OLEH
HANY RAFELIA MARGARETHA
(1914320011)
1. Definisi
Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak payudara yang keras, bulat dan dapat
digerakkan yang biasanya mengenai wanita pada akhir usia belasan atau akhir tiga
puluan. Massa ini tidak menimbulkan nyeri tekan dan kadang diangkat untuk mengetahui
kepastian diagnostiknya (Smeltzer, 2013).
2. Etiologi
Belum ada penyebab spesifik, namun factor predisposisi terjadinyafibroadenoma
mammae adalah siklus menstruasi yang tidak teratur. Selain ituada beberapa faktor
resiko diantaranya :
a. Anak perempuan dari ibu dengan kanker payudara (herediter)
b. Menarke dini. Resiko Tumor payudara meningkat pada wanita yang
mengalami menstruasi sebelum usia 12 tahun.
c. Nulipara dan usia maternal. Lanjut saat kelahiran anak pertama. Wanita yang
melahirkan setelah usia 30 tahun lebih berisiko mengalami Tumor payudara.
d. Menopause pada usia lanjut. Menopause setelah usia 50 tahun.
e. Pernah mengalami radiasi di daerah dada
5. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
Terapi untuk FAM tergantung dari beberapa hal sebagai berikut:
Ukuran
Terdapat rasa nyeri atau tidak
Usia pasien
Hasil biopsy
Terapi dari FAM dapat dilakukan dengan operasi pengangkatan tumor tersebut,
biasanya dilakukan general anastesi pada operasi. Operasi tidak akan merubah
bentuk dari payudara, tetapi hanya akan meninggalkan luka atau jaringan parut yang
nanti akan diganti oleh jaringan normal secara perlahan (Nugroho, 2011).
b. Penatalaksanaan Operatif
a. Insisi permukaan, dilakukan pada tumor dengan ukuran lebih besar dari 5
cm.
b. Eksisi tumor dengan anastesi lokal ataupun umum. Ini dilakukan untuktumor
yang berukuran < 5 cm. selanjutnya specimen operasi periksa potologis. Bila
penderitanya muda dengan lesi kecil, diagnosa dapat dibuat dengan aspurasi
jarum halus bila penderita tidak menginginkan biopsidengan eksisi.
Fibroadenoma yang lebih besar dari 3 cm harus diangkat karena dapat
menyebabkan nyeri dan tumbuh terus.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi adalah menghilangnya rasa nyeri, dan menurut jenis kegunaannya dibagi
menjadi anestesi umum yang disertai hilangnya kesadaran, sedangakan anestesi regional
dan anestesi lokal menghilangya rasa nyeri disatu bagian tubuh saja tanpa
menghilangnya kesadaran (Sjamsuhidajat & De Jong, 2012). Anestesi merupakan
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lain yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Morgan, 2011) Anestesi merupakan suatu
tindakan untuk menghilangkan rasa ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk
menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011). Dari
beberapa definisi anestesi menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa Anestesti
merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit pada saat pembedahan atau
melakukan tindakan prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit dengan cara trias
anestesi yaitu hipnotik, analgetik, relaksasi.
2. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi Umum (General Anesthesia) merupakan suatu keadaan tidak sadar
yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di seluruh
tubuh akibat pemberian obat anesthesia. Adapun teknik anestesi umum
meliputi Anestesi Umum Intravena, Anestesi Umum Inhalasi, dan Anestesi
Imbang (Balanced Anesthesia).
Anestesi umum meliputi:
a) Anestesi Umum Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan
menyuntikkan obat anesthesia parenteral langsung ke dalam pembuluh
darah vena. Teknik anestesi umum intravena terdiri dari anesthesia
intravena klasik, anesthesia intravena total, dan anestesi-analgesia
neurolept.
b) Anestesi Intravena Kasik
Pemakaian kombinasi obat ketamine dengan sedative (diazepam
dengan midazolam) komponen trias anestesia yang terpenuhi yaitu
hipnotik dan analgesia.
c) Anestesi Intravena Total (TIVA)
Pemakaian kombinasi obat anestesia intravena yang berkhasiat
hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang komponen
trias anestesia yan terpenuhi yaitu hipnotik, analgesia, dan relaksasi
otot.
c. Regional Anestesi
Anestesia regional adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetik lokal pada lokasi serat saraf yang menginversi
region tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang
bersifat sementara. Jenis anestesi regional: - Blok Saraf Merupakan tindakan
analgesia reginal dengan cara menyuntikkan obat anestetik lokal di daerah
perjalanan saraf yang mempersarafi daerah yang akan dieksplorasi. Pada
analgesia jenis ini, obat disuntikkan jauh dari daerah lapangan operasi.
Blok Pleksus Brachialis
Merupakan tindakan analgesia regional dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal di daerah perjalanan pleksus brachialis yan
mempersarafi ekstremitas superior.
Blok Spinal Subarachnoid
Merupakan blok regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid melalui tindakan
punksi lumbal.
