Anda di halaman 1dari 9

D IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

ITEKES BALI

MATA AJARAN : ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI AMBULATORY


SUB TOPIK : ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI
PADA BEDAH GANGLION
Dosen Pengampu : Emanuel Ileatan Lewar

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Ganglion adalah tumor atau pembengkakan non-kanker di atas sendi atau selubung
penutup tendon (jaringan yang menghubungkan otot ke tulang).
Ganglion paling umum ditemukan di bagian atas pergelangan tangan, sisi telapak
pergelangan tangan, pangkal jari di sisi telapak, dan bagian atas sendi ujung jari.
Kista ganglion merupakan benjolan halus di bawah kulit dan penampilannya
menyerupai balon air bertangkai, berisi cairan bertekstur seperti gel kental lengket, tidak
berwarna namun jernih.
Ganglion adalah tumor jinak, tidak berbahaya dan tidak akan menyebar ke daerah
lain. Jika ganglion tidak menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan, benjolan dapat
dibiarkan sendiri dan dapat kempis tanpa pengobatan, meski prosesnya bisa bertahun-
tahun. Kista dapat terasa menyakitkan jika posisinya menekan saraf di dekatnya. Kadang,
wilayah di sekitar kista bisa merasa mati rasa. Gerakan persendian dan kekuatan
genggaman di tangan yang memiliki kista juga dapat terpengaruh.

2. Penyebab
a. Tidak diketahui secara pasti.
b. Pendapat beberapa terori :
1) Trauma menyebabkan jaringan sendi jadi pecah sehingga membentuk kista-kista
kecil yang kemudian bergabung menjadi sebuah massa yang lebih besar dan
nyata.
2) Cacat dalam kapsul sendi atau selubung tendon yang memungkinkan jaringan
sendi mennonjol keluar.
c. Faktor risiko :
1) Usia dan jenis kelamin: ganglion dapat menyerang siapa saja, tapi paling sering
ditemukan pada wanita berusia 20-30 tahunan.
2) Cedera: sendi atau tendon yang pernah terluka di masa lalu lebih mungkin untuk
mengembangkan kista.
3) Penipisan/ aus karena penggunaan berlebih: orang-orang yang terlalu sering
menggunakan sendi tertentu lebih mungkin untuk memiliki benjolan kista.
Pesenam perempuan, khususnya, sangat rentan mengembangkan ganglion.
4) Osteoarthritis: arthritis pada persendian jari yang paling dekat kuku berisiko
tinggi terkena kista di dekat persendian tersebut.

3. Manifestasi Klinis
a. Lokasi: selalu dekat persendian, paling sering di bagian luar pergelangan tangan.
Lokasi yang paling umum adalah pergelangan kaki dan kaki., kadang di daerah lutut.
b. Bentuk dan ukuran: benjolan cenderung oval atau bulat sempurna, diameter antara 1-3
cm, dan terasa lunak atau keras saat disentuh. Ukuran kista bisa berubah-ubah,
seringnya membesar karena penggunaan persendian yang berulang.
c. Nyeri : Jika benjolan menekan saraf dapat menyebabkan nyeri, kesemutan,
d. Kelemahan otot.

4. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Rontgen : mengidentifikasui struktur ganglion
b. USG dan MRI : mengidentifikasi cairan ganglion akan tampak jelas jernih dan kental.
arthritis.

5. Penatalaksanaan :
a. Jika kista menyebabkan nyeri : Medikamentosa
1) Batasi aktivitas menggunakan persendian tersebut,
2) Penggunaan splint (alat bantu ortopedi)
3) Anti inflamasi
b. Jika kista menyebabkan rasa sakit dan membatasi gerak sendi, maka dua pilihan
tindakan adalah:
1) Pengeluaran cairan dari kista dengan jarum suntik,disebut aspirasi
2) Bedah pengangkatan kista, kadang kista kambuh muncul kembali.

