Disusun Oleh :
Kelompok V
Aprilia Eka Wulan Sari (17D10005)
Glory Victoria Gumansalangi (17D10014)
Kadek Diah Dwi Dianti Sari (17D10029)
Muhammad Nurul Zaman (17D10041)
I Gd Pratistha Yudha Ambara (17D10073)
Ni Kadek Ayu Christina Dewi (17D10085)
Putu Santia Pramesti (17D10110)
FAKULTAS KESEHATAN
D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA Ny. S DENGAN
HEMOROID GRADE III YANG DILAKUKAN HEMOROIDEKTOMI DENGAN
REGIONAL ANESTESI
DI RSU NEGARA JEMBRANA
TANGGAL 22 JANUARI 2020
Mahasiswa
(Ketua Kelompok V )
Mengetahui,
CI Klinik CI Akademik
( ) ( )
NIP.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan seminar kelompok yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA Ny. S DENGAN
HEMOROID GRADE III YANG DILAKUKAN HEMOROIDEKTOMI
DENGAN REGIONAL ANESTESI”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu memberi bantuan secara moril dan material. Serta ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada pembimbing akademik dan pembimbing lapangan di RSU
Negara. Kami sangat menyadari kesulitan dalam membuat laporan ini oleh sebab itu,
kami sungguh berharap untuk kritik dan saran yang sifatnya membangun bagi isi
laporan ini.
Kelompok V
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
C. Metode Penulisan.......................................................................................................2
D. Sistematika Penulisan.................................................................................................2
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................82
BAB V PENUTUP..........................................................................................................85
A. Kesimpulan..................................................................................................................85
B. Saran ...........................................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara klinis hemoroid diartikan sebagai pelebaran vena atau vasa di dalam
pleksus hemoroidalis yang bukan merupakan keadaan patologik, tetapi apabila tidak
mendapat penanganan atau pengobatan dengan benar dapat berubah menjadi keadaan
patologik. Hemoroid tidak hanya merupakan pelebaran vena saja, tetapi juga diikuti
oleh penambahan jaringan di sekitar vena. Secara kasar hemoroid biasanya dibagi
dalam 2 jenis, hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media. Sedangkan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemoroidalis inferior. Hemoroid timbul akibat kongesti vena
yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kedua jenis hemoroid
ini sangat sering terjadi dan terdapat pada sekitar 35% penduduk baik pria maupun
wanita yang berusia lebih dari 25 tahun. Walaupun keadaan ini tidak mengancam
jiwa, tetapi dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman.
Berbagai faktor yang terkait dengan timbulnya hemoroid yaitu, berak dengan
posisi jongkok yang terlalu lama, duduk terlalu lama, obtipasi atau konstipasi kronis,
obesitas, diit rendah serat, makan makanan pedas dan dengan sedikit cairan yang
dikonsumsi, konsumsi alkohol, usia, kehamilan dapat menimbulkan statis vena di
darah pelvis, dan seseorang yang harus berdiri, duduk lama, atau mengangkat barang
1
berat mempunyai predispose untuk terkena hemoroid. Resiko hemoroid justru akan
meningkat seiring dengan pertambahan usia.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan tentang patologi penyakit
hemoroid, tanda dan gejala penyakit hemoroid dan penatalaksaan dalam
menangani penyakit hemoroid.
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan konsep tentang hemoroid
b) Menjelaskan asuhan keperawatan anestesi tentang hemoroid meliputi
pengkajian, analisa data, masalah kesehatan anestesi, rencana intervensi,
implementasi, evaluasi
C. Metode Penulisan
Agar penyusunan laporan ini sesuai dengan kaidah penulisan dan literature dalam
pemaparan, kelompok membuatnya dalam beberapa bagian urutan terpenting
a) BAB I (Pendahuluan)
Bab ini berisi pengenalan mengenai hemoroid dari latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan laporan
b) BAB II (Tinjauan teori)
Bab ini berisi tentang tinjauan teori (terkait penyakit), pertimbangan anestesi, dan
tinjauan teori ASKAN Pre, Intra, Pasca Anestesi dan pembedahan umum
(pengkajian sampai evaluasi)
Bab ini berisi tentang pengkajian keperawatan anestesi, analisa data, problem
(masalah kesehatan anestesi), rencana intervensi, implementasi, dan evaluasi
2
d) BAB IV (Pembahasan)
Bab ini berisi tentang kesejangan antara tinjauan teori dengan tindakan kasus
(pengkajia, problem, perencanaan, pelaksaan, dan evaluasi)
e) BAB V (Penutup)
f) Daftar pustaka
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
Hemoroid adalah bagian vena yang berdolatasi kanal anal. Hemoroid dibagi
menjadi 2, yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises
vena hemoroidalis suparior dan media dan hemoroid eksterna merupakan varises vena
hemoroidalis inferior. Sesuai dengan istilah yang digunakan, maka hemoroid eksterna
timbul disebelah luar otot sfingter ani, dan hemoroid interna timbul di sebelah dalam
sfingter. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah).
Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan ambeien. Sesuai tampilan
klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid interna dan hemoroid eksterna.
Hemoroid interna adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior di atas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna yang merupakan
pelebaran dan penonjolan
4
2. Etiologi Hemoroid
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari
vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah digunakan, termasuk peradangan pada
usus, seperti pada kondisi kolitis ulseratif atau penyakit Crohn, konstipasi, sering
mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, konsumsi makanan rendah serat, obesitas,
pembesaran prosfat; fibroma arteri dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior
mengalirkan darah ke dalam system portal. Selain itu system portal tidak mempunyai
katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
3. Patofisiologi Hemoroid
Faktor penyebab faktor-faktor hemoroid adalah mengedan saat defekasi, konstipasi
menahun, kehamilan dan obesitas. Keempat hal diatas menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdominal lalu di transmisikan kedaerah anorektal dan elevasi yang tekanan yang
berulang-ulang mengakibatkan vena hemoroidalis mengalami prolaps. Hasil di atas
menimbulkan gejala gatal atau priritus anus akibat iritasi hemoroid dengan feses,
perdarahan akibat tekanan yang terlalu kuat dan feses yang keras menimbulkan
perdarahan, dan ada udema dan peradangan akibat infeksi yang terjadi saat ada luka akibat
perdarahan.Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya
menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau prolaps.
Sebagian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk feses
menjadi kecil, yang bisa mengakibatkan kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan
tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan oleh
venous return. Kehamilan atau obesitas memberikan tegangan abnormal dari otot sfingter
internal juga dapat menyebabkan masalah hemoroid, mungkin melalui mekanisme yang
sama. Penurunan venous return dianggap sebagai mekanisme aksi. Kondisi terlalu lama
duduk di toilet (atau saat membaca) ditakini menyebabkan penurunan relatif venous return
di daerah perianal (yang disebut dengan efek tourniquet), mengakibatkan kongesti vena
dan terjadilah hemoroid. Kondisi penuaan menyebabkan melemahnya struktur pendukung,
yang memfasilitasi prolaps. Melemahnya struktur pendukung sudah dapat terjadi pada
awal dekade ketiga (Thornton, 2009).
Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai penyebab dalam pembentukan
hemoroid. Kondisi ini mungkin benar, mungkin juga tidak (Johanson, 1994). Pasien yang
5
melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal istirahat lebih tinggi dari biasanya. Tonus
istirahat setelah hemorrhoidektomi lebih rendah daripada sebelum prosedur. Perubahan
dalam tonus istirahat adalah mekanisme aksi dilatasi (Gibbons, 1988).
Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi klinis berupa nyeri dan
perdarahan anus. Hemoroid internal tidak menyebabkan sakit karena berada di atas garis
dentate dan tidak ada inervasi saraf. Namun, mereka mengalami perdarahan, prolaps, dan
sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian sensitive kulit perianal sehingga
menyebabkan gatal dan iritasi. Hemoroid internal dapat menghasilkan rasa sakit perianal
oleh prolaps dan menyebabkan spasme sfingter di sekitar hemoroid. Spasme otot ini
mengakibatkan ketidaknyamanan sekitar anus (Duthie, 1960). Hemoroid internal juga
dapat menyebabkan rasa sakit akut ketika terjadi inkarserata atau strangulasi (Dodi, 1986).
Kondisi strangulasi dengan nekrosis dapat menyebabkan ketidaknyamanan lebih
mendalam. Ketika kondisi ini terjadi, sering menyebabkan kejang sfingter eksternal
seiring dengan thrombosis. Thrombosis eksternal menyebabkan nyeri akut.
Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan perdarahan tanpa rasa sakit pada
saat buang air besar. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna
akibat trauma oleh feses yang keras dan vena mengalami rupture. Dengan meningginya
spasme sfingter, perdarahan dapat bersifat muncrat. Darah yang keluar berwarna merah
segar dan tidak tercampur dengan feses, mungkin hanya berupa garis pada feses atau
kertas pembersih sampai pada perdarahan tang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar
karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah arteri”. Kadang perdarahan hemoroid
yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
6
menyebabkan gejala dalam dua cara. Pertama, thrombosis akut yang mendasari vena
hemoroid eksternal dapat terjadi. Thrombosis akut biasanya berkaitan dengan peristiwa
tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare, atau perubahan dalam diet.
Nyeri dari inervasi saraf oleh adanya distensi dan edema. Rasa sakit berlangsung selama
7-14 hari sesuai dengan resolusi thrombosis.
4. Manifestasi Klinik
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri
hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan
nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemoroid ini
membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
5. Klasifikasi Hemoroid
Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1. Hemoroid Interna
Merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media. Terdapat pembuluh darah
pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir yang basah. Jika tidak ditangani bisa
terlihat muncul menonjol ke luar seperti hemoroid eksterna. Gejala - gejala dari
hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit karena tidak adanya serabut
serabut rasa sakit di daerah ini. Jika sudah parah bisa menonjol keluar dan terus
membesar sebesar bola tenis sehingga harus diambil tindakan operasi untuk
membuang wasir. Hemoroid interna terbagi menjadi 4 derajat :
a. Stadium I Hemoroid interna dengan perdarahan segar tanpa nyeri pada waktu
defekasi.
c. Stadium III Hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan disertai prolaps
dan diperlukan intervensi manual memasukkan ke dalam kanalis.
7
d. Stadium IV Hemoroid interna yang yang tidak kembali ke dalam atau berada
terus-menerus di luar.
I + - -
II + + Spontan
III + + Manual
2. Hemoroid eksterna
Merupakan varises vena hemoroidalis inferior yang umumnya berada di bawah otot
dan berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini terlihat tonjolan bengkak kebiruan
pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal. Hemoroid eksrterna jarang sekali
berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna. Tapi hemoroid eksterna dapat
di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Akut Hemoroid
Berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus
eksterna akut. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sering rasa
sakit dan nyeri. Rasa gatal pada daerah hemorid Kedua tanda dan
gejala tersebut disebabkan karena ujung – ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor rasa sakit.
b. Kronik Hemoroid
Kronik Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu
lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung
dan sedikit pembuluh darah.
8
b) Anatomic Vena darah anorektal tidak mempunyai katup dan plexus
hemorhoidalis kurang mendapat sokongan otot dan fasi sekitarnya
1. Pekerjaan Orang yang harus berdiri dan duduk lama atau harus mengangkat
barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemoroid
2. Umur Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot
sfingter menjadi tipis dan atonis
3. Endokrin Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstermitas dan anus
(sekresi hormon kelaksin) 6. Mekanis Semua keadaan yang mengakibatkan
timbulnya tekanan yang meninggi dalam rongga perut. Misalnya penderita
hipertrofi prostat
4. Fisiologis Bendungan pada peredaran darah portal misalnya pada penderita
dekompensiasio hordis atau sikrosis hepatis
5. Radang Adalah faktor penting yang menyebabkan fitalitas jaringan di daerah
itu berkurang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan hitung darah lengkap untuk
mendeteksi kadar hematokrit dan adanya anemia.
2. Pemeriksaan Colok Dubur Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna
stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu
tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis
dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum.
3. Pemeriksaan Anoskopi Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang
tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat
kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya
dimasukkan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat diangkat dan
penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta
mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak
,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor
ganas harus diperhatikan.
9
4. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopi Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan
untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses
keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik
saja atau tanda yang menyertai. Faeces harus diperiksa terhadap adanya
darah samar.
8. Penatalaksanaan Hemoroid
1. Non-farmakologi
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki cara
defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel
Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).
Makanan berserat akan menyebabkan gumpalan isi usus besar namun lunak
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan. Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam
anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan larutan kalium
permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air).
Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.
Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila
dibiarkan.
2. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan
dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam,
yaitu:
10
kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax,
dll).
b) Obat simptomatik Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan
misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung
kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau
anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
c) Obat penghenti perdarahan Perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika
berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. d. Obat
penyembuh dan pencegah serangan Menggunakan Ardium 500 mg dan
plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan
ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti,
edema, dan prolaps.
3. Tindakan Operatif
Indikasi tindakan operatif pada pasien hemoroid adalah penderita dengan keluhan
menahun dan hemoroid derajat III dan IV, Perdarahan berulang dan anemia yang
tidak sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana, Hemoroid derajat IV dengan
thrombus dan nyeri hebat. Penderita hemoroid eksterna juga diberikan terapi bedah
karena hemoroid eksterna sudah tidak bisa ditangani dengan tindakan konservatif.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena
telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.
9. Komplikasi Hemoroid
1. Terjadi thrombosis
Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi
trombosis.
2. Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan
meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman kumannya.
11
3. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada
umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar.
Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan
apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat
banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang
dapatmenyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa
mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering
tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi
(inkarserata/ terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis
dan bisa mengakibatkan kematian.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi adalah istilah yang berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu “an” dan
“esthesia”, dan jika digabungkan akan mempunyai arti “hilangnya rasa atau
hilangnya sensasi”. Para ahli saraf memberi makna pada istilah tersebut sebagai
hilangnya rasa secara patologis pada bagian- bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi
dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes (1809-1894) untuk proses
“eterisasi” Morton (1846), untuk menggambarkan keadaan pengurangan nyeri pada
waktu tindakan pembedahan (Soenarjo dan Jatmiko, 2010).
Anestesi merupakan suatu peristiwa hilangnya sensasi, perasaan nyeri bahkan
hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan dilakukan pembedahan. Tujuan
anestesi yaitu hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot. Anestesi dibagi menjadi 2
kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi umum adalah tindakan
menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
dapat pulih kembali (reversible).
Cara pemberian anestesi umum dapat diberikan dengan cara parenteral, perektal
maupun inhalasi. Sebagian besar obat-obat yang diberikan selama anestesi
diekresikan di ginjal. Untuk itu, perlu pertimbangan khusus dalam memilih obat-obat
yang akan diberikan selama anestesi terutama pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.
