OLEH :
18D10021
FAKULTAS KESEHATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA
PASIEN TN. BA INDIKASI ORIF P/S DENGAN DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR
CLAVIKULA DEXTRA 1/3 MEDIAL DENGAN GENERAL ANESTESI
DI RUANG IBS RSUD KLUNGKUNG PADATANGGAL 18– 30 JANUARI 2021
NIM. 18D10021
Mengetahui,
CI Akademik
CI Klinik
2. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks(Nuzulul, 2009)
3. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
4. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati,
kandung empedu, dan pankreas.
5. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
6. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau
batu ureter kanan.
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses
ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik
b. Penatalaksanaan operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang dilakukan
adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan
pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks
dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
B. Pertimbangan anestesi
1. Definisi anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011).
2. Jenis anestesi
a. General anestesi
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik (2) analgesia (3)
relaksasi otot. Anestesi umum ini digunakan apabila terjadi perforasi pada apendik yang
memerlukan tindakan cito dengan laparatomy.
b. Regional anestesi
Anestesi regional dapat mengahambat impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara terhadap impuls
saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh dibloki runtuk sementara
(reversible),fungsi motoric dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, tetapi pasien tetap sadar.
Anestesi regional terdiri dari blok sentral (blokneuroaksial) dan blok perifer (bloksaraf).
c. Lokal Anestesi
Anestesi lokal secara reversibel menghambat konduksi saraf di dekat pemberian anestesi, sehingga
menyebabkan mati rasa di daerah yang terbatas secara sementara (Press, 2015). Perbedaanya dengan
anestesi regional adalah, anestesi lokal hanya memblok sensasi di area dimana injeksi diberikan, tanpa
mempengaruhi daerah-daerah lain yang diinervasi oleh saraf tersebut (Peters, 2011).
3. Teknik anestesi
a. General Anestesi
1) Anestesi Inhalasi
Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh
tubuh akibat pemberian obat anestesi. Rees dan Gray membagi anestesi menjadi 3 (tiga) komponen
yaitu :
a) Hipnotika : pasien kehilangan kesadaran
b) Anestesia : pasien bebas nyeri
c) Relaksasi : pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
2) Anestesi Intravena
Anestesia intrvena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesia diberikan melalui jalur
intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot (Ting, 2007).
a) Indikasi Anestesi Intravena
1. Obat induksi anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)
b) Beberapa variasi anestesia intravena (Ratna dan Chandra, 2012).
1. Anestesia intravena klasik
Pemakaian kombinasi obat ketamin hidroklorida dengan sedatif contoh: diazepam, midazolam
atau dehidro benzperidol. Komponen trias anestesi yang dipenuhi dengan teknik ini adalah
hipnotik dan anestesia.
2. Anestesi intravena total
Pemakaian kombinasi obat anestetika intravena yang berkhasiat hipnotik, analgetik dan relaksasi
otot secara berimbang. Komponen trias anestesia yang dipenuhi adalah hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot.
b. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubh sementara pada impuls saraf
sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi
motoric dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
1) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini
sering dikerjakan.
2) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan
analgesia regional intravena.
3)
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal
merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke system saraf pusat dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah Teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
Jenis anestesi lokaldalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah :
1) Anestesi Blok
Jenis anestesi blok adalah anestesi yang dilakukan dengan mendeposisikan larutan anestesi
berdekatan pada badan saraf utama. Deposit pada Teknik ini akan menyebabkan penghambat
impuls saraf dari lokasiinjeksi hingga ke distal sehingga memblok sensasi yang datang dari
susunan saraf pusat. Injeksi blok saraf ini perlu berhati-hati karena pembuluh vena dan arteri
yang berdekatan dengan saraf ini dapat terjadi cedera (Pasaribu, 2008;Malamed, 2013)
4. Rumatan anestesi
Hampir semua anestesia spinal melibatkan injeksi anestetik lokal, baik tanpa maupun dengan
kombinasi obat-obat adjuvant. Farmakologi dari obat ini telah dibahas pada bab awal. Bagian ini
memfokuskan pada pemakaian spesifik dari obat-obat ini di ruangan subarachnoid (tabel 10-1).
a. Anestesi Lokal Lidokain & bupivakaine semuanya umum dipakai untuk spinal anestesia.
