DISUSUN OLEH :
DIAN VALERINA LAHAY (1811604024)
25 MARET 2021
I. Latar Belakang
Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh
dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat
jalan, yang mengharuskan perawat unit kecelakaan dan kedaruratan serta rawat jalan
memiliki pengetahuan tentang komplikasi potensial serta masalah pasien, khususnya
resiko disfungsi neurovaskular perifer dan defisit pengetahuan (Kneale-Davis, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009 Meskipun tulang patah
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan odema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &Sudarth, 2001).
Berdasarkan penelitian di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2007. Pada tahun
2007 jumlah pasien yang mengalami fraktur terutama daerah lengan bawah bagian
distal yaitu laki-laki 11.357 dan wanita 8.319 pasien, sedangkan insidennya pada laki-
laki yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 120 per 100.000 pasien perempuan.
Insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10-14 tahun pada pasien laki-laki dan
di atas 85 tahun pada wanita. Insiden fraktur diperkirakan pada usia 50 tahun keatas
akan meningkat 81%, dibandingkan dengan 11% untuk usia dibawah 50 tahun. Pada
kelompok usia tua, jumlah laki-laki yang beresiko lebih tinggi 4,7 kali dibandingkan
dengan wanita. Pada kecelakaaan kendaraan bermotor, pengemudi lebih sering
mengalami fraktur radius ulna dibandingkan dengan penumpangnya, terutama tanpa
airbag depan. Prevalensi pada anak anak fraktur radius ulna terjadi karena bermain
skateboard, roller skating, dan mengendarai skooter.
Fraktur radius ulna sering terjadi pada anak laki-laki dengan usia 11 sampai 14
tahun, sedangkan pada anak perempuan sering pada usia 8 sampai 11 tahun. Pada usia
tua biasanya menderita trauma minimal dan mempunyai faktor resiko osteoporosis.
(Lukman, 2009). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner &Sudarth,
2001). Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara
umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan pembedahan.
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan trauma
atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Salah
satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat dan Jong, 2012).
Dengan demikian selain bertujuan menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri
merupakan salah satu upaya menunjang proses penyembuhan (Wirjoatmodjo, 2009).
Dalam hal ini praktek pelayanan anestesi mengharuskan setiap penata anestesi
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam proses pelayanan kesehatan dan
memahami penyakit dengan memperhatikan pemeberian asuhan keperawatan anestesi
kondisi pasien secara individual (Rovers et al., 2013 ). Berdasarkan pembahasan latar
belakang diatas, maka penting dilakukan tindakan anestesi umum pada pasien dengan
tindakan operasi open reduction inflan fixation (Orif). Dilihat dari uraian diatas dan
literatur yang ada maka mendorong penulis untuk melakukan asuhan kepenataan pada
pasien dengan diagnosa fraktur antebrachii.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Definisi
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang
dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (andi, 2012).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu pada
tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan. Dibagi atas
tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial , serta distal dari kedua corpus
tulang tersebut (Putri, 2008).
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit,
dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal
bagi pelaksanaan pembedahan (Rojas, 2014). General Anestesi merupakan tindakan
menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible).
Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan
inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu
pemasangan endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena
(Latief, 2009). General anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat
dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
A. General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam 11 pembuluh darah vena.
B. General Anestesi Inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat
anestesi inhalasi yang berupa gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui
alat atau mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
C. Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik
obat anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik
general anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara
optimal dan berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat
anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
II. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya fraktur pada lengan (Oswari, 2005) :
A. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
B. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
C. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
D. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
B. Fisiologi Tulang
IV. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang
rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di
rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya
A. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
B. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
V. Penatalaksaan
Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara
umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan
pembedahan. Pentalaksaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
A. Pertimbangan psikologis.
B. Terapi obat-obatan
C. Penatalaksanaan ortopedi
D. Terapi fisik dan okupasi
E. Manipulasi bedah
F. Terapi bedah
G. Terapi radiasi
H. Program rehabilitasi.
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 75 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Suku Bangsa :-
Status perkawinan : Kawin
Alamat : Pegagan
No. CM : 907111
2. Anamnesa
Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri terus menerus dibagian tangan kiri
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Pasien terlihat kesakitan
b. kesadaran : Composmentis (E: 4 V: 5 M: 6)
c. TTV :
o spo2 : 99%
TD: 150/89 mmHg RR: 18 x/mnt N: 80 x/mnt Suhu: 36,5
d. AMPLE
Alergi : Tidak ada
Medication : Tidak ada
Post Illness : tidak ada
Lastmeal : 05.00 WIB
Enviromental : Adekuat
e. Kepala
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f. Mata
Inspeksi : Anemis
g. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpas : Tidak ada nyeri tekan
h. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelaian
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
i. Mulut
Inspeksi : Malampati Grade 1
j. Wajah
Inspeksi : Terlihat menahan rasa sakit
k. Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada nyeri Tekan
l. Kulit
Inspeksi : warna kulit sawo matang dan tidak ada ikterik
Palpasi : tidak ada edema
m. Dada
• Paru-paru
Inspeksi :irama napas teratur, pengembangan paru kiri dan
Kanan sama, tidak ada barel chest, tidak terdapat
retraksi dinding dada, tidak ada lesi maupun jejas
Palpasi :Takil fremitus raba kanan dan kiri sama, nyeri tekan tidak
ada.
Perkusi :Sonor
Auskultasi :Tidak terdengar suara tambahan
• Jantung
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : Tidak ada kelainan
n. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : bising usus 10 x/mnt
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada vesika urinaria, ada nyeri tekan pada bagian
kanan bawah
Perkusi : Timpani
o. Pemeriksaan Tulang Belakang :
2. Pemeriksaan Psikologis
Tidak ada kelainan
1. KebutuhanCairan
a. Monitoring cairan
1) Rumus maintenance (M): 2xkgBB
(M) = 2 x 50 kg = 100 cc
2) Rumus pengganti puasa (PP):
2cc x jam puasa x bb
(PP) = 2x 8 jam x 50 kg = 800 cc
3) Rumus stress operasi (SO):
Jenis operasi (b/s/k) x BB
besar(8)/sedang(6) /kecil(4)
(SO) = 6 x 50 kg = 300 cc
b. Prinsippemberiancairanduranteoperasi (Jam I-IV)
i. Jam I : M + ½ PP + SO = 100 + 400 + 300 = 800 cc
ii. Jam II dan III: M + ¼ PP + SO = 120 + 200+ 300 = 620 cc
iii. Jam IV : M + SO = 100 + 300 = 400 cc
4. PemeriksaanPenunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Darah lengkap
Kesan :
-communited fracture pada radius kiri 1/3 proksimal dan ulna kiri 1/3 medial
-tidak tampak tanda tanda osteomilitis
2. Rencana Anestesi:
a. Persiapan klien di Ruang Penerimaan
1). Mengecek kelengkapan status klien
2). Klien telah puasa 8 jam
3). Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien mengatakan
takut dan cemas menjalani operasi.
4). Klien sudah terpasang infus line pada tangan kanan infuse lancar
5). Klien telah memakai baju dan topi operasi
6). Memposisikan klien
b. Mengecek TTV: Pesiapan mesin
1) sumber gas sudah terpasang dan tidak ada kebocoran
2) isi volatil agent cukup
3) kondisi absoben warna merah muda
4) tidak ada kebocoran mesin
5) bedside monitor yaitu pulse oxymetri dan spignomanometer siap digunakan
c. Persiapan alat:
1) S (Scope):stesoscope, laryngoscope machintosh
2) T (Tube): endotrakeal tube ukuran 7 dan 7,5 nonkinking
3) A (Aiway): Mayo, Ambubag
4) T (Tape):Plester ± 20 cm 3 lembar
5) I (Introducer):stylet, magil forceps
6) C (Conector) terpasang
7) S (Suction):terpasang
8) Spuit 5 cc dan spuit 10 cc
9) Sungkupmuka / face mask no 4
d. Persiapan obat
1) Induksi: propofol, 100 mg, fentanyl 100 mcg, ketorolac 30mg
2) Maintenance : seveofluren 2,5% , O2 2,5Lt/m
3) Pelumpuh otot: Atracurium 30 mg
4) Anti emetik: ondansentron 4 mg
5) Analgetik : Tramadol 100mg,ketorolac 30mg
6) Obat lain: Tranexamat acid 500 mg
7) Antidotum : Neostigmin 1 mg
TAHAP INTRA ANESTESI
15.
