Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN FRAKTUR

ANTEBRACHI SINISTRA DENGAN TEHNIK GENERAL ANESTESI


DI RSUD ARJAWINANGUN

Tugas ini disusun untuk memenuhi Mata Kuliah


Asuhan Keperawatan Anestesi Kasus Umum

Dosen Penanggung Jawab:


Dzakiyatul Fahmi Mumtaz, M. Kep

DISUSUN OLEH :
DIAN VALERINA LAHAY (1811604024)

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN FRAKTUR


ANTEBRACHI SINISTRA DENGAN TEHNIK GENERAL ANESTESI
DI RSUD ARJAWINANGUN
TANGGAL 5 MARET 2021

DISAHKAN SEBAGAI ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

DI RUANG IBS RSUD ARJAWINANGUN

25 MARET 2021

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

( Dzakiyatul Fahmi Mumtaz, M. Kep) ( H.Astari,S.Kep.Ners)


BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh
dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat
jalan, yang mengharuskan perawat unit kecelakaan dan kedaruratan serta rawat jalan
memiliki pengetahuan tentang komplikasi potensial serta masalah pasien, khususnya
resiko disfungsi neurovaskular perifer dan defisit pengetahuan (Kneale-Davis, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009 Meskipun tulang patah
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan odema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &Sudarth, 2001).
Berdasarkan penelitian di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2007. Pada tahun
2007 jumlah pasien yang mengalami fraktur terutama daerah lengan bawah bagian
distal yaitu laki-laki 11.357 dan wanita 8.319 pasien, sedangkan insidennya pada laki-
laki yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 120 per 100.000 pasien perempuan.
Insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10-14 tahun pada pasien laki-laki dan
di atas 85 tahun pada wanita. Insiden fraktur diperkirakan pada usia 50 tahun keatas
akan meningkat 81%, dibandingkan dengan 11% untuk usia dibawah 50 tahun. Pada
kelompok usia tua, jumlah laki-laki yang beresiko lebih tinggi 4,7 kali dibandingkan
dengan wanita. Pada kecelakaaan kendaraan bermotor, pengemudi lebih sering
mengalami fraktur radius ulna dibandingkan dengan penumpangnya, terutama tanpa
airbag depan. Prevalensi pada anak anak fraktur radius ulna terjadi karena bermain
skateboard, roller skating, dan mengendarai skooter.
Fraktur radius ulna sering terjadi pada anak laki-laki dengan usia 11 sampai 14
tahun, sedangkan pada anak perempuan sering pada usia 8 sampai 11 tahun. Pada usia
tua biasanya menderita trauma minimal dan mempunyai faktor resiko osteoporosis.
(Lukman, 2009). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner &Sudarth,
2001). Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara
umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan pembedahan.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan trauma
atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah
satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat dan Jong, 2012).
Dengan demikian selain bertujuan menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri
merupakan salah satu upaya menunjang proses penyembuhan (Wirjoatmodjo, 2009).
Dalam hal ini praktek pelayanan anestesi mengharuskan setiap penata anestesi
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses pelayanan kesehatan dan
memahami penyakit dengan memperhatikan pemeberian asuhan keperawatan anestesi
kondisi pasien secara individual (Rovers et al., 2013 ). Berdasarkan pembahasan latar
belakang diatas, maka penting dilakukan tindakan anestesi umum pada pasien dengan
tindakan operasi open reduction inflan fixation (Orif). Dilihat dari uraian diatas dan
literatur yang ada maka mendorong penulis untuk melakukan asuhan kepenataan pada
pasien dengan diagnosa fraktur antebrachii.

II. Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kepenataan anestesi pada pasien fraktur antebrachi
dengan teknik anestesi umum.
B. Tujuan Khusus

1. Peserta didik diharapkan mampu memberikan asuhan kepenataan pada


pasien pre, intra dan post operasi yang akan dilakukan pemberian anestesi
umum.
2. Peserta didik pelatihan diharapakan mampu melakukan perhitungan dan
pemberian terapi cairan pada saat pre, intra dan post operasi.
3. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan perhitungan dosis
pembrian obat-obat anestesi.
4. Peserta didik pelatihan diharapkan mampu melakukan tindakan intubasi dan
memberikan pemeliharaan tindakan anestesi.
5. Peserta didik diharapakan mampu memberikan asuhan kepenataan Anastesi
setelah selesai operasi dan akhir dari anestesi.

BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Definisi
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang
dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (andi, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu pada
tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan. Dibagi atas
tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial , serta distal dari kedua corpus
tulang tersebut (Putri, 2008).
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal
bagi pelaksanaan pembedahan (Rojas, 2014). General Anestesi merupakan tindakan
menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible).
Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu
pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena
(Latief, 2009). General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
A. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam 11 pembuluh darah vena.
B. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
C. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat
anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.

II. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya fraktur pada lengan (Oswari, 2005) :
A. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
B. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
C. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
D. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

III. Anatomi Dan Fisiologi


A. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis”
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”.
Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang
dalam tubuh manusia, Tulang   dapat   diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok  
berdasarkan   bentuknya :
1. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal
dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau
lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang
yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk
oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone
(cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan
habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon
pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang
disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
3. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat
dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
4. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang
pendek.
5. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang
yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan
jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri
atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang
dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling
tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh
darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan
dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 %


endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat
kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam
terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion
magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan
tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam
menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa
pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama
hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan
jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon
terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu
pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-
garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid,
dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang,
osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu
dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian
ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap
sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat
antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan
pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang
disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik multinukleus besar yang berasal
dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan
fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan
tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah,
osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang
kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah
melemah diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang
terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja,
aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih
panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada
tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan
osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia
pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang
mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang
mengalami imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas
osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas
osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga
dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang.
Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme
pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang
dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon
tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang
berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung
pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas
osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung
dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan
merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium
darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang.
Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang
adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol
oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang
terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat
sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk
membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja
secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih
lanjut.
Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. Efek
lain paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi
kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal
sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung
pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan
oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum.
Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas.
Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium
serum.

B. Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :


1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

IV. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya 

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

A. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
B. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.

V. Penatalaksaan
Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara
umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan
pembedahan. Pentalaksaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Pertimbangan psikologis.
B. Terapi obat-obatan
C. Penatalaksanaan ortopedi
D. Terapi fisik dan okupasi
E. Manipulasi bedah
F. Terapi bedah
G. Terapi radiasi
H. Program rehabilitasi.
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data

a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 75 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku Bangsa :-
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Pegagan
No. CM : 907111

Diagnosa medis : Fraktur antebrachia sinistra


Tindakan operasi : ORIF
Tanggal masuk : 5 Maret 2021
Dokter bedah : Dr. Rismayadi anwar, Sp. OT
Dokter anestesi : Dr. Uus Rustandi, Sp. An

2. Anamnesa

Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri terus menerus dibagian tangan kiri

2) Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengatakan terjatuh di depan rumah dan terbentur pagar

3) Riwayat Penyakit Dahulu


keluarga pasien mengatakan pasien tidak ada Riwayat penyakit dahulu

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki riwayat penyakit
keluarga
5) Riwayat Kesehatan

Keluarga pasien menjelaskan mengenai riwayat kesehatan:

- Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat perawatan/pemedahan di RS


sebelumnya
- Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat DM, tidak memiliki
riwayat hipertensi, tidak ada riwayat asma dan TBC
- Pasien tidak pernah mendapatkan transfusi darah