1). Lidokain (durasi sedang spinal anestesia) dengan dosis 20 – 100 mg seringkali dipilih untuk kasus-
kasus yang diperkirakan memakan waktu sekitar 90 – 200 menit. Lidokain sangat mudah larut dalam
air dan sangat stabil. Tidak iritatif terhadap jaringan walaupun diberikan dalam konsentrasi larutan
88%. Toksisitasnya 1.5 kali prokain. Diperlukan waktu 2 jam untuk hilang sama sekali dari tempat
suntikan. Penambahan epinephrine 0,2 mg memanjangkan anestesia 15 – 40 menit, tergantung dosis
anestesi lokal yang dipakai, tetapi berhubungan dengan blok motoris yang memanjang secara signifikan
dan miksi yang terlambat. Fentanyl 15 – 25 gr adalah aditif lain yang berguna. Menimbulkan
reduksi substansial pada dosis lidokain (untuk menimbulkan recovery lebih cepat dan insiden transient
neurologic simpton yang lebih rendah) dan efektif memblok nyeri torniquet pada ekstremitas bawah.
2). Bupivakain (durasi panjang spinal anestesia) dengan dosis 5 – 15 mg adalah sesuai untuk
pembedahan selama 180 – 600 menit. Ikatan dengan HCl mudah larut dalam air, sangat stabil.
Potensinya 3-4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali dari lidokain. Sifat hambatan sensorisnya
lebih dominan dibandingkan dengan hambatan motorisnya. Jumlah obat yang terikat pada saraf lebih
banyak dibandingkan dengan yang bebas dalam tubuh. Dikeluarkan dari dalam tubuh melalui ginjal.
Spinal anestesia umumnya dilakukan dengan 0,75% bupivacaine dalam 8,25 % dekstrosa. Larutan
bupivakain 0,5 % tanpa dekstrosa adalah isobarik atau sedikit hipobarik dan umumnya dipakai untuk
pembedahan ekstremitas bawah. Epinephrine memanjangkan blok sensoris dan motoris kira-kira 30 –
45 menit saat ditambahkan pada bupivakain dosis kecil (7,5 mg). Fentanyl juga dipakai sebagai
adjuvant untuk mengurangi dosis bupivakain (sehingga hipotensi lebih sedikit) dan meningkatkan
analgesia.
b. Aditif Pada Spinal Anestesia
1). Vasokontriktor
Vasokontriktor seringkali ditambahkan pada lokal anestetik intrathecal untuk menghambat uptake
vaskuler sehingga memanjangkan blok. Epinephrine dan lebih jarang phenylephrine adalah agen yang
dipakai untuk tujuan ini. Selain vasokontriksi, epinephrine juga menimbulkan analgesia lewat stimulasi,
2 receptor. Klonidine,2 agonis memperpanjang blok motoris dan sensoris pada tetracaine, lebih besar
daripada epinephrine. Selain memanjangkan blok sensoris, penambahan epinephrine pada spinal
anestetik lokal juga memanjangkan blok motoris dan memperlambat miksi. Dua faktor ini menghambat
pulih dari anestesi spinal. Untuk outpatient surgery, kebanyakan center menghindari epinephrine
intrathecal. Sesungguhnya, pemakaian opoid lipofilik intratekal akan meningkatkan dan memanjangkan
anestesia tanpa menghambat pemulihan.
2). Opioids Analgesik
Opioid dapat ditambahkan pada spinal anestesia. Opioid nampaknya menimbulkan supra-aditif
(sinergistik) anestesia saat ditambahkan pada intratekal lokal anestetik. Efek sinergis ini tampak
menonjol terutama pada nyeri visceral. Opioid spinal memblok pathway nyeri dengan tambahan
minimal pada blok serat motoris dan simpatis. Dua klas opioid dipakai pada spinal anestesia dan
analgesia. Opioid hidrofilik biasanya ditambahkan untuk prolong postop analgesia. Morphine sulfat 0,1
– 0,3 mg adalah yang umum dipilih. Agen ini memiliki efek analgesik dalam 45 menit pada pemberian
lumbal dan mengurangi kebutuhan tambahan analgesia postop selama 12 – 24 jam. Morphin spinal
memiliki beberapa efek lain yang tidak diinginkan. Nausea dan vomiting tampaknya lebih banyak
daripada opioid sistemik. Pruritus yang umum (60 – 80 %) dan yang parah (20 %). Miksi secara
substansial dihambat, mungkin karena hambatan pada mekanisme detrusor. Karena adanya sedikit
resiko dari depres nafas yang delayed dan gangguan fungsi kencing, obat ini tidak sesuai untuk bedah
pada outpatient. Opioid Lipofilik (fentanyl dan sulfentanyl) populer pada spinal anestesia. Fentanyl 10-
25 g atau sulfentanyl 2,5 – 10 gr dapat ditambahkan pada anestesia spinal untuk mencapai beberapa
tujuan. Agen ini memiliki onset cepat terhadap sinergis anestetik dan meningkatkan anestesia
intraoperatif.