Blok Spinal Epidural
Merupakan blk regional yang dilakukan dengan cara menyuntikkan
obat anestetik lokal ke dalam ruang epidural (pendekatan torakal,
pendekatan lumbal, dan pendekatan kaudal).
Blok Regional Intravena
3. Teknik Anestesi
Anestesi umum dibagi menjadi 3 teknik yaitu:
a. Anestesi Inhalasi
Menurut Mangku & Senapathi (2018) Anestesi inhalasi merupakan salah
satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi
obat anestesi inhalasi yang berupa gas atau cairan yang mudah menguap melalui
alat/mesin anestesi langsung ke udara inspirasi.
b. Anestesi Intravena
Merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan dengan jalan
menyuntikan obat anestesia parentral langsung ke dalam pembuluh darah vena
(Mangku & Senapathi, 2018).
c. Anestesi Imbang
Menurut Mangku & Senapathi (2018) Anestesi imbang merupakan teknik
anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat anestesi
intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik anestesi umum
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesia secara optimal dan
berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau
obat anestesi umum yang lain.
2) Efek anelgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat
atau obat anestesia umum, atau dengan cara analgesia regional
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
obat anestesi umum, atau dengan cara anestesi regional.
4. Rumatan Anestesi
a. Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya:Meredakan
kecemasan dan ketakutan, Memperlancar induksi anesthesia, Mengurangi sekresi
kelenjar ludah dan bronkus, Meminimalkan jumlah obat anestetik, Mengurangi mual-
muntah pasca bedah, Menciptakan amnesia, Mengurangi isi cairan lambung, dan
Mengurangi reflek yang membahayakan.
1) Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat
menekan mual dan muntah.
2) Diazepam merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah
bersifat sediatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 10
mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2- 0,5 mg/kgBB) dengan dosis
maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2
mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1mg/kgBB intravena.
3) Midazolam dibandingkan dengan diazepam, midazolam mempunyai awal dan
lama kerja lebih pendek. Belakangan ini midazolam lebih disukai dibandingkan
dengan diazepam. Dosis 50% dari dosis diazepam.
4) Antikolinegrik (Atropin) diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah
dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah
10-15 menit.(IPAI, 2018)
b. Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.
Sebelum melakukan induksi, perlu disiapkan STATICS yaitu :
1) Scope : Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop
pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus
cukup terang. Blade Machintos untuk dewasa dan Magill untuk anak-anak.
2) Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan
usia > 5 tahun dengan balon (cuffed). Jenisnya antara lain Endotracheal
Tube(ETT), Laryngeal Mask Airway(LMA), Nasotracheal tube (NTT) yang
digunakan sesuai dengan indikasi dan pertimbangan
3) Airway : Pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) dan pipa hidungfaring
(nasotracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar
untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas
4) Tape : Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
5) Introducer : Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah
dimasukkan
6) Connector : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
7) Suction : Penyedot lendir, ludah, dan lain-lainnya
c. Pemeliharaan selama Anestesi. Digunakan inhalasi dengan Isofluran 2 vol%,
Sevofluran 2 vol%, O2 2liter / menit dan N2O 2liter / menit. Pemberian anesthesia
dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat anestetik lemah,
tetapi analgesinya kuat. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain. Pada akhir anesthesia setelah
N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindarinya, diberikan
O2 selama 5- 10 menit
d. Monitoring menurut Modul IPAI 2018 monitoring anestesi dibagi menjadi 3 tahap
yaitu : monitoring sebelum, selama dan sesudah operasi.
1) Monitoring Pra Anestesi
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan baik elektif maupun darurat
perlu dipersiapkan. Sedangkan pada bedah emergensi waktu yang tersedia lebih
singkat. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada monitoring sebelum operasi antara
lain :
a) Persiapan mental dan fisik.
⮚ Anamnesa
Anamnesa untuk mengetahui keadaan pasien, riwayat penyakit,
pengobatan, operasi atau anestesi sebelumnya.
⮚ Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Pemeriksaan fisik meliputi tinggi badan, berat badan, vital sign, keadaan
umum, kondisi psikis, gizi, penyakit kardiovaskuler, respirasi dan lain-lain.
Untuk pemeriksaan laboratorium pasien seperti Hb, HMT, AL, CT, BT,
Ureum, Creatinin dan lain-lain.
b) Perencanaan tehnik dan obat anestesi.
c) Penentuan klasifikasi dan prognosis (sesuai dengan ASA). Persiapan pra
anestesi meliputi :
⮚ Pengosongan saluran pencernaan (diberi cairan perinfus).
⮚ Pengosongan kandung kemih.
⮚ Pembersihan jalan nafas.
⮚ Asesoris maupun kosmetik sebaiknya tidak dipakai.
⮚ Informed consent.
⮚ Pasien sebaiknya memakai pakaian bedah.
⮚ Pemeriksaan fisik yang penting diulangi pada saat pasien diruang
persiapan operasi.
