Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA AN. NAJID ZULFADLI DENGAN


DIAGNOSIS HERNIA SCROTALIS

TEKNIK GENERAL ANESTESI DI RUMAH SAKIT ISLAM BANJARNEGARA

Disusun Oleh:

Nama : Ruth Sabadilla Fitri Asiyah

NIM :190106133

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(...........................................…) (...........................................…)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021
A. KONSEP TEORI PENYAKIT

1. Definisi

Hernia adalah kelainan pada dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen
menonjol dari rongga abdomen. Hernia Scrotalis adalah hernia yang keluar dari rongga
peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika
inferior kemudian hernia masuk dari anulus ke dalam kanalis dan jika panjang menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternum dan sampai ke skrotum (Priscilla. 2016)

Secara umum hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu organ melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia scrotalis, isi perut
( usus ) menonjol melalui defek pada lapisan musculo- apneurotik dinding perut melewati
canalis inguinalis dan turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis
adalah hernia inguinalis lateralis ( indirek ) yang mencapai rongga scrotum.

Hernia scrotalis adalah hernia yang melalui cincin inguinalis dan turun ke kanalis
pada sisi funikulus spermatikus pada bagian anterior dan lateral , yang dapat mencapai
scrotum , hernia ini disebut juga hernia inguinalis indirect. ( sachdeva,1996,hal 235 )

2. Etiologi

Peningkatan tekanan intra abdomen

1. batuk

2. bersin

3. mengejan

4. mengangkat beban berat

Kelemahan otot dinding abdomen

1. Trauma

2.obesitas
3. Patofisiologi

Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis
internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke
dalam hernia kanalis inguinalis dan jika cukup panjang , menonjol keluar dari anulus
inguinalis eksternus, dan bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga
hernia scrotalis

4.Tanda dan gejala

1. adanya benjolam di daerah ingunial

2. benjolan bias mengecil atau menghilang

3. benjolan akan muncul bila adanya peningkatan tekanan intra abdominal

4. rasa nyeri , mual muntah bila ada komplikasi

5. sebagian besar tidak memberikan keluhan

5. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik : pasien diminta untuk mengejan dengan menutup mulut dalam
keadaan berdiri bila ada hernia maka akan tampak benjolan

2. foto thorax : menunjukan adanya massa tanpa udara jika omentum yang masuk dan
masssa yang berisi udara jika lambung adalah usus yang masuk

3. Laboratorium : menunjukan adanya peningkatan pada hasil pemeriksaan SGOT

4. EKG : biasanya dilakukan untuk persiapan operasi

5. USG

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama hernia scrotalis adalah dengan pembedahan. Pembedahan


elektif direkomendasikan untuk menurunkan risiko inkarserata maupun strangulasi.
Pada tatalaksana terdahulu, operasi hernia repair direkomendasikan pada semua kasus
hernia inguinalis guna mencegah risiko komplikasi seperti inkarserasi maupun
strangulasi. Namun, keilmuan terbaru menunjukkan terdapat sejumlah populasi dengan
hernia inguinalis tidak memerlukan pembedahan elektif dan memiliki outcome yang baik.
Pada kasus dengan gejala minimal, watchful waiting lebih direkomendasikan karena adanya
risiko nyeri kronis pasca herniorafi (>10%), serta risiko inkarserata yang rendah (<0.2% per
tahun)

Pada pasien hernia scrotalis , memiliki tonjolan hernia yang besar, atau mengalami
hernia berulang dianjurkan untuk dilakukan pembedahan elektif. Pada infant, tatalaksana
operatif secara elektif disarankan untuk dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan.

a. Pre operasi: ditujukan pada nyeri, ada tonjolan pembengkakan daerah scrotum,
cemas, tingkat pengetahuan pasien tentang hernia dan penanganannya.

b. Post operasi dihubungkan dengan pembedahan umum lainnya seperti masalah


resiko tinggi infeksi, masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka operasi,
dan pendidikan pasien untuk perencanaan pulang.