5. Resiko
Menurut Latief (2002), beberapa risiko yang mungkin terjadi pada pasien apendiktomi dengan
anestesi spinal adalah :
1) Reaksi alergi
2) Sakit kepala yang parah (PDPH)
3) Hipotensi berat akibat blok simpatis, terjadi ‘venous pooling’.
4) Bradikardi akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas
5) Trauma pembuluh darah
6) Mual muntah
7) Blok spinal tinggi atau spinal total
C. Web of Caution(WOC)
Appendicitis
ee
Erosi mukosa
fecalith Striktur Tumor
apendiks
Obstruksi
1. Risiko perdarahan
2. Risiko Trauma Fisik Pembedahan
Anestesi regional (spinal)
3. Risiko Disfungsi Kardiovaskuler
4. Risiko Disfungsi Respirasi
Risiko anestesi :
Masalah Post Anestesi :
1. Hipotensi
2. Bradikardi 1. Risiko Infeksi
3. Sakit kepala 2. Hambatan mobilitas fisik
4. Blok spinal tinggi 3. Risiko Disfungsi Termoregulasi
D. Tinjauan teori askan pre intra pasca anestesi dan pembedahan umum
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data
tentang penderita agar dapat mengidentifikasi kebebutuhan serta masalahnya. Pengkajian meliputi:
1) Pengumpulan Data
2) Data subyektif
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian perut bawah
- Pasien mengatakan tidak nafsu makan
- Pasien mengatakan sering makan pedas
- Pasien mengeluh diare
- Pasien mengeluh mual dan muntah
- Pasien mengatakan khawatir tentang penyakitnya
- Pasien mengeluh demam
1) Data obyektif
- Skala nyeri sedang sampai berat
- Wajah pasien tampak grimace
- Mukosa bibir kering dan pucat
- Akral teraba dingin
- Suhu 38,5°C
2. Masalah Kesehatan Anestesi
Pre :
1. nyeri akut
2. Risiko kekurangan volume cairan
3. Hipertermi
4. Ansietas
5. Risikoc cedera agen anestesi
Intra :
5. risiko perdarahan
6. Risiko Trauma Fisik Pembedahan
7. Risiko Disfungsi Kardiovaskuler
8. Risiko Disfungsi Respirasi
Post :
9.Resiko infeksi
3. Perencanaan intervensi
Pre :
1) Nyeri akut
a.Tujuannya : setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x4 jam diharapkan
nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks.
b.Kriteria hasil : nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks, klien mampu tidur atau
istirahat.
c.Rencana tinadakan:
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
- Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas dalam
- Delegasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
2) Resiko kekurangan volume cairan
a. Tujuannya : setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x2 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
b. Kriteria hasil : keseimbangan cairan terpenuhi, tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor
kulit baik, intake dan output adekuat.
c. Rencana tindakan :
- observasi tanda-tanda vital dan awasi masukan dan keluaran cairan, lihat membran mukosa,
kaji turgor kulit dan pengisian kapiler,
- berikan sejumlah kecil minuman bila pemasukan per oral dimulai dan dilanjutkan diet sesuai
toleransi.
- Delegasi dalam terapi cairan
3) Hipertermi
a.Tujuan : setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x4 jam diharapkan suhu
tubuh pasien menurun
b.Kriteria hasil : pasien tidak mengeluh demam dan suhu tubuh pasien dalam batas normal
c.Recana tindakan:
- Monitoring suhu tubuh pasien
- Beri kompres hangat
- Pertahankan intake cairan
- Delegasi pemberian antipiretik
4) Ansietas
a. Tujuan: setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 1x 30 menit diharapkan
kecemasan pasien berkurang
b. kriteria hasil: Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat teratasi, pasien tampak rileks
c. rencana tindakan:
- kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
- Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum dilakukan
- Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
- Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
- Delegasi pemberian sedatif (midazolam)
1) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi cedera anestesi.