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pasien terlihat kesakitan
b. kesadaran : Composmentis (E: 4 V: 5 M: 6)

c. TTV :
o spo2 : 99%
TD: 150/89 mmHg RR: 18 x/mnt N: 80 x/mnt Suhu: 36,5

d. AMPLE
Alergi : Tidak ada
Medication : Tidak ada
Post Illness : tidak ada
Lastmeal : 05.00 WIB
Enviromental : Adekuat
e. Kepala
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi : Anemis
g. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpas : Tidak ada nyeri tekan
h. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
i. Mulut
Inspeksi : Malampati Grade 1
j. Wajah
Inspeksi : Terlihat menahan rasa sakit
k. Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada nyeri Tekan
l. Kulit
Inspeksi : warna kulit sawo matang dan tidak ada ikterik
Palpasi : tidak ada edema
m. Dada
• Paru-paru
Inspeksi :irama napas teratur, pengembangan paru kiri dan
Kanan sama, tidak ada barel chest, tidak terdapat
retraksi dinding dada, tidak ada lesi maupun jejas
Palpasi :Takil fremitus raba kanan dan kiri sama, nyeri tekan tidak
ada.
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Tidak terdengar suara tambahan
• Jantung
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : Tidak ada kelainan
n. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : bising usus 10 x/mnt
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada vesika urinaria, ada nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
Perkusi : Timpani
o. Pemeriksaan Tulang Belakang :

Kelainan tulang belakang : ( - )


p. Genetalia
Tepasang dower cateter dengan ukuran 16 jumlah urine pre op 50 cc
q. Ekstremitas
Terdapat bengkak pada bagian tangan kiri, tampak tidak simetris dengan tangan
kanan bawah dan nyeri pada lengan kiri bawah bila di gerakan,terpasang infus RL
ditangan sebelah kanan. tidak ada kelaian pada ektremitas bawah.

2. Pemeriksaan Psikologis
Tidak ada kelainan

3. Status ASA : ASA II


Klasifikasi ASA
Kelas Stasus fisik Contoh
ASA I Seorang pasien yang normal danSehat, tidak merokok, tidak
sehat, selain penyakit yang akan mengkonsumsi atau
dioperasi. mengkonsumsi alkohol secara
minimal.
ASA II Seorang pasien dengan penyakitGangguan sistemik ringan, tanpa
sistemik ringan sampai sedang. batasan aktivitas fungsional.
Contohnya termasuk (namun tidak
terbatas pada): perokok saat ini,
peminum alkohol sosial, wanita
hamil, obesitas (30<BMI<40),
wellcontrolled DM/hipertensi.
ASA III Seorang pasien dengan penyakitGangguan sistemik berat, dengan
sistemik berat yang belum keterbatasan fungsional. Satu atau
mengancam jiwa. lebih penyakit moderat/sedang
hingga penyakit berat. Contohnya
termasuk (namun tidak terbatas
pada): DM tidak terkontrol atau
hipertensi, PPOK, obesitas
(BMI≥40), hepatitis aktif,
ketergantungan alkohol, implan
alat pacu jantung, pengurangan
fraksi ejeksi, End Stage Renal
Disease (ESRD) yang menjalani
hemodialisis secara teratur, bayi
prematur PCA < 60 minggu,
sejarah (>3 bulan) dari MI, CVA,
TIA, CAD.
ASA IV Seorang pasien dengan penyakit Contohnya termasuk (namun tidak
sistemik berat yang mengancam terbatas pada): (< 3 bulan) MI,
jiwa. iskemia jantung yang sedang
berlangsung atau disfungsi katup
yang berat, penurunan berat fraksi
ejeksi, sepsis, DIC, ESRD yang
tidak menjalani dialisis secara
teratur.
ASA V Penderita sekarat yang mungkin Kemungkinan tidak bertahan hidup
tidak bertahan dalam waktu24 >24 jam tanpa tindakan operasi,
jam dengan atau tanpa kemungkinan meninggal dalam
pembedahan, kategori ini waktu dekat (kegagalan
meliputi Penderita yang multiorgan, sepsis dengan keadaan
Sebelumnya sehat, disertai hemodinamik yang tidak stabil,
dengan perdarahanyang tidak hipotermia, koagulopati tidak
terkontrol, Begitu juga terkontrol)
penderita usia lanjut dengan
penyakit terminal.
ASA VI Pasien dengan brain dead yang
organnya akan diambil untuk
didonorkan.
3. Kebutuhan Cairan
a. Monitoring cairan