B. PERTIMBANGAN ANESTESI

1. Definisi Anestesi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit
ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi pertama kali di gunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes
Sr pada tahun1846. Ada beberapa anestesi yang menyebabkan hilangnya kesadaran
sedangkan jenis yang lain hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan
pemakaianya tetap sadar.

2. jenis anestesi

a. General Anestesi

General anesthesia atau anestesi umum merupakan suatu tindakan yang bertujuan
menghilangkan nyeri, membuat tidak sadar dan menyebabkan amnesia yang bersifat
reversible dan dapat diprediksi, anestesi umum menyebabkan hilangnya ingatan saat
dilakukan pembiusan dan operasi sehingga saat pasien sadar pasien tidak mengingat
peristiwa pembedahan yang dilakukan (Pramono, 2014). Metode atau teknik anestesi
umum dibagi menjadi 3 yaitu teknik anestesi umum inhalasi, anestesi umum intravena
dan anestesi umum imbang (Mangku dan Senapathi, 2010).

Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena maupun imbang


mempunyai risiko komplikasi pada pasien. Kematian merupakan risiko komplikasi yang
dapat terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian yang disebabkan anestesi
umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain kematian ada komplikasi lain yaitu serangan
jantung, infeksi paru, stroke, trauma pada gigi atau lidah (Pramono, 2014).

3. Teknik Anestesi Umum

Teknik anestesi umum menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan
dengan 3 teknik, yaitu

1) Anestesi umum inhalasi

Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat/
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Obat-obat anestesi umum di antaranya
nitrous oksida (N2O), halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran.
Berdasarkan khasiatnya, obat-obat tersebut dikombinasikan saat digunakan. Kombinasi
obat tersebut diatur sebagai berikut

• N2O + halotan atau,

• N2O + isofluran atau,

• N2O + desfluran atau,

• N2O + enfluran atau,

• N2O + sevofluran.

Pemakaian N2O harus dikombinasikan dengan O2 dengan perbandingan 70 :30 atau


60 : 40 atau 50 : 50. Menurut Goodman & Gilman (2012), cara pemberian anestesi
dengan obat-obatan inhalasi dibagi menjadi empat sebagai berikut
a) Open drop method

Cara ini dapat digunakan untuk zat anestetik yang menguap, peralatan sederhana
dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang ditempelkan di depan
hidung sehingga kadar zat anestetik dihirup tidak diketahui karena zat anestetik
menguap ke udara terbuka.

b) Semi open drop method

Cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya
zat anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan pasien sering
terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia, untuk menghindari hal tersebut,
pada masker dialirkan oksigen melalui pipa yang ditempatkan di bawah masker.

c) Semi closed method

Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan
kadarnya, kemudian dilewatkan pada penguap (vaporizer) sehingga kadar zat
anestetik dapat ditentukan. Sesudah dihisap pasien, karbondioksida akan dibuang ke
udara luar. Keuntungan cara ini, kedalaman anestesi dapat diatur dengan
memberikan kadar tertentu zat anestetik sehingga hipoksia dapat dihindari dengan
pemberian O2.

d) Closed method

Cara ini hampir sama dengan semi closed, hanya udara ekspansi dialirkan
melalui absorben (soda lime) yang dapat mengikat karbondioksida, sehingga udara
yang mengandung zat anestetik dapat digunakan lagi.

2) Anestesi umum intravena

Salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan
obat anestesi parenteral langsung ke dalam pembuluh darah vena. Obat-obat
anestesia intravena di antaranya ketamin HCl, tiopenton, propofol, diazepam,
deidrobenzperidol, midazolam, petidin, morfin, fentanil/ sufentanil.
3) Anestesi imbang

Teknik anestesi dengan menggunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi


intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan
berimbang.

4. Rumatan anestesi

- Menggunakan oksigen dan obat anestesi inhalasi dengan maupun tanpa pelumpuh otot atau
rumatan dengan obat intravena kontinyu, menggunakan dosis sesuai umur dan berat badan.
- Titrasi dan pemantauan efek obat dan dijaga kadar anestesi aman selama prosedur tindakan.