2) Monitoring Intra Anestesi
Monitoring Intra Anestesi yakni tingkat kedalaman anestesi, efektivitas
kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan erta perubahan respirasisecara
praktis perlu diperhatikan tekanan darah, nadi, respirasi, suhu warna kulit,
keringat, cairan serta kesadaran pasien.
a) Tingkat kedalaman pasien sesuai dengan tingkat depresi terhadap susunan
saraf pusat yang antara lain dapat dilihat pada perubahan tekanan darah, nadi,
respirasi, pupil, pergerakan bola mata, reflek-reflek dan kesadaran.
b) Kardiovaskuler. Fungsi jantung dapat diperkirakan dari observasi nadi, bunyi
jantung, pemeriksaan EKG, tekanan darah dan produksi urin.
c) Respirasi .Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah thorakal atau
abdominal, apakah ada nafas paradoksal retraksi intercostal atau
supraclavicula. Pemantauan terhadap tekanan jalan nafas, tekanan naik bila
pipa endotrakhea tertekuk, sekresi berlebihan, pneumothorak, bronkospasme,
dan obat-obat relaksan habis.
d) Suhu .Obat anestesi dapat memdepresi pusat pengatur suhu (SSP) sehingga
mudah dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan tehnik anestesi. Pemantauan
suhu tubuh terutama suhu pusat, dan usaha untuk mengurangi penurunan suhu
dengan cara mengatur suhu ruang operasi, meletakkan bantal pemanas,
menghangatkan cairan yang akan diberikan, menghangatkan dan
melembabkan gas-gas anestetika..
e) Cairan. Pemantauan terhadap status cairan dan elektrolit selama operasi dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah cairan atau darah yang hilang dan
jumlah cairan atau darah yang diberikan. Kebutuhan cairan selama operasi
meliputi kebutuhan standar ditambah dengan kebutuhan sesuai dengan trauma
dan stress akibat operasi.
f) Analisa Gas Darah. Pemantauan oxygen delivery ke jaringan dan eliminasi
CO2 dapat dipantau dengan memeriksa analisa gas darah. Indikasi
pemeriksaan analisa gas darah antara lain: operasi besar vaskular, operasi
lung anestesi, anestesi dengan hipotensi kendali, operasi otak.
3) Monitoring Pasca Anestesi
Monitoring pasca anestesi perlu dilakukan setelah pasien menjalani pembedahan.
Pada saat penderita berada diruang pemulihan perlu dicegah dan ditanggulangi
keadaan-keadaan yang ada sehubungan dengan tindakan anestesi, antara lain :
a) Hipoksia. Disebabkan tersumbatnya jalan nafas. Penatalaksanaan : dengan O2
3-4 L/menit, bebaskan jalan nafas, bila perlu pernafasan buatan.
b) Irama jantung dan nadi cepat, hipertensi. Sering disebabkan karena kesakitan,
permulaan hipoksia atau penyakit dasarnya.
c) Hipotensi. Karena perdarahan, kurang cairan, spesial anestesi.
Penatalaksanaan : dengan posisi datar, infus RL dipercepat sampai tensi
normal.
d) Gelisah. Karena kesakitan atau sehabis pembiusan dengan ketamin, pasien
telah sadar tapi masih terpasang ganjal lidah/airway. Penatalaksanaan dengan
O2, analgetik, ganjal dilepas, atau kadang perlu bantal
e) Muntah. Dapat menyebabkan aspirasi paru. Penatalaksanaan dengan
miringkan kepala dan badan sampai setengah tengkurap, posisi trendelenberg,
suctioning muntah sampai bersih.
f) Menggigil. Karena kedinginan, kesakitan atau alergi. Penatalaksanaan dengan
oksigenasi, selimuti, bila perlu beri analgetika.
g) Hipersensitivita/Alergi sampai syok. Oleh karena kesalahan tranfusi atau
obat-obatan. Penatalaksanaan: stop tranfusi, ganti NaCl.
e. Reverse
Segera setelah operasi selesai, hentikan aliran obat anestesi, berikan pasien obat
penawar pelumpuh otot yaitu neostigmine (0.03-0.07 mg/kg) atau edrophonium
(0.5-1 mg/kg) bersamaan dengan agen anti kolinergik (glikopirulat, 0.01 mg/kg,
atau atropin 0.01-0.02 mg/kg). Untuk anestesi general pantenkan jalan nafas, tanda
tanda vital, oksigenasi, dan level kesadaran pasien harus tetap di evaluasi saat
pasien sudah berada di ruang perawatan. Pengukuran yang kontinyu dari tekanan
darah, denyut nadi, dan laju pernafasan dilakukan setiap 5 menit selama 15 menit
atau sampai stabil, dan setiap 15 menit setelahnya. Oximetri harus di monitor pada
semua pasien. Semua pasien yang dalam pemulihan anestesi umum harus
mendapatkan suplementasi oksigen dan monitor oximetri. Untuk pasien sedasi berat
dan hemodinamiknya tidak stabil akibat anestesi regional harus mendapat
suplementasi oksigen di ruang pemulihan. Sensori dan motorik harus di catat
regresi dari blokadenya. Tekanan darah harus di monitor pada anestesi spinal dan
epidural. Jalan nafas dibersihkan dengan kateter suction. Setelah pasien nafas
spontan dan adekuat, lakukan ekstubasi.
f. Emergensi
1) Sulfas Atropin (SA) untuk mengatasi bradikardi akibat salah satu efek samping
dari laringoskopi
2) Aderenalin Epinefrin sebagai vasopressor apabila terjadi Cardiac Arrest akibat
tindakan laringoskopi intubasi
5. Resiko
a. Efek terhadap kardivaskular.