1. KebutuhanCairan
a. Monitoring cairan
1) Rumus maintenance (M): 2xkgBB
(M) = 2 x 50 kg = 100 cc
2) Rumus pengganti puasa (PP):
2cc x jam puasa x bb
(PP) = 2x 8 jam x 50 kg = 800 cc
3) Rumus stress operasi (SO):
Jenis operasi (b/s/k) x BB
besar(8)/sedang(6) /kecil(4)
(SO) = 6 x 50 kg = 300 cc
b. Prinsippemberiancairanduranteoperasi (Jam I-IV)
i. Jam I : M + ½ PP + SO = 100 + 400 + 300 = 800 cc
ii. Jam II dan III: M + ¼ PP + SO = 120 + 200+ 300 = 620 cc
iii. Jam IV : M + SO = 100 + 300 = 400 cc

4. PemeriksaanPenunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Darah lengkap

Hemoglobin 12.7 g/dL 10,8-15,6


Leukosit 11.0 Ribu 4,5 – 13,6
Hematokrit 38.6 % 40–52
Trombosit 211 /uL 150-440
Eritrosit 4.36 Juta/uL 4,7-6,1
Ureum 36.7 mg/dL 8-24
Kreatinin 0.55 mg/dL 0,6–1,2
Limfosit 16.3 % 25-40
Mpv 4.4 fL 7.0-11.0
Foto thorak :
Cor tidak membesar, sinuses dan diafragma normal
Pulmo : Hili normal,
Corakan paru bertambah, tampak perselubungan pada lapang bawah paru kiri
Kesan : - pleuropneumonia kiri,
- atherosclerosis aorta
- kyphoscoliosis vertebra thoralakis

Foto antebrachii kiri :


Tampak garis fraktur dan fragmen fraktur pada radius kiri 1/3
proksimal dan ulna kiri 1/3 medial.
Tidak tampak lesi maupun eklerotik

Kesan :
-communited fracture pada radius kiri 1/3 proksimal dan ulna kiri 1/3 medial
-tidak tampak tanda tanda osteomilitis
2. Rencana Anestesi:
a. Persiapan klien di Ruang Penerimaan
1). Mengecek kelengkapan status klien
2). Klien telah puasa 8 jam
3). Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien mengatakan
takut dan cemas menjalani operasi.
4). Klien sudah terpasang infus line pada tangan kanan infuse lancar
5). Klien telah memakai baju dan topi operasi
6). Memposisikan klien
b. Mengecek TTV: Pesiapan mesin
1) sumber gas sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
2) isi volatil agent cukup
3) kondisi absoben warna merah muda
4) tidak ada kebocoran mesin
5) bedside monitor yaitu pulse oxymetri dan spignomanometer siap digunakan
c. Persiapan alat:
1) S (Scope):stesoscope, laryngoscope machintosh
2) T (Tube): endotrakeal tube ukuran 7 dan 7,5 nonkinking
3) A (Aiway): Mayo, Ambubag
4) T (Tape):Plester ± 20 cm 3 lembar
5) I (Introducer):stylet, magil forceps
6) C (Conector) terpasang
7) S (Suction):terpasang
8) Spuit 5 cc dan spuit 10 cc
9) Sungkupmuka / face mask no 4
d. Persiapan obat
1) Induksi: propofol, 100 mg, fentanyl 100 mcg, ketorolac 30mg
2) Maintenance : seveofluren 2,5% , O2 2,5Lt/m
3) Pelumpuh otot: Atracurium 30 mg
4) Anti emetik: ondansentron 4 mg
5) Analgetik : Tramadol 100mg,ketorolac 30mg
6) Obat lain: Tranexamat acid 500 mg
7) Antidotum : Neostigmin 1 mg
TAHAP INTRA ANESTESI
15.