2) Kriteria Hasil:
3) Rencana Intervensi:
- Lepaskan aksesoris
6) Risiko perdarahan
b. Tujuan : setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi selama 30 menit diharapkan tidak
terjadi perdarahan pada saat pembedahan
c. Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda perdarahan, tekanan darah dalam batas normal, tidak
ada kehilngan darah yang terlihat
d. Rencana tindakan :
- Monitor ketat tanda tanda perdarahan
- Monitor TTV
- Monitor status cairan (intake dan output)
- Delegasi pemberian transfusi darah
7. Resiko Cedera Trauma Pembedahan
1) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi disfungsi
kardiovaskuler (hipotensi)
2) Kriteria Hasil:
a) Pasien tenang terjaga
b) EKG irama sinus normal/tidak ada disritmia yang mengancam nyawa
c) TTV dalam batas normal, TD: 110 – 120 / 70 – 80 mmhg Nadi : 60 – 100 x/menit Suhu : 36-
37°C RR : 16 – 20 x/menit
3) Rencana Intervensi.
a) Lakukan pengkajian pra anestesi meliputi pemeriksaan : riwayat penyakit jantung, penyakit
hipertensi, riwayat alergi, kelainan sistem pembekuan darah.
b) persiapkan alat monitoring tanda-tanda vital
c) persiapkan alat dan obat anestesi sesuai dengan perencanaan teknik anestesi
d) lakukan rehidrasi cairan 1000-1500 cc sesuai dengan program kolaboratif dengan dokter anestesi
e) hindari penggunaan agen anestesi yang meningkatkan respon saraf simpatik
f) lakukan monitoring intra anestesi
- monitoring kardivaskular (tekanan darah, irama dan frekuensi nadi, MAP)
- monitoring lead EKG
- monitoring balance cairan
g) Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian cairan atau darah
- Kolaborasi pemberian obat vassopresor
- Kolaborasi pemberian obat koagulasi
9. PK Disfungsi Respirasi
1) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi
disfungsi respirasi
2) Kriteria Hasil:
1. TTV dalam rentang normal
TD 120/80 mmHg
Nadi 60x/menit
RR 20x/menit
SaO2 100%
Suhu 36,5˚C
2. Akral hangat
3. pH serum 7,35-7,45
4. PaCO2 35-45
5. PaO2 80-10
6. Pasien tidak mengeluh dan tidak mengatakan sesak napas
7. Tidak terjadi apneu
3) Rencana Intervensi:
- Observasi TTV pasien setiap saat
- Monitor ekspansi dada setiap saat
- Berikan oksigen dengan simple mask 5-6 LPM
- Lakukan analisa gas darah arteri: pH, PaCO2, dan PaO2
- Lakukan persiapan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
- Lakukan monitoring perianestesi
- Lakukan pemeliharaan jalan napas
- Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik dan alat nebulisasi
- Lakukan pengakhiran tindakan anestesi: reverse dan ekstubasi
- Ajarkan pasien napas dalam secara teratur
- Ajarkan pasien teknik batuk efektif
- Kolaborasikan pemasangan ETT
Post :
1) Tujuan: Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi disfungsi
termoregulasi
2) Kriteria Hasil
1. Suhu normal 36,5˚C-37,5˚C
3. Tidak menggigil
3) Rencana Intervensi:
- Ajarkan pasien tentang pentingnya mempertahankan asupan cairan yang adekuat untuk
mencegah dehidrasi
- Pantau asupan dan haluran
- Kaji apakah pakaian atau bedcover terlalu hangat untuk lingkungan atau aktivitas yang
direncanakan
- Jelaskan pentingnya asupan cairan selama cuaca panas
- Jelaskan pentingnya menghindari asupan alcohol, kafein, dan makan banyak selama cuaca panas
- Jelaskan perlunya menggunakan pakaian longgar
- Jelaskan awal hipertermi (kulit merah, sakit kepala, keletihan, kehilangan selera makan)
- Ajarkan pasien untuk mengurangi pajanan yang lama terhadap lingkungan dingin
- Jelaskan pentingnya menggunakan topi, sarung tangan, dan kaos kaki hangat serta sepatu untuk
mencegah hilangnya panas
- Anjurkan individu untuk membatasi ke luar rumah jika suhu sangat dingin
- Berikan selimut listrik, selimut hangat, atau selimut dari bulu
- Jelaskan mengenai tanda awal hipotermia (kulit dingin, pucat, memutih, kemerahan)
- Jelaskan tentang perlunya minum 8-10 gelas air setiap hari