13.55 126/72 78x/m 15x/m 99% 3L/m 2,5% Monitoring TTV klien
dan perdarahan klien
14.00 130/78 73x/m 17x/m 98% 3L/m 2,5% Mengganti infus
dengan cairan
Kristaloid 500cc
14.10 124/63 79x/m 19x/m 100% 3L/m 2,5% Monitoring TTV dan
perdarahan klien
14.15 110/83 88x/m 19x/m 99% 3L/m 2,5% Monitoring TTV klien
14.20 117/67 81x/m 15x/m 99% 3L/m 2,5% Tindakan Penjahitan
14.25 110/88 91x/m 17x/m 100% 3L/m - Cek pernapasan
pasien , injeksi
neostigmine 1mg
14.30 115/80 85x/m 21x/m 100% 3L/m - Ektubasi dan
pemasangan OPA
14.35 127/81 74x/m 16x/m 100% 3L/m - Tindakan penjahitan
selesai dan melepas
tensi , saturasi dan
bereskan obat dan
mesin.
14.40 110/73 76x/m 16x/m 100% 3L/m - Ambulasi pasien dan
pindahkan ke RR
I. Analisa Data
Nama : Ny. R No.RM : 907111
: fraktur
antebrachi
Umur : 75 Tahun DX sinistra
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang : IBS
Ds :
Pasien mengatakan nyeri pada bagian tangan Porses Nyeri akut
tangan kiri, nyeri dirasakan seperti di tusuk perjalanan
dengan skala nyeri 6 penyakit
(fraktur
DO :
antebrachi)
Klien tampak meringis kesakitan dan
memegangi daerah tangan kana saat nyeri
muncul. Hasil tanda-tanda vital:
TD : 150/80 mmHg,
Nadi : 85 x/menit, regular
RR : 22x/menit, irama
normal
Suhu : 37.60C.
Klien terpasang spalk pada tangan kiri, terpasang
RL di tangan kanan
Ds : Tindakan Ansietas /
Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi cemas
operasi.
Klien megatakan merasa khawatir dengan
tindakan operasi.
Do:
Klien tampak gelisah, berkeringat dan dan tidak
tenang, Wajah klien tampak tegang.
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 150/80 mmHg,
Nadi : 85x/menit, regular
RR : 22x/menit
Suhu : 37,60C
INTRA ANESTESI
POST ANESTESI
6. Analgetik menekan
sistem saraf pusat
pada talamus dan
korteks serebri
2. Ansietas b/d Setelah dilakuakan 1. Bina hubungan saling 1. Dukungan emosional 1. Membina hubungan S : - Klien mengatakan cemas
Asuhan kepenataan percaya akan memberikan rasa saling percaya Berkurang.
5/03/2021 tindakan
Anastesi diharapkan 2. Kaji tanda verbal dan aman dan nyaman 2. Mengkaji tanda verbal 1. Klien mengatakan
Jam 12.30 operasi merasa
pasien dapat nonverbal kecemasan bagi klien dan nonverbal
mengontrol diri 2. Untuk mengetahui kecemasan ngantuk setelah di
3. Instruksikan
lakukan pemberian obat
Terhadap Menggunakan teknik tingkat kecemasan 3. Mendorong verbalisasi
O :- Klien tampak mulai
Kecemasan relaksasi 3. Teknik relaksasi : perasaan, persepsi dan tenang saat menjelang
kriteria hasil: 4. Jelaskan prosedur dan mengingkatkan ketakutan Operasi
Melaporkan cemas sensasi yang di rasakan sekresi endorphin dan 4. Untuk mengalihkan 2. Klien tampak
berkurang selama prosedur di enkafelin pada sel perhatianpasien mengantuk, gelisah
Pasien bersedia lakukan inhubitor kornu berkurang setelah
mengikuti prosedur dorsalis medulia pemberian midazolam 2
Pasien tampak spinalis yang dapat mg IV
tenang menghambat TTV :
transmisi nyeri Kesadaran:composmenti
4. Untuk mengurangi s
TD: 130/83 mmHg
tingkat kecemasan
N : 82 x/menit
RR : 19 x/ menit
Suhu : 36,6oC
A : Masalah cemas teratasi
P : Intervensi dihentikan
Intra anestesi
1. Resiko Setelah dialkuakan 1. Monitor tanda-tada 1. Untuk mengetahui 1. Memonitor tanda-tanda S:-
perdarahan Asuhan Kepenataan perdarahan tingkat perdarahan perdarahan O : - banyak darah yang
5/03/2021
Anastesi diharapkan 2. Catan nilai hb dan Ht 2. Untuk mengetahui 2. Mencatat nilai hb dan Ht keluar selama
Jam 13.55 operasi 400 cc.