1. Jenis Pembedahan : ORIF


2. Jenis Anestesi : general anestesi
3. Teknik Anestesi : intubasi
4. Ukuran ETT : 7 Non-kingking
5. Mulai Premedikasi : 13.00
6. Mulai Operasi : 13.05
7. Posisi : supinasi
8. Induksi : propofol 150 mg, fentanyl00 mcg, ketorolac 30mg
9. Pelumpuh otot : Atracurium 30 mg
10. Medikasi tambahan : Tranexamat acid 500 mg , ondansentron 4 mg
11. Maintanance : seveofluren 2,5% , O2 6Lt/m
12. Antidotum : Neostigmin 1mg
13. Cairan Durante Operasi : Kristaloid 1000 ml
14. Selesai Operasi :14.30
Monitoring Intra operasi
A. Table Monitoring
Jam TD N RR SPO2 O2 Sevo Tindakan
(Mmhg)
12.40 130/80 97x/m 19x/m 100% - - Serah terima pasien
dan anamnesis.
150/84 82x/m 19x/m 100% - - Pasien masuk kamar
12.50 OK, dipasang tensi ,
saturasi.
13.00 125/70 85x/m 20x/m 100% 6L/m 2,5% Induksi ( fentanyl
100mcg, propofol
150mg ),
pengecakan
rangsang bulu mata,
oksigenasi face mask
no4 8L/m.
13.03 110/70 80x/m 12x/m 100% 3L/m 2,5% Muscle relaxan
(Atracurium 40mg )
13.05 110/70 76x/m 14x/m 98% 3L/m 2,5% Dipasang ETT no
kingking ukuran 7
dengan pernapasan
ventilator
13.20 112/72 72x/m 18x/m 98% 3L/m 2,5% Monitoring TTV klien
13.45 108/88 81x/m 18x/m 98% 3L/m 2,5% Mulai tindakan insisi
dan Pemberian obat
Tranexamat acid
500mg.
13.50 111/78 78x/m 14x/m 98% 3L/m 2,5% Operasi berjalan dan
monitoring TTV

13.55 126/72 78x/m 15x/m 99% 3L/m 2,5% Monitoring TTV klien
dan perdarahan klien
14.00 130/78 73x/m 17x/m 98% 3L/m 2,5% Mengganti infus
dengan cairan
Kristaloid 500cc
14.10 124/63 79x/m 19x/m 100% 3L/m 2,5% Monitoring TTV dan
perdarahan klien
14.15 110/83 88x/m 19x/m 99% 3L/m 2,5% Monitoring TTV klien
14.20 117/67 81x/m 15x/m 99% 3L/m 2,5% Tindakan Penjahitan
14.25 110/88 91x/m 17x/m 100% 3L/m - Cek pernapasan
pasien , injeksi
neostigmine 1mg
14.30 115/80 85x/m 21x/m 100% 3L/m - Ektubasi dan
pemasangan OPA
14.35 127/81 74x/m 16x/m 100% 3L/m - Tindakan penjahitan
selesai dan melepas
tensi , saturasi dan
bereskan obat dan
mesin.
14.40 110/73 76x/m 16x/m 100% 3L/m - Ambulasi pasien dan
pindahkan ke RR

TAHAP POST ANESTESI


Observasi tanda-tanda vital:

Jam N TD Spo2 RR Tindakan


14.45 80x/menit 130/62 100% 12x/menit Pindah ke Bangsal
MmHg

Score Aldert score : 10


ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI

I. Analisa Data
Nama : Ny. R No.RM : 907111

: fraktur
antebrachi
Umur : 75 Tahun DX sinistra
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : IBS