- Pernafasan kontrol atau asissted selama perjalanan operasi.

- Monitoring fungsi vital dan suara nafas dengan precordial, memperhatikan posisi
endotrakheal tube selama operasi berlangsung secara berkala.
- Evaluasi pemberian cairan dan kebutuhan untuk mengganti kehilangan cairan pada saat
prosedur tindakan.
- Pastikan tidak ada sumber perdarahan yang belum teratasi.

- Menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat selama prosedur tindakan.

5. Resiko penggunaan anestesi umum

Bius total tergolong prosedur yang aman bagi pasien. Namun risiko komplikasi tetap ada.
Beberapa di antaranya meliputi:

 Kedinginan
 Mual
 Cedera pada pita suara
 Serangan jantung
 Infeksi paru-paru
 Linglung untuk sementara (mental confusion)
 Stroke
 Cedera pada gigi atau lidah
 Alergi obat anestesi
 Hipertermia maligna, yakni peningkatan suhu tubuh dengan cepat dan kontraksi otot
berat
 Kematian (jarang terjadi)
 Terbangun di tengah operasi (jarang terjadi)

Risiko komplikasi anestesi umum tersebut bisa meningkat pada pasien dengan sederet
kondisi di bawah ini :

 Memiliki riwayat atau keluarga yang alergi terhadap obat anestesi


 Mengonsumsi alkohol
 Menggunakan obat-obatan terlarang
 Mengidap penyakit jantung, paru-paru, atau ginjal

6. Teknik Anestesi umum dengan ( LMA )

A. pengertian

Memasang sebuah alat yang merupakan sebuah sungkupkecil, yang dibuat agar dapat
masuk ke hipofaring,dengan lubang di bagian permukaan anterior yang berhadapan dengan
jalan masuk dari laring.

B. Indikasi LMA

1.Alternatif face mask dan intubasi endotrakhea untuk penaganan jalan nafas.

2.Penggantiairwayselama anestesi umum pada :

- Rutin ataupun emergency.

- Radioterapi.

- CT-Scan / MRI.

- Resusitasi luka bakar.

- ESWL.

- Adenotonsilektomi.

- Broncoskopi dengan fiberoptik fleksibel.

- Resusitasi neonatal.

3.Situasi jalan nafas yang sulit.


- Terencana.

- Penyelamatan jalan nafas.

- Membantu intubasi endotrakeal.

C. Tahap Kerja

1. Preoksigenasi pasien dengan 100% oksigen melalui non breather mask

2. Pilih LMA sesuai ukuran

3. Cek cuff/balon LMA dari kebocoran

4. Mengempiskan cuff LMA. Pengempisan harus bebas dari lipatan dan sisi cuff sejajar
dengan sisilingkar cuff.

5. Berikan water-soluble lubricant pada bagian belakang sungkup

6. Berikan sedasi bila perlu

7. Posisikan pasien

8. Cuff harus dikempeskan maksimal dan benar sebelum dipasang. Pengempisan harus
bebas darilipatan dan sisi cuff sejajar dengan sisi lingkar cuff.

9. Oleskan jeli pada sisi belakang LMA sebelumdipasang. Hal ini untuk menjaga agar
ujung cuff tidak menekuk pada saat kontak dengan palatum.Pemberian jeli pada sisi
depan akan dapatmengakibatkan sumbatan atau aspirasi, karena itutidak dianjurkan.

10. Sebelum pemasangan, posisi pasien dalam keadaan“air sniffing ” dengan cara
menekan kepala dari belakang dengan menggunakan tangan yang tidak dominan. Buka
mulut dengan cara menekanmandibula kebawah atau dengan jari ketiga tanganyang
dominan.

11. LMA dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk pada perbatasan antara pipa dan
cuff.

12.Ujung LMA dimasukkan pada sisi dalam gigi atas,menyusur palatum dan dengan
bantuan jari telunjuk LMA dimasukkan lebih dalam dengan menyusuri palatum.
13. LMA dimasukkan sedalam-dalamnya sampairongga hipofaring. Tahanan akan terasa
bila sudahsampai hipofaring.