- Ingatkan untuk menggunaan pakaian tambahan pada pagi hari ketika metabolism berada pada
titik yang paling rendah
4. Evaluasi
Pre :
1) Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : skala nyeri ringan, TTV dalam batas normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
2) Risiko kekurangan volume cairan
A: Masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
3) Hipertermi
S : pasien mengatakan tidak demam lagi
O : suhu 36,5°C
A; masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
4) Ansietas
S : pasien mengatakan tidak cemas lagi
O : pasien tampak tidak gelisah lagi
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
5) Risiko Cedera agen anestesi
S:-
O : Pasien tidak mengalami cedera, pasien tidak mengalami aspirasi, pasien tidak mengalami hipotensi
akibat vasodilatasi
A: masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
Intra :
6) Risiko perdarahan
S:-
O : tidak ada tanda tanda perdarahan
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
7) Risiko Trauma Fisik Pembedahan
S: -
O : TTV dalam batas normal, tidak ada sianosis
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
S:-
O:
TD : 110/70mmHg
N : 76x/mnt
RR: 15x/mnt
Suhu 36,5oC
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan Intervensi
9) Risiko disfungsi Respirasi
S: -
O:
Pasien tidak mengalami disfungsi pernapasan
TD : 110/82mmHg
N : 94x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
A: Masalah Teratasi
Post :
A: Masalah teratasi
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8. Volume
2. Jakarta, EGC
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKCITIS AKUT DAN TINDAKAN APENDIKTOMY
RSUD KLUNGKUNG
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn . N
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Suku Bangsa : WNI
Status perkawinan : Belum Menikah
Golongan darah :A
Alamat : Banjar Patus Gunaksa Dawan
No.CM : 243113
Diagnosa medis : APENDIKCITIS AKUT
Tindakan Operasi : Apendiktomy
Tanggal MRS : 01 Januari 2021
Tanggal pengkajian : 19 Januari 2021
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. W
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : WNI
Hubungan dg Klien : Adik pasien
Alamat : Banjar Patus Gunaksa Dawan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan nyeri pinggang kanan
b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan nyeri pinggang kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Klungkung melalui IGD RS Klungkung pada tanggal 31 Januari 2021 pukul
10.02, pasien mengatakan nyeri pinggang kanan sejak kemarin, nyeri yang dirasakan hilang timbul
disertai dengan rasa seperti disayat-sayat, nyeri saat kencing, nyeri diperut bawah, disertai mual dan
muntah. Penyakit infeksi saluran kemih sebelumnya di sangkal, tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
Saat pengkajian didapatkan tanda-tanda vital, TD : 120/80 mmHg, Nadi : 89x/menit, Respirasi :
18x/menit, SpO2 : 99% BB : 50kg, Tinggi Badan : 165 cm. Pasien diberikan infus RL 20 tpm,
Ceftriaxone 2x1 gram (besok sebelm OK), Dexamethasone injeksi 3x1 IV. asien direncanakan akan
dilakukan apendiktomy senin 01 Februari 2021 pukul 08.00 wita, aasien dipuasakan pukul 12.00 malam.
tanda-tanda vital pasien , TD : 131/81mmHg, N:105x/mnt, RR:18x/mnt, SpO2 : 99% ,
S:36,0oC.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit sistemik yang diderita
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki penyakit sistemik
5) Riwayat Kesehatan
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan, tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.
Pasien memiliki kebiasaan meminum alcohol. Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit sistemik dan
tidak memiliki riwayat alergi.
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
Pasien mengatakan tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.