Symptom /Sign Etiologi Problem


PRE ANESTESI

Ds :
Pasien mengatakan nyeri pada bagian tangan Porses Nyeri akut
tangan kiri, nyeri dirasakan seperti di tusuk perjalanan
dengan skala nyeri 6 penyakit
(fraktur
DO :
antebrachi)
Klien tampak meringis kesakitan dan
memegangi daerah tangan kana saat nyeri
muncul. Hasil tanda-tanda vital:
TD : 150/80 mmHg,
Nadi : 85 x/menit, regular
RR : 22x/menit, irama
normal
Suhu : 37.60C.
Klien terpasang spalk pada tangan kiri, terpasang
RL di tangan kanan

Ds : Tindakan Ansietas /
Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi cemas
operasi.
Klien megatakan merasa khawatir dengan
tindakan operasi.
Do:
Klien tampak gelisah, berkeringat dan dan tidak
tenang, Wajah klien tampak tegang.
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 150/80 mmHg,
Nadi : 85x/menit, regular
RR : 22x/menit
Suhu : 37,60C
INTRA ANESTESI

Efek samping Resiko


DS :
terkait terapi perdarahan
DO: obat
- Pada saat mulai operasi dan selesai operasi pembedahan
jumlah perdarahan 250 cc.
- Perdarahan kurang dari 10% termasuk kategori
perdarahan ringan.
- Pemberian resusitasi cairan sesuai dengan darah
yang hilang 250 cc di ganti cairan kristaloid 600
cc.
- TTV : TD : 113 / 70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respiasi : 16 x / menit
Suhu : 36,40C

POST ANESTESI

DS: - Obstruksi jalan Bersihan jalan


napas : benda napas tidak
DO :
asing pada efektif
-Terdapat banyak mucus pada rongga mulut. jalan napas
-TTV : TD : 124 / 74 mmHg (penggunaan
Nadi : 82 x/menit ETT)
Respiasi : 23 x / menit
Suhu : 36,50C

I. Diagnosa Kepenataan Anastesi


A. Diagnosa kepenataan Pre Anestesi
1. Nyeri behubungan dengan agen cidera fisik
2. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
B. Diagnosa kepenataan intra Anestesi
1. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi obat
pembedahan.
C. Diagnosa Kepenataan post anestesi
2. bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
napas : benda asing pada jalan napas (penggunaan ETT)
II. Intervensi, Rasional, Implementasi dan Evaluasi
NO/TGL DIAGNOS TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
A
- Pre anestesi
1. Nyeri b/d Setelah dilakuakan 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui tingkat 1. Mengkaji nyeri S : - Klien mengatakan nyeri
agen cidera Asuhan kepenataan nyeri komprehensif yang nyeri komprehensif yang saat Tangan kanan
5/03/2021
fisik Anastesi diharapakan meliputi lokasi, 2. Nyeri merupakan meliputi lokasi, mengalami pergerakan
Jam 12.30 1. nyeri seperti
nyeri berkurang karakteristik, onset atau respon subyektik yang karakteristik, onset atau
tertusuk-tusuk
dengan kriteria hasil: durasi, frekusensi, dapat dikaji dengan durasi, frekusensi,
2. nyeri dengan skala 6
 Melaporkan nyeri kualitas, intensitas atau menggunakan skala kualitas, intensitas atau
O : - wajah klien tampak
terkontrol beratnya nyeri dan faktor nyeri tanda tanda vital beratnya nyeri dan
meringis kesakitan
 Menggunakan pencetus dapat mengingkatkan faktor pencetus - TTV :
manajemen nyeri 2. Observasi adanya dengan adanya nyeri 2. Mengobservasi adanya Kesadaran :
tanpa analgetik petunjuk nonverbal 3. Untuk memotivasi petunjuk nonverbal composmentis
 Ekspresi nyeri mengenai menjadi rilaeks mengenai TD : 130/83 mmHg
wajah normal ketidaknyamanan 4. Teknik relaksasi : ketidaknyamanan N : 83 x/menit
3. Dukung istirahat atau mengingkatkan 3. Mendukung istirahat RR: 23 x/ menit
Suhu : 36,6oC
tidur yang adekuat sekresi endorphin dan atau tidur yang adekuat
A : Masalah Nyeri belum
4. Berikan informasi enkafelin pada sel 4. Memberikan informasi teratasi
mengenai nyeri, seperti inhubitor kornu mengenai nyeri, seperti P : lanjutkan itervensi
penyebab nyeri, berapa dorsalis medulia penyebab nyeri, berapa
lama nyeri di rasakan spinalis yang dapat lama nyeri di rasakan
dan antisipasi dari menghambat dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat transmisi nyeri . ketidaknyamanan akibat
prosedur Tekniks distraksi : prosedur
5. Ajarkan penggunaaan meningkatkan 5. Mengajarkan
teknik nonfarmakologi aktifitas dalam sistem penggunaaan teknik
(misalnya relaksasi, kontrol pada tulang nonfarmakologi
terapi musik, aplikasi untuk mencegah (relaksasi,)
panas atau dingin dan transmisi terus 6. Melakukan kolaborasi
pijatan,bimbingan menerus stimulus dengan dokter anestesi
antisipatif) nyeri ke otak. untuk pemberian
6. Kolaborasi pemberian 5. Untuk mengalihkan analgetik :
analgetik. respon nyeri - Ketorolac 30 mg IV