12
2. Jenis Anestesia
a. Regional Anestesia
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan obat anestesi
disekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranestesi. Anestesi regional dibagi
menjadi epidural, spinal dan kombinasi spinal epidural, spinal anestesi adalah
suntikan obat anestesi kedalam ruang subarahnoid dan ekstradural epidural di
lakukan suntikan kedalam ekstradural. ( Brunner & suddarth, 2002 )
3. Tekhnik Anestesia
a. Regional Anestesia ( Spinal Anestesia )
Anestesi spinal adalah injeksi agen anestesi ke dalam ruang intratekal, secara
langsung ke dalam cairan serebrospinalis sekitar region lumbal di bawah level
L1/2 dimana medulla spinalis berakhir (Keat, dkk, 2013). Spinal anestesi
merupakan anestesia yang dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar
untuk meniadakan proses konduktifitas pada ujung atau serabut saraf sensori di
bagian tubuh tertentu (Rochimah, dkk, 2011).
Untuk anestesi spinal menggunakan bupivakain 10-12 mg. Untuk operasi
berdurasi pendek gunakan bupivakain dosis rendah (0.075% 7.5mg), mepivakain
(1.5%,45 mg) atau procaine (10%, 100-150 mg). Lidokain dapat digunakan,
namun dapat menyebabkan gejala neurologis transien. Anestesi lumbar epidural
menggunakan 1.5-2.0% lidokain dengan epineprin 5 mcg/mL, 15-25,
suplementasi dengan 5-10 mL bolus apabila diperlukan. Suplementasi IV sedasi
juga diperlukan.
4. Rumatan Anestesi
1) Anestesi Intravena
a) Barbiturat
- Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
- Hambat pernapasan di medula oblongata
- Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadapketekolamin
13
- Dosis anestesi : rangsang SSP ; dosis >= depresi SSP
- Dosis induksi : 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance= ½ dosis induksi
b) Thiopental
- Dewasa : 2-4ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60 detik
c) Ketamin
- Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
- Analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem visceral
- relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
- tingkatkan TD, nadi, curah jantung
- Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala,
pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk.
- Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1mg/kg intravena dan
untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001mg/kg.
- Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2mg/kg dan untuk intramuscular
3-10 mg.
d) Fentanil
- Analgesik dan anestesi neuroleptik
- Kombinasi tetap
- Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan anestesi umum lain
- Fentanil : masa kerja pendek, mula kerja cepat
- Droperidol : masa kerja lama dan mula kerja lambat
e) Propofol
- Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10mg)
- Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena
- Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena
total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2mg/kg.
- Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%
- Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan pada wanita hamil
tidak dianjurkan.
f) Diazepam
14
- Analgesik (-)
- Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental prosedure, induksi
anestesia pd pasien kardiovaskuler
- Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama
- Untuk premedikasi (neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok anestesi lokal.
- ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) rute IV
- Dosis : induksi 0,1-0,5 mg/kgBB
a. Anestesi Lokal dan Regional
1) Lidokaine (xylocaine,lignokain) 2%
Dosis 20-100 mg (2-5ml)
2) Lidokaine (xylocaine,lignokain)
Dosis 20-50 mg (1-2ml)
3) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air
Dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose
Dosis 5-15 mg(1-3 ml)
5. Resiko Anestesi
a. Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia sehingga harus
diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai
penyulit pernapasan adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas
otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam
derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab
lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika tahapan
anastesi masih dalam akhir pembedahan.
c. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi. Pencegahan
muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
d. Hipotermi
15
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu juga karena
efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga memengaruhi ketiga elemen
termoregulasi yang terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat
dan juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta
mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas
ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga
berkeringat.
16
C. WOC (WEB OF CAUTION)
Konstipasi Sering Kolitis ulseratif Kongesti pelvis Konsumsi Obesitas Fibroma Tumor
konstipasi, mengejan konstipasi, pada kehamilan makanan Arteri rektum
rendah serat
Hemoroid
Tanda dan gejala hemoroid interna : Tanda dan gejala hemoroid eksterna
17
Hemoroidektomi
RK RK RK RK Gangguan Cairan RK RK
Persarafan Pernapasan Kardiovaskuler dan Elektrolit Perkemihan Termoregulasi
18
D. TINJAUAN TEORI ASKAN PRE, INTRA, PASCA ANESTESI DAN
PEMBEDAHAN UMUM
1. Pengkajian
a. Data Subjektif :
Data yang didapat oleh pencatat dan pasien atau keluarga dan dapat diukur
dengan menggunakan standar yang diakui dan menunjukkan keluhan.
b. Data Objektif :
Data yang didapat oleh pencatat dari pemeriksaan dan dapat diukur dengan
menggunakan standar yang diakui.
2. Masalah Kesehatan Anestesi
a. PRE ANESTESI
1. Nyeri akut
2. Ansietas
3. RK Cedera Anestesi
b. INTRA ANESTESI
1. RK Persarafan
2. RK Pernapasan
3. RK Kardiovaskuler
4. RK Gangguan Cairan dan Elektrolit
5. RK Perkemihan
6. RK Termoregulasi
c. POST ANESTESI
1. RK Persarafan
2. RK Pernapasan
3. RK Kardiovaskuler
4. RK Gangguan Cairan dan Elektrolit
5. RK Perkemihan
6. RK Termoregulasi
19
3. Rencana Intervensi
PRE Anestesi
a. Nyeri akut
1. Tujuannya adalah Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit
diharapkan nyeri pasien berkurang.
2. Kriteria hasil : nyeri hilang atau terkontrol, klien tampak rileks
3. Rencana tinadakan:
- Observasi tanda-tanda vital
- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
- Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat / napas
dalam
- Delegasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
b. Ansietas
1. Tujuan: Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit
diharapkan kecemasan pasien berkurang
2. Kriteria hasil : ansietas menurun sampai tingkat teratasi, pasien
tampak rileks
3. Rencana tindakan:
- Kaji tingkat ansietas, catat verbal dan non verbal pasien.
- Jelaskan dan persiapkan untuk prosedur tindakan sebelum
dilakukan
- Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien
- Kolaborasi : pemberian sedatif (midazolam)
c. RK Cedera Anestesi
1. Tujuan : Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit
diharapkan tidak timbul cedera saat pasien di anestesi
2. Kriteria hasil : keadaan umum pasien baik, pasien puasa sesuai
instruksi, dan pasien siap dilakukan operasi.
3. Rencana tindakan :
- Pengosongan lambung
- Pengosongan kandung kemih : pemasangan kateter
- Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi)
20
- Melepaskan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya
- Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi
atau secara intravena jika diberikan beberapa menit sebelum
operasi.
- Status nutrisi
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input
dan output cairan.
- Pemeriksaan kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang
normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan
diantaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145
mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
- Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi
ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolik obat - obatan anastesi. Jika fungsi ginjal
baik maka tindakan anestesi dapat dilakukan dengan baik.
- Latihan pra operasi adalah latihan- latihan yang diberikan pada
pasien sebelum operasi yaitu latihan nafas dalam, latihan batuk
efektif, dan latihan gerak sendi.
INTRA Anestesi
a. RK Persarafan
1. Tujuan : Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien tidak mengalami gangguan persarafan.
2. Kriteria hasil : pasien mampu menggerakkan ekstremitasnya
3. Rencana tindakan :
- Mengetahui relaksasi otot dan setelah anestesi apakah tonus otot sudah
kembali normal.