14. Pipa LMA dipegang dengan tangan yang tidak dominan untuk mempertahankan
posisi, dan jari telunjuk kita keluarkan dari mulut penderita. Bilasudah berpengalaman, hanya
dengan jari telunjuk,LMA dapat langsung menempati posisinya.

15. Cuff dikembangkan sesuai posisinya.

16. LMA dihubungkan dengan alat pernafasan dandilakukan pernafasan bantu. Bila
ventilasi tidak adekuat, LMA dilepas dan dilakukan pemasangankembali.

17. Pasang bite – block untuk melindungi pipa LMA dari gigitan, setelah itu lakukan
fiksasi.

18. Pertahankan ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang
dewasa 20 cmH2Odan pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14cmH2O.

Catatatan :

1. Durasi penggunaan LMA maksimal 2-3 jam Jika ditempatkan dengan benar, sungkup
LMAmenghalangi jalan nafas dari darah, sekresi dan debris diatasnya, jika
dibandingkan dengan intubasi trakea yangtidak melindungi trakea dari cairan yang
masuk kedalam faring.

D. Evaluasi

1.Akhiri tindakan dengan sopan dan baik

2.Cuci tangan setelah melaksanakan tindakan

3.Dokumentasikan prosedur
C. Web of caution ( WOC) PATHWAY

D. TINJAUAN TEORI ASKAN PEMBEDAHAN KHUSUS

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali
masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan.

a. Data subjektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien
tentang status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual,perasaan malu
b. Data objektif

Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian dimana peneliti
atau pengamat melihat situasi penelitian. Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan
adanya pedoman pengamatan. Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan
terpengaruh oleh pengamat atau observer hingga hasil pengamatan tidak objektif. Data
objektif dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat,dengar, cium, raba) selama
pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah,edema, berat badan,
tingkat kesadaran.

2. Masalah kesehatan Anestesi

A. Cemas sehubungan dengan tindakan pembedahan.

B. Nyeri sehubungan dengan efek insisi pembedahan.

C. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obat anestesi

3. Rencana Intervensi

A. Cemas sehubungan dengan tindakan pembedahan

1. Tujuan
Individu akan menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan fisiologis.
2. Kriteria hasil
- Pasien tidak merasa cemas setelah melakukan tindakan keperawatan.
- Penurunan respons viseral (nadi, pernapasan)
3. Rencana intervensi
- Kaji tingkat kecemasan pasien.
- Singkirkan stimulasi berlebihan (bawa klien ke ruangan yang lebih tenang).
- Ajarkan tehnik relaksasi

B. Nyeri sehubungan dengan efek insisi pembedahan.

1. Tujuan

Individu akan menyatakan redanya/berkurang nyeri setelah tindakan pereda nyeri


memuaskan.

2. Kriteria hasil

Nyeri hilang/mereda.

3. Rencana intervensi

- Kaji penyebab terjadinya nyeri


- Latih relaksasi nafas dalam
- Kolaborasi untuk pemberian analgetik
C. Resiko pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obat anestesi

1. Tujuan

Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan

2. Kriteria Hasil

- Nafas spontan
- irama teratur
- tidak cyanosis
- nafas normal
3. Rencana Intervensi
- berikan oksigen
- buka nafas
- monitor respirasi dan Sp02
- pasang LMA

4. Evaluasi

Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. Tujuan dilakukannya pengkajian mengenai
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh pasien setelah
diberikan implementasi keperawatan.

O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 13. Jakarta: EGC

https://id.scribd.com/document/348622143/Lp-Hernia-Scrotalis-Oke-Faroh

https://dwigrahamedical.com/anestesi-inhalasi/
https://www.academia.edu/13403312/Hernia_Scrotalis_Reponibel_Dextra

file:///E:/pdfcookie.com_lp-hernia-scrotalis.pdf

Anda mungkin juga menyukai