B. METODE KEPENATAAN ANESTESI


I. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
2. Tanda dan gejala penyakit dengan indikasi dillakukan pembedahan
3. Data Fokus :
a.Anamnesis
- riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
- riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, TB, asma)
- pemakaian obat tertentu, seperti antibiotic, antidiabetik, antikoagulan,
kortikosteroid, antihipertensi secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan
selama operasi dan anestesi, sedangkan obat yang lain harus dimodifikasi.
- riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya puasa sebelum
operasi)
- kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-obatan)
- Riwayat alergi
- Kehilangan cairan saat dikaji (perdarahan, muntah, diare)
- Tanggal mensturasi terakhir
- Tanda dan gejala kecemasan
- Riwayat penyakit keluarga
- Status kesehatan saat ini :
 Hilangnya gigi
 Maslah leher pendek
 Batuk
 Sesak napas
 Gangguan saluran napas atas
 Nyeri dada
 Denyut jantung tidak normal
 Muntah
 Pingsan
 Kejang
 Stroke
 Sedang hamil
 Kelainan tulang belakang
 Obesitas
 Cemas
 Nyeri

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan head to toe, dengan metode B6:
1) Breathing
- Keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu, mulut dan gigi, lidah dan tonsil.
- Kaji frekuensi nafas, tipe napas apakah cuping hidung, abdominal atau
torakal. apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi
kosta).
- Kaji keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).
2) Blood
- Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer.
- Nilai syok atau perdarahan.
- Lakukan pemeriksaan jantung
3) Brain
- Glasgow Coma Scale (GCS)
4) Bladder
- Produksi urin.
5) Bowel
- Pembesaran hepar.
- Bising usus dan peristaltik usus.
- Cairan bebas dalam perut atau massa abdominal?
6) Bone
- kaku kuduk atau patah tulang?
- Periksa bentuk leher dan tubuh.
- Periksa kelainan tulang belakang?
c. Pemeriksaan laboratorium, radiologi dan yang lainnya
Pemeriksaan rutin, ditujukan pada pasien yang dipersiapkan untuk oiprasi kecil dan
sedang, antara lain :
1) Test darah pasien : Hb, Ht, Eritrosit, Leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan.
2) Urin : pemeriksaan fisik, kimiawi dan sedimen urin.
3) Pemeriksaan radiologi : CT Scan, X-ray.
d. Menetapkan status fisik pasien.dengan menetapkan ASA
e. Pertimbangan ansteesi :
1) Anestesi lokal, mungkin tidak disertai dengan tim anestesi
2) Prosedural analgesia dan sedasi ( PSA) . obat yang dapat digunakan diantaranya
adalah etomidate, midazolam, fentanil, dan propofol.

II. MASALAH
a. Masalah Intra Anest diperoleh Monitoring Capem Intra Anest

1) Kecemasan
2) Nyeri ( skala nyeri berat )
3) RK Agen Anestesi
b. Masalah Intra Anest diperoleh Monitoring Capem Intra Anest
1) Risiko Trauma Pembedahan
2) RK Disfungsi Respirasi ( hipoksia, bronkospasme, edema laring)
3) Tidak efektif fungsi respirasi ( obstruksi jln napas, tidak efektif pola napas,
aspirasi, napas, henti napas )
4) RK Disfungsi KVS ( Penurunan CO, hipotensi, hipertensi, disritmia/aritmia,
cardiac arest )
5) Risiko ketidakseimbangan cairan ( kekurangan, kelebihan )
6) Predarahan
7) Syok
8) RK disfungsi termoregulasi ( hipotermi, hipertermi)
9) RK disfungsi Neuromuskuler ( Peningkatan TIK, Peningkatan TIO, kompresi
medulla spinalis, kejang, keruskan saraf perifer, tangan dan kaki )
10) Rsisko hipersensitifitas agen anestesi
11) Tersadar intra operasi

c. Masalah Pasca Anest diperoleh Dari Monitoring Capem Pasca Anest


1) RK Disfungsi Respirasi ( hipoksia, bronkospasme, edema laring)
2) Tidak efektif fungsi respirasi ( obstruksi jln napas, tidak efektif pola napas,
aspirasi, napas, henti napas )
3) RK Disfungsi KVS ( Penurunan CO, hipotensi, hipertensi, disritmia/aritmia,
cardiac arest )
4) Risiko ketidakseimbangan cairan ( kekurangan, kelebihan )
5) Predarahan
6) Syok
7) RK disfungsi termoregulasi ( hipotermi, hipertermi)
8) RK disfungsi
9) Nyeri pasca bedah
10) Risiko terlambatnya pemulihan

