Di susun oleh :
LIA AGUSTINA
013SYE20
PembimbingPendidikan PembimbingKlinik 1
PembimbingKlinik 2
1. Definisi Penyakit
Fistula Enterokutaneus atau Enterocutaneus fistula ( ECF ) adalah adanya hubungan
abnormal yang terjadi antara dua permukaan berepitel yaitu anatara saluran cerna dengan
kulit, baik antara usus halus dengan kulit maupun usus besar dengan kulit. Hubungan
antara kedua permukaan tersebut sebagian besar berupa jaringan granulasi. Fistula
enterokutaneus merupakan komplikasi yang biasanya terlihat setelah operasi diusus kecil
atau besar.
a. Fistula adalah suatu ostium abnormal, berliku-liku antara dua organ berongga internal
atau antara organ internal dengan tubuh bagian luar. (Smeltzer dan Bare, 2001).
b. Entero-enteral atau enterocutaneous adalah petikan yang abnormal kebocoran isi perut
atau usus (usus besar atau kecil) ke organ lain, biasanya bagian dari usus (entero-enteral)
atau kulit (enterocutaneous). (Lee, 2006).
c. Umbilikalis fistel atau fistel umbilikalis atau fistula vitellina adalah suatu keadaan
kongenital dimana duktus vitellinus tetap dipertahankan seluruhnya sehingga membentuk
hubungan langsung antara pusat dengan seluruh pencernaan. Dalam hal ini dapat
dikeluarkan tinja melalui pusat. (Watson, dkk, 1987).
2. Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum.
Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal.
Fistula secara umum sering ditemukan pada penderita :
a. Penyakit Crohn
b. Tuberkulosisc. Divertikulitis
c. Kanker
d. Cedera anus maupun rektum.
Fistula enterokutaneus biasanya diakibatkan :
a. Spontaneous (15% sampai 25%)
- Radang usus buntu
- Lubang duodenal ulcers
- Radiasi
- Penyakit diverticular
- Ischemic usus
- Malignancies.
b. Postoperative (75% hingga 85%)
- Kegagalan anastomotic
- Penutupan abdominal Lysis yang adhesions
2. Patofisiologi/Pathway
4. Manifestasi klinis
Gejala tergantung pada kekhususan defek. Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari
lubang kutaneus. Gejala ini mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung
kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak teratasi dapat menyebabkan
infeksi sistemik disertai gejala yang berhubungan.
5. Klasifikasi
Penyebab dari terbentuknya fistula pasca pembedahan sangat bervariasi tergantung
pada lokasi organ, faktor predisposisi, faktor resiko pasien dan tehnik atau prosedur
pembedahan. Kompleksitas dari fistula enterokutaneus tergantung dari jumlah
pengeluaran.
a. Rendah: 200 ml/24 jam
b. Moderat: 200-500 ml/24 jam
c. Tinggi: 500 ml/24 jam
Jumlah output juga dapat digunakan untuk memprediksi kematian seperti tercantum
dalam seri klasik oleh Edmunds dkk. pasien yang tinggi dengan output fistulas memiliki
mortality 54%, pasien dengan moderat output meninggal dalam 30% kasus sedanglan
rendah output fistulas meninggal dalam 16% kasus. Dalam seri yang lebih baru, Levy
dkk. melaporkan kematian dari 50%, 24% dan 26% di tinggi, moderat dan rendah output
fistulas, masingmasing. Kira-kira 30% semua tipe fistula akan menutup secara spontan
dalam waktu 6-7 mingg
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan di daerah anus, dimana
ditemukan satu atau lebih pembukaan fistula atau teraba adanya fistula di bawah
permukaan. Sebuah alat penguji bisa dimasukan untuk menentukan kedalaman dan
arahnya. Ujung dalamnya bisa ditentukan lokasinya dengan melihat melalui anoskop
yang dimasukkan ke dalam rektum.
7. Penatalaksanaan
Pembedahan selalu dianjurkan karena beberapa fistula sembuh secara spontan.
Fistulektomi (eksisi saluran fistula) adalah prosedur yang dianjurkan. Usus bawah
dievakuasi secara seksama dengan enema yang diprogramkan.