perdarahan sesudah terjdi berapa banyak sesudah terjdi perdarahan
terkontrol perdarahan perdarahan 3. Memonitor nilai lab - Perdarahan termasuk
Dengan keriteria 3. Monitor nilai lab 3. Untuk mengetahui ( koagulasi yan meliputi kategori perdarahan
hasil: (koagulasi yang tingkat pembekuan PT, PTT, Trobosit) Ringan dengan
1. Kehilangan meliputi PT, PTT, darah 4. Memonitor TTV kehilangan 10 %.
darah terkontrol Trobosit) 4. Dapat memantau ortostatik - Pemberian resusitasi
2. Tekanan darah 4. Monitor TTV ortostatik hemodinamik pasien 5. Berkolaborasi pemberian cairan sesuai dengan
dalam batas 5. Kolaborasi pemberian 5. Untuk mencukupi produk darah jika darah yang hilang 200
normal sistole produk darah kebutuhan darah pasien perdarahan melebihi dari cc di ganti caira
dan diastole 6. Kolaborasi pemberian 6. Untuk mecegah 15 % kristaloid 600 cc.
3. Tidak ada obat antifibrinolitik perdarahan 6. Berkolaborasi pemberian
perdarahan hebat obat antifibrinolitik : - TTV :
selama operasi Asam traneksamat 1 gr Kesadaran : -
4. Nilai labor dalam IV TD : 106 / 69 mmHg
batas normal Nadi : 98 x/menit
Respiasi : 12 x / menit
Suhu : 36,40C
A : Masalah Resiko
perdarahan melebihi
15 % tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi
Post anestesi
1. Bersihan Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara napas 1. Untuk memantau sisa 1. Auskultasi suara S:-
jalan napas Asuhan Kepenataan sebelum dan sesudah di skret / lendir didalam napas sebelum dan O : -Terdapat banyak mucus
5/03/2021 b/d obtruksi Anastesi di harapkan sucton paru-paru sesudah di sucton pada rongga mulut pada
Jam 14.30 jalan napas jalan napas efektif 2. Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi 2. Memerikan oksigen saat ektubasi dan setelah
oleh dengan kriteria denganmengunakan kebutuhan O2 pasien dengan mengunakan di ektubasi.
Hasil: nasal kanul 3. Untuk mencegah nasal kanul - pasien sudah bernapas
1. Memdemontrasika 3. Anjurkan pasien untuk terjadinya spasme 3. Menganjukan pasien spontan.
batuk efektif dan napas dalam setelah ETT 4. Agar jalan napas tidak untuk napas dalam - Terdengar suara stidor
suara napas yang di keluarkan terhalang dengan lidah setelah ETT di pada rongga mulut.
bersih, mampu 4. Buka jalan napas degan 5. Memberikan rasa kelukan - Reflek menelan masih
mengekuarkan teknik chin lift atau jaw nyaman dalam 4. Membuka jalan sangat lemah.
sputum dan trush bila perlu. bernapas napas lebih terbuka TTV : Delirium
mampu bernapas 5. Membebaskan TD : 120/78 mmHg
dengan mudah. 5. Posisikan pasien untuk 6. Untuk menjaga lidah hambatan pada jalan N : 82 x/menit
2. Menunjukan jalan memaksimalkan ventilasi agar tidak jatuh napas RR : 19 x/ menit
napas yang paten 6. Pasang mayo bila perlu. 6. Mengeluarkan secret Suhu : 36,6oC
dengan atau batuk dengan A : Masalah Bersihan jalan
pernapasan dalam suction napas tidak efektif
dan normal teratasi sebagian
P :- masalah teratasi sebagian
- lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP
I. KESIMPULAN
Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna.
Yang dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan
ulna (Prabowo, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak
atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
II. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi peserta mahasiswa dan dapat menambah pengetahuan. Semoga dalam
pembuatan asuhan kepenataan anestesi berikutnya lebih teliti dan lebih
lengkap dalam pengkajian anestesi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, MR. (2009). Petunjuk praktis anestesiologi ed
2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Rojas, J. O. D., Peter, S., dan William, C. W. (2014). Regional anesthesia versus
general anesthesia for surgery on the lumbar spine: A review of the modern
literature. Clinical Neurology and Neurosurgery
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.