- Monitoring refleks pupil, respon relaksasi otot cukup atau tidak, dan
respon motorik terhadap trauma pembedahan.
b. RK Pernapasan
21
1. Tujuan : Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien tidak mengalami gangguan pernapasan.
2. Kriterai hasil : tidak ada bantuan otot retraksi dada, TTV dalam batas
normal, pasien bernapas dengan adekuat
3. Rencana tindakan :
- Tanpa alat : obsrevasi gerakan dada – perut pada saat bernapas spontan
atau napas kendali, warna mukosa bibir, warna kuku, warna darah pada
luka (kebiruan atau merah muda)
c. RK Kardiovaskuler
22
analisa gas darah antara lain: operasi besar vaskular, operasi lung
anestesi, anestesi dengan hipotensi kendali, operasi otak.
- Kaji bising usus pasien
e. RK Perkemihan
f. RK Termoregulasi
3. Rencana Tindakan :
POST Anestesi
a. RK Persarafan
1. Tujuan : Setelah dilakukan implementasi selama 30 menit diharapkan
kondisi pasien tidak mengalami gangguan persarafan.
2. Kriteria hasil : pasien mampu menggerakkan ekstremitasnya
3. Rencana tindakan :
- Mengetahui relaksasi otot dan setelah anestesi apakah tonus otot sudah
kembali normal.
- Monitoring refleks pupil, respon relaksasi otot cukup atau tidak, dan
respon motorik terhadap trauma pembedahan.
23
b. RK Pernapasan
- Tanpa alat : obsrevasi gerakan dada – perut pada saat bernapas spontan atau
napas kendali, warna mukosa bibir, warna kuku, warna darah pada luka
( kebiruan atau merah muda)
c. RK Kardiovaskuler
24
3. Rencana tindakan :
- Pemantauan oxygen delivery ke jaringan dan eliminasi CO2 dapat
dipantau dengan memeriksa analisa gas darah. Indikasi pemeriksaan
analisa gas darah antara lain: operasi besar vaskular, operasi lung
anestesi, anestesi dengan hipotensi kendali, operasi otak.
- Kaji bising usus pasien
e. RK Perkemihan
f. RK Termoregulasi
3. Rencana Tindakan :
4. Evaluasi
PRE:
a. Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : skala nyeri ringan, TTV dalam batas normal
b. Ansietas
S : pasien mengatakan cemasnya berkurang
25
O : pasien tampak tenang dan rileks
c. Cedera Anestesi
S : Pasien mengatakan puasa, pasien belum pernah operasi
O:
- Keadaan umum
- Cairan
- TTV
- ASA
- Mallampati
- Pengkajian aksesoris
INTRA
b. RK Persarafan
S:-
O:
- Monitoring relaksasi otot
- Monitoring reflek pupil
b. RK Pernapasan
S:-
O:
26
S:-
O:
- Monitoring oxygen delivery
- Monitoring bising usus pasien
e. RK Perkemihan
S:-
O:
- Monitoring urin pasien
f. RK Suhu
S:-
O:
- Monitoring TTV (suhu) pasien
- Akral teraba hangat
POST
a. RK Persarafan
S:-
O:
- Monitoring relaksasi otot
- Monitoring reflek pupil
b. RK Pernapasan
S:-
O:
27
- Monitoring EKG
-
d. RK Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
S:-
O:
- Monitoring oxygen delivery
- Monitoring bising usus pasien
e. RK Perkemihan
S:-
O:
- Monitoring intake dan output cairan
- Monitoring urin pasien
f. RK Suhu
S:-
O:
- Monitoring TTV (suhu) pasien
- Akral teraba hangat
28
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI DENGAN DIAGNOSA MEDIS
HEMROID DENGAN TINDAKAN HEMOROIDEKTOMI
RSU NEGARA
A. Pengkajian
Tempat Pengkajian : IBS RSU Negara
Waktu : 12.00 Wita
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 49 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
SukuBangsa : Indonesia
Golongandarah` :O
No.CM : 255676
29
Tanggalpengkajian : 22 Januari 2020
30
f) Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-
obatan terlarang) tidak memiliki riwayat perokook, pemakai alkohl atau
obat-obatan
g) Riwayat alergi : tidak memiliki riwayat alergi
h) Riwayat Penyakit sistemik : tidak memiliki riayat penyakit sistemik
c. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
1) Udara atau oksigenasi
a) Gangguan pernafasan : sesak (merokok)
b) Alat bantu pernafasan : -
c) Sirkulasi udara : baik
d) Letak tempat tinggal : dataran tinggi
2) Air
a) Sebelum sakit
Minum air
(1) Frekuensi : 8 gelas/hari
(2) Jenis : air putih
(3) Cara : oral
(4) Keluhan : tidak ada
b) Saat sakit :
Minum air
(1) Frekuensi : 6 gelas/hari
(2) Jenis : air putih
(3) Cara : oral
(4) Keluhan : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
a) Sebelum sakit
(1) Frekuensi : 2 – 3 x/hari
(2) Jenis : nasi putih, lauk pauk,
sayur
(3) Porsi : normal
(4) Diet khusus :-
(5) Makanan yang disukai : bebas
(6) Pantangan :-
(7) Nafsu makan : baik
31
b) Saat sakit
(1) Frekuensi : 2 – 3 x/hari
(2) Jenis : nasi putih,lauk pauk, sayur
(3) Porsi : 1/2 porsi habis
(4) Diet khusus :-
(5) Makanan yang disukai : bebas
(6) Pantangan :-
(7) Nafsu makan : menurun ,
(8) Pasien puasa sejak pukul 12.00 malam
4) Eliminasi
a) BAB
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 1 – 3 x/hari
(b) Konsistensi : padat
(c) Warna : khas feces
(d) Bau : khas feces
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan : tidak ada
(2) Saat Sakit
(a) Frekuensi : 2 x/hari
(b) Konsistensi : padat
(c) Warna : khas feces
(d) Bau : khas feces
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan : sedikit dan sulit keluar
b) BAK
(1) Sebelum sakit
(a) Frekuensi : 2 – 3 x/hari
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : khas urin
(d) Bau : amoniak
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan : tidak ada
(2) Saat sakit
32
(a) Frekuensi : 2 – 3 x/hari
(b) Konsistensi : cair
(c) Warna : khas urin
(d) Bau : amoniak
(e) Cara : jongkok
(f) Keluhan : tidak ada
5) Pola aktivitas dan istirahat
a) Aktivitas
33
8) Kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia
a) Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman: ya
b) Pemanfaatan pelayanan kesehatan: ya
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos mentis
GCS : Verbal: 5 Motorik: 6 Mata:4
BB : 60 kg
TB : 167 cm
Penampilan : Tampak sakit sedang
Tanda-tanda vital : Nadi: 63 x/mnt, Suhu: 36,5 oC. TD: 160/93 mmHg, RR:
15 x/mnt
2) Pemeriksaan Kepala
a) Inspeksi
Bentuk kepala : (normal), kesimetrisan (+), hidrochepalus (-), luka (-),
darah (-), trepanasi (-), kebersihan (-), persebaran rambut (merata),
terdapat rambut rontok (-)
b) Palpasi
Nyeri tekan (-), edema (-), fontanella / pada bayi (cekung / tidak)
3) Pemeriksaan Wajah
Inspeksi
Perhatikan ekspresi wajah: rileks, warna dan kondisi wajah: normal ,
struktur wajah: lengkap Kelumpuhan otot-otot fasialis (+ /-), Bentuk
dagu: tidak.Skala nyeri pasien 3.