III. INTERVENSI
a. Persiapan Awal
Berbagai cara untuk melakukan evaluasi dan skrining pasien, antara lain:
1) Pasien datang ke poliklinik bedah dan poliklinik anestesi sebelum hari operasi.
2) Meneliti hasil pemeriksaan /data pasien.
3) Pemeriksaan prabedah pada pagi hari sebelum pembedahan.
4) Pengumpulan informasi pasien dengan bantuan komputer (computer assisted
information gathering).
b. Persiapan Pasien
Persiapan pasien yang matang dalam bedah rawat jalan perlu dilakukan agar
tercapai kondisi yang optimal bagi pasien yang akan menjalani operasi. Restriksi
makanan dan minuman sebelum ambulatory:
1) Untuk menurunkan risiko pneumonitis dan obstruksi jalan napas akibat aspirasi
isi lambung, pasien secara rutin diminta tidak makan makanan padat 6-8 jam
sebelum operasi. Atau puasa setelah tengah malam (bila operasi dilakukan pagi
hari) yang harus disampaikan secara lisan dan tertulis.
2) Kebutuhan konsumsi cairan oral pada periode prabedah (sampai 2 jam sebelum
induksi anestesi) masih dievaluasi, karena:
 Minum cairan jernih tidak meningkatkan volume cairan lambung pada saat
induksi anestesi.
 Aman minum air sampai 150 ml pada saat minum obat.
3) Pemberian obat-obatan yang biasa dipakai pasien sebelum operasi:
 Obat-obat anti hipertensi tetap diminum sampai hari operasi. Obat-obat
untuk merubah perasaan seperti fluoxetin, trisiklik anti depresan, mono-
amine oxidase inhibitor, dan lithium dapat terus diberikan tetapi harus
diwaspadai untuk kemungkinan terjadinya interaksi obat-obatan. Pemberian
aspirin dapat terus dilakukan terutama bila resiko perdarahan pada operasi
minimal. Pada operasi dengan risiko perdarahan maka aspirin dihentikan
mulai 7 hari prabedah.
c. Persiapan pada Hari Operasi
Pasien harus diperiksa ulang karena bisa terjadi perubahan-perubahan yang
mendadak misalnya infeksi saluran napas bagian atas, puasa, adanya keluarga yang
mengantar dan menerangkan prosedur anestesi serta penandatanganan surat izin
operasi. memberi premedikasi dan memasang infus
Beriakn obat-obat profilaksis untuk mencegah aspirasi adalah:
- H2 receptor antagonist: cimetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin
- Substitusi benzimidazol: omeprazol
- Antasida non partikel: sodium sitrat
- Obat-obat gastrokinetik: metoclopramid
d. Lokal Anestesi :
- Prosedur anestesia lokal tanpa sedasi dapat digunakan dengan atau tanpa
vasokontriktor.
- Obat anestesia lokal : kokain, benzokain, dan lidokain, ( yang paling sering
digunakan adalah lidokain)
- Konsentrasi lidokain 2-4%
- Dosis yang aman : 3-4 mg/kgBB,
e. Premedikasi :
 Petidin 1-2 mg/kgBB,
 Midazolam 0,04-0,1 mg/kgBB,
 Atropin 0,01 mg/kgBB
f. Induksi :
 Jenis anestesia neuroleptik.
 Obat anestesi : golongan haloperidol dan obat golongan opioid
g. Tatalaksana anestesi :
 Fentanil diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB secara intravena diikuti dengan
pemberian dehidrobenzperidol 0,2-0,4 mg/kgBB atau midazolam 2-5 mg iv.
 Tunggu selama 5-10 menit sambil mengobservasi tanda-tanda vital pasien
h. Monitoring :
 Monitoring : airway, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu, setiap 5 – 10
menit,antara lain :
- Pantau airway : Suara napas, gerakan dada.
- Oksigenasi : Kadar oksigen inspirasi : pulse oxymetri dan SaO2 melalui AGD