7) Riwayat Alergi : tidak ada
8) Kebiasaan :
a) Merokok : tidak
b) Alkohol : ya
c) Kopi/teh/soda : tidak
Kemampua 0 1 2 3 4
n Perawatan
Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung
total
b) Istirahat Dan Tidur
(1) Sebelum sakit
(a) Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada waktu anda
beristirahat? iya
(b) Apakah anda pernah mengalami insomnia? tidak
(c) Berapa jam anda tidur: malam 7 jam siang 2 jam
(2) Saat sakit
(a) Apakah anda pernah mengalami insomnia? tidak
(b) Berapa jam anda tidur: malam 6 jam siang 0 jam
6) Interaksi sosial
a) Kegiatan Lingkungan : STT
b) Interaksi Sosial : Baik
c) Keterlibatan Kegiatan Sosial : Baik
7) Pemeliharaan Kesehatan
a) Konsumsi vitamin :-
b) Imunisasi :-
c) Olahraga : 1x/hari
d) Upaya keharmonisan keluarga : baik
e) Stress dan adaptasi : baik
8) Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
a) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: baik
b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan: baik
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : verbal: 4 Motorik 5 Mata :6
Penampilan : sedang
Tanda-tanda Vital : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 89 x/menit, Suhu: 36,8 o C, SpO2: 99%, RR= 18
x/menit, BB: 50, TB: 165cm,
2) Pemeriksaan Kepala
a) Inspeksi
Bentuk kepala: (normochepalus / normal), kesimetrisan (+), hidrochepalus (-), luka (-), darah
(-), trepanasi (-), kebersihan (-), persebaran rambut (merata/tidak), terdapat rambut rontok (+ /
-).
b) Palpasi
Nyeri tekan (-), edema (-)
3) Pemeriksaan Wajah
Inspeksi
Perhatikan ekspresi wajah: tegang, warna dan kondisi wajah: baik struktur wajah: baik
Kelumpuhan otot-otot fasialis (-), Bentuk dagu: tidak lonjong
1) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a) Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( +)
b) Ekssoftalmus (- ), Endofthalmus (- )
c) Kelopak mata / palpebra : oedem (- ), ptosis (- ), peradangan (- ) luka (-), benjolan (- )
d) Bulu mata (tidak rontok)
e) Konjunctiva dan sclera : perubahan warna (-)
f) Reaksi pupil terhadap cahaya : (midriasis) isokor ( +)
g) Kornea : warna coklat
h) Nigtasmus (- ), Strabismus (- )
i) Ketajaman Penglihatan ( Baik)
j) Penggunaan kontak lensa: tidak
k) Penggunaan kaca mata: tidak
Palpasi
1. Pemeriksaan bola mata : tidak ada pembengkakan
Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris, warna sawo mateng mengikuti warna kulit
- Lesi (- ), nyeri tekan (- ),peradangan (- ), penumpukan serumen (-).
- perdarahan (- ), perforasi (- ).
- Tes kepekaan telinga
a. Tes bisik normal tidak ada gangguan
b. Dengan arloji normal tidak ada gangguan
Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak ada pembengkakan )
- Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran (- ), Pembengkakan (- ), pembesaran/polip (- )
- pernafasan cuping hidung (- )
Pemeriksaan Genetalia
a) Pada Pria Inspeksi
- Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi (- ) perdarahan dalam batas normal,eritema (- ),
keputihan (- ), peradangan (- ).