4) Pemeriksaan Mata
a) Inspeksi
Kelengkapan dan kesimetrisan mata (+), Ekssoftalmus (-), Endofthalmus
(+ / -), Kelopak mata / palpebra: oedem (-), ptosis (- ), peradangan (- )
luka (- ), benjolan (- ), Bulu mata : tidak, konjunctiva dan sclera :
perubahan warna putih, Warna iris coklat, Reaksi pupil terhadap
34
cahaya : (miosis) isokor ( +), Kornea : warna putih , Nigtasmus (- ),
Strabismus (- )
(1) Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : OD (-) OS (-)
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Baik)
2) Pemeriksaan Telinga
a) Inspeksi dan palpasi
(1) Amati bagian telinga luar : bentuk Simetris Ukuran normal Warna
coklat lesi (- ), nyeri tekan (-), peradangan (- ), penumpukan serumen
(- ).
(2) Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna normal ,
transparansi (-) , perdarahan (- ), perforasi (- ). Tidak dilakukan
pemeriksaan
(3) Uji kemampuan kepekaan telinga :
(a) Tes bisik (-)
(b) Dengan arloji (-)
3) Pemeriksaan Hidung
a) Inspeksi dan palpasi
(1) Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (tidak)
(2) Amati meatus : perdarahan (- ), Kotoran ( - ), Pembengkakan (-),
pembesaran / polip ( - )
35
(2) Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries (- ), Kotoran (- ), Gigi palsu (-),
Gingivitis (- ) Bentuk gigi seri menonjol (-)
(3) Lidah : Warna lidah : pink, Perdarahan (- ), Abses (- ).
(4) Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : normal uvula
( simetris ), Benda asing : (tidak )
(5) Tonsil: Adakah pembesaran: T0
(6) Perhatikan suara klien: tidak
(7) Malampati score, 1
(8) Buka mulut 3 jari (+)
5) Pemeriksaan Leher
a) Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
(1) Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut ( - ),
perubahan warna (- ), massa (- )
(2) Kelenjar tiroid, pembesaran (- )
(3) Vena jugularis : pembesaran ( - ), tekanan : -
(4) Pembesaran kelenjar limfe (- ), kelenjar tiroid (- ), posisi trakea
(simetris)
(5) Pemeriksaan leher pendek>3 jari dari pangkal leher ke angulus
mandibula (+)
6) Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
a) Inspeksi
(1) Ukuran payudara normal, bentuk (simetris), pembengkakan (- ).
(2)Kulit payudara : warna coklat, lesi (- ), Areola : perubahan warna (- )
(3)Putting : cairan yang keluar ( - ), ulkus ( - ), pembengkakan ( - )
b) Palpasi
Nyri tekan ( - ), dan kekenyalan (kenyal), benjolan massa (- )
7) Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
(1) Inspeksi
(a) Bentuk torak (Normal chest ), susunan ruas tulang belakang
(normal), bentuk dada (simetris), keadaan kulit normal
(b)Retrasksi otot bantu pernafasan: Retraksi intercosta (-), retraksi
suprasternal (- ), Sternomastoid (- ), pernafasan cuping hidung (- ).
(c)Pola nafas
36
(Eupnea)
(d)Amati : cianosis (- ), batuk (tidak ada )
(2) Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan kiri
teraba (sama). Lebih bergetar sisi (-)
(3) Perkusi
Area paru : ( sonor )
(4) Auskultasi
(a) Suara nafas
Area Vesikuler : ( bersih) , Area Bronchial : ( bersih ), Area
Bronkovesikuler ( bersih)
(b) Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni (- ), Egophoni (- ), Pectoriloqy (- )
(c) Suara tambahan
Terdengar : Rales (- ), Ronchi (- ), Wheezing (- ), Pleural fricion
rub (- )
b) Pemeriksaan Jantung
(1) Inspeksi
Ictus cordis ( - ), pelebaran ........cm
(2) Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : (Tidak teraba )
(3) Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : normal ( N = ICS II )
Batas bawah : normal ( N = ICS V)
Batas Kiri : normal ( N = ICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : normal ( N = ICS IV Mid Sternalis Dextra)
(4) Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal, ( keras ), ( reguler)
BJ II terdengar (tunggal ), (keras), ( reguler)
Bunyi jantung tambahan : BJ III (- ), Gallop Rhythm (-), Murmur
(- )
37
8) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi
(1) Bentuk abdomen : (datar )
(2) Massa/Benjolan (- ), Kesimetrisan (- ),
(3) Bayangan pembuluh darah vena (-)
b) Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus 27 x/menit ( N = 5 – 35 x/menit, Borborygmi (-
)
c) Palpasi
(1) Palpasi Hepar :
Nyeri tekan (- ), pembesaran ( - ), perabaan (lunak), permukaan
(halus), tepi hepar (tumpul) . ( N = hepar tidak teraba).
(2) Palpasi Lien : Pembesaran lien : (- )
(3) Palpasi Appendik :
(a) Titik Mc. Burney . nyeri tekan (- ), nyeri lepas (- ), nyeri menjalar
kontralateral (- ).
(b) Acites atau tidak : Shiffing Dullnes (- ) Undulasi (- )
(4) Palpasi Ginjal :
Nyeri tekan(- ), pembesaran (- ). (N = ginjal tidak teraba).
(5) Pemeriksaan tulang belakang : normal
9) Pemeriksaan Genetalia
a) Genetalia wanita
(1) Inspeksi
Kebersihan rambut pubis (bersih), lesi (- ),eritema (- ), keputihan (- ),
peradangan (- ).Lubang uretra : stenosis /sumbatan (- )
10) Pemeriksaan Anus
a) Inspeksi
Atresia ani (- ), tumor (- ), haemorroid ( + ), perdarahan ( + ), Perineum :
jahitan (- ), benjolan ( + )
b) Palpasi
Nyeri tekan pada daerah anus ( + ) pemeriksaan Rectal Toucher (-)
11) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
(1) Inspeksi
38
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-)
lokasi fraktur (-) , jenis fraktur (-),kebersihan luka (-) , terpasang Gib
(- ), Traksi (- ), terpasang infus (+) di tangan kiri
(2) Palpasi
Edema : (1 – 4), nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : ( 1 – 3 )
b) Ekstremitas Bawah :
(1) Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-)
lokasi fraktur (-) , jenis fraktur (-) kebersihan luka (-) , terpasang
Gib (- ), Traksi (- ), terpasang infus (-)
(2) Palpasi
Edema : (1 ) , nyeri tekan (-)
Lakukan uji kekuatan otot : ( 1 – 3 )
1 1
(1) Edema : 1 1
444 444
(2) uji kekuatan otot :
444 444
e. Pemeriksaan neurologis
1) Menguji tingkat kesadaran secara kuantitaif dengan GCS ( Glasgow Coma
Scale )
a) Menilai respon membuka mata (4 )
b) Menilai respon Verbal (5 )
c) Menilai respon motorik (6 )
d) Pemeriksaan tingkat kesadaran secara kualitatif : (Compos mentis)
39
2) Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Peningkatan suhu tubuh (-), nyeri kepala (-), kaku kuduk (-), mual –muntah (-)
kejang (-) penurunan tingkat kesadaran (-)
3) Memeriksa nervus cranialis
a) Nervus I , Olfaktorius (pembau ) normal
b) Nervus II, Opticus ( penglihatan ) normal
c) Nervus III, Ocumulatorius normal
d) Nervus IV, Throclearis normal
e) Nervus V, Thrigeminus :
f) Cabang optalmicus : normal
g) Cabang maxilaris : normal
h) Cabang Mandibularis : normal