- Ventilasi : suara napas, gerakan dada, irama, frekwensi
- Sirkulasi : nadi, tekanan darah non invasif dan produksi urin
- Suhu
i. Terapi cairan sesuai kebutuhan
j. Konsep Fast-Track Anesthesia
Konsep fast-track dalam ambulatory yaitu pasien dapat pulang lebih cepat dari rumah
sakit dan melakukan aktifitas normalnya setelah menjalani operasi. Prinsip utama
pada fast-track anesthesia adalah pasien tidak melewati PACU (fase I recovery),
pasien langsung dipindahkan dari kamar operasi menuju ruang pemulihan fase 2 (fase
II recovery). Fast-track anesthesia tumbuh karena kebutuhan untuk pengendalian
biaya kesehatan, tetapi keuntungan paradigma ini lebih besar daripada hanya
pengurangan biaya perawatan, termasuk juga outcome dan kepuasan pasien.
Meningkatnya penggunaan teknik bedah minimally invasive, perkembangan obat-obat
baru termasuk yang mula kerjanya cepat, durasi kerja lebih cepat, obat-obatan
analgesik dan pelemas otot merupakan bagian dalam perkembangan fast-track
anesthesia.
k. Pemulihan (Recovery)
1) Pemulihan adalah suatu proses 3 bagian early recovery, intermediate recovery,
dan late recovery.
- Early recovery dimulai dari dihentikannya obat anestesi supaya pasien bangun,
kembalinya refleks proteksi jalan napas, dan dimulainya aktifitas motorik.
- Intermediate recovery bila sudah mencapai kriteria untuk dapat dipulangkan
ke rumah.
- Late recovery mulai dari dipulangkan sampai pulihnya fungsi fisiologis ke
keadaan seperti sebelum pembedahan.
2) Aldrete score merancang suatu sistem skoring untuk menentukan kapan pasien
fit untuk keluar dari PACU. Nilai skoring 0, 1, atau 2 ditujukan untuk aktifitas
motorik, respirasi, sirkulasi, kesadaran, dan warna kulit.
Total skor = 10, pasien dapat dipulangkan ke rumah
l. Pemulangan (Discharge)
Program ambulatory anestesi yang sukses tergantung pada pemulangan pasien
yang tepat waktu setelah anestesi. Beberapa kriteria yang telah dibuat untuk
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan seperti Guidelines for Safe Discharge
After Ambulatory Surgery dan PADSS (Post Anesthesia Disharge Scoring System).
PADSS merupakan suatu sistem skoring yang secara objektif menilai kondisi pasien
untuk dipulangkan. Modifikasi PADSS dibuat karena dalam kriteria PADSS terdapat
ketentuan mampu minum pascabedah, dimana ketentuan minum pascabedah tidak lagi
dimasukkan kedalam protokol kriteria pemulangan pasien dan hanya diperlukan pada
pasien tertentu.
Modifikasi PADSS berdasarkan 5 kriteria, yaitu:
1) Tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, temperature)
2 : sekitar 20% dari nilai prabedah
1 : 20%-40% dari nilai prabedah
0 : 40% dari nilai prabedah
2) Ambulasi
2 : mampu berdiri/tidak ada pusing
1 : dengan bantuan
0 : tidak ada pergerakan/pusing
3) Mual/muntah
2 : minimal
1 : sedang
0 : berat
4) Nyeri
2 : minimal
1 : sedang
0 : berat
5) Perdarahan akibat pembedahan
2 : minimal
1 : sedang
0 : berat
Total nilai = 10.
Bila skor mencapai 9, pasien cukup aman untuk dipulangkan ke rumah.
m. Penundaan Pemulangan
1) Terjadi penyulit selama operasi : perdarahan, operasi berkepanjangan.
2) Terjadi penyulit selama anestesinya : mual, muntah, pusing, hipotensi berat, laring
edema pasca intubasi

Anda mungkin juga menyukai