6. Analgetik menekan
sistem saraf pusat
pada talamus dan
korteks serebri
2. Ansietas b/d Setelah dilakuakan 1. Bina hubungan saling 1. Dukungan emosional 1. Membina hubungan S : - Klien mengatakan cemas
Asuhan kepenataan percaya akan memberikan rasa saling percaya Berkurang.
5/03/2021 tindakan
Anastesi diharapkan 2. Kaji tanda verbal dan aman dan nyaman 2. Mengkaji tanda verbal 1. Klien mengatakan
Jam 12.30 operasi merasa
pasien dapat nonverbal kecemasan bagi klien dan nonverbal
mengontrol diri 2. Untuk mengetahui kecemasan ngantuk setelah di
3. Instruksikan
lakukan pemberian obat
Terhadap Menggunakan teknik tingkat kecemasan 3. Mendorong verbalisasi
O :- Klien tampak mulai
Kecemasan relaksasi 3. Teknik relaksasi : perasaan, persepsi dan tenang saat menjelang
kriteria hasil: 4. Jelaskan prosedur dan mengingkatkan ketakutan Operasi
 Melaporkan cemas sensasi yang di rasakan sekresi endorphin dan 4. Untuk mengalihkan 2. Klien tampak
berkurang selama prosedur di enkafelin pada sel perhatianpasien mengantuk, gelisah
 Pasien bersedia lakukan inhubitor kornu berkurang setelah
mengikuti prosedur dorsalis medulia pemberian midazolam 2
 Pasien tampak spinalis yang dapat mg IV
tenang menghambat TTV :
transmisi nyeri Kesadaran:composmenti
4. Untuk mengurangi s
TD: 130/83 mmHg
tingkat kecemasan
N : 82 x/menit
RR : 19 x/ menit
Suhu : 36,6oC
A : Masalah cemas teratasi
P : Intervensi dihentikan
Intra anestesi
1. Resiko Setelah dialkuakan 1. Monitor tanda-tada 1. Untuk mengetahui 1. Memonitor tanda-tanda S:-
perdarahan Asuhan Kepenataan perdarahan tingkat perdarahan perdarahan O : - banyak darah yang
5/03/2021
Anastesi diharapkan 2. Catan nilai hb dan Ht 2. Untuk mengetahui 2. Mencatat nilai hb dan Ht keluar selama
Jam 13.55 operasi 400 cc.
perdarahan sesudah terjdi berapa banyak sesudah terjdi perdarahan
terkontrol perdarahan perdarahan 3. Memonitor nilai lab - Perdarahan termasuk
Dengan keriteria 3. Monitor nilai lab 3. Untuk mengetahui ( koagulasi yan meliputi kategori perdarahan
hasil: (koagulasi yang tingkat pembekuan PT, PTT, Trobosit) Ringan dengan
1. Kehilangan meliputi PT, PTT, darah 4. Memonitor TTV kehilangan 10 %.
darah terkontrol Trobosit) 4. Dapat memantau ortostatik - Pemberian resusitasi
2. Tekanan darah 4. Monitor TTV ortostatik hemodinamik pasien 5. Berkolaborasi pemberian cairan sesuai dengan
dalam batas 5. Kolaborasi pemberian 5. Untuk mencukupi produk darah jika darah yang hilang 200
normal sistole produk darah kebutuhan darah pasien perdarahan melebihi dari cc di ganti caira
dan diastole 6. Kolaborasi pemberian 6. Untuk mecegah 15 % kristaloid 600 cc.
3. Tidak ada obat antifibrinolitik perdarahan 6. Berkolaborasi pemberian
perdarahan hebat obat antifibrinolitik : - TTV :
selama operasi Asam traneksamat 1 gr Kesadaran : -
4. Nilai labor dalam IV TD : 106 / 69 mmHg
batas normal Nadi : 98 x/menit
Respiasi : 12 x / menit
Suhu : 36,40C
A : Masalah Resiko
perdarahan melebihi
15 % tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi

Post anestesi
1. Bersihan Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara napas 1. Untuk memantau sisa 1. Auskultasi suara S:-
jalan napas Asuhan Kepenataan sebelum dan sesudah di skret / lendir didalam napas sebelum dan O : -Terdapat banyak mucus
5/03/2021 b/d obtruksi Anastesi di harapkan sucton paru-paru sesudah di sucton pada rongga mulut pada
Jam 14.30 jalan napas jalan napas efektif 2. Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi 2. Memerikan oksigen saat ektubasi dan setelah
oleh dengan kriteria denganmengunakan kebutuhan O2 pasien dengan mengunakan di ektubasi.
Hasil: nasal kanul 3. Untuk mencegah nasal kanul - pasien sudah bernapas
1. Memdemontrasika 3. Anjurkan pasien untuk terjadinya spasme 3. Menganjukan pasien spontan.
batuk efektif dan napas dalam setelah ETT 4. Agar jalan napas tidak untuk napas dalam - Terdengar suara stidor
suara napas yang di keluarkan terhalang dengan lidah setelah ETT di pada rongga mulut.
bersih, mampu 4. Buka jalan napas degan 5. Memberikan rasa kelukan - Reflek menelan masih
mengekuarkan teknik chin lift atau jaw nyaman dalam 4. Membuka jalan sangat lemah.
sputum dan trush bila perlu. bernapas napas lebih terbuka TTV : Delirium
mampu bernapas 5. Membebaskan TD : 120/78 mmHg
dengan mudah. 5. Posisikan pasien untuk 6. Untuk menjaga lidah hambatan pada jalan N : 82 x/menit
2. Menunjukan jalan memaksimalkan ventilasi agar tidak jatuh napas RR : 19 x/ menit
napas yang paten 6. Pasang mayo bila perlu. 6. Mengeluarkan secret Suhu : 36,6oC
dengan atau batuk dengan A : Masalah Bersihan jalan
pernapasan dalam suction napas tidak efektif
dan normal teratasi sebagian
P :- masalah teratasi sebagian
- lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna.
Yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan
ulna (Prabowo, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak
atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

II. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi peserta mahasiswa dan dapat menambah pengetahuan. Semoga dalam
pembuatan asuhan kepenataan anestesi berikutnya lebih teliti dan lebih
lengkap dalam pengkajian anestesi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di


Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya

Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, MR. (2009). Petunjuk praktis anestesiologi ed
2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Rojas, J. O. D., Peter, S., dan William, C. W. (2014). Regional anesthesia versus
general anesthesia for surgery on the lumbar spine: A review of the modern
literature. Clinical Neurology and Neurosurgery

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:


Prima Medika.

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Tzanakis NE et al, (2015). A New Approach to Accurate Diagnosis of Acute


Appendicitis: world journal of surgery

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

Anda mungkin juga menyukai