i) Nervus VI, Abdusen normal
j) Nervus VII, Facialis normal
k) Nervus VIII, Auditorius normal
l) Nervus IX, Glosopharingeal normal
m) Nervus X, Vagus normal
n) Nervus XI, Accessorius normal
o) Nervus XII, Hypoglosal normal
40
b) Reflek Pathologis
Reflek babinski ( - )
Reflek chaddok ( - )
Reflek schaeffer ( - )
Reflek Oppenheim ( - )
Reflek Gordon ( - )
2. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HB 14,4 11,0 – 17,0 g / dL
Leukosit 5,0 4,0 – 10,03U / L
Trombosit 380 150 – 4003 U / L
HCT 40,6 35,0 – 55,0 %
CT 9,00 5 – 15 menit / detik
BT 2,30 1 – 5 menit / detik
GDS 47 <200 mg/dL
Ureum 24 15 – 39 mg / dL
Kreatinin 0,8 0,5 – 1,1 mg / dL
SGPT 26 <41 U / L
SGOT 22 <41 U / L
3. Therapi
- Obat sanmol tablet 3x1
- Ampisilin tablet 2x1
- Infus RL 500 ml : 20tpm
- Ceftriaxone dosis : 2gram
4. Pertimbangan Anestesi
41
a. Jenis anastesi : Regional Anestesi
c. Obat-obatan
2) Induksi
3) Pelumpuh otot
4) Analgetik
6) Obat
antiemetik
7) Obat
emergensy
8) Obat anti
alergi - Diphenhidramin (10 mg)
- Dexametason (10 mg)
42
B. Analisa Data
PRE ANESTESI
No. Symptom Etiologi Problem
1. DS : - Resiko Cedera Anestesi
DO:
- Rencana anestesi:
regional anestesi
2. DS: pasien mengatakan Prosedur Ansietas
belum pernah dilakukan pembedahan
operasi
DO:
- TD: 160/93 mmHg
- N : 83x/Menit
- RR: 15x/Menit
- S : 36,5°C
- Pasien tampak
gelisah, wajah pasien
tampak meringis
3. DS : pasien mengatakan nyeri reaksi patologis Nyeri Akut
dirasakan mulai dari bagian
anus menjalar sampai ke
punggung
DO:
- TD: 160/93 mmHg
- N : 83x/Menit
- RR: 15x/Menit
- S : 36,5°C
INTRA ANESTESI
4. DS: - Resiko Cedera Pembedahan
DO:
- Lokasi pembedahan
di bagian anus
5. DS: - Resiko Komplikasi Disfungsi
DO: Pernafasan
43
- Pasien terpasang nasal
kanula 2lpm
-
6. DS: Resiko Kompilkasi Gangguan
DO: Kardiovaskuler
- Pasien dalam
pengaruh regional
anestesi
- Marcain Spinal
0,5% heavy
( 12,5 mg) +
Morphin 10 mg
7. DS: Resiko Komplikasi Gangguan
DO: Neuoromuskuler
- Pasien dalam
pengaruh regional
anestesi
- Morphin 10 mg
- Marcain Spinal
0,5% heavy
( 12,5 mg)
8. DS: Resiko Komplikasi Gangguan
DO: Sirkulasi
- Pasien terpasang infus
Cairan RL : 400cc /
20 tpm
9. DS: RK Termoregulasi
DO:
- Pasien dilakukan
regional anestesi
- Suhu ruangan 18°C
POST ANESTESI
10. DS: Resiko Komplikasi Disfungsi
DO: Pernafasan
- Pasien terpasang nasal
44
kanula 2lpm
11. DS: Resiko Kompilkasi Gangguan
DO: Kardiovaskuler
- Pasien dalam
pengaruh regional
anestesi
- Marcain Spinal 0,5%
heavy ( 12,5 mg) +
Morphin 10 mg
-
12. DS: Resiko Komplikasi Gangguan
DO: Neuromuskuler
- Pasien post Regional
Anestesi
13. DS: Resiko Gangguan
DO: Keseimbangan Cairan dan
- Input cairan 500cc Elektrolit
- Pasien post anestesi
- Jumlah Urine : urine
100cc
- Penggunaan jenis
cairan RL 500cc/ 20
tpm
14. DS: Resiko Komplikasi Gangguan
DO: Termoregulasi
- Suhu ruangan 18°C
- Pasien post regional
anestesi
45
Intra Anestesi
Post Anestesi
46
B. Rencana Intervensi
Nama : Ny. Sukeni No.CM : 255676
Umur : 49 tahun Diagnosa : Hemoroid grade III
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
Intra Anestesi
Post Anestesi
2. Rencana Intervensi
PRE ANESTESI
No Problem (Masalah Perencanaan
Kesehatan Anestesi
Tujuan Intervensi
48
- Kaji kebutuhan cairan
- Puasakan pasien selama 8 jam
- Kaji mallampati
- Kaji ASA pasien
- Lepaskan asesoris yang ada di tubuh pasien : gigi palsu,
perhiasan, cat kuku
- KIE pasien tentang prosedur operasi beserta resiko operasi
- Cek personal hygiene (cat kuku,anting,gigi palsu,lipstik)
2
49
batas normal
INTRA ANESTESI
Tujuan Intervensi
1 PK. Cedera Setelah dilakukan implementasi 1. Kaji tanda – tanda vital pasien
Pembedahan anestesi selama 30 menit dengan 2. Kaji persiapan posisi pasien
tujuan tidak terjadi cedera pada 3. Atur posisi meja operasi
pembedahan 4. Asistensi tindakan anestesi :
- Pre Oksigenasi 2 lpm dengan nasal kanul
- Induksi : TIVA, Inhalasi, PET
- Rumatan Anestesi dengan Marchain 0,5% heavy
- Oksigenasi
50
2 PK. Disfungsi Setelah dilakukan implementasi 1. Kaji tanda – tanda vital pasien khususnya respirasi
Pernafasan selama 30 menit dengan tujuan 2. Pre Oksigenasi dengan nasal kanul 2 lpm
agar tidak terjadi komplikasi 3. Observasi pergerakan dada
disfungsi pernafasan 4. Pertahankan patensi jalan nafas agar tetap adekuat
5. Oksigenasi dengan nasal kanul 2 lpm
6. Pantau Keluhan terkait pernafasan pasien (sesak, dll)
3 PK. Gangguan Setelah dilakukan implementasi 1. Kaji tanda – tanda vital pasien
Kardiovaskuler anestesi selama 30 menit dengan 2. Pasang alat – alat monitoring
tujuan tidak terjadi gangguan 3. Pantau input dan output cairan (cairan infus, urine dan pendarahan)
kardiovaskuler 4. Pertahankan hemodinamik pasien agar tetap stabil
51
5 PK. Gangguan Setelah dilakukan implementasi 1. Monitoring TTV pasien
Keseimbangan selama 30 menit dengan tujuan 2. Monitoring input dan output cairan
Cairan dan untuk mencegah terjadi gangguan 3. Kaji pemberian cairan infus sesuai indikasi
Elektrolit sirkulasi 4. Monitoring perdarahan
5. Memeriksa CRT pasien
6. Monitoring kebutuhan cairan intra operatif
7. Pantau tanda – tanda syok hipvolemik
8. Delegatif pemberian obat diuretik
6 PK. Termoregulasi Setelah dilakukan implementasi 1. Monitoring TTV pasien terutama suhu pasien
selama 30 menit dengan tujuan 2. Berikan warmblanket
untuk mencegah terjadinya 3. Cek akral pasien
hipotermi 4. KIE penyebab kedinginan
POST ANESTESI
No Problem (Masalah Perencanaan
Kesehatan Anestesi
52
Tujuan Intervensi
1 PK. Disfungsi Setelah dilakukan implementasi 1. Kaji tanda – tanda vital pasien khususnya respirasi
Pernafasan selama 30 menit dengan tujuan 2. Observasi pergerakan dada
agar tidak terjadi komplikasi 3. Menjaga patensi jalan nafas agar tetap adekuat
disfungsi pernafasan 4. Oksigenasi dengan memberikan nasal kanul 2 L/menit
5. Penilaian bromage score
2 PK. Gangguan Setelah dilakukan implementasi 1. Kaji tanda – tanda vital pasien
Kardiovaskuler anestesi selama 30 menit dengan 2. Pasang alat – alat monitoring
tujuan tidak terjadi gangguan 3. Monitoring input dan output cairan
kardiovaskuler 4. Cek akral pasien
5. Penilaian bromage score
53
4 PK. Gangguan Setelah dilakukan implementasi 1. Monitoring TTV pasien
Keseimbangan selama 30 menit dengan tujuan 2. Kaji input dan output cairan
Cairan dan untuk mencegah terjadi gangguan 3. Kaji pemberian cairan infus sesuai indikasi
Elektrolit sirkulasi 4. Kaji perdarahan
5. Kaji CRT pasien
6. Kaji kebutuhan cairan intra operatif
7. Pantau tanda – tanda syok hipvolemik