- Lubang uretra : stenosis /sumbatan (- )
- Terpasang kateter (-)
7) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
- Fraktur (-),
terpasang gips (-),
Traksi (- ), atropi otot (-)
Palpasi
- Edema : (-)
- Lakukan uji kekuatan otat : ( 5)
b) Ekstremitas Bawah :
Inspeksi
- Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-)
- Fraktur (-),
terpasang gips (-), Traksi (- ), atropi otot (-)
Palpasi
- Edema : (- )
- Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 )
Kesimpulan palpasi ekstremitas:
Edema :
333 333 -
333 333
555 555
555 555
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual-muntah (-) riwayat kejang (-)
penurunan tingkat kesadaran (-), riwayat pingsan (-), tanda-tanda TIK (-)
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) Normal
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) Normal
Nervus III, Ocumulatorius Normal
Nervus IV, Throclearis Normal
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : Normal
- Cabang maxilaris : Normal
- Cabang Mandibularis : Normal
Nervus VI, Abdusen Normal
Nervus VII, Facialis Normal
Nervus VIII, Auditorius Normal
Nervus IX, Glosopharingeal Normal
Nervus X, Vagus Normal
Nervus XI, Accessorius Normal
Nervus XII, Hypoglosal Normal
3. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris), atropi (-) kekuatan otot : 5
4. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul terasa, benda tajam terasa
Menguji sensasi panas / dingin terasa kapas halus terasa minyak wangi tercium
5. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( -)
d. Reflek patella ( -)
e. Reflek achiles ( - )
2. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 16,1 g/dL 10.8 - 14.2
Lekosit 18.15 ribu/uL 3.5 – 10
Hitung Jenis Lekosit
Neutrofil 80 % 39.3 – 73.7
Limfosit 11.5 % 18.0 – 48.3
Monosit 6.9% 4.4 – 12.7
Eosinofil 0.49 % .600 – 7.30
Basofil 1.00 % 1.0 – 1.70
Eritrosit 5.5 juta/uL 3.5 – 5.5
Hematokrit 47.7 % 35 - 55
Index Eritrosit
MCV 86.6 fL 81.1 – 96
MCH 29.2 pg 27.0 – 31.2
MCHC 33.7 % 31.5 – 35.0
RDW-CV 10.7 % 11.5 – 14.5
Trombosit 286 ribu/uL 145 – 450
MPV 6.09 fL 6.90 – 10.6
HEMOSTATIS
Masa Perdarahan(BT) 3:00 Menit 1–5
Masa Pembekuan(CT) 9:00 Menit 6 – 15
KIMIA KLINIK
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dL 80 – 200
3. Therapi
IVFD NaCl 20 tpm
Ondansentron 4 mg
Dexamethasone injeksi 3x1 IV
4. Kesimpulan status fisik pasien : ASA 1(Pasien dengan penyakit bedah tanpa penyakit sistemik)
5. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit : tidak ada
b. Jenis Anastesi : Regional Anastesi
c. Teknik Anastesi : SAB
Indikasi : L3-L4
d. Persiapan alat
1) Aparatus anastesi :
Sumber oxygen dan N2O
Vaporiser
Sircuit napas
Mesin Anestesi
2) STATICS :
STATICS
- Scope : Stetoskop dan laringoskop
- Tube : Pipa trakea dengan balon
- Airway : Guedel, orotracheal airway, nasotracheal airway
(untuk menahan lidah pasien agar tidak menyumbat
jalan napas)
- Tape : Plester untuk fiksasi
- Introducer : Stilet untuk memandu pipa trakea
- Connector : Penyambung pipa dan peralatan anestesi
- Suction : Penghisap lender, ludah, dan sebagainya
Alat-Alat Resusitasi
- Alat bantu napas
- Laringoskop
- Endotracheal Tube
- Suction
- Defibrillator
Alat Pantau Tekanan Darah
Suhu Tubuh
EKG
Pulse Oxymeter
Capnografi (sesuai indikasi)
Kartu Catatan Medik Anesthesia
Selimut Penghangat (khusus untuk bayi dan orang tua)
Cairan Pengganti
- Pra Operasi : Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/kg
BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10˚C kebutuhan cairan
bertambah 10-15 %.
- Selama Operasi : 6 ml / kgBB/jam
- Setelah Operasi : Pemberian cairan pasca operasi
ditentukan berdasarkan deficit cairan selama operasi ditambah
kebutuhan sehari-hari pasien.
