil Penelitian
Dari total 604 pasien yang menjalani operasi digestif perut dalam periode tertentu, 30
pasien mengalami fistula enterkutaneus degan kelompok usia berkisar dari usia 9 tahun
sampai 70 tahun. Mayoritas pasien antara 41-50 tahun (33,3%), dari total 30 pasien, dari 23
laki-laki (76,67%) dan 7 permpuan (23,33%), 76,67% dari pasien fistula enterkutaneus
memiliki status ekonomi dan sosial rendah serta kebiasaan diet yang salah.
B. Diskusi Jurnal
1. Faktor resiko pada menejemen Enterkutaneus fistule
Pada jurnal yang dibuat berdasarkan penelitian ini, hasil penelitian didapatkan
bahwa kelompok usia yang paling rentan terjadi ECF setelah pembedahan adalah
kelompok usia antara 41-50 tahun dengan rata-rata 38,8 tahun.Menurut Altmore et al
(1990) pasien berusia> 60 tahun dianggap berisiko tinggi tetapi ini tidak secara
dengan penyebab utama yang paling berperan adalah komplikasi operasi. Faktor
resiko potensial terjadinya ECF juga dapat dilihat dari gejala-gejala yang timbul pada
periode pra operasi lebih dari 3 hari, Altmore et al (1990). Edema pada ektermitas
bawah merupakan indikasi dari adanya hypoproteinemia juga menjadi faktor risiko
Dari 20 pasien yang mendapat TPN, 17 pasien berhasil pulih setelah 10 hari sampai 60
hari, 3 pasien meninggal dikarenakan sepsis dan ketidakseimbangan elektrolit dalam
tertinggi pada masa minggu pertama sampai minggu keenam. Pada masa itu pasien
harus menunjukan kenaikan berat badan dan penyembuhan luka serta hasil tes
sepsis intra abdominal, tindakan pembedahan tidak bisa dihindari. Mereka juga
menganjurkan jejunostomy proksimal dalam terapi bedah pada ECF. Prosedur ini
tampaknya menjadi ukuran yang berguna di mana terdapat segmen panjang atau
beberapa daerah usus kecil yang masih berfungsi efektif. Pada tahun 2000 Lomis et al
menyarankan bahwa, penutupan saluran kulit perut dengan modifikasi vasoseal dan
collagen plug menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam pengelolaan fistula refrakter
untuk drainase kateter. Haffejee pada tahun 2004, menunjukkan bahwa kontrol sepsis
dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit memainkan peran penting dalam
pengelolaan fistula eksternal dan penutupan bedah definitif fistula harus direncanakan
hanya ketika pasien apyrexial dan status gizi yang baik dan jika fistula tidak
reseksi usus, termasuk fistula adalah metode yang disukai pengobatan. Pada tahun
2011 Polk TM et al, menyarankan terapi nutrisi yang agresif diperlukan untuk
untuk dilakukan tindakan operasi primer. Penyebab utama kematian adalah septikemia,
kekurangan gizi dan elektrolit. Manajemen TPN yang lebih baik dan perawatan intensif
akan membantu dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas pada kasus ini. Kematian
dapat dikurangi dengan pengetahuan yang lebih baik dari keseimbangan cairan dan
elektrolit, dukungan nutrisi, perawatan luka ditingkatkan, baru antibiotik yang lebih kuat
dan teknik bedah yang lebih baik.