8. Delegatif pemberian obat diuretik
5 PK. Termoregulasi Setelah dilakukan implementasi 1. Monitoring TTV pasien terutama suhu pasien
selama 30 menit dengan tujuan 2. Berikan warm blanket
untuk mencegah terjadinya 3. Cek akral pasien
hipotermi 4. KIE penyebab kedinginan
54
C. Pelaksanaan Anestesi ( Implementasi )
Nama : Ny. Sukeni No.CM : 255676
Umur : 49 tahun Diagnosa : Hemoroid grade III
Jeniskelamin : Perempuan Ruang : IBS
PRE ANESTESI
No Hari/Tanggal/ Problem Tindakan Evaluasi Paraf
Jam (Masalah
Kesehatan
Anestesi)
1. Mengkaji KU pasien
1 Rabu, Resiko DS : pasien mengeluh nyeri pada bagian
2. Mengkaji TTV pasien
Cedera anus menjalar sampai kepunggung, pasien
22 Januari 3. Mempersiapkan Pre Anestesi :
Anestesi mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
2020 - Mengkaji keluhan utama
keluarga, belum pernah dilakukan operasi,
- Mengkaji riwayat penyakit
tidak ada alergi, pasien mengatakan sudah
keluarga
puasa sejak pukul 12.00 malam
- Mengkaji penyakit pasien
- Mengkaji riwayat anestesi DO : keadaan umum ( compos mentis )
55
pasien Pasien terpasang infus RL (500cc)
- Mengkaji riwayat penyakit
Infus NaCl : 100cc
sistemik
- Mengkaji alergi alergi obat, Urine : 100cc
latex dan makanan TTV :
- Mengkaji kebutuhan cairan
TD : 160 / 90 mmhg
- Puasakan pasien
- Mengkaji mallampati N : 82 x/menit
- Mengkaji ASA pasien
RR : 15 x/menit
- Melepaskan asesoris yang ada
SaO2 : 98%
di tubuh pasien : gigi palsu,
perhiasan, cat kuku
- KIE pasien
56
5. Menjelaskan jenis prosedur N : 82 x/menit
tindakan anestesi yang akan
RR : 15 x/menit
dilakukan
SaO2 : 98%
INTRA ANESTESI
No Hari/Tanggal/ Problem Tindakan Evaluasi Paraf
Jam (Masalah
Kesehatan
Anestesi)
1. Mengkaji tanda – tanda vital DS :
pasien
1 Rabu, 22 PK. Cedera DO :
2. Memposisikan pasien litotomi
Januari 2020 Pembedahan
3. Memposisikan meja operasi keadaan umum ( compos mentis )
dengan penambahan alat pasien diposisikan litotomi
4. Jelaskan secara riil Delegatiif
TTV :
tindakan anestesi :
- Pre Oksigenasi 2 lpm TD : 136 / 78 mmhg
- Rumatan Anestesi
N : 57 x/menit
Marcain Spina 0,5% heavy
57
(12,5 mg) dan morfin 10 mg RR : 11 x/menit
- Oksigenasi 2 lpm
SaPO2 : 100%
SaO2 : 100%
58
3 Rabu, 22 PK. Gangguan 1. Mengkaji tanda – tanda vital DS :
Januari 2020 Kardiovaskule pasien
DO :
r 2. Memasang alat – alat monitoring
3. Memberikan therapy cairan RL Pasien terpasang alat monitor EKG, NIBP,
500cc/20tpm SaO2
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
MAP : 97 mmhg
Urine 100cc
59
kaki sudah terasa berat atau tidak TTV :
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
Obat-obatan lain ;
Ondansentron 4 mg ( IV )
Deamethasone 10 mg ( IV)
60
infus sesuai indikasi TD : 136 / 78 mmhg
61
kedinginan N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
POST ANESTESI
No Hari/Tang Problem Tindakan Evaluasi Paraf
gal/Jam (Masalah
Kesehatan
Anestesi)
62
1 Rabu, 22 PK. Disfungsi 1. Mengkaji tanda – tanda vital pasien DS :
Januari Pernafasan khususnya respirasi
DO :
2020 2. Pre Oksigenasi
3. Mengobservasi pergerakan dada Pasien terpasang alat monitor EKG, NIBP,
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
63
- Mengecek akral pasien SaO2
TTV :
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
Urine 100cc
TTV :
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
64
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
65
50cc
Urine 100cc
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
66
D. Evaluasi
Nama : Ny. Sukeni No.CM : 255676
Umur : 49 tahun Diagnosa : Hemoroid grade III
Jeniskelamin : Perempuan Ruang : IBS
PRE ANESTESI
No Hari/Tanggal/Ja Masalah Kesehatan Evaluasi Paraf
m Anestesi
1 Rabu, 22 Januari Resiko Cedera S : pasien mengeluh nyeri pada bagian anus menjalar sampai
2020 Anestesi kepunggung, pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
keluarga, belum pernah dilakukan operasi, tidak ada alergi, pasien
mengatakan sudah puasa sejak pukul 12.00 malam
67
Dexamethasone ( 10mg )
TTV :
TD : 137 / 75 mmhg
N : 71 x/menit
RR : 18 x/menit
SaO2 : 98%
A : masalah terpantau
68
TTV :
TD : 160 / 90 mmhg
N : 82 x/menit
RR : 15 x/menit
P : lanjutkan intervensi
INTRA ANESTESI
3 Rabu, 22 januari RK Cedera S:
2020 Pembedahan
O: keadaan umum (compos mentis)
A: masalah teratasi
69
TTV
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
SaO2: 100%
A: masalah teratasi
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
MAP : 97 mmhg
A: masalah teratasi
70
2020 Neuromuskuler O:pasien mengatakan bisa menggerakan kakinya, bromage score 0
TTV
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
A: masalah teratasi
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
CRT <2
71
A: masalah teratasi
TTV
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
S : 36°C
A: masalah teratasi
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
72
RR: 12x/mnt
SaO2: 100%
A: masalah teratasi
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
MAP : 97 mmhg
A: masalah teratasi
73
O: pasien terpasang alat monitor EKG,NIBP, SaO2
TTV
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
SaO2: 100%
A: masalah teratasi
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
SaO2: 100%
74
CRT <2
A: masalah teratasi
TTV
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
S : 36°C
A: masalah teratasi
TTV
75
TD: 120/80mmHg
N: 60x/mnt
RR: 12x/mnt
SaO2: 100%
A: masalah teratasi
76
No Tanggal Masalah Catatan Perkembangan Pelaksana
Kesehatan
Anestesi
Intra Anestesi
TTD
1 22 Hipotermi S : pasien mengatakan kedinginan
Januari O : suhu 35°C, akral teraba dingin
2020 A : Hipotermi
P : lanjutkan intervensi
I : monitoring TTV, beri selimut ekstra, kolaborasi
dalam pemberian obat
E:
TTV :
TD : 136 / 78 mmhg
N : 57 x/menit
RR : 11 x/menit
SaO2 : 100%
77
N : 71 x/menit
RR : 18 x/menit
S : 37°C
SaO2 : 98%
Akral pasien teraba dingin
BAB IV
PEMBAHASAN
a. Pengkajian
Pengkajian pada pasien hemoroid diawalai dengan anamnesis pasien secara
menyeluruh untuk menggali informasi terkait. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
fisik untuk mengevaluasi keadaan umum dan tanda vital pasien. Keadaan umum
dinilai melalui kesadaran dengan Glassgow Coma Scale (GCS) serta status gizi
dengan mengukur berat dan tinggi badan bertujuan untuk memperkirakan dosis
obat, terapi cairan yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah
78
pembedahan. Sedangkan tanda vital pasien dapat diukur melalui tekanan darah,
denyut nadi, frekuensi pernafasan dan suhu tubuh.