Obat anestetik inhalasi cenderung meningkatkan tekanan atrium kanan yang
bergantung pada dosis dan sekaligus menggambarkan depresi fungsi
miokardium
1) Penurunan tekanan arteri
2) Penurunan curah jantung
3) Bradikardi mungkin terlihat pada halotan yang mungkin akibat depresi
langsung atas kecepatan atrium.
b. Efek terhadap sistem pernafasan.
Obat anestesi akan menurunkan fungsi pernafasan, meningkatkan ambang
apnoe (kadar PaCO2 turun dimana apnoe terjadi melalui tidak adanya
rangsangan pernapasan yang digerakkan oleh CO2) dan menurunkan respon
ventilasi terhadap hipoksia.
1) Penurunan volume tidal
2) Peningkatan frekuensi pernafasan.
c. Efek terhadap otak.
Obat anestetik inhalasi menurunkan laju metabolik otot sehingga meningkatkan
aliran darah serebrum karena penurunan tahanan vaskuler serebrum, yang
kemudian akan meningkatkan volume darah otak yang mengakibatkan
meningkatkan tekanan intracranial.
1) Pusing
2) Kesadaran menurun
d. Efek terhadap ginjal.
Obat anestetik menyebabkan penurunan filtrasi glomerulus dan aliran plasma
ginjal, serta meningkatkan fraksi filtrasi. Semua obat anestetik cenderung
meningkatkan tahanan vascular ginjal. Penurunan aliran darah ginjal selama
anestesi umum akan mengganggu autoregulasi aliran darah ginjal.
1) Dapat terjadi penurunan produksi urine
e. Efek terhadap hati.
Obat anestetik inhalasi akan menurunkan aliran darah ke hati dan pada
umumnya berkisar antara 15 sampai 45 persen dari aliran darah sebelum
anestesi dilakukan.
f. Efek terhadap otot polos uterus.
Obat Nitrogen oksida mempunyai efek yang kecil terhadap otot polos uterus.
Akan tetapi isofluran, enfluran, dan halotan relaksan otot uterus yang kuat.
Efek farmakologi ini akan menguntungkan bila diperlukan relaksasi otot uterus
yang kuat untuk memanipulasi janin intrauterine selama persalinan.
Sebaliknya, selama dilatasi dan kuretase pada abortus teurapetik, obat anestetik
tersebut mungkin dapat meningkatkan pedarahan.
g. Efek terhadap gastrointestinal.
Obat anestesi menyebeabkan penurunan motilitas usus sehingga dapat terjadi
mual dan muntah
h. Perdarahan Inspeksi luka bedah terhadap perdarahan.
Manifestasi klinis meliputi gelisah, bergerak aktif, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir dan
konjungtiva pucat dan pasien melemah. Penatalaksanaan pasien dibaringkan
seperti pada posisi pasien syok.
i. Kenaikan Suhu Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas 38°C yang
diakibatkan oleh:
1) Puasa terlalu lama
2) Suhu kamar operasi terlalu panas (suhu ideal 23-24 derajat Celcius)
3) Penutup kain operasi yang terlalu tebal
4) Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
5) Infeksi
6) Kelainan herediter (kelainan ini biasanya menjurus pada komplikasi
hipertermia maligna)
j. Hipertermia maligna.
Hipertermi maligna sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi akibat
gangguan otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anestesi, agen
anestesi inhalasi (halotan, enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat
memicu terjadinya hipertermi malignan.
k. Hipotermia.
Mengigil dapat terjadi akibat obat anestesi tiopental, halotan atau enfluran atau
anestesi spinal karena efek obat anestesi yang menurunkan ambang dingin dan
mempercepat pelepasan panas dengan vasodilatasi.
Web Of Caution (WOC) FIBROADENOMA MULTYPLE
ETIOLOGI
Pada pemeriksaan mammografi, gambaran jelas jinak berupa rata dan memilki batas jelas
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Laboratorium
Mammografi
MRI
USG Payudara
INTRA ANESTESI Efek agen anestesi Farmakokinetik obat Stadium II Risiko Trauma Pembedahan
Efek Agen Anestesi Terjadi vasodilatasi pada Tekanan darah menurun Risiko Disfungsi
pembuluh darah Kardiovaskuler
PASCA ANESTESI
Teknik Pembiusan Efek Obat Anestesi Blok Saraf Motorik Resiko Jatuh
C. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
Pra Anestesi
Nyeri
Ansietas
Intra Anestesi
RK Disfungsi Kardiovaskuler
Pasca Anestesi
3. Rencana Intervensi
Pra Anestesi
a. Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 30 menit diharapkan
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Intervensi
b. Ansietas
Kriteria hasil
Intervensi
Tenangkan klien
Intra Anestesi
1) RK trauma fisik pembedahan
a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi
trauma fisik pembedahan.
b) Kriteria Hasil
1) Pasien tidak mengalami trauma pembedahan
2) Pasien tidak merasakan nyeri dan aktivitas fungsional motorik tidak
terjadi
c) Intervensi
1) Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan
teknik anestesi
2) Membantu pelaksanaan anestesi sesuai dengan program kolaboratif
spesialis anestesi
⮚ Pre oksigenasi
⮚ Induksi
⮚ Intubasi
⮚ Rumatan anestesi
⮚ Reverse
⮚ Ekstubasi
3) Membantu pemasangan alat monitoring non invasif
4) Membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring invasif
5) Monitoring Intra anestesi
6) Mengatasi penyulit yang timbul
7) Pemeliharaan jalan napas
8) Pemasangan alat ventilasi mekanik
9) Pengakhiran tindakan anestesi
2) RK Disfungsi Kardiovaskular
a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi
disfungsi kardiovaskular
b) Kriteria Hasil
1) Pasien tenang terjaga
2) EKG irama sinus normal/tidak ada distritmia yang mengancam
nyawa
3) TTV dalam batas normal
⮚ TD >90/60,<140/90 mmHg, MAP >70
⮚ Nadi teratur frekuensi 60-100 kali/menit
⮚ Palpasi nadi teraba kuat
4) Tidak ada distritmia yang mengancam nyawa/gambaran EKG
normal
c) Intervensi
1) Persiapkan alat monitoring tanda-tanda vital
2) Persiapkan alat dan obat anestesi sesuai dengan perencanaan
teknik anestesi
3) Lakukan rehidrasi cairan 1000-1500 cc sesuai dengan program
kolaboratif dengan dokter anestesi
4) Hindari penggunaan agen anestesi yang meningkatkan respon
saraf simpatik
5) Lakukan monitoring intra anestesi
⮚ Monitoring kardivaskular (tekanan darah, irama dan
frekuensi nadi, map)
⮚ Monitoring lead ekg
⮚ Monitoring balance cairan
6) Kolaborasi : Kolaborasi pemberian obat vasodilator atau
vasokonstriktor
Pasca Anestesi
1) Nyeri Pasca Operasi
a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan nyeri berkurang
b) Kriteria Hasil
1) Vital sign dalam batas normal (TD : 100-120/70-90 mmHg, N : 60-
100x/mnt, RR :12-24x/mnt, S : 36-37,50 C)
2) Skala nyeri 0-3
3) Pasien tampak tenang
c) Intervensi
1) Observasi TTV
2) Lakukan pengkajian PQRST
3) Ajarkan teknik distraksi relaksasi
4) Kolaborasi pemberian analgetik pasca operasi
2) Risiko jatuh
a) Tujuan
Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan tidak terjadi
pasien terjatuh
b) Kriteria Hasil
1) Pasien tidak mengalami cedera akibat terjatuh
c) Intervensi
1) Tempatkan pasien pada posisi nyaman
2) Pasang bed side rail
3) KIE pasien tentang keadaanya setelah operasi bisa menyebabkan
diorientasi
3) Hipotermi
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat
dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi mengacu pada penilaian,
tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab mengapa suatu
proses keperawatan dapat berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre, 1994 dalam Deswani,
2009).
D. Daftar Pustaka
I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pedagang
Suku Bangsa : Bali
Status perkawinan` : Menikah
Golongan darah :B
Alamat : Br.Munduk, Desa Kaliakah
No. CM : 115836
Diagnosa medis : FAM Multyple
Tindakan Operasi : Excisi FAM Multyple
Tanggal MRS : 25 Oktober 2021
Tanggal pengkajian : 25 Oktober 2021 Jam Pengkajian: 11.40
Jaminan : JKN
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan ada benjolan pada payudara kanan
b. Saat Pengkajian
Pasien mengeluh ada benjolan pada payudara kanan
5) Riwayat Kesehatan
- Pasien belum pernah masuk rumah sakit
- Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya
- Pasien tidak memiliki riwayat anestesi sebelumnya
- Pasien tidak pernah mendapatkan transfusi darah
- Pasien tidak pernah di diagnosis penyakit menular
- Khusus pasien perempuan :
Jumlah kehamilan:
jumlah anak :
mensturasi terakhir :
menyususi : ya/tidak
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi:
b) Obat yang sedang dikonsumsi:
7) Riwayat Alergi : tidak
8) Kebiasaan :
a) Merokok : tidak
b) Alkohol : tidak
c) Kopi/teh/soda : tidak
c. Pola Kebutuhan Dasar
1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : tidak
- Alat bantu pernafasan : tidak
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : tidak
- Alat bantu pernafasan : tidak
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
2) Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 8 gelas sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir : malam
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 8 gelas sehari
- Jenis : air mineral
- Cara : oral
- Minum Terakhir : malam
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3×sehari
- Jenis : nasi, lauk, sayur sayuran
- Porsi : 1 porsi
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak ada
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : tidak
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 3×sehari
- Jenis : nasi, lauk, sayur sayuran
- Porsi : 1 porsi
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak ada
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : ada
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1-2 kali sehari
- Konsistensi : Padat
- Warna : khas feses (kuning kecoklatan)
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1-2 kali sehari
- Konsistensi : padat
- Warna : khas feses
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 7-8 kali sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : jernih
- Bau : amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 7-8 kali sehari
- Konsistensi : cair
- Warna : jernih
- Bau : amoniak
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok, teman : baik
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : baik
- Rasa Nyaman : baik
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : baik
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Komposmetis
GCS : verbal: 4 Motorik : 5 Mata : 6
Penampilan : tampak sakit sedang
Tanda-tanda Vital
Nadi = 76x/menit
Suhu = 36,0 C
TD = 90/60 mmHg
RR = 20x/menit
BB = 51 Kg
2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :
Bentuk kepala : (normal bulat ), kesimetrisan (+). hidrochepalus (-), Luka
(-), darah (-).
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
3) Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi :
Perhatikan ekspresi wajah : Tegang, meringis
Warna dan kondisi wajah : Dagu kecil ( + / - ),
Edema : Kaki
kelumpuhan otot-otot fasialis :-
Gigi palsu :-
Gigi goyang :-
Gigi maju :-
kemampuan membuka mulut : 3 cm
Jarak thyro mentalis : 6 cm
4) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
a. Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
b. Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( - )
c. Kelopak mata / palpebra : Oedem (-)ptosis (-) peradangan (-)luka (- )
benjolan ( - )
d. Bulu mata : Tidak rontok
e. Konjunctiva dan sclera : Perubahan warna : ( - )
f. Warna iris : Normal
g. Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis) isokor ( + )
h. Kornea : Normal (warna bening)
i. Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
j. Pemeriksaan Visus
Dengan Snelen Card : OD (6) OS (6)
Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Baik)
k. Pemeriksaan lapang pandang : Normal
Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata
Dengan tonometri 15 mmhg dengan palpasi taraba Normal
5) Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
a. Amati bagian telinga luar
Bentuk : Melengkung sempurna
Ukuran : Normal
Warna : Lesi ( - ) nyeri tekan : ( - )
Peradangan : ( - )
Penumpukan serumen : ( - )
b. Dengan otoskop periksa membran tympany amati, warna kuning transparansi,
perdarahan ( - ), perforasi ( - ).
c. Uji kemampuan kepekaan telinga :
- Tes bisik : Normal
- Dengan arloji : Normal
- Uji weber : Seimbang
- Uji rinne : Sama dibanding dengan hantaran udara
- Uji swabach : Sama
6) Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi ( tidak ada
pembengkakan )
- Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan ( - ),
pembesaran / polip ( - )
8) Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan palpasi amati dan rasakan
a. Bentuk leher (simetris), peradangan (- ), jaringan parut (- ), perubahan warna
( - ), massa ( - )
b. Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
c. Jarak thyro mentalis : 6 cm
d. Vena jugularis : Pembesaran ( - ), tekanan : Tidak ada
e. Pembesaran kelenjar limfe (-), kelenjar tiroid (-), posisi trakea (simetris)
f. Mobilitas leher : Menggerakan rahang kedepan ( - ), ekstensi ( - ), fleksi ( - ),
menggunakan collar ( - )
b) Ekstremitas Bawah :
- Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas (-), fraktur (-) lokasi fraktur
(tidak ada), terpasang Gib ( - ), Traksi ( - )
- Palpasi
Edema : (1 – 4 )
Lakukan uji kekuatan otot : ( 1 – 5 )
Kesimpulan palpasi ekstermitas :
- Edema :
0 0
1 1
1 1
555 555
555 555
ANALISA
b. Pemeriksaan USG Mammae
Hasil Pemeriksaan USG Mammae : Massa kistik multiple pada arah 1,5,10,12
mammae kanan dan arah pukul 1,3,6,7 mammae kiri (BIRADS C2/Benign
findings). Massa kistik multiple pada arah pukul 5 mammae kanan dan arah
pukul 10,11 mammae kiri, mengesankan FAM (BIRADS C3/Probably
benign)
b. INTRA ANESTESI
Risiko Disfungsi Kardiovaskuler
Risiko Disfungsi RespirasI
RK Cedera Trauma Pembedahan
c. PASCA ANESTESI
Resiko Jatuh
III. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
1) Pra Anestesi
Nama : Ny. S No. CM : 115836
Umur : 45 tahun Dx : FAM Multyple
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
No Problem (Masalah) Rencana Intervensi Implementasi Evaluasi Nama
&
Tujuan Intervensi Jam Paraf
1. Risiko Cedera Setelah dilakukan 1. Kaji adanya penyulit 07.00 1. Mengkaji adanya penyulit S: Pasien tidak memiliki hany
Anestesi implementasi diharapkan yang dicurigai akan yang dicurigai akan terjadi: penyakit sistemik
pasien tidak terjadi terjadi: a. Penyakit O:
cedera selama anestesi a. Penyakit kardiovaskular 1.6B :
dengan KH: kardiovaskular b. Penyakit pernapasan a. Breathing :
1. Tidak terjadi b. Penyakit c. Diabetes mellitus Vesikuler, tidak
aspirasi pernapasan d. Penyakit Hati ada napas
2. Tidak terjadi c. Diabetes mellitus e. Penyakit Ginjal tambahan, SpO2
hipotensi akibat d. Penyakit Hati f. Suhu Tubuh 98%, RR:
vasodilatasi e. Penyakit Ginjal 07.15 2. Melakukan pengkajian 6B 20x/mnt
3. Tanda-tanda vital f. Suhu Tubuh a. Breathing b. Blood : akral
dalam batas normal 2. Lakukan pengkajian 6B b. Blood hangat
• TD : a. Breathing c. Brain c. TD : 90/60
110/80mmHg-120/90 b. Blood d. Bowel mmHg
mmHg. c. Brain e. Blader d. N: 76 x/mnt
• Nadi : 60-100 d. Bowel f. Bone e. Crt <2dt
x/menit. e. Blader 07.30 3. Menanggalkan segala f. Brain : Kesadaran
• RR : 16-20 f. Bone aksesoris pasien Compos Mentis
x/menit. 3. Tanggalkan segala 07.45 4. Melakukan Pengkajian g. Bowel : BU (+)
• SpO2 : 95-100%. aksesoris pasien AMPLE h. Bone : Neglected
• S : 36,5 ℃ - 4. Lakukan Pengkajian a. A (Alergi) fraktur
37,5℃ AMPLE b. M (Medikasi) 2. Aksesoris pasien
a. A (Alergi) c. P (Past Illness/ ditanggalkan
b. M (Medikasi) Penyakit Penyerta) 3. Pengkajian
c. P (Past Illness/ d. L (Last Meal/ Makan AMPLE
Penyakit Penyerta) terakhir) • Pasien tidak
d. L (Last Meal/ e. E ( Event/lingkungan) memiliki alergi
Makan terakhir) 08.00 5. Melakukan persiapan • Pasien tidak
e. E pasien sebelum pembedahan mengkonsumsi obat
(Event/lingkungan) 6. Pasien dipuasakan sejak apapun
5. Lakukan persiapan pukul 24.00 • Pasien tidak
pasien sebelum 7. Memeriksa kesediaan memiliki penyakit
pembedahan 08.15 Informed Consent sistemik
6. Puasakan pasien (8Jam) 8. Menentukan status fisik • Pasien
7. Informed Consent pasien dipuasakan sejak pukul
8. Tentukan status fisik 08.25 9. Kolaborasi pemberian 23.00 wita
pasien premedikasi (ondancentron 4. Status fisik (ASA) 1
9. Kolaborasi pemberian 4mg dan dexametason 10mg) 5. Memberikan
premedikasi 08.30 10. Mengecek personal premedikasi
(ondancentron 4mg dan hygiene (kebersihan kulit, ondancentron 4mg dan
dexametason 10mg) kuku, dll) dexametason 10mg
10. Cek Kembali personal 6. Personal hygiene
hygiene (kebersihan kulit, pasien bersih
kuku, dll)
A: Risiko Cedera
Anestesi tidak terjadi
P: Pertahankan Kondisi
ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN
Tanggal : 26/10/2021
Kesadaran : Composmentis Pemasangan IV line : □1 buah □ 2 buah
Tekanan darah : 152/72 mmHg, Nadi :76 x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : □ Siap/baik
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,4 0C Sumber gas medik : □ Siap/baik
Saturasi O2 : 100 % Kesiapan obat anestesi : □ Siap/baik
Gambaran EKG : Sinus Rhytm Kesiapan obat life safing : □ Siap/baik
Kesiapan cairan ifus : □ Siap/baik
Kesiapan darah (sesuai kebutuhan): □ Siap/baik
Penyakit yang diderita : □Tidak ada □ Ada
Gigi palsu : □ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : □ Tidak ada □ Ada
Kontak lensa : □ Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: □ Tidak ada □ Ada
CATATAN LAINNYA:
2) Intra Anestesi
Nama : Ny. S No. CM : 115836
Umur : 45 tahun Dx : FAM Multyple
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
2. Risiko Disfungsi Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi TTV pasien 1. Mengobservasi TTV S: -
Respirasi kepenataan anestesi, setiap 15 menit pasien setiap 15 menit O:
diharapkan tidak terjadi 2. Observasi Spo2 pasien 2. Mengobservasi Spo2 Pasien general anestesi
disfungsi respirasi. 3. Berikan oksigen dengan pasien dengan TIVA
Kriteria Hasil: simple mask 5-6 LPM 3. Memberikan oksigen - TD : 118/70mmHg
1. TTV dalam rentang 4. Monitor ekspansi dada dengan simple mask 5-6 - Nadi 80x/menit
normal setiap 5 menit LPM - RR : 20x/menit
TD 110-120/70- 5. Lakukan analisa gas darah 4. Memonitor ekspansi dada - SPO2 : 99%
80 mmHg arteri: pH, PaCO2, dan PaO2 setiap 5 menit - Volume tidal : 300-
Nadi 60- Lakukan pemeliharaan jalan 5.Melakukan analisa gas 400
100x/menit napas darah arteri: pH, PaCO2, - Minute Volume :
Suhu 36,5˚C-37,5 dan PaO2 6L/mnt
˚C 6. Melakukan pemeliharaan A:
RR 16-20x/menit jalan napas Masalah Risiko Komplikasi
Akral hangat Disfungsi Respirasi tidak
pH serum 7,35- terjadi
7,45 P:
Pertahankan Kondisi Pasien
PaCO2 35-45
PaO2 80-100
Pasien tidak
mengeluh dan
tidak mengatakan
sesak napas
Tidak terjadi
apneu
2. Observasi TTV pasien
setiap 15 menit
3. Observasi Spo2 pasien
4. Berikan oksigen
dengan simple mask 5-6
LPM
5. Monitor ekspansi dada
setiap 5 menit
6. Lakukan analisa gas
darah arteri: pH, PaCO2,
dan PaO2
7. Lakukan pemeliharaan
jalan napas
3. Risiko Disfungsi Setelah melakukan a. Persiapkan alat monitoring a.Monitoring intra anestesi S:- hany
Kardiovaskuler implementasi selama tanda-tanda vital setiap 15 menit O:
intra operasi diharapkan b. Lakukan monitoring intra b.Asistensi TIVA Pasien dilakukan general
pasien tidak terjadi anestesi c.Pantau ketat monitor 15 anestesi
disfungsi monitoring menit pertama
jantung/vaskular, dengan kardivaskular d.Mengganti cairan dengan Hemodinamik pasien dalam
kriteria hasil; (tekanan darah, irama futrolit 500cc batas normal
a. Pasien tenang dan frekuensi nadi,) e.Mengganti cairan dengan TD : 130/60mmHg
terjaga monitoring lead EKG, futrolit 500cc N : 60x/mnt
b. EKG irama sinus MAP f.Mengganti cairan RL RR: 16x/mnt
normal/tidak ada monitoring balance 500cc SpO2 : 100%
distritmia yang cairan Irama EKG Sinus Ryntm
mengancam nyawa b.persiapkan alat dan obat Palpasi nadi teraba kuat
c. TTV dalam batas anestesi sesuai dengan
normal perencanaan teknik anestesi A:
• TD 110-120/70- (untuk spinal = Risiko Disfungsi
80mmHg bupivacaine 0,5 heavy Kardiovaskuler tidak terjadi,
• Nadi teratur 20mg + mo 0,3mg)
frekuensi 60-100 siapkan obat-obat P:
kali/menit emergency Pertahankan Kondisi Pasien
• Palpasi nadi (ephedrine,
teraba kuat dexametason, sulfas
atropine, epinephrine,
diphenhydramine)
b.Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
cairan atau darah
(futrolit 1000cc + RL
500cc)
Kolaborasi pemberian
obat vassopresor
(ephedrine 10mg)
3) Pasca Anestesi
Nama : Ny. S No. CM : 115836
Umur : 45 tahun Dx : FAM Multyple
Jenis kelamin : Perempuan Ruang : IBS
nadi Frekuensi
darah Tekanan
SC SC SC
A RET WA BROMAGE
OR OR O
NYER TE RD SCORE
E E RE
I SCO SCO
2 (Lingk RE RE
2
2 0
8
0 1
2 2 Satur Gerakan
2 Perge
0 3 asi penuh dari
0 rakan
0 4 O2 tungkai
1 5
2
8 6
6
0 7
1 8
1
6 9
2
0 1
1 1 Tak mampu
0 Perna Perna
8 8 4 ekstensi
pasan fasan
0 0 tungkai
1 1
6 2
0 0
1 1 Sirku Kesa Tak mampu
4 0 lasi daran fleksi lutut
0 0
1
8
2
0
0
1 6
0
0
0
8 4
Aktif Tak mampu
0 0
itas fleksi
6 2
moto pergelangn
0 0
rik kaki
0
Kesa
daran
Lama Masa Pulih :
Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam : Penerima : 2. Jam : Penerima : 3. Jam :
Penerima :
Nama : No.CM :
Umur : Diagnosa :
Jenis kelamin : Ruang :
S (Situation)
B (Background)
A (Assestment/Analisa)
rekomendasi untuk
mengatasi masalah
(perawatan dan
pengobatan lebih lanjut
Nama : No.CM :
Umur : Diagnosa :
Jenis kelamin : Ruang :
S (Situation)
B (Background)
A (Assestment/Analisa)
R (Recommendation)
rekomendasi untuk
mengatasi masalah
(perawatan dan
pengobatan lebih lanjut
Nama dan Paraf yang Nama Paraf
menyerahkan pasien