f. Cairan
1) Kristaloid:
Jenis: Ringer Laktat
Jumlah: 1000ml
2) Koloid: tidak menggunakan
Jenis:
Jumlah:
3) Produk Darah: tidak menggunakan
Jenis:
Jumlah:
B. Analisa Data
Pre Anestesi
Intra Anastesi
Penghambatan Afterload
Post Anastesi
↓
Blok Saraf Motorik
↓
Resiko Jatuh
2. Rencana Intervensi
Pre Operasi
No Problem(Masalah Perencanaan
Kesehatan
Anestesi
Tujuan Intervensi
No Problem Perencanaan
(Masalah
Kesehatan
Anestesi
Tujuan Intervensi
No Problem Perencanaan
(Masalah
Kesehatan
Anestesi
Tujuan Intervensi
E. Pelaksanaan
Nama :Tn.N No.CM :243113
Umur :20 tahun Diagnosa : appendicitis akut
Jenis kelamin :Laki-laki Ruang :IBS
Pre Anastesi
3. Minggu, 31 Resiko
Januari Cedera 1.Mengkaji adanya DS: -
2021 Anastesi penyulit yang
DO:
13.56 dicurigai akan terjadi:
-Pasien tidak
- Penyakit
mengalami
kardiovaskular
cedera, pasien
- Penyakit pernapasan
tidak
- Diabetes mellitus
mengalami
- Penyakit Hati
aspirasi,
- Penyakit Ginjal
pasien tidak
- Suhu Tubuh
mengalami
2.Melakukan hipotensi
pengkajian 6B akibat
vasodilatasi
- Breathing
- Blood - Pasien tidak
- Brain memiliki
- Bowel penyakit
- Blader kardiovaskuler
- Bone
- pasien tidak
3.Menanggalkan memiliki
segala aksesoris penyakit
pasien sistemik
4.Melakukan
pengkajian ABCDE
- A (Alergi)
- B (bleeding
tendencies)
- C (Cortison or
Sterioid use)
- D (Diabetes Melitus)
- E (Emboli)
5.Melakukan
Pengkajian AMPLE
- A (Alergi)
- M (Medikasi)
- P (Past Illness/
Penyakit Penyerta)
- L (Last Meal/
Makan terakhir)
- E
(Event/lingkungan)
6.Melakukan
persiapan pasien
sebelum pembedahan
- Puasakan pasien
(6Jam)
- Pengosongan
kandung kemih/
pemasangan DC
- Status nutrisi
pasien/timbang
BB/TB
- Keseimbangan
cairan dan elektrolit
- Informed Consent
- Tentukan status fisik
pasien
- Kolaborasi
pemberian
premedikasi
Intra Anastesi
No Hari/Tanggal Problem Tindakan Evaluasi
(Masalah
Jam
Kesehatan
Anestesi)
2 Senin, 01 RK Disfungsi DS :-
Februari Terumoregulas 1.Observasi tanda-tanda vital
DO:
2021 i
2. Lakukan pengkajian suhu -Suhu tubuh
09.25
tubuh secara rutin sebelum pasien 36,5oC
pasien dipindahkan ke ruang -Permukaan
perawatan tubuh terasa
hangat
3. atur suhu ruangan
-Pasien tidak
4. Kolaborasi dengan menggigil
pemberian ketamine 50 mg
Post Anastesi
DO
Pasien terpasang
penyangga bed
Pasien diposisikan
Semi Fowler
TTV :
TD : 110/78mmHg
N : 78x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
F. Evaluasi
Nama : Tn.N No.CM :243113
Umur :20 Tahun Diagnosa : Apendicitis
akut
Jenis kelamin :Laki-laki Ruang : IBS
Pre Anastesi
A: masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
Intra Anastesi
12.15 O:
TTV : 116/70mmHg
N : 80x/mnt
RR: 16x/mnt
Suhu 36,5oC
A: Masalah teratasi
P : Pertahankan
kondisi pasien
A: Masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi
pasien
12.45 O:
- Pasien tidak
memiliki riwayat
penyakit jantung
- Pasien tidak
memiliki riwayat
alergi
- Pasien tidak
memiliki riwayat
hipertensi
TD : 110/70mmHg
N : 76x/mnt
RR: 15x/mnt
Suhu 36,5oC
A : Masalah Teratasi
P : Pertahankan
Intervensi
Post anastesi
O:
Pasien terpasang
penyangga bed
Pasien diposisikan
Semi Fowler
TTV :
TD : 110/78mmHg
N : 78x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
A: Masalah Teratasi
P: Pertahankan
Kondisi Pasien
G. Catatan Perkembangan
Nadi: 88 x/menit.
RR: 20 x/menit.
SpO2: 99%.
S: 36,8℃
A: Masalah Teratasi
11.00
Pasien tidak memiliki penyakit kardiovaskular, pen
WITA
pernapasan, DM, penyakit ginjal.
Pasien ASA I
A: Masalah Teratasi
TD : 110/82mmHg
N : 94x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
A: Masalah Teratasi
13.45
TD : 110/82mmHg
N : 94x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
MAP 68
A: Masalah Teratasi
13.45 TD : 110/82mmHg
N : 94x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%
A: Masalah Teratasi
TTV :
TD : 110/78mmHg
N : 78x/mnt
RR: 18x/mnt
SpO2 : 99%