Setelah menilai status pasien, selanjutnya dilakukan evaluasi status generalis
dengan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang lain. Pemeriksaan fisik
umum meliputi :
a. Jalan napas (Airway) meliputi pemeriksaan malampati untuk menentukan ada
kesulitan atau tidak saat melakukan intubasi.
b. Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung.
c. Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi.
d. Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda
regurgitasi.
e. Ekstremitas, untuk mengetahui adanya perfusi distal, sianosis dan lain-lain.
b. Persiapan rutin
Berisikan tentang penjelasan mengenai puasa preopetatif, rencana waktu
twrakhir makan dan minum untuk menghindari terjadinya aspirasi selama proses
pembedahan. Selain itu perlu memperoleh persetujuan dilakukannya tindakan
operasi.
c. Persiapan khusus
Pada operasi anorektal biasanya pasien diposisikan litotomi. Teknik anastesi
spinal umumnya digunakan pada prosedur pembedahan genetalia dan anorektal
kecuali bila ada kontraindikasi absolut. Perlu diperhatikan faktor-faktor yang
nantinya dapat mempengaruhi tinggi spinal blok, seperti karakteristik pasien ( TB,
BB dan jenis kelamin), variasi teknik (posisi pasien, tempat injeksi), karakteristik
cairan serebrospinal, serta karakteristik dari anastesi lokal yang digunakan.
d. Premedikasi
Obat premedikasi diberikan sebelum tindakan anastesi, yang bertujuan untuk
1. Memberikan rasa nyaman bagi pasien
2. Menghilangkan rasa sakit
3. Membuat amnesia
4. Mencegah muntah
5. Memperlancar induksi
6. Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi
7. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan
79
8. Mengurangi hipersalivasi
e. Pemilihan anastesi
1. Pada pasien dewasa, dipilih anastesi regional dengan teknik Subarachnoid
block.
2. Pada bayi dan anak, dipilih anastesi general anastesi dengan teknik induksi.
f. Pemantauan selama anastesi
Hal yang perlu dikaji selama anastesi adalah,
1. Jalan napas, bertujuan untuk mempertahankan jalan napas.
2. Oksigen, dipantau untuk memastikan kadar zat asam di dalam udara ispirasi
dan di dalam darah.
3. Ventilasi, memastikan keadekuatan ventilasi.
4. Sirkulasi.
5. Terapi cairan
Prinsip dasar pemberian cairan adalah komposisi cairan yang diberikan harus
mendekati komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama
operasi. Selain itu berfungsi untuk mengatasi syok dan kelaianan yang
ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
a. Preoperatif
Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml/kgBB/jam,
untuk mengganti cairan selama puasa. Kenaikan 1oC kebutuhan cairan
bertambah 10-15%.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa :
Ringan : 2-4 ml/kgBB/jam
Sedang : 4-6 ml/kgBB/jam
Berat : 6-8 ml/kgBB/jam
Bila terjadi perdarahan selama operasi, dimana perdarahan <10% EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3x volume
darah yang hilang. Apabila perdarahan >10% EBV maka dapat
80
dipertimbangkan pemberian plasma/koloid/dekstran dengan dosis 1-2x
darah yang hilang.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan
selama operasi dan kebutuhan cairan sehari-hari pasien.
g. Pemulihan anastesi
Pasien dapat meninggalkan ruang operasi bila jalan napasnya paten, ventilasi dan
oksigen memadai, dan haemodinamik stabil. Masalah sistemik serius (misalnya
hipoksemia, asidosis metabolik atau respiratorik, hipotensi), distensi kandung
kemih, atau komplikasi bedah (misalnya perdarahan intraabdominal okultisme)
dapat dipertimbangkan sebagai diferensial diagnosis pada kasus agitasi pada
pascaoperasi.
h. Pasca anastesi
Pemulihan perawatan pasca operasi dan anastesi biasanya dilakukan diruang
pemulihan.
i. Kesenjangan teori dan kenyataan di lapangan
Pada teori sudah dijelaskan bahwa pemberian cairan pre operatif pada regional
anestesi minimal 1000ml, namun dalam kasus ini pemberian cairan pre anestesi
hanya 400ml maka terjadi kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan.
Namun terdapat sumber yang mengatakan bahwa cairan pre loading bisa diberikan
500-1000mg namun dilihat lagi dari kondisi pasien.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena - vena
hemoroidales. Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidalis yang
tidak merupakan keadaan patologik ( Buku Ajar Ilmu Bedah) Hemoroid adalah
dilatasi varikosus vena pleksus hemoroidalis inferior atau superior, akibat
peningkatan tekanan vena yang persisten. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi
81
telah digunakan, termasuk peradangan pada usus, seperti pada kondisi kolitis ulseratif
atau penyakit Crohn, konstipasi dan sering mengejan.
Kelompok kami mengambil kasus hemoroid grade III atas nama pasien Ny.S
berusia 49 tahun. Kelompok kami melakukan pemeriksaan fisik B6 pada pasien dan
pengkajian TTV dan mendapatkan hasil; TD: TD: 160/93 mmHg,N : 83x/Menit,RR:
15x/Menit, S:36,5°C. Masalah kesehatan anestesi yang dapat kami angkat yaitu :
Pre Anestesi
1. Resiko Cedera Anestesi
2. Ansietas
3. Nyeri Akut
Intra Anestesi
Post Anestesi
82
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson, 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit;alih bahasa, Brahm U.Pendit,dkk; editor edisi bahasa
83
Indonesia, Huriawan Hertanto,dkk. Volume 2.Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sinaga, E. Dan Melva Silitonga. 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Medan:UNIMED
Press
84