Selama pembedahan, saluran sinus diidentifikasi dengan memasang alat ke dalamnya
atau dengan menginjeksi saluran dengan larutan biru metilen. Fistula didiseksi ke luar
atau dibiarkan terbuka, dan insisi lubang rektalnya mengarah keluar. Luka diberi tampon
dengan kasa.
Sebuah studi menelan kontras, di mana radio-kekusaman dye adalah ditelan oleh
pasien dan diambil foto sinar-x dan CT scan, sering menunjukkan anatomi dari hiliran.
Jika hiliran melibatkan titik dua, yang kontras enema (kontras dye diberikan melalui
dubur) dapat bermanfaat. Parcel merupakan sistem kantong yang digunakan pada bentuk
dan ukuran luka lebih luas dengan menggabungkan hidrokoloid sheet dan double tape.
Wound drain merupakan tindakan yang dilakukan bertujuan untuk mengalirkan cairan
yang cenderung terakumulasi pada lokasi yang dilakukan pembedahan. Penggunaan
wound drain dapat menggunakan kantong ostomi.
Parcel dressing dipakai pada luka bertujuan untuk menampung eksudat, melindungi
jaringan, mencegah infeksi silang, memonitor volume pengeluaran, meningkatkan rasa
nyaman dan mengurangi kecemasan pasien, meningkatkan mobilitas pasien. Sedangkan
penggunaan wound drain untuk mempertahankan keamanan drain, menampung
pengeluaran, mencegah infeksi silang, memonitor keefektifitasan drain dan volume
pengeluaran, melindungi sekitar jaringan, meningkatkan kenyamanan pasien dan
mengontrol bau, meningkatkan mobilitas pasien dan biaya lebih efektif. Kedua tehnik ini
digunakan jika cairan yang keluar melalui luka dan fistula terlalu banyak biasanya lebih
dari 500 ml/24 jam. (Haryanto, 2009)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.Diagnosa Keperawatan
a.bNyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan
c. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d pengeluaran sari-sari makanan dari fistula, absorbsi
tidak adekuat.
e. Gangguan pemenuhan perawatan diri b/d keterbatasan gerak akibat nyeri
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g.Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan interpretasi.
h.Gangguan kebutuhan istirahat tidur b/d nyeri
3.Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi Tujuan : Nyeri
berkurang atau hilang
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
b. Pantau tanda-tanda vital.
c. Ajarkan teknik nafas dalam
d. Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
e. Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional :
a. Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri secara
bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
b. Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
c. Meningkatkan relaksasi,mening kenyamanan dan menurunkan nyeri.
d. Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang
e. Memblok lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan
Tujuan : Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu.
b. Obeservasi penyatuan luka, adanya inflamasi
c. Pantau pernapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi 35-45 derajat,
bantu pasien untuk membalik, batuk, dan napas dalam.
d. Observasi terhadap tanda/ gejala peritonitis, mis, demam, peningkatan nyeri, distensi
abdomen.
e. Pertahankan perawatan luka aspetik. Pertahankan balutan kering.
f. Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Rasional
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
c. Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan batuk, dan
distensi abdomen.
d. Meskipun persiapan usus dilakukan sebelum pembedahan, peritonitis dapat terjadi
bila usus terganggu, mis, ruptur praoperasi, kebocoran anastomosis.
e. Melindungi pasien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan
basah bertindak sebagai retrograd, menyerap kontaminan eksternal.
f. Diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
4. Pelaksanaan
Selama tahap implementasi perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan.
Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria
hasil.
Komponen tahap implementasi terdiri dari :
a. Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan
mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Association; undang –
undang praktik keperawatan negara bagian; dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan keperawatan kolaboratif diimplementasikan bila perawat bekerja dengan
anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap asuhan
keperawatan.Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang
diberikan. Di rumah sakit, catatan perawat ditulis minimal setiap shift dan diagnosa
keperawatan dicatat di rencana asuhan keperawatan. Setiap klien harus dikaji dan dikaji
ulang sesuai dengan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang diamati dengan kriteria hsil yang
dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila
kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apabila kriteria
hasil belum tercapai. Komponen tahap evaluasi terdiri dari pencapaian kriteria hasil,
keefektifan tahap – tahap proses keperawatan dan revisi atau terminasi rencana asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA